-03.1-
-He sparkles like sunshine.-
Reinald menarik pergelangan tangan Celine menuju tempat di mana ia memarkirkan mobilnya. Celine memutar bola matanya ketika sadar bahwa ia harus menaiki mobil yang cukup tinggi itu, lagi. Apa ia harus memanjat? Atau melompat naik bahkan terbang seperti drama-drama kolosal?
Celine berdiri kaku di depan pintu mobil tanpa ada niat untuk naik. Ia berusaha untuk berpijak erat-erat pada jalan asal yang basah.
"Gak mau ikut? Aku sudah bilang kalau kita harus bicara," ujar Reinald ketika ia sadar bahwa Celine tidak berniat untuk menaiki mobilnya. Tangannya masih menggenggam erat pergelangan tangan Celine.
Pakaian mereka semakin basah seiring dengan hujan yang semakin deras.
"Mobilmu terlalu tinggi, meskipun aku mau naik... aku tetap tidak bisa," jawab Celine dengan nada ketus, setelah itu ia menghempas tangan Reinald.
Detik itu juga, tubuh Celine terangkat naik. Ia menggunakan kedua tangannya untuk menutupi gaun yang ikut terangkat. Celine didudukkan dengan paksa, ia bahkan tidak sanggup mencerna apalagi me-reka ulang kejadian yang baru saja ia alami. Bagaimana Reinald memeluk pinggangnya... bagaimana Reinald mengangkat tubuhnya naik...
"Sudah, kamu sudah naik," ucap Reinald yang sudah duduk di balik kemudi. Ia menatap Celine dari ujung mata.
Celine menghela napas kasar kemudian melipat kedua tangan di depan dada, "jangan terus menjadi pemaksa. Aku bukan orang yang bisa kamu paksa terus-menerus."
"Kalau begitu, biasakan dirimu mulai saat ini... karena aku pemaksa," ujar Reinald sambil mengangkat kedua bahunya singkat sebelum menyalakan mesin mobil. Ia memundurkan mobil sesuai arahan tukang parkir, kemudian memutar setir dan mengemudikan mobil menuju jalan raya.
"Kalau begitu, kamu juga harus mulai terbiasa dengan bantahan-bantahanku."
"Well, let's see."
Tanpa Celine sadar, Reinald mengangkat sudut bibirnya. Sejak saat itu, Celine mulai menarik perhatiannya.
***
Celine mengamati setiap batang pohon serta gedung yang seakan-akan berjalan melewatinya. Rintik hujan juga menetes pada jendela mobil, menimbulkan kesan buram pada kaca jendela. Lagu yang mengalun pelan dari radio menambah suasana tenang yang Celine rasakan. Sedari tadi, Celine mencari keberadaan setan kecil itu, namun ia baru menyadari keberadaan Christopher pada kursi penumpang yang penuh oleh bantal dan selimut kecil beberapa detik terakhir ini.
Mobil tinggi dan besar mencerminkan karakteristik laki-laki macho, namun berbeda seratus delapan puluh dengan isi di dalamnya. Isi yang lebih mencerminkan mobil ibu-ibu.
Celine menegakkan punggung ketika Reinald mengemudikan mobil masuk ke dalam kompleks perumahan mewah. Celine mengamati satu persatu rumah mewah yang ia lewati... benar-benar mewah! Dari jendela kebanyakan rumah, Celine dapat melihat dengan jelas tangga yang melingkar serta gorden yang panjang dari langit-langit rumah sampai lantai dasar. Jangan lupakan lampu kristal yang memancarkan cahaya jingga.
Reinald menghentikan mobil di depan rumah berpagar hitam besar yang menjulang, salah satu dari rumah mewah yang ada di kompleks ini. Reinald menurunkan jendela mobil lalu tidak lama kemudian seorang satpam muda berlari mendekati pagar untuk mendorong pagar agar terbuka.
Setelah terbuka dengan sempurna, Reinald mengemudikan mobilnya masuk ke halaman rumah yang penuh dengan tanaman bunga serta tanaman hijau. Celine dengan tidak sadar membuka mulutnya karena kagum.
"Turun," kata Reinald setelah mematikan mesin mobil. Ia meninggalkan Celine untuk menggendong Christopher yang sedang tidur lelap. Gerakannya terlihat sangat halus, bermaksud untuk tidak membangunkan Christopher. Setelah memosisikan kepada Christopher pada bahunya, Reinald mulai menepuk punggung anaknya yang sedikit mengerang karena terganggu.
Celine hampir saja memuji Reinald yang sangat berperi kepapaan, namun ia batalkan setelah kesadarannya kembali... dua orang di depannya ini adalah papa setan dan anak setan.
Celine mengikuti langkah Reinald yang mulai berjalan masuk ke dalam rumah. Pandangan Celine langsung disambut dengan dinding putih bersih, sofa broken white, dan lampu kristal yang tergantung di tengah-tengahnya.
Celine meluaskan pandangannya, ia dapat melihat tangga melingkar pada sisi kanan rumah, dapur dengan nuansa abu-abu serta meja makan marmer putih untuk enam orang.
Celine berusaha memusatkan pandangannya kembali pada Reinald yang sudah mulai menaiki tangga melingkar itu. Celine sempat berdecak ketika melihat jejak sepatu Reinald yang terlihat jelas di atas keramik karena air hujan.
Celine terus menaiki tangga dengan pandangan yang terus mengarah ke lantai dasar tanpa sadar bahwa tidak ada lagi anak tangga yang bisa ia pijak, sehingga Celine sedikit terjungkal dan memekik kencang.
Celine segera merapikan rambutnya yang terbawa ke depan menutupi wajah, kemudian menegakkan tubuhnya. Ia mendapati Reinald tengah memandangnya dengan kedua alis yang hampir menyatu, seperti karakter burung marah berwarna merah yang menjadi kesukaan anak-anak akhir-akhir ini.
Celine terkikik dalam hati saat membayangkan wajah Reinald yang tertempel pada wajah burung itu.
"Ada apa?" tanya Reinald. "Apa tersandung membuatmu hampir gila?"
Reinald melanjutkan langkah kakinya, masih sambil menggendong Christopher yang benar-benar tidur lelap.
Celine mengarahkan kepalan tangannya pada bagian belakang kepala Reinald untuk menyalurkan amarahnya.
"Aku tahu kalau sekarang kamu sedang mencoba untuk meninju kepalaku."
Celine langsung membelalakkan matanya. Secepat kilat, ia menyembunyikan kepalan tangannya di balik punggung.
Reinald memutar kenop pintu kemudian berjalan masuk ke dalam ruangan yang Celine sadari sebagai kamar setelah mengintip dari celah pintu. Kamar bernuansa gelap, wallpaper hitam, dan bedcover yang juga hitam. Celine berjalan masuk ke dalam kamar, kemudian berdiri diam di samping kasur setinggi pinggul. Meskipun ia berdiri diam, namun bola matanya terus bergerak ke sana kemari, mengamati satu persatu barang yang ada di kamar ini.
Pandangan Celine terhenti pada balkon yang dipisah oleh pintu kaca dari kamar ini. Balkon itu sangat luas dan bersih. Celine menemukan beberapa tanaman hijau kecil pada balkon itu, bahkan ada juga beberapa pot kaktus mini bulat di antara tanaman-tanaman lain.
Celine kembali memusatkan pandangan pada Reinald dan Christopher. Reinald menyelimuti tubuh Christopher kemudian mengecup kening Christopher cukup lama. Semua itu terlihat sangat manis sampai Reinald memandangnya dengan tatapan datar. Perubahan tatapan Reinald benar-benar cepat, hanya sepersekian detik saja.
"Keluar, kita bicara di bawah," katanya.
Celine langsung berjalan keluar dari kamar kemudian menuruni tangga tanpa menunggu Reinald memimpin jalan seperti tadi. Ia yakin, seratus persen, ia tidak akan tersesat.
Celine menghentikan langkah kakinya setelah sampai di lantai dasar, ia menunggu Reinald untuk menuntunnya menuju tempat yang dia maksud... namun, Reinald tidak melangkahkan kakinya sama sekali. Dia berdiri diam di belakang Celine dengan pandangan mengejek.
"Bukannya kamu yang pimpin jalan? Kenapa diam? Ayo, jalan," ejek Reinald dengan seringaian pada wajahnya.
Wajah Reinald benar-benar mengundang tinjuan Celine. Dasar arogan!
"Kamu berjalan di depan seolah-olah kamu adalah nyonya rumah ini," lanjut Reinald yang masih memunggungi Celine. Ia berjalan menuju ruang tamu yang sempat Celine lihat tadi. Reinald duduk di atas sofa tunggal broken white, ia mengulurkan tangannya pada sofa panjang di sampingnya, "duduk."
Celine duduk di atas sofa itu. Ia menarik turun gaun yang sedikit terangkat naik.
"Aku mau kamu jadi ibu sambung Christopher."
Celine langsung melolot. Ia mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk.
Apakah benar Reinald baru saja mengucapkan kalimat dengan topik sangat serius itu?
Bagaimana bisa Reinald mengucapkan hal itu dengan sangat santai, seolah-olah hanya membicarakan hal biasa.
"Kamu gila?"
"Tidak," kata Reinald. Ia meletakkan kedua tangannya di atas lengan sofa.
"Aku gak mau jadi ibu sambung Christopher," tolak Celine sambil memukulkan kepalan tangannya ke atas meja kaca.
"Apa alasanmu?"
Reinald menatapnya dengan sebelah alis yang dinaikkan.
"Anak kamu itu setan, kamu juga setan!" pekik Celine frustasi.
"Bukankah kalau begitu, kita menjadi keluarga yang lengkap?" tanya Reinald. "Karena kamu juga setan," lanjutnya santai.
"A-apa maksud kamu kalau aku juga setan?" tanya Celine terbata-bata. Ia tidak menyangka bahwa Reinald akan ikut mengatainya setan.
Reinald menganggukkan kepalanya dengan santai, masih dengan seringaian yang terhias pada wajah tampannya, "iya, kamu juga."
"Aku bukan setan! Jangan seenaknya bicara seperti itu," bantah Celine dengan tegas. Ia langsung berdiri dari sofa, kemudian menunjuk Reinald dengan kesal, "kamu! Kamu yang setan, bukan aku."
"Baiklah... jika kamu bukan setan, maka kami juga bukan. Deal?"
"Tidak deal! Kalian itu benar-benar setan, bagaimana aku bisa setuju kalau kalian bukan setan?" tanya Celine dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Ia memandang Reinald menyelidik.
"Kalau memang itu maumu, maka aku setan, Chris setan... kamu juga setan."
Reinaldmenyatukan jari tangan kedua telapak tangannya, kemudian memandang ke arahCeline dengan pandangan penuh intimidasi, "deal or no deal?"
***
Sambil menunggu, silahkan baca Help Me, Chris!
(kisah Christopher dan Cia--kelanjutan Sweetest Karma dan My Lovely Devils)
Follow akun IG :
sendlyanyourmails && christopherkurnia
Group Line : sendlyanyourmails [silahkan chat aku, dan aku akan invite]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro