4
"Tumben kamu yang pendiam, cuek, kaku sama cewe kok bisa-bisanya adu mulut kayak tadi?"
Redanti menatap wajah adiknya yang tetap tanpa ekspresi.
"Sejak awal aku sudah merasa kalo dia suka aku Kak, tapi karena nggak aku tanggapin dia kayak dendam sama aku, aku dapat merasakan dari tatapannya yang seolah lapar melihat tubuh tegapku, kita kan dah dewasa Kak, jadi tahu mana tatapan wajar mana tatapan yang seolah-olah ingin melahap tubuh kita."
Redanti hanya menghela napas, baru kali ini adiknya banyak bicara dan terdengar tak masuk akal. Tapi tak lama kemudian Redanti tersenyum lebar ia merasa geli juga tumben adiknya ge-er.
"Dari mana kamu bisa nyimpulkan kalo Silvi suka kamu, ih PD banget, dia memang pernah beberapa kali pacaran tapi selalu kandas saat akan dikenalkan pada keluarga si cowo, kayak takut nggak diterima gitu."
Rafli mengernyitkan keningnya, heran juga dengan model cewek yang belum apa-apa sudah putus asa, padahal hanya masalah seperti itu. Rafli sampai berpikir jika Silvi mengalami seperti apa yang dia alami pasti akan trauma berkepanjangan.
"Maksud kakak?"
"Dia kan sejak kecil hidup di lingkungan panti asuhan, jadi dia selalu khawatir kalo keluarga cowoknya nggak mau nerima dia karena nggak jelas bibit, bebet dan bobotnya."
Rafli mengembuskan napas kuat-kuat, ia akhirnya menyimpulkan jika Silvi itu orang yang mudah menyimpulkan sesuatu sebelum dia mengalami secara langsung.
"Alah terlalu khawatir, yang penting nyoba dulu, gak diterima ya sudah."
"Kamu ya enak ngomong, lah kamu sendiri gimana gak bisa move-on dari mantan kamu kan?"
Rafli hanya cengar-cengir saja, ia seperti punya mainan baru. Ia berjanji akan membuat Silvi jatuh hati padanya, apapun caranya.
"Kayaknya aku mulai bisa move-on Kak, akan aku buat bucin sekretaris Kakak yang bilang najis kalo suka sama aku, hehe belum tahu dia siapa Rafli, kalo ingat dia saat pertama kali liat badan aku weeeh ngiler dia Kaaak, belum liat yang lainnya." Tawa Rafli seketika terdengar keras di telinga Redanti.
"Huuuus ini bicara kok aneh-aneh, beneran mau naklukin Silvi? Rumah yang sedang aku bangun sekarang buat kamu sama Silvi deh kalo jadian."
"Nggak ah, kayak taruhan aja Kak, tanpa rumah itu aku yakin dia akan bucin ke aku."
Redanti mendecih, ia tak yakin Rafli bisa dengan mudah mendapat Silvi.
"Halah awas terbalik loh, nanti kamu yang bucin ke Silvi, aku juga curiga tumben kamu dari Sidoarjo capek-capek langsung ke sini, biasanya juga dua minggu baru pulang ke Surabaya, kalo aku minta pulang sulitnya minta ampun hanya karena mantanmu di Surabaya, lah sekarang malah tiba-tiba nongol, kan mencurigakan."
"Ah nggaklah ngapain aku ke sini demi dia, aku ikut bos ke sini Kak, jadi sekalian aku nyamperin kakak, bos masih belum selesai, itu aku pake mobil kantor, di tunggu sopir di depan, dan kayaknya aku nginep di kakak lagi, biar besok pagi-pagi balik ke Sidoarjo, udah lah kak, yakin aja tar dia yang ngejar aku."
Redanti terkekeh melihat adiknya yang sok yakin, tapi sesungguhnya di dalam hati Redanti berdoa semoga adiknya benar-benar jadian dengan Silvi.
.
.
.
"Mau ke mana, Raf, ganteng banget?" Sapa Redanti saat melihat adiknya yang tinggi tegap sudah terlihat rapi dan sepertinya akan hang out dengan teman-temannya.
"Biasa Kak, kumpul sama teman-teman SMA."
"Di mana?"
"Di Ramio Cafe."
"Hah, awas ketemu Silvi ya kalo nggak salah tadi dia mau ke cafe, kayaknya itu deh tadi nama cafenya kalo gak salah loh ya." Redanti terkekeh saat melihat wajah adiknya terlihat kesal.
"Nggak ah, males ketemu dia, udah Kak aku berangkat dulu ya."
"Yaaa hati-hati!"
.
.
.
"Ya Allah!"
Suara pekik tertahan terdengar saat Rafli memasuki sebuah cafe, tanpa sengaja ia membentur bahu seseorang dan seketika wajah keduanya membeku saat wanita di depannya berbalik.
"Aku nggak mau ribut, ini tempat umum dan banyak orang, bilang aja kamu sengaja membentur aku, gitu bilang aku yang suka sama kamu, jangan-jangan kamu sengaja membentur aku." Wajah kesal Silvi tak bisa disembunyikan lagi. Tawa pelan Rafli terdengar di telinga Silvi.
"Heh dengar makhluk liliput, aku loh ngak tau kalo yang aku bentur itu kamu, mana tahu kalo dari belakang itu kamu, aku kira gak ada orang, salah sendiri ukuran badan gak normal! Sorry lah kalo aku sengaja mau bentur kamu, apa untungnya?! Kecuali kalo kita benturannya adep-adepan baru kayaknya untung di aku."
"Mulut comberan kamu gak bisa ya kalo nggak bodyshaming?"
"Siapa yang ngeledek kamu? 'kan kenyataan? Masa aku mau bilang kamu tinggi langsing, kan malah fitnah ntar."
"Malesi tahu cowok kayak kamu!"
"Sama, kamu juga malesi, ngapain juga aku sengaja bentur kamu mending bentur bak sampah besar di depan sana!"
"Dasar mulut gak tahu disekolahin."
Silvi dan Rafli berlalu, langkah lebar Rafli mendahuluinya, Silvi melangkah cepat menuju meja temannya yang melambaikan tangan dan wajahnya semakin ditekuk saat Rafli ternyata juga duduk di meja yang ia datangi.
"Ngapain kamu ke sini?!" bentak Silvi.
Suara marah Silvi terdengar agak keras dan Rafli tertawa.
"Aku ke sini bukan karena kamu lilipuuuut, ini nih yang ngundang teman aku, yang sedang duduk itu pake baju biru, si Zen, lah kamu ngapain duduk di sini?"
Dan Silvi baru sadar jika ia duduk di tempat yang salah. Ia segera bangkit dengan menahan malu karena teman-teman Rafli juga ikut tertawa.
"Siapa sih Raf?" tanya Zen saat mata Rafli masih menatap punggung Silvi hingga menjauh.
"Sekretaris Kakakku, gak tau kenapa kalo liat aku, bawaannya dia mau nyumpah-nyumpah aja, gak tau aku salah apa? Kali dia suka sama aku tapi gak tau caranya."
Teman-teman Rafli tertawa dan seketika berhenti saat melihat Tiara yang menggandeng mesra lengan laki-laki gagah melewati meja mereka.
"Mantanmu Raf, suaminya tajir, makanya ninggalin kamu, tetep cantik ya dia?" Zen berhenti bicara saat wajah Rafli terlihat berubah. Malam yang seharusnya menjadi malam untuk melepas penat menjadi menjemukan bagi Rafli, ia ingin secepatnya ke luar dari cafe itu. Setelah gak lama, Rafli segera pamit, teman-temannya maklum. Sebelum meninggalkan mejanya Rafli sempat menoleh ke meja Silvi tepat saat Silvi juga menatap Rafli tapi begitu bertemu muka mereka segera mengalihkan pandangan dengan wajah penuh dendam.
Liliput tunggu saatnya ... kamu gak akan bisa melupakan aku ...
💕💕💕
4 Februari 2021 (17.01)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro