Chapter 1 - Beauty Queen
RenJiao's POV
Banyak orang yang berharap untuk mendapatkan perhatian. Terlebih karena kecantikan seseorang. Bagiku sendiri, perhatian itu sangat dibutuhkan. Jika kau ingin menjadi orang yang sukses, mendapat perhatian dan memiliki banyak kenalan adalah poin utama. Tidak peduli apakah mereka membenci dirimu dan mencari momen untuk menjatuhkan lawan
Ada satu hal yang berkaitan dengan perhatian yang aku benci, sangat benci. Perhatian yang diberi seperti sedang menimang apakah aku seorang predator atau seorang mangsa. Tatapan mereka semua sungguh mengganggu diriku yang berdiri di depan kelas. Perlu dikatakan, berdiri di depan untuk memperkenalkan diri di saat ujian tengah semester akan datang sangat mengganggu.
"Silakan perkenalkan diri." Guru yang berada di sampingku menatap datar ke arah semua murid, seperti merasa malas dengan kehadiranku.
"Wu RenJiao, bisa dipanggil RenJiao, pindahan dari Depok." Setelah perkenalan singkat itu, aku terhenti dan menatap guruku, ingin menjelaskan kalau aku sudah selesai. Sayangnya, guru itu sepertinya tidak sadar. "Salam kenal," tambahku datar.
"Duduk di kursi yang ada nama kamu."
Sebagai balasan, aku hanya mengangguk tanda mengerti. Untungnya, di kelas hanya ada dua kursi kosong dan pada kursi pertama, aku sudah menemukan namaku. Melihat adanya computer di bawah meja membuatku membulatkan mata sekilas, tentunya menarik perhatian anak di sampingku. Suaranya yang rendah mengejutkanku, ketika aku menatapnya, manik abu terang menusuk ke dalam jiwa.
"Kaget? Kalo keliling bakal lebih kaget lagi. Anyway, salam kenal." Aku memberinya tatapan seperti ingin menanyakan namanya. Belum dia menjawab, guru di depan kelas langsung memulai bimbingan pagi.
"Ujian tengah semester tinggal tiga minggu, kegiatan klub akan dinonaktifkan seminggu sebelum ujian. Lomba antar sekolah akan di-pending."
"Kenapa gitu, Bu? Taon lalu masih boleh!" seru anak dengan rambut pirang. Dari gaya dia berbicara terasa seperti pemilik kelas, namun tatapan anak lain menunjukkan hal berbeda.
"Nggak ada yang ngebantah!" Teriakan guruku berhasil membuat seluruh anak terdiam. "Perintah langsung dari Kepala Sekolah, biar nggak ada anak yang stress. Ngerti?"
Awalnya semua anak terdiam dan tidak menjawab pertanyaan itu, setelah dia kembali bertanya dengan nada yang lebih tinggi, semua langsung tergagap untuk menjawab. Merasa puas, guruku segera meninggalkan kelas dan membiarkan ruang kelas menjadi rusuh selama menunggu jam pertama yang masih lima belas menit lagi.
"Mampus deh si Olivia!" seru anak yang duduk di belakangku. "Dia kan cuma bisa andelin prestasi. Sekarang di-banned, jadi kek orang goblok!"
"Carla juga! Ntuh badan semoknya yang bisa dia andelin."
"Bacot!" jerit anak ang kuduga adalah Carla. "Kalo punya mulut tuh dijaga! Mikir dulu pake otak!"
Anak pertama terdengar terkekeh kecil. "Kenapa? Kita lagi muji loh. Gak mau dibilang semok?"
Pengulangan kata itu berhasil membuat Carla semakin marah. Dia menjerit sembari bangkit berdiri, melangkahkan kaki besar-besar menuju anak di belakangku. Meski dia melewatiku, matanya sama sekali tidak bertemu denganku barang sedetik pun. Baguslah, aku sangat benci dengan orang yang berusaha untuk melakukan kontak mata denganku.
Keributan itu terus berlanjut hingga perhatianku teralih kepada beberapa anak yang menatapku. Mereka memiliki pandangan yang sama, membuatku segera menunduk untuk menghindari kontak mata yang mereka inginkan. Usahaku itu sia-sia saja karena mereka justru mulai berbicara di saat bersamaan, memperkenalkan di mereka masing-masing.
"Lu anak yang itu, kan? Vlog lu punya folls lebih dari satu juta!"
Anak kedua menambah ucapan itu, "Gua suka banget sama make-up make-up pilihan lu! Bajunya juga imut-imut!"
"Gua paling suka konten travel lu! Mau di hutan, lu cakep banget! Gila, nggak nyangka gua kalo lu pindah ke sini!"
Semua ucapan itu kubalas dengan kekehan sebelum berucap, "Bisa munduran dikit? You guys invading my personal space." Lontaran maaf terdengar dari sana-sini, tidak membuatku sama sekali merasa lebih baik.
Sebuah helaan napas tanpa sengaja keluar dari bibirku, membuatku mengalihkan pandangan dari orang-orang yang ada di depanku. Melihat betapa antusiasnya mereka melihatku sungguh mengganggu. Aku yakin kalau ini tidak akan berakhir dengan baik dan tentunya berlangsung untuk waktu yang sangat lama. Apa aku bisa mendapat ketenangan dengan perpindahan ini? Rasa frustasi mulai tumbuh di dalam diriku.
"Norak lu semua! Emang kenapa kalo dia artis? Dia juga manusia kok. Dia juga cuma anak sekolahan di sini." Pandanganku teralihkan untuk melihat ke arah anak yang berucap seperti itu. Kulitnya yang kuning langsat dipadupadakan dengan mata hijau dan rambut cokelat gelap, diikat menjadi high ponytail.
*Kenapa lu? Iri? Kalo iri mah bilang aja! Gara-gara lu gak bisa jadi star anymore!"
"Hush! Jangan ngelawan! Lu mau mati?" Anak yang ada di hadapanku langsung memukul kepala anak yang duduk di depanku. Mendengar ucapan ini membuat anak dengan mata hijau itu mencibir dan mengalihkan pandangannya.
"Itu siapa?" ceplosku yang mengejutkan beberapa anak.
Banyak dari mereka yang saling tatap antara satu dengan yang lain. Tidak ada satu pun dari mereka yang sepertinya ingin mengucapkan atau memperkenalkan anak itu. Ekspresi takut tergambar dengan jelas di wajah mereka masing-masing. Tau mereka tidak akan mengucapkan apa-apa, aku menatap anak yang memukul kepala temannya itu. Hanya dengan senyuman dariku, dia langsung terlihat khawatir.
Tentu dia tau kalau aku menatapnya karena meminta penjelasan darinya. Dia tidak berada di posisi bisa mengelak dari tatapanku, keinginanku, atau bahkan perintahku. Hanya dengan tatapanku, dia sudah berada dalam genggamanku, layaknya orang tanpa pendirian. Apa mereka bahkan memiliki pendirian sejak awal? Atau mereka membuangnya ketika melihat anak yang berada di atas mereka?
"I-itu," gagap anak itu, "n-namanya n-namanya Olivia Carter. T-tapi! Jangan deket-deket sama dia! Ada rumor yang bilang dia bunuh mamanya sendiri."
Rumor di pagi itu membuatku mencibir kecil. "Trus? Ada buktinya nggak?" Semua anak yang ada langsung menatap ke arahku. "Gua nanya, ada yang punya buktinya nggak? Nggak, kan? Kalo nggak diem aja."
Anak-anak itu berhasil memasang ekspresi terkejut. Bahkan anak yang bernama Olivia itu menatapku dengan kening berkerut dalam, seperti tidak percaya kalau aku yang mengucapkan itu semua. Belum dia bisa mengucapkan sesuatu sebagai balasan dari pertanyaanku, seorang guru masuk ke dalam kelas. Dari rautnya terlihat kalau dia tidak senang pagi ni.
"Duduk di kursi masing-masing, jangan ada yang ngobrol!"
"Iya, Bu," jawab beberapa anak dengan lesu.
Selama pelajaran, aku dapat merasakan tatapan Olivia yang berkali-kali menusuk ke arahku. Mungkin karena dia merasa penasaran dengan apa yang aku ucapkan, atau mungkin karena penasaran tentang diriku. Apa yang aku katakan sebelumnya tidak bermaksud apa-apa. Aku tidak memiliki niatan untuk melindunginya. Aku melakukannya hanya karena merasa terganggu. Siapa saja akan melakukan hal sama sepertiku.
Dari semua kesialan pagi itu, aku merasa beruntung karena ibu masih membawakanku makan. Dengan bekal ini, aku tidak perlu pergi ke kantin untuk membeli makanan, mendapat perhatian dari sana-sini. Mengapa orang-orang selalu ingin ikut campur dengan urusan orang lain? Apa mereka memiliki begitu banyak waktu senggang?
"Itu tuh. Anak pindahan."
"Gila! Cakep banget! Kayak pemain film luar! Tapi kok gua kayak pernah liat, ya?"
"Bukannya dia punya akun vlog? Yang isinya traveling ala orang luar itu." Bisikan mereka semakin lama semakin kencang, mulai menarik perhatian anak yang berada di dalam kelas.
"RenJiao!" Suara manis yang memualkan memasuki pendengaranku. "Kenalin, gua Carla. Anak tim dance."
Tanpa sengaja, setelah mendengar ucapannya aku menatap ke arah tubuhnya dari atas hingga bawah. Sungguh, aku sama sekali tidak bermaksud menghina, hanya saja aku merasa penasaran. Tindakan sembronoku itu sepertinya berhasil memancing emosinya karena dia langsung mendengus kesal. Aku sama sekali tidak terpengaruh kalau dia memang ingin begitu.
"Kenapa? Nggak percaya gua anak dance gara-gara gemuk?" Tangannya yang besar menyapu rambut blonde-nya. "Wah! Emang dasar cewek cakep susah! Liatin aja! Jangan harap lu tenang di sini!"
"Try it out!" seruku tanpa menatap wajah Carla. "Jiù xiàng nǐ huì chéng gōng yí yang."
"Apa lu bilang?" Omelan Carla tidak kuindahkan dan aku langsung menyimpan semua bekalku. "Heh! Gue masih ngomong sama lu!"
"Tapi gue nggak. Nggak usah ganggu." Aku mendorong pelan pundak Carla sebelum keluar dari ruang kelas, menghindari pandangan semua orang. Memang, jika tidak ingin dimangsa, jadilah seorang predator. Jika tidak mau dihina, kuatkan mental dan bersikap dingin.
Sedari awal aku sudah tau apa yang akan menyambutku di luar. Alasan ini yang menyebabkan kemalasan untuk keluar ruang kelas waktu istirahat. Walau aku tidak bisa selalu menghindar dari tatapan itu, aku selalu berharap dan mencoba untuk menjauhinya, bagaimanapun caranya. Menjadi pusat perhatian bukanlah kesukaanku, meski aku seseorang yang terkenal.
Membangun sebuah citra yang baik dengan membentuk ketenaran adalah tuntutan. Tanpa ada nama baik yang disukai oleh banyak orang, kau bukanlah apa-apa. Ini menandakan, untuk apa hidup tanpa ada sebuah arti bagi orang lain? Untuk dicintai orang lain, dipandang, dan dihormati. Itu semua hal yang harus dicapai dalam hidup ini. Bila tidak mendapatkan bahkan satu pun, makan hidup tersebut akan menjadi sia-sia.
"Eh, eh. Itu anak baru? Gila, cakep banget!"
"Itukan si ono, weh! Duh, gua lupa namanya!" Semua anak di lorong langsung sibuk berbicara satu sama lain, mengganggu privasiku.
"Gila! Wu RenJiao ke sekolah kita? Jadi elite banget!"
Pembahasan seperti itu tidak kunjung habis, bahkan saat aku mencoba untuk berbaur dengan anak-anak lain. Sepertinya aku begitu mencolok di mata mereka hingga tidak bisa menghilang dalam lautan anak-anak ini. Apa semuanya akan ada akhirnya? Sudah cukup untuk satu hari ini, pastinya ini bisa terus berlangsung hingga hari berikutnya.
Sejujurnya, aku sama sekali tidak menunggu bel masuk, tapi bukankah itu lebih baik daripada jadi bahan tontonan semua anak? Setelah aku kembali dari toilet, aku mempercepat langkah menuju kelas, tidak mau bertatapan atau dihentikan oleh anak-anak yang lewat. Sungguh, apa mereka tidak memiliki pekerjaan lain selain menggangguku?
"RenJiao, udah nentuin mau ikut club apa? Di sekolah kita wajib ikut minimal satu. Ini formulir, tadi dititipin sama wali kelas." Anak yang kupercayai adalah ketua kelas menghampiri begitu aku masuk ke dalam kelas. "Kalo mau nanya-nanya, sama gua aja. Anyway, gua klub gambar sama volunteer di perpus."
"Oh," jawabku singkat, tidak tau harus bagaimana menanggapi ucapannya.
Ketua kelasku tersenyum sebelum menepuk pundakku keras. "Ck! Kalo ada apa-apa, bilang gua, ya! Nggak usah sungkan."
Tidak ada hal lain yang lebih kusyukuri untuk waktu seperti sekarang. Fakta ketua kelas itu langsung pergi meninggalkanku tanpa berucap apa-apa lagi atau menunggu jawabanku adalah hal yang menakjubkan. Sembari memperhatikan lembar tentang klub yang baru saja diberikan, aku merasa adanya seseorang yang memperhatikan setiap gerakanku.
Untuk pertama kalinya hari itu, aku bertatapan mata dengan anak kelas. Sialnya, anak itu merupakan Olivia Carter, anak yang dibenci dan dirumorkan sebagai pembunuh. Melihatnya begitu kuat menerima hinaan itu membuatku yakin itu adalah makanan sehari-harinya. Mungkin saja dia sudah pindah sekolah berkali-kali, mencoba kabur dari kenyataan yang kejam.
"Gua klub taekwondo, special case gua juga masuk klub lain yang berhubungan self-defense. Member cadangan klub basket."
"Self defense?" Ucapan Olivia membuatku membaca ulang kertas di tangan. "Oh, self-defense." Aku yang berada di hadapannya beberapa langkah seketika merasa canggung.
"Kalo mau klub yang sepi, self-defense bisa jadi pilihan. Nggak banyak fans juga. But I doubt it will be quiet with you there." Olivia mengucapkan kata-kata terakhir dengan berbisik, mungkin berharap aku tidak mendengarnya.
"Thanks for the heads up."
Dengan ucapanku itu, aku langsung meninggalkan Olivia, menggenggam erat kertas di tangan, menundukkan kepala dan menghindari semua anak. Aku tidak bisa mengambil risiko ketahuan berbicara dengan Olivia. Mungkin sebagian tidak akan masalah karena aku adalah aku, Wu RenJiao. Namun, tidak semua akan menerima keputusanku dengan baik. Karenanya, berhati-hati akan lebih baik di sekolah ini. Dengan semua pasang mata yang tertuju kepadaku, siap mencari celah untuk menjatuhkanku.
Mendapat rumor jelek adalah satu-satunya hal yang harus kujauhi dan tidak kuinginkan di sekolah baru ini. Aku harusnya bisa membentuk citra yang lebih baik di sekolah dan cara melakukannya adalah dengan memberikan yang terbaik. Entah harus berpura-pura atau menjatuhkan orang lain dengan cara baik maupun curang. Pada akhirnya, yang terkuatlah yang akan mengatur segalanya, menjadi seorang pemimpin tanpa terelakkan.
"RenJiao," panggil salah satu anak di kelasku dengan manja. Dia mendekati mejaku begitu bel istirahat kedua berbunyi. "Gua liat-liat lagi milih klub, ya? Mau gabung bareng gua? Gua ada klub baca, suka ikut lomba story telling atau pidato, nulis esai juga."
"Jangan! Klubnya bosenin! Ikut gua aja, tennis! Dijamin gak bakal nyesel. Gua liat-liat lu suka tennis, kan?"
Dari semua kekacauan, tiba-tiba muncul anak laki-laki dengan tubuh kekar. "Kenapa ganggu RenJiao? Suka-suka dia dong mau pilih klub apa, ya, kan?"
Dia menatapku dan menyunggingkan sebua senyum manis, justru membuatku merasa muak dan mual melihatnya. Dengan sendirinya aku membalas senyuman itu dengan canggung, tidak tau bagaimana harus menyikapinya. Mataku menatap sekitar, berharap ada dari mereka yang mau menyelamatkanku dari laki-laki aneh itu. Tapi mereka semua terdiam atas kedatangan anak baru ini, seperti mereka sudah menduga hal ini akan terjadi.
"Gabung klub basket aja, gua pernah liat di vid lu. Sumpah, lu jago banget! Anyway, gua co-captain basket. Salken, Revan."
"Revan modus! Ih Revan modus!"
"Inget mantan, Van!"
Teriakan dari anak-anak lain mulai terdengar, entah mendukungku memiliki hubungan dengannya atau anak Revan ini untuk berhenti menggangguku. Dengan berani, tangan Revan langsung menjulur ke depan, menyelipkan rambutku yang tergerai ke belakang telinga. Sebuah senyuman lain terukir di bibirnya, berhasil membuatku kembali mual. Apa dia selalu menggunakan tampangnya untuk menarik perhatian perempuan lain?
Tindakannya membuat tanganku secara otomatis menepis miliknya, mendapati ekspresi terkejut atas tindakan tersebut. Apa yang kulakukan hanya membawa senyum lain di wajahnya sebelum dia menepuk-nepuk kepalaku. Dia tidak berhenti sampai situ, tanpa rasa malu dia mengacak-acak rambutku pelan, mendapatkan protes dari sana sini.
"Sorry, gua udah tau mau masuk klub mana." Revan terdiam atas ucapanku, wajahnya terlihat memerah. "Gua mau masuk klub kostum, jadi jangan ganggu."
Anak-anak yang menonton terkekeh senang. "Ditolak mentah-mentah! Revan kena tolak!"
"Jangan mimpi dapetin RenJiao!"
Wajah Revan memerah dengan semua komen itu sebelum dia berbisik-bisik pada dirinya sendiri dan pergi. Beberapa anak masih tertawa-tawa atas apa yang dikatakan olehku. Sedari awal aku memang tertarik dengan klub kostum, klub yang unik dan cocok untuk diriku yang lebih suka sesuatu yang berhubungan dengan fashion. Mungkin ini ada hubungannya dengan turunan darah yang kumiliki, berasal dari keluargaku.
Ketika bel pelajaran selesai, menandakan saatnya pulang, semua anak kembali berkelompok dengan tim mereka sendiri. Ini juga berarti kalau aku akan sendirian saja. Atau begitulah pikirku. Tiba-tiba saja beberapa anak yang berkumpul langsung mendekatiku. Mereka bertanya-tanya tentang aku dan klub yang aku masuki. Sekarang, mungkin aku telah menyesal mengungkapkannya di depan semua anak.
"RenJiao, gua boleh liat kostum lu yang di vlog?"
"Gua bisa jadi model setia lu!"
"Baju cakep cuma bisa buat orang cakep kayak RenJiao! Jangan ngimpi deh lu! RenJiao, nanti gua bakal bantu lu! Gua bakal jadi orang setia lu!"
🥀🌠🥀
(02/03/2023)
Akhirnya bisa lanjutin kisah dari mereka! Siapa nih yg udh lama nunggu buku keduanya? 👀 Kira2 gimana hubungan antara RenJiao dan Olivia selanjutnya? Ikut terus kisah mereka sampe end, ya!
Jangan lupa untuk tinggalkan vote, komen, dan juga share ke teman kalian! See you next update~
P.s: akan diupdate setiap hari Jumat
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro