Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 1

Suara ketukan high heels yang beradu dengan lantai putih terdengar seiring langkah kaki. Orang dalam balutan jas putih tersebut berjalan cepat menuju salah satu dari sekian banyak kamar disana. Dia menghampiri salah satu pasien di ranjang pesakitan.

Suster-suster yang berada di sana memberi jalan dan menjelaskan sekilas diagnosis mereka. Memberikan dokumen berisi riwayat kesehatan sang pasien yang kini tergeletak lemah di ranjang pesakitan.

Dokter berpendidikan tinggi itu membaca sekilas, sebelum mengalihkan pandangan dari berderet-deret tulisan rapi komputer menuju wajah pucat, bersimbah darah pasien itu.

Pasien berjenis kelamin laki-laki, yang diidentifikasi terlibat perkelahian hebat dengan sekelompok grup mafia itu berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Terdapat luka disekujur tubuhnya, serta beberapa tempat yang berlubang, tertanam oleh peluru.

Hanya dengan melihat kondisinya, sang dokter dengan mudah menyimpulkan bahwa kecil kemungkinan pria itu untuk bisa selamat. Well, kalaupun selamat, masih ada beberapa kelumpuhan dan resiko lain yang harus ditanggung.

Dengan santainya, dokter itu melenggang pergi dari kamar rawat inap sang pasien VVIP. Perawat disana tidak terlalu terkejut, mereka sudah terbiasa dengan tingkah sang dokter muda mereka.

"Pria itu akan tamat." Begitulah ucap dokter tersebut. Dokter muda, yang diketahui bernama [Last name] [Your name] itu berjalan santai dengan dagu terangkat tinggi, dan kedua tangan ia sarungkan di saku jas putih kedokterannya.

Dia melenggang pergi saat melihat jarum jam sudah berada tepat pada pukul 17:00. Waktu dimana dirinya dapat pulang dan terbebas dari rumah sakit menyebalkan ini. Gadis itu tidak pernah mau menginjak rumah sakit bila sudah berada lebih dari waktu dimana dia diperbolehkan pulang.

"Tapi, dokter. Hanya Anda yang mampu menanganinya." Ujar salah seorang dokter padanya. Gadis itu menghentikan langkahnya tanpa menengok kebelakang.

"Aku sudah menggaransi janjiku. Sekarang saatnya rumah sakit sialan ini menggaransi janji-janjinya." Acuh sang dokter.

"Disaat-saat kritis seperti ini, hanya Anda yang mampu kami andalkan. Pria ini menggalami pendarahan hebat di otaknya." Ujar dokter tersebut, sekali lagi. Menggandai kekesalan [Name]. Dia sangat benci kalau harus tertahan di rumah sakit saat dia bisa bersantai di rumah, membaca kembali buku-buku ilmiahnya.

"Kenapa tidak kau buat dirimu sendiri berguna?" Skak gadis itu. Kata-katanya mengarah pada, kenapa sang dokter tidak melakukannya sendiri? Dokter itu tentu harusnya bisa menangani kasus tersebut.

Sayangnya, Dokter [Last Name], tidak semua orang sepandai dirimu.

Menunggu diluar ruangan tersebut adalah beberapa orang pria dengan setelan jas hitam. Beberapa dari mereka sepertinya juga membutuhkan perawatan medis. Salah seorang pria dengan tubuh tinggi, rambut perak, dan mata biru laut yang indah.

Pria itu maju dan memegang tangan [Name] untuk mencegahnya melangkah lebih jauh. Dokter muda tersebut langsung berwajah makin masam. Dihentikannya langkah, memutar balik tubuh untuk melihat siapa yang berani menghentikannya. Gadis itu menatap balik dengan kedongkolan pada tatapan keheranan milik pria asing, yang besar kemungkinan adalah sahabat dari pasien yang—seharusnya—ditanganinya.

"Kau belum mengobatinya." Ujar pria tersebut. [Name] menghempaskan cengkraman pria itu dengan kasar. Ia melipat tangan didada sambil menatap dengan kedongkolan yang semakin mengganda seiring dia menghabiskan waktunya yang berharga di lorong tersebut.

"Pria itu sudah tamat." Ujarnya lagi dengan nada dingin disertai tatapan tajamnya. Suasana menegang diantara mereka.

"Tapi kau dokternya." Kekeh pria itu, yang semakin memancing amarah [Name]. Oh ayolah, dia memang seorang dokter muda yang cantik dan sangat pintar. Sayangnya, dia sangat angkuh, pemarah, dan hanya akan berbicara sesuai fakta.

"Lihat wajahku. Dan simpulkan." Sang dokter berujar. Pria di hadapannya menggeleng pelan.

"Aku tidak mengerti."

"Artinya aku tidak peduli." Skak dokter tersebut. Dia hampir berjalan lebih jauh saat tangan seseorang kembali menghentikan langkahnya. Dia menghembuskan nafas dengan kasar sebelum berbalik, bersiap untuk melemparkan sumpah serapah pada orang yang—lagi-lagi—menghalanginya.

"Sial-"

"Tolong aku." Mata dokter itu sempat membuka lebar beberapa saat sebelum dia berhasil menguasasi diri kembali.

Oh, keajaiban apakah ini? Pria sekarat yang tadi dia tolak untuk tangani, berdiri di hadapannya. Meski tidak bisa disebut sepenuhnya berdiri, karena pria itu nampak sedikit membungkuk menahan sakit.

Tangannya yang berdarah mencengkram kuat tangan [Name] yang terbalut oleh jas putihnya. Membuat warna putih bersih itu ternoda dengan warna merah pekat. Oh, dia harus membuang jasnya nanti. Ketahuilah, gadis itu sangat anti dengan segala hal yang tidak bersih.

"Kumohon tolong aku." Rintih pria itu lagi. Pria berambut perak dibelakangnya menahan tubuh sang pria yang hampir ambruk. Sebuah keajaiban pria itu bisa berdiri bahkan berbicara.

Derap langkah kaki yang lebih banyak menghampiri mereka. Para perawat dan beberapa dokter ahli ikut mendekati mereka. Gadis itu sekali lagi mengamati keadaan. Dia bahkan bergeming saat pria yang meminta tolong padanya tadi ambruk. Jatuh ditangkap oleh si surai perak.

"Carikan aku ikat rambut. Tidak lebih dari satu menit."

Hebat! Harusnya hal ini tercatat dalam sejarah. Dokter [Last name] [Name] yang diketahui tidak akan mau menginjakkan kaki bahkan sedetik lebih lama di rumah sakit saat sudah melampaui waktu kerjanya, mau untuk mengoperasi seorang pria yang hanya pernah bertukar kata sekali ini dengannya.

Dengan tergopoh-gopoh—dan tentu saja, terkejut—suster dan dokter disana menyiapkan ruangan operasi. Mereka dengan cepat memberikan ikat rambut pada [Name] sesuai perintahnya.

Pria bersurai pirak tadi memandang pungung [Name] yang kian mengecil seiring besarnya jarak diantara mereka. Pria itu tidak habis pikir, bagaimana bisa ada dokter seperti [Name]?

Kebanyakan dokter memiliki rasa simpati dan empati yang berlimpah pada sesama. Senang bersosialisasi dan tentu saja berperikemanusiaan. Namun, apa yang dilihat bahkan dialaminya barusan, sangatlah bertentangan dengan citra para dokter yang katanya bagaikan malaikat tersebut.

Pria bernama lengkap Alexander Damon itu merasa, dia tertarik pada paras cantik serta sifat jutek sang dokter muda itu.

Sementara itu, [Name] kembali membaca riwayat kesehatan pasiennya sambil menunggu pria itu selesai dibersihkan dari darah. Gadis itu dibuat heran sesaat ketika membaca ulang riwayat kesehatan pria itu. Jelas ada sesuatu yang mengganjal disana. Besar dugannya bahwa siapapun itu yang berkaitan dengan pria ini, telah memalsukan riwayat kesehatan pria bernama lengkap Hanamiya Makoto tersebut.

Tampan! Satu kata yang dideskripsikan [Name] saat melihat wajah pucat pasiennya tanpa darah mengotori kulit pucatnya.

Dengan sigap, gadis itu melakukan operasi yang dibantu oleh beberapa dokter dan suster setempat. Operasi berjalan dengan lancar, kecuali saat segelintir dokter dan suster tersebut dibuat keheranan dengan kondisi pria tersebut yang melenceng jauh dari yang tertulis di buku riwayat kesehatan yang diberikan oleh salah seorang pria berjas hitam.

Operasi yang berjalan selama kurang lebih enam jam itu memakan waktu, tenaga dan tentunya pikiran. Dokter dan suster yang lain tidak berani menolak saat [Name] bertitah bahwa pria itu hanya boleh dirawat olehnya. Tidak ada yang boleh mendekati atau memeriksa pria itu kalau bukan dirinya atau bukan atas seizinnya.

"Lalu Dokter, bagaimana dengan transplantasi ginjal untuk pria ini?" Ujar salah seorang Dokter.

"Transplantasinya akan dilakukan esok siang." Tegas [Name].

"Lalu, siapa yang akan mendonorkannya?" Tanya seorang Suster disana. [Name] mengumpat dalam hati saat menyadari waktunya kian terkikis saat orang-orang menyebalkan itu terus bertanya padanya.

"Aku donornya."

Dengan itu, Dokter [Last name] keluar dari ruang operasi. Melewati seorang pria yang sedari tadi masih setia berada disana. Pria yang sama yang menahannya tadi.

"Aku perlu melihatnya." Ujar pria itu langsung kepada intinya. Pegangan tangan Dokter itu ditangannya menjadi semiotika bahwa gadis itu mencegah Alexander untuk melangkah lebih jauh

"Tidak ada yang perlu kau lakukan selain kau menyingkir dari hadapanku." Balas [Name] dengan congkak.

"Aku perlu memastikan dia baik-baik saja."

"Dia baik-baik saja bahkan tanpa perlu kau lihat." Ujar [Name] lagi. Memangkas habis kesabaran lawan bicaranya.

Pria itu menghela nafas berat dan mengusap kasar wajah tampannya dengan ledua tangannya sebelum kembali menatap [Name] dengan raut frustasi yang kentara.

"Dengar, Dokter. Aku sedang terpukul. Seharusnya kau mencoba untuk berempati." Tak lagi menemukan cara untuk membuju dokter tersebut dengan sopan santun dan basa-basi, Alexander berkata dengan nada penuh sindiran.

Pada pernyataan dimana seharusnya [Name] bisa lebih sopan kepada kerabat pasien yang tengah terpukul akan sakitnya pria bernama Hanamiya itu. Dan, setidaknya dia bisa berpura-pura tersenyum dan berempati pada keadaan mereka. Bukannya bersikap sombong dan angkuh seperti ini.

Oh, asal kau tahu saja, Alexander. Dokter itu sejatinya memang seperti itu. Kau tidak bisa memintanya untuk berubah.

"Berempati? Itu kemanusiaan yang bodoh." Tukas sang dokter. Dia melenggang keluar, mengabaikan raut shock milik Alexander.

Gadis itu berjalan menuju parkiran mobil, dimana mobil LeFerrari merah miliknya terparkir dengan sangat baik. Mobilnya terlihat begitu mencolok diantara dereran mobil yang berada di parkiran khusus staff rumah sakit tersebut.

Mobil asal Eropa tersebut telah dilengkapi dengan mesin bertenaga besar, dan beragam teknologi canggih yang dibalut design body sporty. Dan itulah yang membuat harganya melambung sangat jauh.

LeFerrari merahnya berperforma luar biasa. Jantung pacu telah ditunjang oleh mesin V8 dengan kapasitas 6.3L yang setara dengan 6.262 cc. Mesin yang mampu menghasilkan power maksimum mencapai 936 hp dan tosi 899 nm. Dan kecepatan maksimum mampu mencapai 349 km/jam. Dan mampu berakselerasi dari 0-100 km/jam dalam waktu kurang dari 3 detik.

Mobil ini hanya dibuat 499 unit. Dialah salah satu pemiliknya diantara kurang lebih 7 miliar manusia penduduk bumi. Memiliki mobil LaFerrari merah edisi terbatas, tentu menjelaskan pada strata apa dirinya, dimana kelasnya, dan siapa statusnya.

Gadis itu membanting pintu mobil dengan keras. Tidak peduli jika bahan kekesalannya adalah sebuah mobil berharga 20,5 miliar dollar. Oh, apa pedulinya akan sebuah mobil saat dirinya mempunyai pundi-pundi uang yang tak pernah berhenti?

[Last name] [Name] adalah gadis berkebangsaan asli Korea Selatan. Gadis itu masih merupakan keturunan Kerajaan Joseon yang sangat masyur dan terkenal. Kakek-neneknya adalah orang terkaya pada zamannya. Tentu gadis itu selalu memiliki uang untuk kebutuhan hidup yang mewah dan berkelas.

Sayangnya, dia bukan tipe orang yang suka mempelajari politik dan budaya Kerajaan meski dia memahami beberapa diantaranya. Gadis itu lebih suka bereksperimen, menemukan yang belum ditemukan oleh Ilmuwan-ilmuwan ilmiah.

Gadis itu melaju dengan kecepatan standar menuju kelab malam Shibuya Womb. Tempat bergengsi dan berkelas yang tentunya setara dengan statusnya. Gadis itu sama sekali tidak keberatan merogoh kocek yang besar untuk bisa menyesap minuman beralkohol disana.

Dia bukanlah seorang gadis yang suci dan hanya menghabiskan waktu dirumah. Well, memang benar jika kesehariannya tidak bisa lepas dari buku. Tapi, gadis itu juga bukan makhluk munafik yang menolak kesenangan malam untuk mengobati kepenatannya.

*****

Selesai dengan operasi transplantasi ginjal miliknya ke pria bermarga Hanamiya itu, sang Dokter memutuskan untuk menjenguk pria tadi.

Gadis dengan setelan kemeja putih dan rok hitam bermerk itu dibuat heran dengan hadirnya dua orang pria bertubuh kekar, yang diduga kuat adalah bodyguard. Kedua orang itu menjaga kamar rawat inap pasien yang kemarin sekarat dan hampir tak tertolong.

Menjadi seorang pribadi yang acuh, cuek, dan masa bodoh, gadis itu melenggang masuk ke dalam kamar tersebut. Sepertinya kedua bodyguard tersebut sudah diinformasikan bahwa dialah yang akan menjadi dokter pribadi pria tersebut. Sehingga mereka tidak mencegahnya.

Gadis itu kemudian memeriksa detak jantung, dan lain sebagainya pada pria tersebut. Dia tengah mencatat saat sebuah deheman mengalihkan fokusnya. Dan percayalah, gadis itu tidak mudah untuk teralihkan fokusnya.

Dia hanya melirik lewat ekor matanya pada pria pemilik deheman tersebut. Bersikap tidak peduli adalah keahliannya. Bahkan saat dirinya sendiri saat itu dibuat cukup terkejut dengan keadaan dimana Hanamiya telah terbangun.

Gadis itu mendekat ke arah Hanamiya. Menghalangi cahaya lampu yang bersinar terang. [Last name] [Name] terlihat seperti bidadari yang turun dari surga. Setidaknya, itulah yang disimpulkan oleh otak Hanamiya.

Gerakan tak terduga dari pria itu tak membuat [Name] mengubah ekspresi ataupun memundurkan langkah. Pria itu mengelus pipi [Name] dengan lembut. Entah bagaimana, setitik air mata jatuh dari iris abu-abunya.

Dengan cepat, pria itu merengkuh sang gadis dalam ciuman penuh kerinduan. Seakan mereka pernah bertemu dan berbagi cinta sebelumnya. Dan hal tersebut sukses membuat mata [Name] melotot.

Sialnya, pintu terbuka pada saat paling buruk. Sepasang suami-istri berdiri di ambang pintu. Dibelakang mereka adalah Alexander.

Semua orang disana sangat terkejut dengan kejadian tersebut. Tak terkecuali Hanamiya sendiri.

To Be Continue

Visualisasi Alexander Damon


Visualisasi Hanamiya Makoto

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro