Alone
Tittle: Alone
Cast: Yoongi, Hoseok, Seokjin, Hera
pic ©greg panagiotoglou (Unspalsh)
WIP. 648 words.
.
.
.
Semuanya gelap. Yang bisa dirasakan gadis kecil itu hanya ketakutan yang membesar dari waktu ke waktu.
Jam.
Menit.
Detik.
Sendiri di tengah kegelapan. Berharap hari esok segera datang dengan sinar matahari yang menyapa lembut.
Tapi, rupanya malam akan lebih panjang. Ketakutan semakin jadi. Lapar dan haus menggerogoti kesadaran gadis itu dengan cepat. Rasa perih yang berawal dari perut mulai menjalar ke mana-mana hingga tidak ada lagi kekuatan untuk bertahan.
Dalam waktu yang sama, satu kalimat yang menyerupai permohonan melintas, terungkap seiring kesadarannya yang menipis, yaitu: Aku ingin mati.
***
Berapa hari sudah berlalu? Hera tidak tahu. Ia tidak bisa keluar rumah, anjing tetangga terlalu mengerikan untuknya. Gadis itu masih mengingat dengan jelas bagaimana tangannya mengeluarkan banyak darah sebab digigit.
Kenapa tidak ada yang pulang ke rumah? Di mana ayah, ibu dan kakaknya? Apa ia ditinggal? Apa ia dibuang?
Hera bertahan dengan air putih yang tersisa di dalam dispenser. Beruntunglah Hera sebab ia bukanlah tipe yang bisa minum berliter-liter air dalam sehari. Tiga gelas cukup untuknya mengisi perut. Makanan tak banyak yang tersisa di dalam kulkas dan sudah habis beberapa hari yang lalu.
Lampu tidak bisa dinyalakan semenjak kedatangan pria berseragam biru yang mengutak-atik kotak listrik yang ada di depan rumah. Hera hanya bisa mengintip, ia takut.
Sekilas ingatan saat ayah mengomel kepada ibu terlintas. Tumpukan kertas yang memiliki lambang yang sama pada kotak listrik dilempar begitu saja ke sembarang tempat.
“Aku sudah memberimu uang untuk membayar listrik. Kenapa mereka masih mengirim tagihan? Kemana uang yang sudah kuberikan? Kau pasti pakai untuk berbelanja, kan?”
“Aku ingin cerai.”
“Apa?”
“Aku sudah mengatakannya. Aku ingin bercerai!”
Suara adu cek-cok itu masih bisa terdengar hingga ke kamar Hera dengan jelas kendati sudah berusaha diredam.
Hera bangun dan melihat kakaknya berdiri untuk mengintip dari celah pintu.
“Ka ....”
Bocah lelaki itu menoleh— sedikit terkejut melihat adiknya masih terbangun. Ia meletakkan jari telunjuk di depan bibir; menyuruh adiknya untuk mengecilkan suara.
“Ayah dan Ibu bertengkar lagi?”
Sang kakak hanya menjawab dengan anggukan.
“Mereka akan berbaikan lagi, ‘kan?”
Pertanyaan kali ini tidak ada jawaban.
Dan, mungkin gadis cilik itu tidak akan pernah mendengar jawabannya sebab keesokan hari ia tidak menemukan siapa pun di rumah.
“Hera. Hera. Min Hera.” Suara itu membangunkan Hera yang tertidur di pojok ruangan dengan posisi memeluk lutut. Karena perutnya sakit, ia mengganjalnya dengan boneka domba bulat disana.
Pandangannya mengabur, tapi gadis kecil itu bisa melihat pria jangkung dengan pakaian hitam di depannya.
“Paman siapa? Kenapa bisa masuk ke dalam rumahku?” tanyanya lirih.
Pria itu berjongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan Hera. Wajahnya sendu dan ia tersenyum. “Paman datang untuk menjemputmu.”
“Ke tempat Ayah dan Ibu?”
Menggeleng, pria itu berkata dengan lembut, “Ke tempat yang jauh lebih menyenangkan, meski tanpa Ayah dan Ibu. Ayo.” Ia mengulurkan tangannya.
Dengan lemah, Hera menyambut tangan itu. Tangannya dingin, tapi gadis itu merasa ada aliran hangat yang memasuki tubuhnya.
Pria itu menggendong Hera keluar rumah.
Hera menatap lurus rumahnya. Ia senang karena akan keluar dari sana, tapi juga merasa sedih.
Ini tidak benar. Tidak seharusnya ia pergi keluar dari rumah. Bagaimana jika Ayah dan Ibu kembali dan mencarinya? Ia harus menjadi anak baik dan menunggu di dalam rumah sampai semua orang pulang.
“Paman, bisa turunkan aku.”
***
“Hei, ku dengar rumah itu tidak bisa dijual karena berhantu.”
Yoongi menatap malas rumah yang ditunjuk oleh Seokjin; rumah tua dengan pagar hitam berkarat, halamannya dipenuhi dengan ilalang setinggi pinggul orang dewasa, tembok rumah yang berwarna putih menjadi kuning dan berlumut. Mungkin benar bahwa rumah itu tidak bisa dijual, tapi dengan sebab lain tentunya. Bukan karena alasan konyol tentang hantu yang Seokjin bilang.
“Ya! Jangan menakutiku begitu, dong,” protes Hoseok.
“Makanya jangan berjalan dekat-dekat dengan rumah itu. Ku dengar hantunya sering memanggil orang-orang untuk dibawa masuk ke dalam rumah itu dan tidak pernah keluar,” jelas Seokjin sambil terkikik.
“Aah, Hyung!”
Yoongi hanya mendengus melihat kelakuan dua orang temannya. Konyol sekali, mana ada hantu.
Namun, tatkala mereka sudah separuh jalan melewati rumah tak berpenghuni itu, di tengah keriuhan suara Hoseok dan Seokjin yang saling beradu mulut, Yoongi mendengar suara lain; suara yang hampir ia lupakan.
Pemuda itu menoleh.
“Kakak!”
Fin
Caramel
06. 06. 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro