.trashed file 11 - 1305022-8
Telah hilang penjelasan kemunculannya, pada awal video tertera subjudul di tengah layar dengan jenis fon basis.
“mimpi buruk pertama”.
Langit sayup-sayup senja, kegelapan merayap menelan semburat jingga. Listrik indekos lantai atas masih mati. Meski begitu, dia tetap menerjang keremangan, menghampiri bak penampungan air. Untungnya gawai mode senter menyala, sehingga masih ada penerangan. Katanya, dia mau menyirami sukulen karena sudah tiga hari ditelantarkan.
Sayangnya, ketika keran dibuka, tidak ada air yang mengalir, sehingga sumpah serapah berebut keluar dari mulut.
Ekspresi pertama yang ditunjukkan adalah mulut komat-kamit, mata memelotot, hidung berkedut, dan dahi berkerut.
Ekspresi kedua ialah bibir terbuka lebar, tertawa puas, menyeringai, menatap nyalang.
Ekspresi ketiga beralih air mata mengalir, muka memerah, pupil menyempit, meradang.
"Orang-orang sialan itu ... mereka meremehkanku! Raja hutan sok-sokan ngasih perintah. Induk beruang yang banyak mintanya. Hah! Kalian berdua saja tidak becus ngurus anak malah beranak terus! Satu hilang, nanti nangis? Induk beruang berantem mulu, satu mau ini, satu mau itu, gimana mau rukun coba? Raja hutan juga endak mau ngalah, selalu aja merasa benar sendiri. Hah kemarin sakit endak kujenguk, seneng kan? Makanya aku endak betah, disuruh-suruh mulu, salah sedikit dimarahin 24 jam. Ah! Sialan! Kurang ajar! Keterlaluan! Bodoh amat, uang transferan kupakai beli sukulen aja! Babi! Anjing! Monyet! Mbah kos yang matanya mirip weden sawah dan sering ngintip kamarku. Dikira aku ndak tau apa? Mbah kos memang endak jelas kali. Baik sih sebenernya, tapi kok aku merasa kayak disuruh 'ngelunjak', ya? Terus ibu kos mesti tutup mata, endak urus, katanya endak ada apa-apa, tapi kok sampai hampir berantem?Katanya taman di lantai atas mau dibikin kebun anggur kok endak jadi? Kasihan di-ghosting temennya. Parahnya lagi pak kos suka ngomongin aku di belakang. Iya, iya, aku memang enggak kerja, paket tiap hari datang ke kos, dikira aku sultan ya, kaya? Ya enggak lah. Bapak ya yang harus selalu terima paketnya, tapi kalau dah muak ya bisa suruh kurirnya langsung naik taruh di depan kamarku, lempar aja kalau perlu saking banyaknya! My fucking God. These bitches old geezers. Good for them, good for them. Berengsek! Teman-teman kos endak ada yang benar! Andrew sering banget lupa matiin pompa air, mana ditinggal pergi ke luar. Lucu banget tiap pulang malem ngentakin kakinya ke depan pot-pot bilang, 'Sukulen!' Kalau dipikir-pikir kasihan juga kayak gak ada temen sedaerah. Edhi mesti kalau di kamar mandi berjam-jam. Malam-malam berisik banget, teleponan endak lihat waktu. Dia juga sering pindahin pot, Bruh, tanaman itu butuh cahaya biar endak rebutan, perlu jarak tanam, belajar endak sih pas kuliah? Hah, kalau ngomong aja gak jelas gitu, dasar luar jawa. Enak aja nyuruh pindahin tanamanku. Ya kalau butuh tempat ya pindah saja sana! Bagas juga sering habisin air yang di atas tapi sialannya dia endak nyalain pompa. Bangsat memang! Apalagi sering bawa temennya, ngeselin banget, ngobrol endak jelas, kalau ketawa kenceng banget bikin telinga budek. Dia udah nikah belum sih? Sering banget ngajak cewek nginep di kamarnya. Terus kemarin Kakak yang endak pernah peduli tiba-tiba datang nyuruh selesaiin skripsi. Biasanya juga traktir makanan, ini mana? Kenapa Mbah harus mati juga? Aku kan belum benar-benar minta maaf, endak sempat jenguk di rumah Om, sibuk banget sama skripsi. Padahal pas di rumahnya yang di luar kota, aku betah. Gara-gara itu bisa dapat naungan tempat tinggal yang nyaman, paling mending lah dibanding di rumah sendiri dan rumah saudara. Ya, aku memang suka numpang, jadi parasit saudara sendiri. Payah! Parah. Parah banget. Parah memang. Payah! Payah! Payah! Mati aja! Mati! Mati, mati, mati! Terus mbak-mbak berengsek sama mas-mas bajingan dari Buku Wajah itu. Mbaknya kalau menawar endak ngotak. Masa tanaman lima puluh ribu ditawar lima ribu. Alasannya apa, tau? Katanya sukulen lagi ndak seramai dulu, makanya turun banyak. Lambemu iku kene taksuwek! Anjing emang. Mana kemarin uangnya kurang lagi, harusnya aku jadiin harganya dua kali lipat. Ah! Anjing. Gara-gara kalian aku jadi endak mau lagi jualin tanamanku. Jual beli online emang seremin, aku endak mau lagi. Aku end ak percaya sama kalian. Aku butuh pembeli yang bersertifikat dan bisa merawat sukulen dengan benar. Kamu mau beli? Tapi kok bilangnya punya kayak gitu juga di rumah, tapi sudah mati. Hah? Tolong? Bisa ngerawat gak sih? Halah! Paling ya kalau beli punyaku bakal mati di tempatmu. Ini sukulen, woi. Malah disiram tiap hari. Kocak! Semuanya memang jancuk! Mereka semua meremehkanku!"
Puas habis mengeluarkan pisuhan sampai bibir terasa monyong dan turun hujan lokal, semua pihak yang diserapahi serempak mundur lima senti--diwakili oleh sukulen.
Setelah napasnya tenang dan merasa menyesal mengatakan semua itu, tetapi tidak minta maaf, tiba-tiba keran di depannya menyala. Air turun dari mulut yang kecil. Dia segera menggeser ember dan membiarkan terisi. Butuh waktu sampai penuh, dia tunggu beberapa saat.
Setelah dirasa memadai, ember ditarik dan diangkat. Dia lupa bawa sesuatu untuk mengguyur, ditandai tangan kosong yang jarinya pucat itu mengepal dan membuka, tetapi tak ada rotan akar pun jadi, maksudnya jadinya isi ember dituang ke pot-pot sukulen.
Suara byur seiring gerakan sentripetal memutar menuju sumbu, dan sentrifugal memusingkan menjauhi pusat. Percikan air berupa titik-titik gerimis yang asal penamaannya dia serukan, walau lebih tepat disebut tempias, mengenai dedaunan sukulen yang memantulkan cahaya bulan. Laksana embun membentuk jejak titik-titik pada permukaan hijau, atau ungu, biru, merah, oranye. Andai kata ini saptawarna, lengkap sudah koleksi, rintik yang turun di siang hari, membentuk bianglala langit yang asli.
"Hujan, hujan, rintik-rintik, Nenek dijemput! Main becek, ciprat-ciprat, tralalala!"
Laki-laki itu terlalu terkena distraksi akan keasyikannya sendiri menyirami tanaman. Tak disadari ada suara yang sama, gerakan byur yang lain. Kamera bergegas diputar atas refleks. Sebuah siluet berwujud perempuan tinggi teramat hitam berdiri di dekat tempat menjemur tanpa naungan. Bayangan panjang seolah manifestasi tangannya membawa jeriken kecil satu liter yang tutup terbuka, mengguyur cairan berwarna kebiruan dari atas tubuh mengalir hingga siluet itu basah kuyup sampai isi habis. Jeriken pun dibuang, siluet itu terdiam.
Erangan jengah keluar dari mulut laki-laki menyadari ada yang tidak beres dari sesuatu yang menyengat hidungnya.
Sebuah korek api gas dinyalakan, lidah oranye menyala-nyala. Siluet membakar diri. Sekujur tubuhnya dilalap api dewangga yang menjilat-jilat di tengah kegelapan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro