Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

09 : Planner

“Namanya Chang Ning.”

Suara tenang Fei Du bergumam di sela gemuruh roda kereta api di rel yang hampir menghipnotis.

“Dia seorang gadis yang cantik. Wajahnya mengingatkan aku pada seorang pemain serial drama lama siluman ular putih. Kadangkala untuk menggodanya aku memanggil dia dengan sebutan Angie.”  

“Apakah tingkahnya juga persis siluman?” Luo Wenzhou menahan senyum, lalu memalingkan wajahnya menatap keluar pada pemandangan yang hampir mengabur karena melintas begitu cepat, menjadi semburat hijau dan emas di bawah terik matahari tengah hari.

“Dari luar dia seperti orang yang baik.” Fei Du tersenyum tenang menanggapi nada ejekan sang lawan bicara. “Tapi perlahan-lahan dia terlihat seperti ular.”

“Apa kalian sedekat itu hingga ia bisa memanfaatkan pengaruh tuan muda yang terhormat?”

“Sepertinya kau cukup penasaran tentang perasaanku terhadapnya.”

Luo Wenzhou mengangkat bahu. “Entahlah. Tidak ada hubungannya denganku.”

Fei Du menghela napas. Menyingkirkan rambut panjang yang menjuntai di sisi wajahnya dalam gerakan angggun yang dingin.

“Kami cukup dekat. Sebagai seorang teman. Aku memiliki kecenderungan untuk berbuat baik pada wanita. Terlebih lagi kalau dia cantik.”

Dasar playboy...

Luo Wenzhou mengangkat alisnya sambil bergumam dalam hati.

Fei Du tidak bisa mendengar gema pikiran sang kapten. Tapi ia dengan bijak melanjutkan seperti hendak memperbaiki suasana hati lawan bicara.

"Kau pasti berpikir aku seorang pria penggoda."

Lupa Wenzhou mendadak terbatuk kering. Terkesiap karena merasa Fei Du bisa mengintip isi kepalanya.

“Hubungan kami membingungkan. Dia lebih tua dariku, delapan atau sembilan tahun, mungkin. Menjadi kekasih seorang wanita dewasa terdengar menakutkan,” lanjut Fei Du.

Luo Wenzhou menoleh ke samping untuk menatap serius wajah Fei Du, itu karena kursi nyaman yang ditempatinya kali ini bersisian dengan Fei Du, sehingga membuatnya tidak bisa memandang wajah pemuda itu sebanyak biasanya. Perubahan posisi itu, entah mengapa, membuat Luo Wenzhou menjadi gelisah. Terlebih saat Fei Du mulai menceritakan pengalamannya dengan wanita. Obrolan mereka tiba-tiba jadi serius untuk dua orang penumpang kereta yang akan berpisah satu jam kemudian. Jari-jemarinya terus mengetuk-ngetuk paha. Gerakan berulang itu mengundang perhatian Fei Du. Tangannya menyentuh punggung tangan Luo Wenzhou, menekannya agar jari-jari pria itu berhenti bergerak.

“Bisakah kau hentikan ini?” tanyanya lembut.

Jemari Luo Wenzhou tidak hanya berhenti mengetuk, melainkan jadi kaku. Telapak tangan Fei Du terasa dingin danlembut di kulitnya, dan ia tiba-tiba merinding.

“Jadi kau menyukai seseorang yang lebih tua?” Luo Wenzhou perlahan menarik tangannya, membuat tangan Fei Du kini beralih menekan pahanya. Akibatnya jauh lebih buruk lagi karena pemuda itu menahannya dengan sengaja di sana sampai-sampai Luo Wenzhou harus menggerakan kakinya agar tangan pucat itu menyingkir.

Dia terlalu berani untuk menyentuh orang lain seperti ini sesuka hati. Apakah aku terlalu baik dengan mentraktirnya makan siang? Apakah ia jadi salah paham?

Luo Wenzhou terus bermonolog dalam hati. Fei Du diam-diam mengamati ekspresi gugup sang kapten. Senyuman samar di bibirnya seperti mengandung makna tertentu. Manis tapi beracun.

“Kau benar,” jawabnya santai, membalas tatapan Luo Wenzhou. “Aku cenderung menyukai seseorang yang lebih tua. Aku menghargai pepatah ‘tua adalah emas’ dengan sangat serius.”

Luo Wenzhou menahan napas. Mata Fei Du sangat indah. Menatapnya dalam jarak dekat menjadi tidak tertahankan. Dia mendengus samar, berhasil tertawa kecil sambil mengalihkan pandangan.

“Yang benar saja,” gumamnya.

“Bagaimana menurutmu, Kapten Luo?” Fei Du belum mau berhenti membuat pria itu salah tingkah.

“Bagaimana apanya?”

“Tentang menyukai seseorang yang lebih tua, apakah kau pernah mengalaminya?”

Luo Wenzhou menggeleng. “Aku tidak pernah mengalaminya. Seleraku terlalu bagus.”

“Ah ya ... aku nyaris lupa. Berhasil meniti karier cemerlang di kepolisian. Usiamu paling tidak saat ini lebih dari kepala tiga. Dewasa, cukup mapan, dan tampan. Aku tidak heran jika kau sangat hati-hati dengan seleramu. Jangan sampai kau berakhir bersama seorang gadis parasit seperti Lang Qiao.” Fei Du tersenyum santai di akhir kalimat. Kata-kata sinisnya terasa bagaikan uap lava panas membelai telinga Luo Wenzhou.

“Kenapa jadi membicarakan aku?” protesnya sedikit dongkol. Dia ingin melenyapkan senyum sinis di bibir Fei Du, tapi sepertinya kulit pemuda itu terlalu tebal, tidak mudah menyerang emosi orang sejenis dia.

“Kau tersinggung? Maafkan aku, Kapten Luo. Tapi kukira kau tidak perlu khawatir. Pesonamu luar biasa, dan kau terlalu tampan untuk jadi lajang selamanya. Pasti suatu hari akan ada seseorang yang tulus padamu.”

Pujian ini terdengar jujur. Luo Wenzhou tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa parau. Fakta yang diucapkan Fei Du memang terdengar manis, tapi hasilnya dalam beberapa kasus menjadi sangat buruk. Contoh nyata adalah Lang Qiao. Gadis itu terpesona, menyukainya. Perasaan itu berubah jadi obsesi yang disalahpahami Lang Qiao sebagai cinta.

“Bagaimana denganmu? Apakah sudah ada seseorang yang tulus padamu? Kupikir kau memiliki masalah serius dengan gadis bernama Chang Ning. Jangan sampai hubungan kalian berantakan dan kau berakhir bersama seseorang seusia ayahku.”

Fei Du, “....”

Keheningan tiba-tiba jadi canggung. Menyadari leluconnya terlalu absurd, Luo Wenzhou menahan diri untuk tidak mengoceh lagi, dengan cerdas kembali ke topik utama.

“Bagaimana kau mengenal Chang Ning?” tanyanya.

Tatapan Fei Du kosong selama sepersekian detik.

“Dalam sebuah pesta yang diadakan temanku,” jawabnya. Tampak enggan mengungkit kenangan itu. “Hampir setahun yang lalu.”

Taman luas berlapis rumput yang terawat di samping mansion keluarga Zhou membentang seperti permadani hijau di bawah sinar matahari senja. Lampu-lampu hias yang digantung di tiang dan pohon memancarkan cahaya lembut pada tamu-tamu yang berpakaian rapi di bawahnya. Putra kedua keluarga Zhou baru saja sukses dalam ekhsibisi pertamanya, dan ia sangat bersemnagat mengadakan pesta untuk merayakan kesuksesan itu.

Kawan-kawannya adalah jenis dari pemuda-pemuda kaya yang menjalani kehidupan foya-foya, hanya sedikit yang benar-benar andal menghasilkan uang. Seperti biasa, Fei Du bisa berbaur di kalangan elit dalam beragam situasi. Tentu saja ia menempati daftar pertama tamu undangan karena hubungannya dengan Zhou Huaixing cukup dekat. Karena pesta itu sendiri bersifat santai dan umum, Fei Du melihat banyak wajah baru yang bergabung di sana. Beberapa temannya mengajak rekan lain, pacar, atau saudara.

Sore itu, mengenakan pakaian terbaik dan rambut yang ditata rapi, Fei Du adalah lambang keanggunan yang sangat alami. Dia berdiri di dekat air mancur, dengan ekspresi tenang mengamati patung malaikat dari batu marmer yang ditempatkan di tengah kolam berbentuk lingkaran. Tangannya memutar-mutar gelas berisi sampanye, meneguknya sesekali. Dalam diam ia menyadari tatapan-tatapan samar yang diarahkan padanya, gumaman-gumaman pelan yang mengikuti gerakannya. Fei Du mengabaikan mereka, tapi menikmati perhatiannya.

“Menyendiri dalam keramaian membuatmu senang, ya?” Sang empunya rumah menghampirinya. Sama-sama meneguk sampanye.

“Tidak juga. Patungnya indah,” sahut Fei Du, tersenyum.

“Kau tidak mudah memuji sesuatu dengan tulus. Jadi bisa kupastikan pijianmu kosong.”

Fei Du tertawa pelan. Tatapannya beredar ke sekitar taman, lalu berkata,

“Kau mengundang banyak orang. Ada banyak wajah baru di sini.”

“Ya. Aku ingin suasana yang lebih berisik. Mereka semua membawa teman atau pasangan. Kau tidak mengajak seseorang?”

Fei Du menatapnya sekilas. “Tentu saja. Aku membawa seseorang bersamaku.”

Sebelum Zhou Huaixing bertanya lebih lanjut, seseorang berjalan di belakangnya, menatap ke arah Fei Du. Tatapan mereka bertemu sesaat. Ekspresi Fei Du tidak menggambarkan apa pun, tapi ia telah memperhatikannya bergerak di kerumunan dengan sangat mudah. Gerakannya lemah gemulai seperti kucing yang lentur. Dia seorang gadis yang sangat cantik, gaun putihnya berkilau memantulkan cahaya. matanya memancarkan sesuatu yang tajam dengan sedikit kelembutan dan pengertian. Percikan yang bisa membuat pria tertarik dengan mudah.

Gadis itu mengangguk samar padanya dibalas gerakan mengangkat gelas oleh Fei Du. Kemudian dengan gerakan penuh percaya diri, gadis itu berjalan memutari kolam, berjalan lambat di belakang Fei Du. Seolah tanpa sengaja, gadis itu mengayunkan tangannya, menyapu punggung tangan Fei Du yang tergantung bebas di sisi tubuhnya.

“Tuan Muda Fei, aku sudah banyak mendengar tentangmu.”

Gadis itu berhenti di sampingnya, menyapa dengan suara sehalus belaian sutra.

Fei Du, yang penasaran dengan keberaniannya mengangkat alisnya yang terbentuk sempurna. Dia menoleh sekilas, melemparkan senyum tipis yang sopan.

“Anda?”

“Chang Ning,” jawabnya sambil mengulurkan tangan. Genggamannya kuat sewaktu Fei Du menyambut uluran tangannya. Itu terasa seperti sebuah tantangan. Meskipun gadis itu cantik dan menatapnya dengan sangat serius, Fei Du tidak merasakan getaran apa pun. Sementara Zhou Huaixing demi melihat perkenalan yang penuh basa-basi busuk, tiba-tiba menyadari bahwa ia berada di tempat yang salah dan di waktu yang salah.

“Baiklah, Fei Du. Nikmati pestanya. Aku sibuk dulu.” Ia mengedipkan sebelah mata pada Fei Du sebelum meluncur pergi. Fei Du hanya menatapnya dengan senyum tertahan. Tidak tertarik dengan isyarat itu. Tapi meskipun ia bisa mencium sesuatu yang berbahaya tentang gadis ini, ia masih menanggapi dengan sikap ramah.

“Kau mengingatkanku pada Angie Chiu,” komentar Fei Du, mengatakan apa pun yang terlintas di kepalanya.

Chang Ning bengong sejenak, tidak siap dengan pujian yang begitu murah hati.

“Terima kasih”

“Kau datang sendiri?”

Chang Ning menggeleng. “Aku bersama seorang teman. Kami sama-sama bekerja di dunia aktris dan modelling.” Dia menunjuk pada seorang gadis lain yang tengah berbaur di keumunan.

“Oh.”

“Dan kau?”

Fei Du mencari-cari seseorang dengan matanya. Itu dia. Pria yang dicarinya terlihat menoleh, berjalan lambat ke arahnya.

“Aku juga datang bersama seseorang. Dia tengah menuju kemari.”

Tangan Fei Du terangkat dan melambai pada pria itu.

“Kemarilah, Tao Ran ge....”

“Tao Ran?” Luo Wenzhou bergumam menjeda cerita singkat Fei Du.

“Apakah Tao Ran yang kau maksud adalah detektif polisi Distrik Pasar Bunga?”

Fei Du memalingkan wajah, matanya gelap karena campuran rasa heran dan sesuatu yang mirip kecemasan. “Kau mengenalnya?”

“Ya,” jawab Luo Wenzhou, menghindari tatapan tajamnya.

“Tao Ran ge tidak pernah bercerita memiliki seorang teman sepertimu,” kata Fei Du, ekspresinya tampak menyesal.

“Kami tidak dekat.”

“Hmmm...”

“Sudah cukup lama sejak terakhir kali kami bicara. Kabarnya dia dimutasi ke Kota Xi dan mendapatkan kenaikan jabatan.”

Fei Du mengangguk. Tersenyum dengan sudut bibirnya. Saat itu mendadak secercah ingatan berkelebat dalam kepala Luo Wenzhou.

“Ngomong-ngomong aku membaca berita di surat kabar tentang sebuah kerangka yang ditemukan di lahan proyek Pinghai milikmu. Polisi sudah menutup kasusnya, mengabaikan kemungkinan bahwa itu korban pembunuhan.” Luo Wenzhou berhenti sejenak untuk melihat seperti apa reaksi Fei Du. Namun tidak ada perubahan apa pun di wajahnya yang tenang, hanya sebelah alis yang terangkat.

“Masalah itu sudah selesai,” katanya.

“Kupikir ada yang ganjil.”

“Apa kau akan mengatakan bahwa aku menutupi kasus pembunuhan demi kelancaran proyek itu dan menyuap petugas Tao Ran? Kau terlalu berpikir berlebihan, Kapten Luo.”

“Pihak yang memiliki uang akan melakukan kesepakatan apa pun demi lancarnya urusan mereka. Kuharap hal semacam itu tidak terjadi padamu.”

Fei Du terkekeh pelan. Suaranya lembut dan rendah tapi cukup membuat Luo Wenzhou merinding. “Perhatianmu cukup manis. Aku terkesan.”

Luo Wenzhou, “....”

Bagi pria kesepian seperti Luo Wenzhou, yang menyembunyikan fakta gelap terkait ketertarikan panda sesama, sulit untuk tidak berpikiran kotor mendengar suara dan wajah cantik Fei Du. Namun tentu saja Luo Wenzhou memiliki ketahanan yang cukup kuat. Dia tidak akan mengumbar emosinya dengan cara murahan.

“Ya, anggap saja aku seorang teman yang peduli,” katanya, menghela napas.

“Karena kau sudah menganggapku teman baik, kau boleh meminta bantuan apa pun padaku untuk menyelesaikan masalahmu.”

Luo Wenzhou mengangkat alis. Ada sesuatu yang misterius dalam tawaran baik itu.

“Maksudmu?”

“Misalnya...” Fei Du membetulkan letak kacamatanya. “Aku bisa memberi bantuan sejumlah uang untuk membantumu membungkam Lang Qiao. Katakan saja berapa yang dia minta dan suruh dia pergi dari hidupmu.”

“Itu sulit,” Luo Wenzhou tertawa kering. “Dia tidak butuh uang. Dia hanya terobsesi.”

“Kalau begitu bersiaplah, dia akan menempel padamu seumur hidup. Seperti parasit, menyerap enegimu, menguras hartamu dan menguasaimu.”

Tangan Luo Wenzhou mengepal, buku-buku jarinya memutih. “Itu yang kukhawatirkan,” gumamnya serak, sedikit frustasi. “Kadangkala aku berharap dia lenyap dari dunia ini.”

Fei Du menatapnya lama. Senyum keji terbit di sudut bibirnya. Dia mendekatkan wajah ke arah Luo Wenzhou. Di saat bersamaan, telapak tangannya menekan lembut kepalan tangan sang kapten. Dengan suara tenang yang tajam, Fei Du berbisik tepat di telinga Luo Wenzhou.

“Bagaimana kalau kau lenyapkan saja dia?”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro