Bab 8.Hujan malam
Eleanor
Eleanor memeriksa jadwal elektronik di tangannya, semua note tertulis rapi di ponselnya. Dahinya mengerut melihat ada banyak jadwal rapat hari ini. Semalam dia banyak bicara dengan Pak Dirga melalui video call dan bisa dipastikan hari ini harusnya tidak begitu padat. "Ehm, pasti Yanara ini. Sengaja dia ingin mengusirku keluar kantor biar dia bisa merecoki Juwita."Mendengus geli dia mencoret tugas yang kira-kira bisa dia berikan untuk Juwita.
"Selamat pagi Mbak." Eleanor mendongak dan melihat Pak Ardi kepala bagian kepegawaian menyapanya di ujung lobby.
"Pagi pak, sehat?"
"Allahamdullilah, bagaimana khabar direktur disana?"
"Pak Dirga baik, sedang sibuk beliau. Jadi kami komunikasi saat pagi atau malam saja." Pak Ardi, laki-laki paruh baya umur pertengahan empat puluhan, badannya tegap dan bahunya lebar. Karismanya sebagai kepala bagian kepegawaian sangat bisa diandalkan. Masalah perburuhan Eleanor selalu bisa mengandalkan dia.
"Mbak Eleanor, nanti kalau pak direktur sudah datang. Tolong mampir kekantor saya ya? Ada beberapa hal yang saya ingin diskusikan mengenai buruh kita di pabrik makanan."
"Baik pak, akan saya jadwalkan. Kurang lebih kondisinya bagaimana?"Eleanor bertanya berjalan cepat menjajari langkah Pak Ardi.
"Pabrik A ada sedikit masalah dengan buruh, sepertinya tentang nilai upah lembur. Untuk pabrik B tidak ada kendala."
"Baik pak, Saya sudah catat. Nanti kita atur jadwal dengan Pak Dirga ya?"
"Baik Mbak, terima kasih perhatiannya. Saya mau kearah hrd, silahkan meneruskan perjalanan."Eleanor mengangguk kepalanya, mereka berpisah di ujung koridor. Suasana kantor hari ini tidak begitu ramai, mungkin karena masih tergolong pagi. Belum banyak pegawai yang datang. Hari ini Juwita akan bertemu Ferdinand, maka dirinya akan menjadi lebih sibuk. Begitu masuk keruangannya Eleanor langsung tenggelam dalam pekerjaannya.
"Eleanor, bisa kamu ke kantor saya sekarang?" Suara Yanara dari ujung telepon terdengar angkuh. " Baik bu.."
"Tok..tok..tok!"
"Masuk!" Eleanor membuka pintu dan tampaklah Yanara duduk di sofa dengan beberapa laki-laki yang Eleanor kenali sebagai pemegam saham. Ada sekitar lima orang , sepertinya mereka tengah membahas sesuatu yang penting dan serius. Semua mendongak ketika melihat Eleanor datang.
"Ah miss Eleanor, apa khabar? Sudah lama kita tidak bertemu?" Seorang lelaki paruh baya berumur sekitar lima puluhan tersenyum manis padanya. Eleanor kurang menyukainya, ada sesuatu yang mengerikan dari sikapnya yang sok ramah. Lelaki itu dengan perut buncit dan rambut hitam yang disemir berdiri dan mengulurkan tangan untuk menjabatnya. Demi kesopanan Eleanor menerima uluran tangannya, merasakan tangan empuk dan berkeringat meremas jemarinya. Mengabaikan rasa bergidik dihatinya, Eleanor tersenyum dan sedikit memaksa untuk melepaskan jarinya.
"Pak Ananta, apa khabar?"
"Baik, sudah lama kita tidak bertemu. Bila tidak ada pak Dirga sangat sulit menemuimu. Hahahaha.." Orang itu tertawa riang yang buat Eleanor lebih berupa mesum daripada gembira.
"Jangan begitu pak Ananta, hari ini Eleanor akan bisa menemani kita meeting." Yanara berkata lantang dengan senyum licik menghias bibirnya.
"Maaf bu? Saya tidak bisa malam ini. Sudah ijin dengan pak Dirga."Eleanor menjawab pelan, berdiri dengan sopan menghadap Yanara dan para pemegang saham.
"Apa maksudmu tidak bisa?" Yanara bertanya geram.
"Ada urusan penting yang harus saya kerjakan malam ini dan saya sudah memberitahu pak Dirga secara pribadi tentang hal ini."
"Berani-beraninya kau menolak! Ini adalah rapat penting. Apa kamu mau bertanggung jawab seandainya ada kesalahan? Harusnya seorang sekretaris sepertimu menuruti perintah atasan!"Yanara berdiri dan berteriak lantang, membuat semua yang hadir terdiam. Eleanor menunduk malu."Sial!"
"Jawab Eleanor!" Kata-kata keras membuat Eleanor mendongak, dalam hati merasa sangat kesal namun apa daya ini adalah tugasnya sebagai sekretaris.
"Baiklah, saya hadir malam ini. Apa saja yang ingin saya siapakan tolong di catat. Akan saya siapkan sekarang." Yanara bangkit, mengambil catatan dari atas meja dan menyerahkannya pada Eleanor. "Ini, dan tolong atur tempat di Butik Lounge hotel Landanse. Untuk malam ini jam delapan." Eleanor mengernyit.
"Ini masalah penting kenapa tidak di ruang rapat yang biasa pak Dirga gunakan?" Eleanor menjawab pelan tidak mengerti.
"Kamu banyak omong ya, kerjakan!" Yanara berkata gusar.
"Baik, saya siapkan sekarang." Menganggukan kepala kepada semua yang hadir disana Eleanor meninggalkan ruangan Yanara dengan langkah gontai.
"Malam ini ada jadwal chek-up Aleandro. Bagaimana ini? Papa dan mamanya tidak akan bisa mengurus ini." Bingung dengan pikirannya Eleanor memasuki ruangnya dan tidak menyadari Juwita yang telah kembali dan tengah duduk dengan wajah berserk-seri disampingnya.
"Kak, ada apa?" Eleanor berjengit kaget.
"Juwita? Kapan kamu kembali?"
"Belum lama, ada apa kakak? Kenapa wajahmu lesu sekali."Juwita berdiri dari kursinya dan menghampiri Eleanor yang terdiam dan menatap mejanya dengan pandangan kosong.
"Malam ini jadwal Aleandro ke dokter dan ini penting. Bahkan pak Dirga memberiku ijin khusus. Tapi Yanara putrinya yang terhormat itu menganggap bahwa urusannya lebih penting dan memintaku menemani dia dan para pemegang saham mesum itu rapat mala mini. Di lounge hotel." Eleanor mendesah kesal bercampur sedih.
"Kak, papa dan mama tidak bisa ya?" Juwita mendekat, memberikan secangkir kopi panas yang dia seduh untuk Eleanor.
"Terima kasih, mereka bisa menangani tapi banyak hal tidak mengerti. Dari awal Aleandro sakit sudah aku yang tangani. Papaku sendiri punya penyakit asam urat, takut kecapean juga." Eleanor menghirup kopinya dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang suram.
"Apa Juwita bantu kakak? Urus Aleandro?" Juwita member saran, matanya yang bulat bersinar penuh harap.
"Tidak bisa, mereka membutuhkanmu disini. Sudah aku pikirkan dulu."Eleanor mengambil ponsel dari dalam tasnya, memencet nomor rumah dan menempelkan dikupingnya.
"Hallo mama?"
"Ya Elea? Ada apa?"
"Papa ada ma?"
"Ada?"
"Elea nggak bisa antar Aleandro ke rumah sakit mala mini. Apa papa bisa antar ma?"
"Papamu sedang kambuh asam uratnya, sekarang rebahan di atas ranjang. Apa mama yang antar saja?"
"Tidak bisa ma, itu terapi. Gini aja coba Elea mudurkan jadwal jadi besok. Gimana menurut mama?"
"Ya sudah, atur saja. Mama nurut apa kata kamu." Eleanor mengucapkan salam dan menutup handphonenya. Mengetik pesan untuk dokter Aleandro, setelah menanti sejenak mendapat balasan bahwa jadwal chek-up dan teraphy Aleandro akan diganti besok malam.
"Ok, beres. Diganti besok malam. Kamu bantu aku Juwita. Siapin semua document yang diperlukan oleh Yanara. Aku harus membawanya sore ini."
"Iya kak, booking hotel?"
"Aku udah lakukan."
"Ngomong-ngomong gimana pertemuanmu dengan Ferdi?" Eleanor bertanya sekedarnya, namun lama tak ada jawaban membuatnya menoleh kearah Juwita. Dan melihat gadis itu tengah duduk menopang dagu dengan mata menerawang.
"Woi, Juwita. Hallo?" Juwita menoleh dengan tersenyum, membuat Eleanor makin keheranan.
"Ada apa kamu? Kesambet?"
"Iih kakak, tidak paham. Aku lagi bahagia tahu?"
"What? Ketemu Ferdi bikin kamu bahagia gitu?"
"Iyalah, dia orang baik, sopan dan keren. Idaman pakai banget!" Juwita berkata dengan menggebu-gebu dan wajah bersinar.
"Iya dech terserah, tidak ada masalah dengan document?"
"Tidak, aman. Katanya mau hubung kamu kalau ada masalah lain."
"Ok, sekarang sudah melamunnya? Ayo kerjain? Yanara keburu meledak ntar."
"Siap komandan!" Satu siang itu mereka mengerjakan pekerjaan yang seakan tidak ada habisnya. Mereka bahkan nyaris lupa makan siang jika Juwita tidak mengingatkan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro