Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2 - Invite Me

Raka memasukkan car seat yang ia dan Dinda beli ke bagasi mobilnya. Setelah pertimbangan yang cukup lama, akhirnya hadiah melahirkan untuk Putri itu hanya dibungkus plastik bening bermotif dan dihias pita berwarna emas. Bentuknya jadi menyerupai parcel buah versi jauh lebih besar dan tidak bisa dimakan.

"Kita masih bisa balik buat ganti bungkusnya," ujar Raka saat ia akan menutup pintu bagasi. "Ganti aja--"

"Jangan!" Raka terkesiap mendengar ucapan Dinda yang lumayan kencang. "Kamu nggak masalah kalau kita diliatin kayak tadi cuma karena bungkus kado?"

"Suka-suka mereka mau lihat apa, mereka kan punya mata." Raka dan sikap cueknya yang sudah mendarahdaging. "Tapi kenapa kita harus repot mikirin bungkusnya, sih? Yang penting isinya, kan? Merek bagus lho ini. Satya punya anak lima juga masih bisa dipake."

Dinda menghela napas sambil menatap Raka malas. "Sekarang aku ngerti kenapa Kak Dhea nyerah bantu kamu pilih kado." Dinda melangkah ke pintu kursi penumpang, sementara Raka menggaruk keningnya dengan bingung sebelum menutup bagasi lalu menyusul Dinda ke dalam mobil.

"Mau ke mana kita?" Raka memakai sabuk pengaman dan menyalakan mesin. "Gue lapar, sih."

Dinda menoleh dan segera menangkap kode itu. Car seat yang mereka beli atas nama hadiah berdua dibayar sepenuhnya oleh Raka. Pria itu bilang Dinda cukup mentraktirnya makan dan mereka akan impas.

"Ada restoran seafood nggak jauh dari sini, eeenak banget!"

Raka menatap Dinda tanpa merespon, namun binar yang terpancar dari balik lensa kaca mata gadis itu membuat sudut bibirnya melengkungkan senyum.

"Bumbunya pekat, dagingnya fresh dan antrinya bukan main. Kalau mau kebagian, harus datang sebelum restorannya buka. Tapi ya, Ka. Worth it banget deh rasanya. Kamu harus coba!" Kepala Dinda kini dipenuhi dengan piring-piring berisi udang, cumi dan ikan bakar yang membuatnya seketika menelan ludah. "Ah, aku jadi lapar juga. Kamu mau ke sana, Ka?"

"Hm, boleh." Raka menjawab singkat dan segera mengeluarkan mobil dari area parkir. "Tunjukin aja jalannya."

"Oke." Senyum Dinda merekah sempurna. Tidak ada yang lebih menggembirakan hati dan perut selain makan enak.

"Tapi lo bisa baca maps kan, Dind?" Raka sekilas melirik ke arah Dinda yang merengut tanpa suara. "Yah, untung aja mobil ini bisa ngeluarin suara maps-nya sendiri."

"Aku nggak sebodoh itu, ya!"

Raka seketika tertawa. Entah sejak kapan ia merasa senang saat Dinda mulai berani untuk membantahnya, terutama saat mereka hanya berdua.

>>>---<<<

"Seafood mix satu, nasi putih satu, nasi goreng satu, es teh manis dua. Sudah semua pesanannya. Selamat menikmati." Pelayan segera mengambil alih nampan sebelum menjauhi meja Raka dan Dinda.

"Terima kasih, Mbak." Raka mengaduk es teh, namun gerakan tangannya terhenti melihat Dinda yang memejamkan mata sambil mengayunkan tangan agar asap seafood masuk ke indra penciumannya.

"Aroma surga..."

Raka menahan tawa dengan menutup bibirnya menggunakan satu tangan. "Lo yakin bisa habisin itu semua?"

Dinda membuka mata dan menatap Raka. "Yang suka makan bukan cuma aku, ya. Jangan ngomong seolah-olah aku rakus dong, Ka."

Raka mengangguk pelan, sejak awal ia memang tidak begitu ingin makan. Pria itu hanya ingin mengulur kebersamaan mereka hari ini. Sangat langka ia dan Dinda bisa menghabiskan waktu berdua, tanpa ada orang kantor di antara mereka.

"Wah, kita dapat kepiting telur! Nih, Ka. Kamu mesti coba. Antrian di sini itu beralasan." Dinda menaruh separuh kepiting yang telah dibelah ke atas piring nasi goreng Raka.

Tanpa banyak bicara, Dinda menikmati santapannya. Begitu pula Raka yang juga makan, dengan mata yang tidak terlepas sedetik pun dari gadis berkacamata yang duduk di depannya.

Aneh. Dia sama sekali nggak spesial. Tapi kenapa... bareng dia terasa menyenangkan?

"Kamu kenapa nggak ambil udang sama cuminya, Ka? Ini juga enak lho." Lagi-lagi Dinda menaruh makanan di piring Raka. "Tumben kamu nggak selahap biasanya. Kamu nggak suka?"

Raka menggeleng pelan dan mengembalikan udang serta cumi itu ke piring nasi putih Dinda. "Gue lebih suka kepiting, lo abisin aja."

"Yah, kalau tau gitu. Tadi aku pesan kepiting aja. Maaf ya, Ka. Aku nggak tahu." Raut bahagia Dinda seketika berubah suram. "Padahal ini pertama kalinya aku punya teman makan seafood lagi."

"Pertama kali? Seingat gue lo pernah bilang kalau di rumah lo sering makan bareng."

Dinda mengupas kulit kerang dengan senyum masam. "Kakak dan adikku alergi. Mereka pernah masuk rumah sakit bareng sehabis keluarga kami makan di restoran ini. Sejak saat itu, aku selalu ke sini sendiri dan kami jadi lebih sering makan di rumah daripada di luar."

Raka termenung mendengar satu lagi fakta Dinda yang baru ia ketahui.

"Makan sendiri bukan masalah sih buatku. Pakdenya juga baik, dia ingat aku Dinda Si Anak Kebal dan selalu kasih diskon tiap ke sini." Dinda mengunyah kerangnya dengan senyum, meski matanya berkata lain.

Gadis itu kini mengalihkan tatapannya ke sepiring besar seafood mix di atas meja. Makanan yang membuatnya selalu merasa kembali ke masa lalu, saat-saat ketika Dinda mulai merasa berbeda dari dua saudaranya. Awal mula dari kesepian yang perlahan ia jadikan teman.

"Ajak gue."

"Hm?" Dinda mendongak.

"Kapan pun lo mau makan ke sini, ajak gue."

Dinda membisu. Tatapan Raka terlihat sama. Namun sorotnya yang terasa sedikit berbeda membuat sesuatu yang hangat mengalir ke dalam perasaan Dinda.

"Gue memang alergi udang dan cumi, tapi gue masih bisa nemenin lo makan, Dind."

"Alergi?!" Dinda hendak panik, namun Si Pemilik Alergi dengan santai meminum es tehnya seolah itu bukan masalah penting.

"Next time pesan ikan bakar, ya. Aroma kulit yang dibakar arang dan dicocol sambal pasti enak banget, apalagi kalau ikannya nggak bau tanah." Raka mengalihkan tatapannya ke meja sebelah. Namun Dinda belum mengalihkan matanya sedetik pun dari wajah pria itu.

Kenapa... kenapa justru kamu yang sepeduli ini sama aku?

Tak lama, Raka kembali menatap Dinda sambil menyuap sesendok nasi goreng ke mulutnya. "Gue tau penjual nasi goreng enak banget. Gue ajak lo ke sana lain kali."

Dinda mengangguk pelan, ia masih berusaha untuk menampik sesuatu yang nyaris saja membuatnya... salah paham.

Pada dasarnya, mereka hanya dua manusia yang didekatkan oleh makanan. Setidaknya, itu yang Dinda yakini.

🦕🦕🦕

Hellow everyone~

Terima kasih buat yang setia menunggu RADIN alias Raka Dinda.

Oiya, ponakan online kita di next chapter ya. Tebak hayo cewek atau cowok~

Buat yang bingung dengan alur kisah RADIN, baca Married a Stranger di Memories ya. Info lengkapnya ada di instagram: nnisation

Yak, see you next part!

--14 Agustus 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro