1
Silvi menatap wajah bosnya yang terlihat sendu hari ini. Harusnya ia bahagia karena akan segera bersatu kembali dengan mantan suami yang masih dicintai bahkan ada rencana rujuk, tapi entah mengapa wanita baik hati yang telah menerimanya sebagai sekretaris tiga tahun lalu benar-benar terlihat murung, bahkan sepertinya malas bersuara jika tidak dia tanya.
Bagi Silvi, bosnya sudah seperti keluarga. Pertemuan Silvi dengan Redanti menjadi anugerah bagi Silvi, selain diterima sebagai sekretaris dia juga dikontrakkan rumah yang sangat layak oleh Redanti, bahkan hubungan mereka sudah seperti saudara. Hal yang tak pernah Silvi bayangkan sebelumnya karena sepanjang hidup dia di panti asuhan, harus terbiasa berbagi dan bertahan dari rasa sepi meski suasana ramai. Kadang Silvi ingin tahu bagaimana wajah bapak dan ibunya, tapi tiap kali ia tanya, ibu asuh di panti selalu mengatakan tak ada yang tahu siapa orang tua Silvi karena ia ditemukan dalam kondisi kedinginan di kardus bekas minuman di depan panti asuhan ini. Sejak itu Silvi hanya bisa menahan rindu dan keinginan tiap kali teman-teman di sekolahnya bercerita tentang orang tua dan saudara-saudara mereka, bagi Silvi saat ini ia harus banyak bersyukur, dipertemukan dengan orang seperti Redanti, bosnya yang cantik, janda muda dan akan segera menikah lagi dengan mantan suaminya.
"Ini teh madu hangat, Ibu." Silvi hati-hati meletakkannya di meja Redanti, ia melihat mata sembab bosnya. Silvi bertanya-tanya, apa yang terjadi? Apa lamaran Abdi, mantan suami bosnya gagal?
Redanti hanya mengangguk dan meraih cangkir teh lalu meneguknya perlahan.
"Ibu terlihat sedih? Ada apa Ibu? Apa Ibu ada masalah dengan Pak Abdi? Maaf kalo saya lancang ikut campur."
Redanti menggeleng , ia merasa berat melanjutkan niatnya untuk menikah dengan Abdi jika adiknya tidak mau hadir saat ia menikah.
"Aku nggak ada masalah sama Mas Abdi, malah bahagia aku Sil, dia memintaku untuk rujuk kembali dan aku mau, aku bersedia, tapi ... "
Silvi tak sabar menunggu apa yang terjadi.
"Tapi apa? Ibu mau tidak?"
"Mau, aku mau, tapi adikku yang sepertinya tak akan hadir pada pernikahanku nanti, dia belum bisa melupakan kenangan buruk saat ibunda Mas Abdi melabrak ke rumah dengan kata-kata tak pantas hingga ibuku kaget, sakit dan akhirnya meninggal, semua memang takdir tapi Rafli tetap menyalahkan ibunda Mas Abdi, berat kan Sil? Jika kamu jadi aku, apa yang akan kamu lakukan?"
Silvi menghela napas, jadi ini yang mengganggu pikiran bosnya? Ternyata adiknya yang bikin sedih, sejak dulu Silvi penasaran, seperti apa sih wajah adik bosnya? Pernah beberapa kali tapi tidak bertemu langsung, kadang hanya melihat dari jauh, entah mengapa adik bosnya jarang sekali pulang ke Surabaya dan lebih suka di tempat kosnya yang berada di Sidoarjo, padahal jarak cukup dekat, tapi Rafli, adik bosnya memilih menjaga jarak dengan kota yang katanya telah menjadi tempat lahir bos dan adiknya.
"Jika saya jadi ibu ya saya tetap akan memperjuangkan cinta saya, bukan saya mencoba menyuruh ibu mengabaikan Mas Rafli tapi cinta ibu dan Pak Abdi yang sempat terputus baru saja tersambung, ibu melalui kesakitan dan penderitaan kini waktunya ibu bahagia, saya yakin nanti lama-lama Mas Rafli akan menyadari bahwa cinta memang harus diperjuangkan, Mas Rafli belum pernah jatuh cinta sih."
Redanti menepuk tangan Silvi sambil tersenyum, ia setuju pada pendapat Silvi tapi hatinya masih ragu, ia tak bisa membayangkan di saat semuanya berkumpul dan berbahagia tapi di tempat lain adiknya terpisah dan tak merasakan hal yang sama.
"Tapi aku tetap mikir Rafli Sil, alangkah nggak nyamannya perasaanku saat aku bahagia, sanak keluarga dan teman hadir di hari bahagia aku eh ini adikku malah nggak ada kan kayak gimanaaa gitu sil."
"Iya sih Bu, tapi Ibu kan ingin bahagia sama Pak Abdi kan? Ya udah ibu jalan aja, saya yakin Mas Rafli sebenarnya juga sangat ingin Ibu bahagia."
Tak lama Silvi melihat bosnya yang menerima telepon dari seseorang kalau sekilas dari pembicaraannya sepertinya berbicara dengan mantan suaminya yang akan menjadi suaminya kembali. Tak lama Redanti mengakhiri pembicaraannya dan terlihat tersenyum sambil menatap ponselnya.
"Tuh Ibu kelihatan kalo bahagia, masa ibu nggak ingin bahagia selamanya? Lanjut aja rencana ibu menikah sama Pak Abdi."
"Iya Sil makasih ya sudah bikin aku lebih tenang dan nggak bingung lagi, eh iya nanti sore aku kan janjian sama Mas Abdi, minta tolong map ini bawakan ke rumah ya Sil, ada desain yang harus aku kebut, nanti malam akan aku kerjakan dan akan aku usahakan selesai."
"Iya ibu, ini saja kan?"
Redanti mengangguk, rasa terima kasihnya pada Silvi yang sudah ia anggap seperti saudara, sangatlah besar karena Silvi sangat mengerti dirinya, menemani saat ia butuh teman.
Sedang Silvi menatap kepergian bosnya dengan tatapan iba, ia paham benar apa yang ada dalam pikiran Redanti, di satu sisi ia ingin bahagia bersama Abdi, satu-satunya laki-laki yang sangat ia cintai, tapi di sisi lain ia juga ingin adiknya setuju pada pilihannya. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan bosnya yang cantik jika saat hari bahagianya nanti satu-satunya adik yang ia sayangi tak ada saat pernikahan.
Silvi mengemasi barang-barangnya, juga dokumen yang akan ia bawa ke rumah Redanti, dan berharap bertemu dengan adik Redanti.
Kayak apa sih wajahnya?
.
.
.
Silvi melangkah memasuki rumah Redanti yang lengang, tadi Redanti mengatakan agar ia masuk saja langsung ke ruang kerjanya, karena mungkin saja Rafli sudah kembali ke kota tempat ia bekerja. Paling hanya pembantu Redanti yang ada di rumah itu.
Setelah meletakkan map di meja kerja Redanti dan beranjak meninggalkan ruang kerja itu menuju pintu, Silvi memegang map miliknya yang berisi dokumen pekerjaannya yang akan ia lanjutkan di rumah kontrakannya, saat menuju pintu ke luar ...
Bruk!!!
Silvi kaget karena tiba-tiba saja badannya berbenturan dengan tubuh tinggi tegap bertelanjang dada dan penuh keringat. Isi mapnya sudah berhamburan di lantai ia hanya bisa tertegun menatap Rafli yang hanya menggunakan bokser dengan barbel di tangan kanan dan kiri.
"Eh kamu, aku kira ada maling masuk."
Silvi betul-betul kaget karena tak mengira jika akan bertemu makhluk tampan namun membuat ia marah, karena tidak akan mungkin dia mencuri di rumah bosnya, siapa laki-laki? Pikiran Silvi langsung teringat pada nama Rafli adik bosnya.
Ow ow inikah yang namanya Rafli? Mengapa badannya pelukable kayak gini?
💕💕💕
Kisah ini adalah spinoff dari duda gagal move-on ... kisah Rafli dan Silvi ...
1 Feb 2021 (06.50)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro