Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

04.

"Masih belum kelar urusan lo sama Pak Arya?" Tanya Rara yang gue jawab dengan gelengan.

"Setan emang itu dosen satu!" Umpat gue yang mengundang teguran dari Hanif.

"Setan itu harus di kasih sesajen git, mending lo kasih dia sesuatu deh biar agak melunak sedikit dia. Biar nilai lo aman juga," usul Altan yang di angguki oleh Juna dan Yuda.

"Gue bawain menyan?" Tanya gue yang otomatis membuat Joana menoyor kepala gue.

"Giliran otak Altan ada benernya otak lo yang error! Ya lo bawain kue atau cupcake atau apa kek gitu git," Kata iim menambahkan.

"Buah juga bisa," tambah Juna.

"Kalau enggak kasih apa kek, parfum atau dompet yang buat orang kaku semacem dia," kini Yuda yang memberi usul.

"Lah, parfum apa dompet? Emang gue pacarnya apa?" tanya gue bingung.

"Lo mau nilai lo aman gak sih git? Udah di kasih masukan juga," ucap Joana dengan sedikit kesal yang membuat gue bungkam.

Sesampainya di apartemen, gue memutar otak untuk memberikan hadiah apa ke Pak Arya. Pasalnya di dalam dompet gue hanya ada selembar uang sepuluh ribu rupiah dan juga dua puluh ribu rupiah. Jangankan untuk beli kue atau cupcake, untuk besok pergi ke kampus aja gue pasti minta jemput salah satu teman gue atau Kara sebagai sarana pengiritan.

"Bodo amat! Ngapain gue ngasih dia lagian tugas gue juga udah gue kirim!" umpat gue dengan kesal sambil menjatuhkan diri gue ke ranjang dan bersiap untuk tidur.

Suara getar dari handphone gue membuat gue mengalihkan perhatian gue dan melihat satu notifikasi pesan dari Pak Arya yang langsung membuat gue spontan mengumpat.

Pak Arya

Besok bawa hardcopynya ke meja saya, saya belum sempat mengecek e-mail

"Ah! Itu dosen sialan banget sih!" umpat gue sambil melempar handphone gue ke atas kasur.

"Kayanya bener kata Altan deh gue harus ngasih sajen ke Pak Arya, tapi apa?! Duit gue baru di kirim besok lagi!"

Gue pun masih memutar otak gue mengenai hadiah yang harus gue beri ke Pak Arya, dan gue baru ingat kalau hadiah ulang tahun untuk Kara waktu itu belum sempat gue kasih.

Gue pun segera membuka laci lemari gue dan melihat kotak yang berisi dompet kulit merk Hugo Boss. Dompet ini adalah dompet yang sangat Kara inginkan, dan gue menabung selama beberapa bulan untuk membelinya. Hanya saja saat itu hubungan gue dengan Kara memang sedang goyah sampai gue belum sempat memberikannya.

"Apa gue kasih ini aja ya?"

*****

Gue akhirnya membawa tugas gue dan juga hadiah yang seharusnya menjadi hadiah ulang tahun untuk Kara ke ruangan Pak Arya keesokan harinya. Dengan sedikit bantingan, gue pun ngasih makalah itu di depan mukanya.

"Ada yang banyak saya harus urus akhir-akhir ini, jadi maaf," kata Pak Arya tanpa terlihat merasa bersalah sedikitpun.

Mau lo banyak urusan kek, kayang di tengah jalan kek gue gak peduli!

"Gapapa pak, oh iya pak ini buat bapak," ucap gue sambil menyerahkan bungkusan hadiah yang sudah gue persiapkan sebelumnya.

"Ini apa?" Tanya Pak Arya sambil menaikan sebelah alisnya.

"Anggap aja itu sebuah gratifikasi dari saya," jawab gue yang membuat Pak Arya menatap tajam ke gue.

"Kamu nyogok saya?" Tanya Pak Arya dengan nada yang sama sekali tidak terdengar enak.

"Bukan pak! Serius itu hanya sebagai ucapan terimakasih saya karena bapak sudah mengajar saya selama ini," ucap gue dengan gugup karena Pak Arya terlihat marah saat ini.

"Kamu saya bisa adukan ke Dekan soal suap yang kamu lakukan ini." Ucap Pak Arya yang membuat gue membelalakan mata.

Suap katanya?! Jelas- jelas gue ngasih itu buat hadiah. Niatnya ngurangin masalah kok malah nambah sih?!

"Pak, saya sama sekali tidak ada niat ke arah sana! Sumpah!" ucap gue dengan frustasi.

Ini orang emang gak bisa di baikin banget sih!

"Kamu kira saya tipe orang yang bisa di sogok?"

Altan sialan! Usulannya gak pernah ada yang bener! Ini namanya gue ngegali lubang kuburan gue sendiri!

"Demi Tuhan saya gak ada niat untuk menyogok bapak!"

"Saya akan adukan kamu ke Dekan," ucap Pak Arya dingin sambil berlalu meninggalkan ruangannya.

Gue mengintip dari pintu ruanganya dan ngeliat Pak Arya beneran pergi ke arah ruang Dekan.

"Si Anjir! Beneran gue di aduin!"

Gue memilih untuk mengambil langkah seribu menjauhi ruangan Dosen sialan itu.

Mau dapet C juga bodo amat! Kalau gue sampe kena sanksi lebih ribet urusannya!

*****

Gue merasa gelisah keluar dari ruangan Pak Arya. Gue hanya bisa berharap kalau dia tidak akan membawa masalah itu terlalu jauh, hanya teguran aja misalnya. Bukan gue harus mengulang mata kuliah dia atau lebih parahnya lagi di Drop out. Gue akhirnya memilih untuk kembali nongkrong bersama teman-teman gue di kantin kampus untuk menceritakan hal yang baru aja terjadi.

"Gimana git? Beres?" Tanya Juna.

"Beres mbah lo!" timpal gue sewot.

"Dia parah banget akhir-akhir ini, lebih-lebih dari PMS," kata Rara memperingati Juna.

Ya, emosi gue emang gak terkontrol karena dosen sialan itu.

"Pak Arya ngasih tugas macem-macem?" Tanya iim penasaran.

Gue menggeleng sebagai jawaban, "tugasnya sih gak macem-macem, tapi pak Arya yang macem-macem."

Calvin menyemburkan minumannya begitu mendengar omongan gue.

"Lo sama Pak Arya ada affair gara-gara masalah nilai doang? Anjir!" Kata Calvin gak percaya.

"Cuci otak lo, sialan!" Kata gue sambil melempar tisu ke muka Calvin.

"Omongan lo ambigu nyet," kata Juna.

"Macem-macemnya bukan itu, dia ada aja alasan yang bikin gue ngulur-ngulur ngumpulin tugas. Pokoknya ngeselin lah! Belom lagi ide kasih hadiah lo itu! Gue malah di tuduh mau nyuap dan mau di aduin ke dekan!" gerutu gue yang membuat teman-teman gue kaget.

"Serius Pak Arya sampe segitunya? Nuduh lo nyuap dia?" Tanya Juna yang gue jawab anggukan, rasanya gue pengen nangis sekarang.

"Terus gimana? Jadi di aduin ke Dekan? Lo salah ngomong kali?" Tanya Altan sedikit panik yang membuat gue mendelik.

"Semua gara-gara lo!" umpat gue kesal.

"Lo ngomongnya gimana emang?" Tanya Joana.

"Ya gue cuma ngomong kalau itu sebagai gratifikasi, tapi Pak Arya nya malah begitu. Gak tau deh gue bakal di aduin ke Dekan atau enggak, yang jelas tadi dia pergi ke arah ruang Dekan. Sekarang gue cuma mau cepet pulang ke rumah dan gak ketemu sama dia lagi. Semoga gak ada apa-apa, gue udah gak peduli sama nilai gue gimana."

"Gila, kok Pak Arya gitu banget ya?" Tanya Yuda sambil menggelengkan kepalanya seakan gak percaya.

"Tapi Pak Arya lumayan cakep loh," kata iim yang membuat Yuda mendelik kesal.

"Cakepnya dia udah mines di mata gue," jawab gue pelan.

Gak lama Kara bergabung di tengah-tengah kami dengan buku tebalnya yang enak untuk di jadikan bantal itu.

"Udah liat daftar dosen untuk semester depan?" Tanya Kara yang membuat gue mengerutkan alis.

"Udah ada? Cepet amat sih!" keluh gue.

"Masuknya emang masih dua bulan lagi tapi bulan depan paling lambat ngisi KRS, daftar matkul sama dosennya udah ada, coba kalian liat SIA."

Selain posisi menentukan prestasi, di dunia perkuliahan juga berlaku dosen menentukan prestasi.

Dan gue memekik heboh saat melihat nama Sadewa Bentara Arya ada di daftar dua mata kuliah yang harus gue tempuh di semester depan.

"Gue mau cuti kuliah aja! Mending nikah deh daripada harus ketemu dosen modelan begitu!" Kata gue kesal dengan air mata yang menggenang.

Kara di samping gue udah mengelus punggung gue lembut dan bilang kalau gue harus sabar.

"Kamu nikah ama siapa kan aku belum lulus," kata Kara.

"Tapi ngebayanginnya tuh... aduuuh! Aku udah stress duluan!" Kata gue frustasi. Yang lain memandang gue dengan penuh simpati. Mereka tau akhir-akhir ini gue tuh stress banget gara-gara dosen satu itu.

"Jangan dibayangin, tapi dijalanin aja, oke?" Kata Kara dengan senyumannya yang membuat gue merasa sedikit lebih tenang.

"Kayanya lo banyak dosa deh git sampe-sampe ketemu dia mulu," kata Joana.

Ini nih malah yang bikin panas, temen macem apa coba?

"Bodo amat sih gue kesel sama dia, gue sumpahin hidupnya susah dan gak laku-laku ntar!" kata gue.

"Jangan pernah terlalu benci sama dosen, ntar kalau dia yang jadi pembimbing skripsi lo gimana?"

"EH WOY! ANJIR JUNA LO JAHAT BANGET SIH!" Teriak gue histeris.

"Tiati lo ntar balik ke lo sumpahnya," kata Calvin ngeledek.

Emang gak guna ya, temen lagi gelisah begini bukannya di hibur malah diledekin coba.

*****

Setelah perjuangan panjang yang berujung pada nilai B di SIA gue, akhirnya gue bisa pulang kampung dengan tenang. Gak tenang juga sih, soalnya Rara, Joana, iim udah nagih oleh-oleh setiap hari, dan kabar aduan tentang kasus suap gue belum jelas rimbanya. Temen-temen gue sih bilang kalau sampai liburan gak ada panggilan dari pihak kampus berarti gue aman. Gue sekarang hanya meyakini diri gue sendiri bahwa kasus itu gak akan di usut lagi karena udah liburan semester juga.

Kerjaan gue kalau libur ya gak jauh dari kasur, dapur, dan kamar mandi. Selama ada laptop, handphone dan wifi gue masih bisa bertahan di kamar seharian tanpa keluar yang membuat nyokap berdecak dan ngomel-ngomel.

"Kamu tau gak berita pembunuhan anak perempuan akhir-akhir ini? Mamah gak tenang kalau kamu lagi kuliah gitu, mana kamu sering pulang malem kan?"

"Itu kan beritanya jauh dari tempat aku mah," kata gue heran.

"Kamu tuh, di khawatirin orang tua juga!" Kata nyokap gue kesel.

Gue hanya diam dan meneruskan drama yang gue sempet pause tadi.

"Tapi beneran mamah khawatir, kamu sendirian disana dan gak ada yang ngawasin."

"Yaudah mamah ikut aja sama aku kesana," kata gue enteng.

"Terus papah kamu gimana? Siapa yang ngurusin, hah?" Kata nyokap sambil jitak kepala gue.

Gue cuma pura-pura memekik kesakitan, jitakan nyokap gak keras-keras amat soalnya.

"Nanti sore pake baju yang bagus ya, mau ada tamu. Temen papah sama keluarganya mau makan malem disini," kata nyokap.

"Harus banget aku ikut?" Tanya gue.

"Ya harus lah! Masa kamu ada di rumah sama gak ada di rumah kaya sama aja?"

"Iya mah, iya."

Sesuai permintaan nyokap gue memakai baju yang cukup layak untuk makan malam formal. Nyokap udah heboh nyicip menu yang dibikin si bibi udah pas apa belum.

"Buset banyak amat menunya, kaya acara lamaran aja," kata gue spontan.

"Emang acara lamaran," kata nyokap.

"Oh..."

Gue baru menyadari kalau satu-satunya orang yang belum menikah disini hanya gue dua menit kemudian.

"SIAPA YANG DI LAMAR MAH?!"

"Kamu," jawab nyokap gue enteng.

"What?! Mamah apa-apaan sih kok gak bilang dulu sama aku?!"

"Papah kamu yang mau jodohin kamu, katanya biar dia tenang ngelepas kamu disana sendirian," jawab nyokap.

"Tiga tahun aku tinggal disana sendirian dan gak pernah ada masalah apapun! Kenapa harus dijodohin segala sih?!"

Baru kemaren gue ngomong tentang perjodohan iim Yuda, sekarang gue yang dijodohin?! Karma datengnya cepet banget sih!

"Sekarang tuh lagi marak kasus yang aneh-aneh, seenggaknya dengan kamu nikah mamah sama papah bisa tennang," kata nyokap.

"Mamah pikir aku bisa tenang?!" Kata gue gak abis pikir.

Suara bel yang berbunyi menghentikan perdebatan kami berdua. Bokap yang menyadari protesan gue ke nyokap memilih bungkam dan membuka pintu untuk menyambut tamunya.

Nyokap langsung beranjak mendekati pintu dan bersalaman dengan dua orang tua yang sepertinya seumuran sama mereka, atau mungkin lebih tua.

Tapi yang jauh lebih mengejutkan adalah Pak Arya yang berdiri di belakang kedua orang tua itu dan lagi salaman sama bokap nyokap gue.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro