Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2

'Jangan datang untuk pergi. Jangan membuatku bahagia lalu menyakiti. Karena jatuh cinta tidak sebercanda itu.'

Sepasang suami istri duduk dengan santainya di meja makan. Menunggu kedua anak mereka, beserta kedua calon menantu mereka untuk turun dan sarapan bersama. Tuan dan Nyonya Hanamiya tersebut merasa sangat gembira sebab mereka mendapat menantu sesuai yang mereka idam-idamkan.

Seorang Dokter dan seorang wanita lembut untuk mengurus rumah tangga. Sudah sejak lama pasangan paruh baya itu menginginkan anak dengan profesi seorang Dokter. Sayangnya, anak pertama mereka terlalu membangkang, anak itu bersikeras bahwa dirinya akan menjadi aktor, yang mana telah terwujud saat ini. Sedangkan anak kedua mereka telah mengambil alih perusahaan Hanamiya Corporation.

Seorang gadis muda berparas cantik turun dari salah satu kamar dilantai dua. Baru kemarin gadis itu pindah untuk tinggal disini. Membiasakan diri hidup bersama keluarga barunya.

Kedua orang tua gadis itu telah meninggal pada sebuah kecelakaan yang telah disabotase oleh pihak tak bertanggung jawab. Hampir saja nyawanya melayang, kalau saja saat itu tidak ada seorang pria yang menolongnya.

Gadis itu memasang senyum manis palsu miliknya. Dan sayangnya, Tuan dan Nyonya Hanamiya terlalu dibutakan akan rasa sayang dan bangga mereka pada gadis bernama [Last name] [Name] untuk mengetahui kebusukan dan intensitas aslinya.

Gadis itu mengucapkan salam selamat pagi yang dibalas dengan senyuman tulus Tuan dan Nyonya besar dirumah bak istana itu. Mereka memulai basa-basi sembari menunggu ke tiga manusia lainnya untuk bergabung di meja makan.

Seorang pria dengan setelan kantoran khas CEO muda memasuki ruang makan. Pria itu memiliki rambut hitam yang klimis dengan warna mata emas kekuningan. Pria dengan setelan rapi itu menyapa kedua orang tuanya. Mata [Name] tak henti-hentinya memandang pria yang baru hadir tersebut sembari memuja betapa beruntung dia dapat melihat makhluk setampan itu.

Seorang gadis dengan surai pink yang panjang membuntuti di belakang pria bernama Hanamiya Masato, adalah Momoi Satsuki. Gadis itu tersenyum lembut dan pemuh kesopanan pada Tuan dan Nyonya Hanamiya.

Tak berselang berapa lama, Hanamiya Makoto turun. Pria itu stylist dan fashionable seperti biasa. Mengingat pekerjaannya yang menjadi seorang aktor, pria itu dituntut untuk selalu up to date.

Tuan dan Nyonya Hanamiya duduk di ujung-ujung meja. Hanamiya Makoto duduk di samping [Name]. Sedangkan Hanamiya Masato duduk di samping Momoi Satsuki. Hanamiya Masato berhadapan dengan Hanamiya Makoto seiring Momoi berhadapan dengan [Name].

Apakah kalian bingung? Siapa yang menjadi tunangan siapa? Bagaimana bisa menjadi seperti ini? Baiklah. Bila dilihat mundur, kejadian ini bermula pada saat itu.

Saat Hanamiya Makoto berciuman dengan [Name], Tuan dan Nyonya Hanamiya memergoki mereka. Tentunya, untuk menghindari perdebatan yang tak perlu, dengan santainya Hanamiya mengaku bahwa [Name] adalah kekasihnya yang selama ini ia rahasiakan dari semua orang dan dia berencana menikahi [Name] dalam waktu dekat.

Tuan dan Nyonya Hanamiya tak bertanya lebih lanjut, Makoto tahu itu. Mereka pasti akan terlalu gembira mengetahui [Name] yang berprofesi sebagai seorang dokter akan menjadi calon menantu mereka.

Tentu saja tindakan tersebut mendapatkan reaksi protes dari [Name]. Namun, melihat wajah Hanamiya dan mendengar janji pria itu bahwa hubungan palsu mereka hanya untuk sementara, [Name] hanya mengikuti alur.

Meski [Name] merasa bahwa semua hal tentang pacaran dan pernikahan itu terlalu berlebihan, dia masih mengikuti rencana Hanamiya. Oh, kalian pasti terheran-heran kenapa dia mau menerima, bukan?

Hal itu terjadi karena pada saat dia menginjakkan kaki di rumah itu, dia mengetahui suatu fakta. Bahwa Hanamiya Masato, seorang yang berpengaruh besar dalam kehidupannya, ternyata adalah anak kedua dalam keluarga tersebut.

[Name] masih ingat kejadian dua tahun lalu. Pada saat dia menaiki mobil The New Cayenne S Platinum Edition. Mobil yang lebih sporty dan jelas lebih baik dari mobil-mobil The Cayenne yang sebelumnya. Dengan tenaga 390 kW, mobil ini mampu mencapai kecepatan 100 km/jam hanya dalam kurun waktu 5,5 detik dan memiliki kecepatan maksimum 259 km/jam.

Tampilan luar mobil ini juga lebih mewah dengan lampu depan Bi-xenon Porsche dynamic light system, ban 21 inchi sport edition dengan balutan velg satin platinum dan privacy glacing. Mobil yang dibandrol dengan harga 1,1 miliar ini memang sangat cocok untuk keluarga.

Keluarga [Last name] berencana untuk pergi berlibur di pulau pribadi mereka. Tanpa pengawalan, kali ini, karena mereka ingin pergi layaknya keluarga biasa. [Name], dengan sangat keberatan, menyetujui rencana berlibur mereka. Gadis itu setuju, setelah Ayahnya berkata mereka akan membiarkan [Name] bebas melakukan apapun tanpa kekangan apapun selama enam bulan. Dan itu tawaran yang terlalu menggiurkan.

Pada saat mobil itu melewati kawasan dekat jurang yang mengarah ke laut serta tebing-tebing curam dengan warna hijau dan cokelat mendominasi, sebuah truk besar melaju dengan cepat ke arah mereka.

Entah bagaimana bisa, rem mobil tiba-tiba macet. Tuan [Last name] kehilangan kendali atas alat transportasi baja itu, mobil mereka berakhir masuk ke jurang dan terpeleset menuju lautan dalam.

[Name] dengan sekuat tenaga mencoba melepaskan diri dari sabuk pengaman. Dia harus mencapai kursi pengemudi untuk dapat membuka jendela. Kedua orang tuanya langsung tak bernyawa pada saat itu juga. Gadis itu kesulitan mencari celah diantara jasad kedua orang kesayangannya.

Pada saat dimana dia bisa bebas, sialnya perutnya terasa kram. Kakinya tak bisa digerakkan. Pada saat dimana dia mulai kehilangan harapan. Karena berdasarkan pada perhitungan otak cerdiknya, dia tidak akan bisa selamat. Sebuah suara benda besar yang jatuh terdengar di telinganya. Pandangannya sudah nanar.

Yang dapat ia lihat hanyalah bayangan kabur seorang pria berambut hitam dengan tubuh kekar dan tinggi, berenang ke arahnya. Pria itu mendekatinya. Pada saat itu, dia sudah hampir kehilangan kesadaran. Paru-parunya penuh dengan air, sedangkan setiap sel dalam tubuhnya membutuhkan oksigen.

Pria itu merengkuhnya. Tanpa ragu, pria itu menciumnya. Menyalurkan udara lewat mulutnya. [Name] sudah dalam keadaan tak sadar saat hal tersebut terjadi. Pria itu menatap ulang pada [Name]. Dia mencium [Name] beberapa kali lagi. Bukan karena kekurangan oksigen, namun, karena dia merasa [Name] sangat cantik, dan akan sangat disesalinya kalau dia langsung menyelamatkan gadis itu begitu saja. Maka, dicurilah beberapa ciuman dari bibir manis sang gadis.

Merasa puas, pria itu menyeringai sebelum mengangkat tubuh gadis itu. Menyeretnya untuk berenang bersama ke permukaan.

Gadis itu setengah sadar saat pria tadi menggendongnya menuju sebuah mobil. Dia mendengar seseorang meneriakan nama 'Hanamiya Masato'. Dan dari situlah, dia mengetahui bahwa Hanamiya Masato adalah seorang pahlawan yang telah menyelamatkan hidupnya. Hatinya lalu memilih jatuh pada seorang pria bernama Hanamiya Masato tersebut.

Karena itulah, [Name] menyetujui hubungan palsunya dengan Hanamiya Makoto.

Sedangkan Hanamiya Masato dan Momoi Satsuki memiliki kisah tersendiri. Mereka berdua kedapatan dalam posisi yang tak pantas saat itu.

Sudah merupakan rahasia umum bahwa Hanamiya Masato memiliki rasa khusus pada sekretarisnya, Momoi Satsuki.

Dan saat itu, salah seorang Ketua Divisi mendapati Hanamiya berada di atas Momoi. Dan perlu digaris bawahi, pria itu telah melonggarkan dasi dan melepas jasnya. Momoi sendiri dalam keadaan beberapa kancing kemeja bagian atasnya terbuka.

Entah apa yang terjadi. Namun, sebagai lelaki yang baik dan bertanggung jawab, Masato menghilangkan rumor tak sedap tentang mereka dengan berita bahwa mereka telah bertunangan.

Momoi yang adalah seorang yatim piatu, tak bisa menolak. Sudah sejak dulu gadis itu memimpikan untuk tinggal di rumah dengan keluarga yang lengkap sebagai putri kebanggan mereka.

Gadis itu menyetujuinya. Melihat Hanamiya Masato sendiri bukanlah calon suami yang buruk. Keluarga barunya juga sangat hangat kepadanya. Gadis itu tidak protes sama sekali. Dia merasa akan sangat jahat jika dia menolak Masato. Karena kedua orang tua pria itu terlihat bahagia memiliknya sebagai calon menantu.

Begitulah, mereka bisa berada di atas atap yang sama. Dalam kisah cinta yang berputar penuh nelangsa. Mereka mengejar yang tak seharusnya dikejar. Mereka memilih untuk berjuang, padahal ada sebuah celah untuk mereka merasa bahagia.

"Bagaimana tidurmu, [Name]?" Tanya Nyonya Hanamiya.

"Sangat baik, Ibu." Mereka bercakap-cakap seolah mereka sudah mengenal sejak lama. 'Kau pandai bersilat lidah.' Batin Makoto yang hanya menyaksikan kedekatan Ibunya dengan wanita yang berstatus sebagai tunangannya.

"Kenapa kau tidak makan banyak, [Name]?" Ujar Nyonya Hanamiya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Tentu sebagai figur Ibu yang baik, Nyonya Hanamiya akan menanyakan hal tersebut karena porsi makan [Name] yang terbilang sangat sedikit.

"Tidak, Ibu. Aku sedang diet. Aku tidak ingin terlihat gemuk pada hari pernikahanku." Kata-kata dan panggilan itu meluncur dengan mudahnya dari lidah tajam [Name]. Meski beralasan seperti itu, gadis itu dalam hati mengumpat karena dia tidak menyukai menu sarapannya. Dia terbiasa sarapan roti gandum dengan selai kacang. Bukan nasi dan makanan Asia semacam ini.

Nyonya Hanamiya hanya menatap dengan penuh perhatian. Momoi melirik sekilas pada kata-kata manis namun busuk milik [Name]. Dia benci dengan fakta bahwa gadis itu bisa saja jadi alasan atas ketidakbahagiaan keluarganya nanti.

Makoto beranjak pergi dari kursinya yang membuat sekeluarga itu berhenti makan. Sang Ayah hanya menatap acuh. Pria paruh baya itu tidak pernah suka dengan sikap Makoto yang tidak bertanggung jawab dan tidak penurut.

"Kenapa tak kau habiskan makananmu itu, Makoto?" Sebuah pertanyaan terlontar dari bibir Sang Ibu. Makoto hanya menatap malas.

"Aku juga diet. Aku tidak ingin terlihat gemuk pada hari pernikahanku." Ujar lelaki itu dengan nada menyindir. Tentunya hal itu menyalakan emosi [Name] yang tadinya membaik saat melihat pujaan hatinya ada di hadapannya.

******

"Kak, bolehkah kita pergi bersama?"

"Sejak kapan kau dan aku menjadi kita?"

Dengan dingin, Masato mengabaikan bujukan [Name] untuk berangkat bersama. Demi Tuhan! Arah tempat kerja mereka saja berbeda. Apa tiba-tiba gadis itu menjadi bodoh bila dihadapkan dengan Masato?

"Sejak aku bilang itu barusan." Jawab [Name] dengan entengnya.

"Benarkah?" [Name] langsung mengangguk penuh semangat pada pertanyaan Masato. Masih dengan senyuman manis di bibirnya. Sesungguhnya, senyuman itu menyebalkan baginya. Pipinya jadi sakit harus tersenyum sepanjang hari.

"Dan aku tidak peduli."

"Kau tidak bisa selamanya mengabaikanku, Kak." Masato mulai jengah dengan panggilan 'Kakak' yang gadis itu sematkan dalam namanya.

"Bukan aku tidak bisa menerimamu, hanya saja aku tidak ingin melakukannya."

"Bisa atau tidak, aku pasti akan bisa memilikimu."

"Mungkin kau bisa memiliki tubuhku, tapi tidak dengan hatiku."

Final pria itu sebelum berjalan meninggalkan [Name] yang menatapnya dengan pandangan yang sukar untuk diartikan. Gadis itu menghembuskan nafas pelan laku mengepalkan tangannya.

"Kau akan menyukaiku. Tidak ada yang tidak menyukaiku." Gumam [Name] pada dirinya sendiri. Tak diketahui oleh gadis itu, ternyata telah ada manusia lain yang mendengarkan percakapan mereka sedari tadi.

"Dia akan menyukaimu jika kau bermain bersih, Dokter [Last name] [Name]."

Astaga! Itu suara si makhluk merah jambu. [Name] lantas berbalik sambil memasang senyum manis palsu andalannya. Mempertahankan topeng memuakkan itu di depan sang gadis bermarga Momoi yang akan diperistri oleh pujaan hatinya. Singkatnya, gadis itu adalah rivalnya dalam mendapatkan hati Masato.

"Aku tidak mengerti. Bisa kau jelaskan maksud perkataanmu?" Ujar [Name] berpura-pura dungu dengan situasi mereka saat ini. Momoi terkekeh kecil yang terdengar licik.

"Lepaskan topengmu. Tidak perlu berpura-pura 'manis' dihadapanku." [Name] sempat terkaget dengan balasan itu. Apakah Momoi secara terang-terangan mengajaknya berperang? Atau gadis maniak merah jambu itu mencoba mengintimidasinya dengan tatapan sialan itu?

"Topeng bisa menyelamatkan dan bahkan memberikanku kemenangan, Nyonya Hanamiya." Ujar [Name] dengan sengit. Menekankan nada pada kata 'Nyonya Hanamiya'.

"Tidak selama aku ada dirumah ini."

"Dan aku berencana mengusirmu dari rumah ini."

"Rencanamu tidak akan berhasil. Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh keluargaku." Terang Momoi. Susunan bahasa yang justru membuat [Name] terkekeh mengejek ke arahnya.

"Keluargamu? Siapa keluargamu?" [Name] bertanya dengan tajam. Menatap Momoi dengan sengit.

"Keluarga Hanamiya, tentu saja."

"Oh, benarkah?" Ejek [Name]. Gadis itu berjalan pelan menggelilingi Momoi sebelum akhirnya berhenti tepat di hadapan gadis itu. Dokter muda itu memangkas jarak diantara mereka.

"Kau beruntung aku tidak tertarik pada keluargamu." Ujar [Name] dengan seringai licik menghiasi wajah cantik bak malaikatnya. Sayang, hati gadis itu bukanlah malaikat, melainkan iblis. Dia seperti iblis yang terkunci di dalam tubuh malaikat.

"Lalu, apa yang kau targetkan?"

"Aku hanya peduli pada Masato. Tidak pada siapapun selain dia."

"Dapatkan dia dengan cara yang benar, maka aku tidak akan ikut campur."

"Kenapa masalah akan dirinya begitu penting untukmu? Dan mengapa kau harus ikut campur jika aku mendapatkannya dengan cara yang tidak benar?"

"Kau menyakitinya adalah kata lain dari kau menyakiti keluargaku."

"Benarkah? Semoga hanya itu." Ujar [Name] masih dengan tatapan yang sama. Matanya kembali menatap curiga ke arah Momoi. Didekatinya gadis yang sedikit lebih pendek darinya itu.

"Kau tidak mengusikku maka aku tidak mengusik keluarga Hanamiyamu. Paham!" Bisik [Name] dan langsung pergi begitu saja, berjalan yang sengaja dia buat anggun dan gemulai meski dengan sorot mata yang tajam dan angkuh.

'Mengapa urusan Masato menjadi penting untukmu?' Batin [Name]. Bertambah satu hal yang harus dia cari kebenarannya.

******

"Kau terlihat berkali-kali lipat lebih menakutkan saat menggunakan topeng malaikatmu."

[Name] hampir mengumpat saat lagi dan lagi dirinya dikejutkan dengan kehadiran orang-orang yang tidak dia harapkan. Pria dengan pakaian stylist itu menghambat langkahnya dengan bersender sombong pada mobilnya.

"Kenapa kau dan semua orang di keluarga ini memiliki hobi yang sama, yaitu mengganguku?" Ucap [Name] penuh kekesalan setelah melempar begitu saja tas mahal miliknya ke dalam mobil.

Oh, apakah itu kata lain jika kau telah mengakui Momoi sebagai bagian dari keluarga ini? Lagipula, itu tidak terlalu berpengaruh baginya. Well, dia membenci seluruh keluarga itu. Kecuali Masato, tentunya.

"Kau lupa jika keluarga akan semakin mirip saat bersama?"

"Pantas saja. Kau sama menyebalkannya dengan keluargamu." Ujar [Name], sepenuhnya mengabaikan pria itu sembari mencoba mendorong pelan tubuh gagah itu untuk menyingkir dari mobilnya.

Garis bawahi kata mencoba.

"Minggir."

"Tidak mau."

[Name] menghela nafas keras atas jawaban sialan dari pria brengsek di hadapannya. Ditutupnya dengan bantingan keras pintu mobil itu.

"Aku tidak pernah mencari masalah denganmu."

"Tapi kau mencari masalah dengan keluargaku."

Pengakuan yang sangat jenius, Tuan Hanamiya Makoto! Sejak kapan keluarga adalah prioritas utamamu? Saat kau menyatakan bahwa kau tidak lagi mempedulikan mereka sebagaimana mereka tidak lagi menganggapmu ada.

"Oh, jadi kau sedang berperan menjadi putra yang baik hati disini?"

"Anggap saja begitu." Jawab Makoto acuh.

"Keluarga yang membosankan."

"Aku suka sesuatu yang membosankan." [Name] menghembuskan nafas kasar atas kelihaian pria itu bersilat lidah dengannya. Aktor sialan itu pasti sudah biasa berkata-kata melalui film yang diperankannya.

[Name] pada akhirnya kembali membanting keras pintu mobil. Mendekat pada Makoto dengan wajah yang sama. Arogan, angkuh dan menantang.

"Apa yang kau inginkan?"

"Jangan mendekati Masato." [Name] langsung tertawa atas permintaan tolol itu. Tentu saja dia tidak akan mau.

"Kau! Ada masalah dengan otakmu." [Name] seratus persen berhak menyatakan hal tersebut setelah beberapa hari yang lalu, gadis itu membedah otak Makoto.

"Kau yang ada masalah dengan obsesimu."

"Kenapa itu menjadi urusanmu?"

"Karena kau akan menikah denganku."

"Aku tak yakin hanya itu alasanmu."

"Termasuk Momoi dan Masato." [Name] kembalu tertawa jengkel. Menatap Makoto dengan tangan yang terlipat di dada. Oh, lihat saja. Siapapun pasien operasinya hari ini, gadis itu akan membunuhnya. Tidak akan ada hukum yang menjerat bila itu berada dalam lingkup meja operasi, bukan?

"Apa yang terjadi antara wanita yang kau sukai dengan lelaki yang kusukai?"

"Bukan urusanmu."

"Oh, apakah kau merasa bersalah? Benarkah nada penyesalan yang kudengar barusan?"

"Kau ingin aku menjawabnya atau tidak?"

"Tidak penting juga untukku."

"Maka, lakukan perintahku." Makoto melangkah angkuh ke hadapan [Name]. Melepas kacamata hitamnya, dan menatap [Name] dengan kedengkian yang sama.

"Mungkin semua ini tidak menjadi buruk jika kau tidak memasuki keluarga ini." Astaga! Sudah lupakah kau siapa yang memasukkannya? Kau salah kalau berpikir gadis itu hanya akan diam dan melakukannya sesuai rencanamu saat jelas-jelas ada pria yang disukainya disana, Tuan Hanamiya.

Manusia menjadi terlalu bodoh jika dihadapkan dengan cinta.

"Aku tidak tertarik pada keluargamu."

"Dan aku juga tidak tertarik padamu." Makoto terus membalas [Name] dengan kesinisan yang sama.

"Aku tidak suka kau masuk dalam keluargaku. Jadi, pikirkan saja apa yang bisa kuperbuat untuk menjauhkanmu dari mereka. Termasuk Masato."

"Kau pikir aku akan mengatakan 'aku takut, biarkan aku pergi' begitu?" Ujar [Name] dengan ejekan dan penekanan di setiap katanya. Gadis itu terkekeh pelan sebelum menunjuk bahu pria itu dan mendorong tubuh pria itu pelan menggunakan jari telunjuknya.

"Jangan bercanda, Tuan Hanamiya!" Tambah [Name].

"Kau mungkin perlu tahu jika aku seorang yang tidak akan mudah menerima jika perintahku diabaikan."

"Dan kau juga perlu tahu jika aku bukan seorang  yang mau diperintah." Mulut [Name] selalu pandai bermain kata-kata dengan Makoto. Saling sinis dan saling menantang.

"Akan kupastikan aku akan mengalahkan omong kosongmu. Aku akan menang dan menyingkirkanmu dari keluarga ini. Terutama dari kehidupan Masato."

"Baiklah. Aku juga ingin melihat bagaimana aku kalah dan bagaimana kau menang." Ejek [Name] sambil mengangguk pelan. Tersenyum sinis dan mendekati Makoto kembali.

"Suka atau tidak. Terima atau tidak. Aku pasti akan menikah dengannya. Aku akan memastikan mengucapkan sumpah pernikahan dan menggunakan cincin yang sama dengan Masato," gadis itu kemudian menyeringai. "Ada yang mungkin lebih hebat dari itu."

"Aku akan mencium bibirnya tepat di hadapanmu." Lanjut [Name]. Oh, betapa gadis itu suka jika dia menang dari orang lain. Makoto melakukan hal yang sama seperti yang gadis itu lakukan padanya. Menunjuk bahunya dan mendorongnya pelan dan kemudian mendekatinya.

"Aku sangat penasaran bagaimana kau mencium bibirnya tepat di hadapanku." Bisiknya sembari menyeringai pada [Name] sebagai tanda jika dirinya menerima tantangan [Name].

Pria itu berjalan arogan setelah disepaknya dengan sangat keras ban mobil [Name]. Seorang pria licik sepertinya berhasil membuat gadis angkuh macam [Name] terdiam dan mengepalkan tangan keras atas kemarahan dan ketidakterimaan yang meletup-letup di hatinya.

To Be Continue

Visualisasi Hanamiya Masato

Visualisasi Momoi Satsuki

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro