Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 5a

Zea tak hentinya melirik laki-laki yang sedang sarapan di sampingnya. Mereka menikmati hidangan di balkon kamar dengan pemandangan laut biru. Zea menusuk potongan buah dengan garpu dan mengunyah perlahan, sementara Alexander sibuk dengan roti dan kopi.

Setelah insiden di atas ranjang, ia berharap Alexander tahu diri dan sedikit menjaga jarak darinya. Namun, laki-laki itu bersikap biasa saja, seolah-olah mereka seranjang bukan hal penting. Saat keluar dari kamar mandi dan ia bertanya pada Alexander kenapa mereka bisa tidur seranjang, dengan enteng laki-laki itu mengatakan terlalu lelah jadi sembarangan tidur di mana saja. Zea masih tidak habis pikir dibuatnya.

“Aku bosan di kamar terus. Boleh nggak aku ke bawah untuk jalan-jalan?”

Alexander menatapnya sekilas, meraih ponsel dan mengetik. Lima menit kemudian ia mendongak. “Baiklah, aku temani kamu jalan-jalan. Jangan lama-lama.”

Zea melotot saat mendengarnya. “Hah, bukannya kamu sibuk?”

“Memang, tapi aku tidak akan membiarkanmu berkeliaran sendiri dan menyebabkan rumor buruk tentang kita.”

Sebenarnya, Zea ingin membantah keinginan Alexander. Ia merasa mampu menjaga dirinya sendiri, tapi situasi sekarang tidak memungkinkanya bertindakl gegabah. Lebih baik bersama Alexander, dari pada tidak keluar sama sekali. Mumpung di Bali, kapan lagi ia menikmati suasan sini.

Selesai sarapan, Alexander meneruskan pekerjaannya. Sementara Zea sibuk membaca email yang dikirim Fika untuknya, tentang beberapa prospek film yang akan datang dan rencana keduanya mengikuti audisi peran. Pukul dua siang, keduanya bersiap pergi.

Alexander menyewa mobil sport portibel dari hotel dan menyetir sendiri, dengan Zea di sampingnya duduk dengan gembira. Bagaimana tidak, mereka berkeliling di sepanjang jalanan yang ramai dan melihat-lihat took yang berjajar. Mereka memutuskan untuk makan siang di restoran yang menyediakan olahan daging bebek. Setelah itu dilanjutkan menjelajah toko.

“Aku suka Bali. Di sini keren,” ucap Zea dengan senyum terkembang.

Alexander tidak menjawab, sibuk dengan ponselnya. Ia hanya mengikuti ke mana gadis itu melangkah, tanpa punya keinginan untuk melakukan sesuatu.

“Kalau aku jadi orang kaya, aku akan ke Bali setiap kali merasa jenuh. Menjelajahi pantai, snorkling dan segala macam.”

Zea melangkah serampangan di depan toko hingga nyarid tertabrak serombongan bule yang bersepeda, untung saja Alexander bertindak sigap menarik tubuhnya. Mengerjap kaget, Zea menggeliat dan berucap lembut. “Thanks.”

Alexander melepaskan pelukannya tanpa kata, kembali melangkah menyusuri toko di sepanjang jalan. Mereka berpapasan dengan beberapa orang yang rupanya mengenali keduanya. Tak ayal lagi, mereka diminta berfoto bersama dan ucapan terima kasih diiring doa untuk pernikahan, meluncur dari setiap orang yang mengenal mereka.

“Sudah atau belum? Waktunya kembali ke hotel,” ajak Alexander.

“Bentar lagi, aku mau ke toko baju.” Zea mendatangi toko yang menjual aneka pakaian dari kain pantai. Ia sibuk memilih dan tidak menyadari Alexander yang terdiam di depan toko sebelah.  Selesai membeli, ia mendatangi laki-laki itu dan bertanya heran. “Toko apa ini?”

Alexander menoleh, menatap istrinya sesaat. “Kamu ingat tentang permintaan khusus yang aku minta selama kita menikah?”

Zea menelengkan kepala dan menggeleng. “Nggak, yang mana?”

“Tentang cosplay.”

Untuk sesaat Zea bingung, mengarahkan pandangan ke etalase toko dan mengamati baju-baju yang tergantung di sana. Detik itu juga ia sadar apa maksud ucapan Alexander. Ia meneguk ludah dan bertanya gugup.

“Ma-maksudmu, ini toko cosplay?”

“Iya. Ayo, kita masuk!” Alexander memakai topi, kacamata hitam dan masker. “Pakai maskermu. Jangan sampai wajahmu dikenali.”

“Eh, nggak mau ah. Aku tunggu di sini saja,” tolak Zea. Ia juga memakai masker dan kacamata hitam.

“Justru kita beli untukmu!”

Percuma Zea membantah, Alexander tetap menariknya masuk. Di dalam, dua orang pramuniaga menyambut mereka dan menawarkan berbagai macam kostum. Sementara Zea berdiri bingung, Alexander sibuk memilih. Tak lama, lima kantong berisi pakaian mereka tenteng keluar. Dalam hati Zea bertanya-tanya, kostum macam apa yang dibeli Alexander untuk dipakai.

Kelelahan belanja, membuat Zea tidur lebih awal. Ia menurunkan kewaspadaan karena tidak sanggup lagi menahan kantuk. Ia bahkan tidak peduli kalau seandainya Alexander kembali tidur bersamanya. Rupanya, ketakutannya tidak terbukti karena laki-laki itu memilih untuk tidur di atas sofa yang empuk. Saat bangun, Zea merasa lega melihatnya.

Hari ketiga, lagi-lagi Alexander sibuk dengan pekerjaan. Tidak ingin menganggu, Zea memutuskan untuk berenang di kolam renang privat milik hotel. Sendirian tanpa Alexander tentu saja. Ia menikmati berolah raga dan meluncur di dalam air yang jernih. Beberapa pemuda menyapa ramah dan tidak mengindahkan penolakannya, mereka memaksa untuk berkenalan. Saat menyadari kalau Zea adalah seorang artis, pekik kegembiraan terlontar dari mulut mereka.

“Malam ini, bisakah kita bertemu? Kami ingin mentraktir makan gadis cantik sepertimu.”

Zea menggeleng. “Terima kasih atas tawarannya, tapi aku nggak bisa.”

“Ayolah, Zea. Kapan lagi makan dengan kami.”

Pemuda yang berjumlah tiga orang itu terus memaksa dan membuatnya kesal. Menggunakan kesempatan ia menyelinap kembali ke kamar dan meninggalkan mereka. Sekilas ia mendengar kalau tiga pemuda itu adalah anak pejabat daerah. Tidak berpengaruh untuknya, meskipun tidak terikat kontrak dengan Alexander sekalipun, ia tidak pernah suka bermain-main dengan pemuda kaya yang hanya mengandalkan orang tua.

Alexander mendongak dari atas laptopnya saat melihat Zea masuk dan melepas jubah handuknya, menyisakan baju renang hitam. Meski terlihat sopan, tak urung mata laki-laki itu menyipit saat mengamati Zea yang masuk ke kamar mandi.

Selesai membersihkan diri, Zea yang sedang mengeringkan rambut, dibuat kaget oleh ajakan Alexander.

“Malam ini kita makan di restoran hotel.”

Zea mengedip lalu memekik gembira. “Asyik!!”

Kesibukan Alexander membuat keduanya makan di jam yang sedikit terlambat. Meski begitu, Zea tetap merasa antusias. Ia sengaja memakai gaun sutra merah bertali spageti dengan sepatu hak tinggi. Tidak ingin terlihat lusuh meskipun sekadar makan malam, karena mendampingi Alexander.

Mereka memilih restoran yang menyediakan makanan local, mernikmati cita rasa bumbu yang meresap di setiap olahan daging maupun sayuran. Zea makan dengan lahap, tidak peduli pada pandangan Alexander. Selama bisa makan gratis, ia akan melahap apa pun itu yang menurutnya enak.

“Hei, nggak nyangka ketemu Zea di sini?”

Teguran menghentikan langkah Zea dan Alexander yang hendak masuk lift. Mereka menolah dan Zea mengenali tiga pemuda yang ia kenal tadi sore di hotel. Serta merta, senyum tersungging di bibirnya.

“Hai, apa kabar?”

“Wow, Zea cantik sekali pakai gaun itu. Sexy dan menawan.”

Mereka memberikan pujian dan melontarkan kekaguman secara terang-terangan, membuat Zea menunduk tidak enak hati. Di sampingnya, Alexander berdiri kaku dengan dua tangan berada di dalam saku.

“Kamu mau ke mana, Zea? Ikut kita minum, yuk?”

Zea menggeleng, menolak ajakan mereka. “Nggak bisa, makasih.”

“Ayolah, kapan lagi kita bisa keluar bersama?”

Pintu lift terbuka, tanpa kata Alexander meraih lengan Zea dan membawanya masuk. Menatap tiga pemuda yang berdiri bingung di depan lift. “Jangan ganggu istriku.” Singkat, padat, dan jelas. Perkataan Alexander yang diucapkan sebelum lift menutup, sukses membuat tiga pemuda itu melongo kaget. Di dalam lift yang membawa mereka ke kamar, Zea tertawa terbahak-bahak. Mengingat ekpresi kaget dari orang-orang itu.

“Gimana kamu bisa kenal mereka?” tanya Alexander.

“Nggak sengaja, pas renang. Anak-anak manja. Merasa bisa mendapatkan apa saja karena orang tua mereka kaya.” Zea berkata acuh, bersandar pada dinding lift.

Alexander mengamati gadis yang baru seminggu ini menjadi istrinya. Diakui atau tidak, Zea memang cantik. Tidak heran kalau banyak pemuda suka dengannya. Mendadak, satu ide terlitas di benaknya. Setibanya di kamar, ia membuka tas belanjaan dan menyerahkan setelan pada Zea.

“Malam ini permainan pertama kita. Bisakah kamu memakainya?”

Zea mengedip, menerima pakaian yang diulurkan padanya. “Apa ini?”

“Pakaian. Sana, pakailah.”

Menggigit bibir, Zea membawa pakaian ke kamar mandi dan berganti di sana. Ia tertegun menatap bayangannya di cermin, sedikit bingung dengan keanehan pada diri Alexander. Ia sama sekali tidak menyangka kalau laki-laki sedingin  dan seangkuh Alexander punya fetis aneh. Bagaimana pun, ini bagian dari kontrak dan ia keluar dengan pakaian yang baru.

“Bagaimana?” tanyanya malu-malu, melangkah ke depan suaminya.

Alexander menahan napas, menatap Zea yang terlihat imut dan cantik. dalam balutan seragam ala anak SMA Jepang. Pakaian ala pelaut wanita dengan rok berada di atas dengkul, atasan ketat putih dan kaos kaki sepanjang lutut. Dengan rambut dikuncir kuda, Zea terlihat begitu menggemaskan.

“Pak, kenapa suka cewek cosplay, sih?” tanya Zea bingung.

“Cantik.” Hanya itu yang diucapkan oleh Alexander. Ia mengambil kamera di dalam tas dan meminta Zea berpose. Mulanya gadis itu malu-malu tapi lama-kelamaan terbiasa. Pose berdiri, duduk, dan bersandar pada balkon.

“Aku merasa jadi murid SMA sedang berbuat mesum dengan gurunya.” Zea tertawa, mengibaskan rambutnya yang diikat kuncir kuda. “Dan kamu, Pak. Adalah guru mesum yang jatuh cinta dengan muridnya.”

Alexander tidak bereaksi, ia terus mengambil foto Zea. Menikmati rasa bahagia melihat gadis itu dalam balutan seragam. Zea memutar tubuh, mengangkat dua tangan ke depan wajah dan mengedipkan mata. “Nggak mau cium muridmu, Pak?” Ia pun tergelak menjauh. Langkahnya terhenti saat Alexander menyambar lengannya dan membalikkan tubuhnya.

“Sang guru dengan senang hati mencium muridnya.”

Zea tidak sanggup mengelak saat Alexander memerangkapnya dalam ciuman yang hangat. Ia mencoba untuk tidak tergoda tapi bibir laki-laki itu melumatnya lembut. Dengan tubuh menempel satu sama lain, keduanya saling mengecup, menikmati panasnya lidah bertemu dan bibir berpagut.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro