Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

03 : Admirer

Luo Wenzhou menatap sinis pada pintu yang baru saja dia tutup. Duduk di tepi tempat tidur, dia bernapas perlahan, menikmati rasa sesaknya. Kamar begitu hening bahkan suara langkah kaki Lang Qiao di luar bisa ia dengar. Sepertinya gadis itu menikmati hiburan gratis dari seorang aktor tampan yang sedang marah.

Sebenarnya Luo Wenzhou masih belum memahami mengapa sikap Lang Qiao perlahan berubah dari seorang penggemar yang malu-malu jadi penguntit gila. Terkadang dia masih memikirkannya sampai sekarang apakah semua kekacauan ini berawal dari kesalahannya. Bayangan peristiwa di pesta malam itu seringkali datang seperti mimpi yang samar dan terus menerus mengganggunya. Sesekali momen itu terlihat sangat nyata, sesekali mengabur dan hanya berupa fragmen-fragmen yang tajam. Gelas kaca yang jatuh, botol anggur berguling di meja. Pecahan berkilauan memenuhi lantai di tengah cairan kemerahan beraroma tajam.

Astaga ... ini menyebalkan.

"Bisakah kau bayangkan sesuatu yang lebih berbahaya dari ini?"

Suara Lang Qiao bergema jelas di pagi hari yang sepi pada akhir pesta di rumahnya di Xingfu Garden.

"Kenapa?" tanya Luo Wenzhou, tidak mengerti. Kepalanya sangat pusing, ini bukan pengar biasa yang sering dia alami. Bagaimanapun toleransinya terhadap alhokol cukup baik. Dia tidak akan mabuk berat dalam pesta rumahan. Mungkinkah seseorang menambahkan sesuatu pada minumannya?

"Hanya karena kau tahu aku sangat mengagumimu sejak lama, kau tidak sepatutnya melakukan ini," kata Lang Qiao.

Gadis itu terlihat segar, tidak ada jejak mabuk. Bahkan dia tampak lebih cantik dan bersemangat. Matanya yang besar berbinar-binar, dan senyumnya ... itu terlihat sedikit aneh. Luo Wenzhou menemukan dirinya berbaring di satu kamar yang indah dan wangi, dengan kondisi canggung. Dia menarik selimut lebih tinggi, berjuang sekuat tenaga mengumpulkan fokusnya dan menajamkan kewaspadaan.

"Apa yang terjadi?" Dia memutar pandang ke sekelilingnya, sangat bingung.

"Menurutmu apa?" Lang Qiao bergerak ke meja, mengambil segelas air dingin yang dia berikan pada Luo Wenzhou. Pria itu menerimanya dan segera mengosongkan isinya dalam sekali teguk. Kepalanya harus segera didinginkan bahkan jika air minum itu mengandung racun. Firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk telah terjadi.

"Aku tak tahu harus berkata apa," ujar Lang Qiao masih tidak bersedia menjelaskan.

"Tapi semalam kau dan aku mabuk dan berakhir di sini."

Jemarinya yang lentik dengan kuku dicat merah muda menyapu sprei piutih yang kusut. Mendengar itu wajah luo Wenzhou hampir seketika sama putihnya dengan sprei.

"Jangan bilang kalau..."

"Sayang sekali..." Lang Qiao mengerutkan bibirnya dalam ekspresi sedih yang palsu.

Dia menatap luo Wenzhou, menggigit bibirnya. Sekilas dia memasang raut gelisah tapi kemudian tersenyum kosong. Kemudian dengan gerakan lambat gadis itu mengambil ponsel di atas meja, membiarkan Luo Wenzhou menunggu dalam deraan kecemasan dan serangan panik.

"Katakan apa yang terjadi sebenarnya?" Nada suaranya tajam. Luo Wenzhou merasakan jaring tipu muslihat yang tak kasat mata perlahan mulai menyelimutinya.

"Kau sungguh tidak ingat?"

"Sial, kau membuatku gila."

Perlahan Lang Qiao memperlihatkan sebuah video di ponselnya. Di balik mata merah Luo Wenzhou yang belum sepenuhnya terjaga, ada kilasan rasa terkejut yang luar biasa, kepanikan, kebencian, dan rasa tidak percaya.

"Tidak mungkin!" Ia melolong seperti serigala terluka.

"Tidak! Tidak! Ini pasti palsu. Kau merekamnya untuk mengejar keuntunganmu, bukan?"

"Keuntungan?" Lang Qiao menatapnya dengan tatapan menahan luka.

"Bukankah seharusnya aku yang dirugikan? Ayah ibuku tidak ada di rumah, teman-teman lain sudah pulang. Hanya kau yang mabuk berat dan memaksaku yang juga lemah, atau itu tidak akan pernah terjadi, tentu saja."

Omong kosong! Mana ada gadis waras yang merekam aibnya sendiri. Luo Wenzhou kehilangan lidah fasih yang biasa dia mainkan di ruang interogasi untuk menghancurkan mental penjahat. Seluruh inderanya seolah mati.

Ini jelas perangkap. Jebakan untuk memerasnya, dan tindakan gila Lang Qiao benar-benar ketidakadilan yang nyata.

Melihat reaksi frustasi Luo Wenzhou, gadis itu masih tampak tenang. Sikap yang aneh untuk seorang gadis yang baru saja dicemarkan. Atau mungkin pura-pura dicemarkan demi tujuan busuk lain yang belum diungkapkan.

"Jangan terlalu khawatir, Kapten Luo." Bisikannya tanpa sadar menggema. Lalu sambil menyentuhkan ujung hidungnya pada pipi Luo Wenzhou, dia berkata santai,

"Kita bisa menyelesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan, bukan?"

"Aku tidak melakukan apa pun." Luo Wenzhou melayangkan tatapan tajam. Menggelengkan kepalanya dengan ribut. Dia mengira Lang Qiao akan menangis dan mengajukan tuntutan hukum, tapi anehnya gadis itu justru tersenyum lagi.

"Video ini bukti nyata."

"Apa yang terekam di sana sama sekali tidak membuktikan apa pun, kau sungguh tidak tahu malu membicarakan hal semacam ini dengan begitu tenang. Itu artinya tidak ada yang terjadi. Kau pikir aku bajingan tolol."

"Aku takut dan sedih, tentu saja. Sebenarnya ini sulit bagiku, aku bisa saja melaporkanmu ke polisi dan mengajukan tuntutan hukum. Namun aku tidak ingin melakukan itu."

"Mengapa? Ayo kita selesaikan secara hhukum." Luo Wenzhou memiliki keyakinan penuh terhadap diri sendiri dan tidak takut menghadapi masalah ini.

Lang Qiao menggeleng pelan. Tatapan matanya membuat Luo Wenzhou tidak nyaman sehingga pria itu buru-buru turun dari ranjang dan menyambar kemejanya yang tergeletak menyedihkan di lantai.

"Katakan apa maumu sekarang? Aku tidak punya waktu. Aku harus pulang dan pergi ke Biro Kota." Dia terus bergumam sambil mengancingkan kancing terakhir kemejanya.

"Aku menginginkanmu, Kapten Luo..."

"A-apa?"

"Kalau tidak..."

"Kalau tidak apa?"

Lang Qiao mengangkat ponselnya. "Kalau tidak, aku minta kompensasi satu juta yuan atau video ini akan kusebar ke seluruh kota."

Luo Wenzhou tercengang, membeku di tempat sementara akal sehatnya tertatih-tatih mencoba memahami apa yang terjadi.

Satu juta yuan?

Benar-benar sinting!

Mengangkat wajahnya dari telapak tangan yang terbuka, Luo Wenzhou kembali ke masa sekarang, melihat bayang wajahnya di cermin kamar, dalam upaya menyiksa diri sendiri, benaknya terus memikirkan kenangan buruk malam itu. Walaupun sudah berlalu sekitar tiga bulan lebih, ingatan itu terasa baru dan membuatnya lelah. Akhirnya Luo Wenzhou jatuh dalam tidur yang gelisah, berharap mimpi yang lebih indah akan menghiburnya di malam yang singkat.

Ketika sinar matahari pagi jatuh di wajahnya yang mengernyit dalam tidur, sesuatu dalam diri pria itu merespon dengan lompatan. Matanya yang lelah menyipit ke kaca jendela. Dengan lembut ia mengusap wajahnya, menggoyangkan kepala perlahan. Seperti biasa, ia melewati malam tanpa mimpi dan terbangun di pagi yang sepi dan beharap bahwa semua ini segera berakhir.

Dia keluar dari kamar setengah jam kemudian untuk membuat kopi. Dia mendapati ruang tamu sepi, tak ada tanda kehadiran Lang Qiao. Sepertinya gadis itu sudah pergi tanpa pamit dan hanya meninggalkan jejak aroma parfumnya di bantal sofa. Luo Wenzhou menghela napas lega. Kepergian gadis itu memberinya udara segar seperti seseorang yang nyaris mati tenggelam lantas bisa muncul ke permukaan. Namun nyatanya kelegaan itu hanya sementara. Lang Qiao tidak berencana membiarkan hidupnya tenang. Setelah menyesap kopi dengan nikmat, ia berjalan melewati lemari es dan menemukan catatan kecil tertempel di sana. Untuk sesaat iris matanya berubah gelap, membaca huruf demi huruf yang terasa seperti sambaran halilintar.

Sayang, aku butuh  seratus ribu lagi untuk menyiapkan sepasang cincin. Bagaimana jika aku memilih Cartier? Kau pasti suka dengan pilihanku. Aku akan kembali dalam beberapa hari. Jangan coba melarikan diri atau video ini akan sampai pada petinggi Biro Kota. Pemujamu, Lang Qiao.

Senyum tak percaya tersungging di bibir Luo Wenzhou, meskipun sebenarnya dia percaya pada kegilaan Lang Qiao. Gadis itu berasal dari keluarga yang cukup berada. Seharusnya uang bukan masalah besar baginya. Dia memiliki citra yang baik dan wajah manis yang menyenangkan, tapi hanya dirinya yang tahu bahwa Lang Qiao ternyata bisa jadi kasar, bahkan gila. Lang Qiao sepertinya putus asa, pikir Luo Wenzhou, bukan hanya kegilaan. Kebosanan, keserakahan yang tak tertahankan dari orang kaya. Itu cenderung menghancurkan alih-alih menyenangkan.

Luo Wenzhou tertawa histeris, merobek catatan itu dan melemparnya ke tempat sampah. Pemujaannya yang malang semakin mengarah pada kejahatan. Luo Wenzhou menatap kosong ke lantai, tidak berkedip, dalam kelengahan dia mengulurkan tangan untuk meletakkan cangkir kopi di tepi meja makan. Tetapi dia meletakkannya tidak seimbang hingga porselin putih itu terguling, menumpahkan isinya sebelum meluncur deras menghantam lantai.

Praaanggg!

*****

Jasmine Room, Fei Group Office

"Maaf ... maafkan aku."

Suara halus itu keluar dari mulut seorang gadis cantik bergaun putih. Dengan tatapan tidak bersalah, ia mengawasi bagaimana cangkir berisi teh yang dibawa padanya oleh seorang pegawai wanita jatuh ke lantai menciptakan pecahan kecil yang berserakan seperti batuan kerikil di taman.

Pegawai itu terlihat bingung sejenak sebelum berubah panik dan balas meminta maaf dengan gaya berlebihan. Kata-kata penuh perhatian seperti apakah gaun putih indahnya ternoda teh, sepatu mahalnya terkena pecahan beling, dan lain-lain mengalir deras dari mulut si pegawai. Gadis cantik itu tersenyum sekilas sebelum raut wajah ramahnya berubah, senyumnya memudar, dan siap melontarkan kata-kata tajam pada si pegawai. Tepat pada saat itu, pintu ruangan terbuka dan seorang pemuda tampan berjas hitam melangkah masuk.

"Apa yang terjadi?" tanyanya.

Gadis cantik mendesah, terlihat menyesal atas insiden kecil ini. Awalnya ia ingin menciptakan sedikit drama lagi dengan sentuhan aktingnya yang memukau, tapi kehadiran si pemuda yang seperti cahaya matahari di pagi hari membuatnya terpesona dan seketika kinerja akal sehatnya melambat.

"Presiden Fei, mohon maafkan aku. Ini semua salahku. Hampir saja Nona Chang Ning..."

Gadis cantik itu segera memperbaiki ekspresinya lalu bersikap ramah dengan menyentuh bahu pegawai malang itu yang membungkuk lentur pada sosok eksekutif muda di hadapannya.

"Tidak sepenuhnya salahmu," dia menyela, menampilkan senyum termanis untuk mencuri perhatian pemuda yang baru saja masuk.

Dia adalah Fei Du. Menyentuh bingkai kacamata dengan ujung jari, wajahnya sedikit menunduk, mengawasi bagaimana si pegawai membersihkan kekacauan.

"Aku akan meminta seseorang menyajikan minuman lain untukmu," katanya pada gadis itu.

"Tidak perlu, Tuan Muda Fei. Lagi pula aku sudah sarapan dan minum kopi."

Gadis itu merapikan rambut panjang hitamnya dengan jemari yang indah dan terawat dengan baik. Gayanya terlihat alami, memiliki keanggunan yang terpancar dari auranya yang lembut dan hangat. Hanya mata yang benar-benar jeli saja yang bisa menangkap percikan bahaya di baliknya. Fei Du mengamatinya cukup lama, tampak terpesona, seperti halnya kaum pria yang menghargai keindahan. Awalnya dia ingin menegur gadis itu dan pegawainya yang telah menodai lantai ruangannya yang berharga namun rasa kasihan menggelitiknya dan dia berjalan perlahan mendekati gadis itu, sepenuhnya mengampuni kesalahannya.

"Kunjungan sepagi ini, aku tebak kau memiliki maksud yang sangat penting. Mengapa tidak mengatakannya di telepon?" Fei Du memulai percakapan setelah mengangguk pada pegawai yang tergesa-gesa keluar dari dalam ruangan.

"Kau memang peka dan berhati lembut, Tuan Muda Fei." Gadis itu menunjukkan sikap manis yang sedikit berlebihan, bahkan mulai menyentuhkan bahunya pada Fei Du. Mengabaikan firasat dan juga daya tangkapnya yang hebat untuk mendeteksi kepalsuan seseorang, Fei Du memilih untuk lebih menghargai kecantikannya dan tersenyum pada gadis itu dengan senang hati.

"Apa yang akan kubicarakan bisa saja dibahas di telepon, tapi aku merasa lebih nyaman jika bicara langsung. Dan ya, karena..." gadis itu menjeda kalimatnya, menunduk ke lantai yang masih sedikit basah. "Apakah kita bisa bicara di kantormu? Ruangan ini sudah kotor. Kupikir..."

Fei Du terbatuk kecil. Melirik gadis itu sekilas, dia berjalan menuju jendela dengan kedua tangan di saku jas. Pemandangan dari lantai dua puluh sungguh menakjubkan. Ruangan ini khusus dia sediakan untuk menerima tamu atau teman yang dianggap cukup dekat. Design interior, furniture, bahkan pengharum ruangannya saja sudah mencapai tahap seleranya yang terbaik. Tidak ada alasan bagi si pengunjung untuk merasa tidak puas. Sementara ruangan kantornya sendiri bisa dikatakan bagian paling privat, sakral dan tidak bisa dimasuki sembarang orang terlebih yang tidak berhubungan dengan bisnis.

Fei Du sangat menjaga privasi, tidak suka diselidiki atau ditanya-tanya, juga tidak pernah memberikan informasi yang lebih dari seharusnya pada orang lain. Dia sangat suka menjadi misterius, dan memastikan bahwa orang lain hanya boleh mengetahui atau menyentuh ranah privasinya tidak lebih dari yang telah dia tentukan. Bagi Fei Du, mengatakan atau membuka banyak hal tentang dirinya sangat memalukan dan sama sekali tidak keren, dan mengatakan kebenaran lebih sulit dibanding menghadapi bahaya kematian.

Wajah tampannya yang selalu tampak tersenyum perlahan ditutupi hujan abu. Sepasang matanya kosong dan membeku seperti kaca. Seolah tanpa nyawa. Dalam pikirannya, Fei Du bisa melihat jelas maksud tersembunyi dari drama memecahkan cangkir teh. Gadis ini sepertinya cukup gigih untuk bisa merangkak naik dan mendekat padanya. Tidak berbeda dengan para gadis cantik yang tergabung di komunitas pestanya. Bercita-cita menjejakkan sepatu high heel mereka ke dalam kantornya, kemudian mendekati mansion-nya, dan sebagai tambahan imajinasi liarnya yang tak terbatas, mungkin mereka akan menerobos ke kamar tidurnya. Diam-diam hal itu membuatnya kesal. Selesai dengan pemikirannya, Fei Du kembali memperbaiki lengkung senyumnya dan menoleh pada gadis itu, berkata selembut mungkin, "Sayangnya ... aku tidak bisa membawamu ke kantor. Jika kau ingin mengatakan sesuatu, kita bicara di sini atau tidak sama sekali."

Gadis itu terpaku, merasa sedikit malu seketika.

"Baiklah, maafkan kelancanganku."

"Aku tidak punya banyak waktu." Fei Du melihat jam tangan.

"Rapat dengan beberapa partner kerja akan dilangsungkan lima belas menit lagi."

"Oh, hmm ... begini Tuan Muda Fei, untuk kesekian kali aku harus memohon untuk memanfaatkan pengaruhmu yang hebat itu. Pertunjukan tunggal di Gedung Opera Yan akan menjadi gebrakan terbesar dalam perjalanan karierku, aku ingin..."

Kata-kata berikutnya seperti dialog film yang sudah sangat dihafal Fei Du. Dia hanya meneliti bagaimana gadis itu bicara dengan gaya persuasif, mengandalkan kecanggihan lidahnya yang fasih. Di akhir penuturannya, Fei Du menghela napas perlahan tersenyum samar lalu menyentuh jemarinya.

"Untukmu, aku tidak keberatan, Angie Chiu yang cantik..."

*****

Ini Sabtu pagi. Luo Wenzhou telah melakukan beberapa pertemuan diam-diam dengan anggota Unit Investigasi Kriminal yang masih menghubunginya dan meminta beberapa saran darinya terkait satu kasus tertentu. Meskipun diskorsing, Luo Wenzhou tidak bisa benar-benar melepaskan status penegak kebenaran yang kebetulan tengah menebus satu kesalahan. Itu terdengar palsu dan lucu, tapi dia benar-benar tak bisa berdiam diri dan duduk di rumah meratapi nasibnya yang sial. Dia telah berhasil meyakinkan Lang Qiao tentang permintaan uang dan ocehan tidak masuk akal terkait pemesanan cincin Cartier. Tingkah gadis itu yang merepotkan telah membuat Luo Wenzhou stress dan ingin segera pergi ke rumah orang tuanya di kota Xi.

Dia melihat wajah petugas tiket yang dibingkai kaca. Tidak seperti biasanya, petugas wanita itu mengawasinya beberapa detik lebih lama dari biasanya. Luo Wenzhou tahu bahwa pesona ketampanannya bisa disandingkan dengan kecerahan matahari pagi. Tidak heran jika petugas itu sedikit tercengang. Namun detik berikutnya dia menyadari bahwa si petugas bukan sedang mengaguminya melainkan seperti tengah mencocokkan wajahnya dengan gambar atau foto tertentu. Luo Wenzhou sesaat merasa jadi seorang kriminal yang masuk daftar pencarian orang.

"Tuan Luo Wenzhou?"

"Ya."

"Seseorang telah menyiapkan tiket untuk perjalanan Anda kali ini. Silakan..."

Saat si petugas tersenyum dan menyebutkan nomor di kelas bisnis yang mahal dan nyaman, Luo Wenzhou masih belum bisa mengembalikan eskpresi bengongnya yang persis badut.

Siapa seseorang yang dimaksudkan si petugas? Pastinya dia senang bepergian seperti dirinya. Orang asing di kereta yang akan memulai percakapan formal dan pura-pura, lalu mendorongnya untuk mendengarkan, menyimak, bersimpati, sebelum akhirnya saling melupakan.

Begitu Luo Wenzhou menemukan tempatnya, dia duduk tegak, memasang wajah datar dan diselimuti tanda tanya besar. Dia mendapati dirinya duduk di hadapan seorang pemuda tampan berkacamata. Rambut panjang menjuntai di tepi wajah, dagu runcing dan mata bening yang terfokus pada lembaran novel di tangannya.

Hampir tanpa sadar, Luo Wenzhou bergumam,

"Fei Du..."

Pemuda itu mendengar suaranya, tertegun sesaat sebelum mengangkat wajah dari novel. Senyumnya hangat dan terlatih, jenis ekspresi yang bisa menangani semua orang. Matanya cemerlang sekilas dan membalas sapaan Luo Wenzhou dengan ramah,

"Halo Kapten Luo, akhirnya kita bertemu lagi."






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro