8. Strangers - Die
Happy Reading!!
Semoga suka ^^
--
Satu bulan kemudian,
Kei berjalan menuju ruangannya seperti biasa. Perusahaan perlahan-lahan sudah kembali menemui tingkat piramida lagi. Walaupun awalnya dua besar menjadi sepuluh besar.
"Seirra, jadwal." Kata Kei saat Seirra memasuki ruangan membawa kopi di nampan.
"Setelah ini ada pertemuan dengan majalah Daxed yang ingin mewawancarai anda, lalu anda memiliki banyak waktu luang hari ini, nona." Katanya sambil menutup buku jadwal yang sering ia bawa.
Kei mengangguk. Ia akan ke mansion saja menemui Sergio yang benar-benar pulang hari ini. Entah berapa hari yang akan ia habiskan disini.
"Anda tampak sedikit pucat nona." Seirra memberikan kaca kecil pada Kei.
Dalam bayangan itu, perempuan di kaca membuatnya terkikik. Seirra menatap takut Kei yang tertawa sendiri. Kei nengambil lipstik merah dan memakainya. Pucat tadi berganti dengan warna merah yang membuat bibirnya semakin menggoda.
"Hanya perlu sedikit merah untuk menghilangkan putih, Seirra kau boleh keluar."
Seirra keluar ruangan dengan bergidik ngeri. Batinnya terus bertanya-tanya, apakah nonanya sudah gila setelah kerja habis-habisan?
"Bisa jadi." Gumamnya dan kembali duduk dikursinya.
"Seirra!!" Teriak Kei dari dalam ruangan mengagetkan Seirra yang baru saja duduk.
Seirra buru-buru memasuki ruangan dan menemukan Kei terduduk di lantai.
"Nona, kau baik-baik saja?" Tanya Seirra.
Napas Kei memburu, rasanya pusing sekali kepalanya. Berdenyut dan terus berdenyut. Dan gelap, semuanya gelap.
--
Kei terbangun di ruangan putih, badannya sakit semua. Kepalanya masih pusing.
"Seirra," Panggilnya membuat Seirra yang hampir tertidur terlonjak kaget.
"Anda sudah bangun, nona." Seirra memberi minum dan menidurkannya lagi.
Seirra terlihat gusar. Jika ia mengatakan yang sesungguhnya pasti Kei akan pingsan kembali. Sungguh kabar yang mengejutkan untuk Seirra apalagi Kei.
"Seirra, aku kenapa?" Tanyanya pada Seirra yang masih bengong memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
"Itu- nona," Napasnya tersendat memikirkan kata yang tepat, "Anda akan memiliki baby."
Kei mengernyit, manatap Seirra yang terdengar ragu. Selanjutnya Kei tertawa terbahak-bahak.
'Plak'
"Bercandamu keterlaluan." Teriak Kei dengan napas memburu.
Pikirannya mengawang, jiwanya melayang. Bisa-bisanya ia hamil pada saat seperti ini. Kei memandang tembok putih di belakang Seirra.
"Lalu bagaimana? Aku-aku bagaimana?" Ucap Kei panik. Kepalanya yang masih pusing tambah pusing.
"Hm ba-bagaimana kalau di gugurkan saja, nona." Seirra menelan ludahnya.
Kei menatap Seirra, ia menyuruh Seirra untuk mendekat padanya.
'Plak'
Tamparan kedua terbubuh di pipi Seirra. Kali ini lebih keras.dari sebelumnya. Seirra memegang pipinya yang panas, apa salahnya? Seirra hanya memberinya saran.
"Kau itu wanita atau bukan?" Tanya Kei sarkas.
Kei menggigit kukunya, memikirkan ini membuatnya semakin pusing. Ia mengingat terakhir bercinta dengan Axton.
"Sialan, sialan, sialan! Kenapa harus dia?!!" Teriaknya nyaring.
Dengan cepat ia melepas infus yang terpasang di tangannya dan berganti pakaian. Seirra diam, tidak berani berkata apapun lagi. Rasanya masih shock dipukul seperti itu.
"Kembalilah ke kantor, aku ada urusan." Kei bergegas pergi meninggalkan Seirra.
Mengemudi dengan kecepatan di atas rata-rata, Kei sampai tujuan dengan cepat. Melihat kantor megah itu membuatnya ingin meludah.
Kei memasuki kantor tersebut dan pergi ke lantai paling atas. Dilihatnya hanya ada sekertaris dan satu ruangan yang besar.
"Nona, ada perlu apa?" Tanya sekertaris tersebut sopan, sedikit kaget melihat Kei.
"Aku harus bertemu Axton." Jawabnya sambil tersenyum.
"Ah, tuan Axton sedang ada tamu. Anda bisa kembali lagi nanti." Kei tidak suka kata kembali lagi nanti. Ia harus bicara dengannya sekarang.
"Saya akan menunggu." Sekertaris tersebut menuntunnya untuk duduk di sofa.
Kei baru menyadari bahwa sekertaris tersebut sangat seksi. Beberapa kali ia melihat karyawan yang juga sama berpakaian seperti perempuan di depannya ini.
"Teh atau kopi, nona?" Tawarnya dengan halus.
"Air putih saja."
Sepeninggal sekertaris tersebut Kei kembali berpikir ada yang tidak beres dengan kantor ini. Memang berpakaian seperti itu biasa, tapi menurutnya terlalu banyak orang yang memakai baju terbuka disini.
Seorang perempuan dengan penampilan acak-acakan keluar dari ruangan besar itu. Kei terbelalak. Dasa setan, batinnya.
Melihat perempuan itu sampai susah untuk berjalan membuat Kei tersenyum miris, "Lihat apa yang dilakukan bajingan itu sekarang, nak?" Katanya sambil mengelus perutnya yang masih rata.
"Nona, silahkan." Sekertaris tersebut menaruh air putih dan mengangkat telpon yang berdering.
"Silahkan masuk, nona." Kei tersenyum dan memasuki ruangan dengan tenang.
Dilihatnya seorang lelaki yang sedang duduk sambil merokok. Batinnya bergejolak ingin berteriak seberapa menjijikkan lelaki di depannya ini. Kei mengambil napas beberapa kali dan kembali tenang.
"Tuan Axton." Sapa Kei sambil membungkukkan badannya.
"Oh, ada apa?" Tanya Axton sedikit kaget melihat Kei yang datang.
Kei melihat Axton yang acak-acakan. Kemeja tanpa jas dengan dasi yang melorot kebawah. Rambut berantakan dan membuat Kei jijik saat melihat goresan lipstik menempel pada salah satu kerah kemejanya.
Lihat, nak. Bukankah lebih baik jika kau tidak punya daddy? Daripada mempunyai daddy sepertinya? Batin Kei.
"Ada yang harus kupastikan." Kata Kei mengernyit, perutnya tiba-tiba mulas.
"Arghh-" Kei menahan erangannya yang sialnya tidak terkendali. Perutnya benar-benar sakit sekarang.
Axton menatap Kei aneh. Pucat, itu yang tertangkap matanya. Ia segera menelpon supir untuk menyiapkan mobil.
"Hati-hati." Katanya membopong Kei keluar dari kantor.
Kei menggeleng, "Tidak, aku baik-baik saja." Katanya bersikeras untuk berjalan dan pulang sendiri.
"Kumohon, biarkan aku pulang sendiri," Mata Kei berkaca-kaca. Dimata Axton permohonan dengan mata seperti itu membuatnya sangat ingin menolongnya.
Kei berusaha melepaskan tangan Axton yang membopongnya berkali-kali. Jangan sampai ada yang mengetahui tentang bayinya. Apalagi Axton.
"Axton!!" Teriak Kei marah saat Axton menggendongnya dan memasukkan dirinya ke mobil yang sudah ada di depan pintu masuk.
"Biarkan aku ke dokter sendiri."
Axton menatap tidak percaya perempuan disampingnya ini. Dalam keadaan seperti ini apa pentingnya ke dokter sendiri atau tidak?
"Percepat." Kata Axton pada supir mengabaikan rengekan Kei yang selalu saja terdengar.
Sekarang Kei berada di ruangan putih yang sama tapi tak serupa seperti tadi pagi. Dokter di depannya dan Axton di sampingnya. Seperti sedang keluarga berencana. Kei ingin memukul kepalanya sendiri, sepertinya kesadaran dirinya menipis.
"Bagaimana?" Tanya Axton datar.
"Kalian kencan rahasia ya?" Dokter tersebut terkikik geli, Kei rasanya ingin tenggelam di rawa-rawa. "Kok bisa bocor sih? Hahaha."
Axton mengernyit sedangkan Kei semakin menunduk. Malu setengah mati.
"Selamat kau akan menjadi seorang ayah." Kata dokter tersebut.
Axton tertawa dan menyambut tangan dokter tersebut dengan riang. Kei menghembuskan napasnya lega karena Axton pasti tidak akan berpikir bahwa anak yang ada dalam perutnya ini adalah anaknya.
"Selamat, kau akan punya bayi." Ucap Axton, Kei tersenyum dan mengangguk.
Bersambung..
Vote + komennya dong
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro