Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4

"A-ajax-senpai?" tuturku terbata-bata karena malu.

"Maka dari itu (y/n) ... " Ajax tiba-tiba menenggelamkan wajahnya di leherku. "Aku tidak bisa menjagamu jika kau tidak cerita apa pun padaku."

Sontak tubuhku diam mematung. Apa yang harus kukatakan pada momen seperti ini? Haruskah aku kabur lagi?

"S-senpai!" cicitku mendorong tubuhnya menjauh. Akan tetapi Ajax malah memelukku erat. Kalau begini, bagaimana aku bisa kabur?

Aku bisa mati kalau seperti ini terus! benakku menjerit ketika tubuh kami bersentuhan.

Dari posisi ini, aku bisa merasakan betapa besar tangan Ajax di punggungku. Apakah tangannya selalu sebesar ini? Rasanya aneh saja karena sejak kecil aku biasa berpegangan tangan dengan dia. Akan tetapi baru sekarang aku sadar seberapa cepat Ajax tumbuh menjadi lelaki.

Ajak kemudian menghela napas panjang-yang mana bisa kurasakan embusan hangatnya menggelitik leherku.

"Sebenarnya sudah lama aku ingin jujur padamu, (y/n)," bisik Ajax masih enggan melepaskan pelukannya.

"A-aku akan mendengarkanmu, Senpai. Tapi sebelum itu, mungkin kita bisa memisahkan diri dulu dari p-posisi ini," cicitku malu.

Bisa-bisa jantungku meledak! Aku belum mempersiapkan diri untuk ini!

"Tidak. Dengarkan dulu aku sampai selesai," ujar Ajax mengeratkan pelukannya.

Aku mengerjap terkejut ketika mendengar suaranya yang terkesan menuntut. Ajax belum pernah menggunakan intonasi semacam itu padaku sebelumnya. Akhirnya aku mengangguk pelan, "Baiklah. Aku akan mendengarkan sebaik mungkin," balasku serius-berusaha mengabaikan betapa dadaku diluapi rasa malu bercampur gugup.

"Sejujurnya, sudah lama aku ingin hubungan kita lebih dari sebatas kakak-adik dan seorang teman," tutur Ajax mulai berbicara.

"Tetapi kau selalu menghindar dariku. Aku tahu kau membenciku semenjak festival tanabata sewaktu SMP. Makanya aku berusaha mendekatimu lagi, karena yang kau lihat malam itu hanyalah kesalahpahaman.

"Aku tidak menyukai perempuan itu. Dan aku masih kesal karena kau lari meninggalkanku di sana. Kau tahu seberapa sedihnya aku ketika kau memperlakukanku seperti orang asing sejak hari itu?

"Tidak hanya kau mengabaikanku ketika kita berpapasan, kau bahkan tidak mau pulang bersamaku lagi. Aku tahu kau selalu mengelak upayaku memperbaiki jarak kita dengan 'urusan klub'. Itu tindakan yang sangat tidak keren," jelas Ajax melampiaskan perasaannya padaku.

Aku hendak mengelak ucapannya, akan tetapi Ajax lebih dulu menyela.

"Sebenarnya tidak hanya kau yang bertindak payah. Aku juga ... sangat payah," jujur Ajax terdengar sedih.

Pemuda itu melanjutkan, "Seharusnya aju jujur saja padamu tentang peraasaanku saat itu. Aku sudah menyukaimu dari lama. Tapi aku malah memilih memacari perempuan lain sebagai pelarian. Dan aku ingin kau tahu kalau semua itu kulakukan agar aku bisa melupakan perasaanku padamu.

"Benar. Aku seorang pengecut. Kau boleh tidak percaya terhadap ucapanku sekarang yang terkesan seperti beralasan-tapi itulah yang sesungguhnya aku rasakan. Aku juga sempat berpikir kau menjauhiku karena ... mungkin saja kehadiranku sama seperti cecunguh di keseharianmu.

"Lagipula kau pantas berkata begitu karena aku-aku memang sering membuat kesalahan."

Ajax menarik dirinya, dan menatapku lekat. "Sekarang aku sudah muak kabur dari perasaanku sendiri. Makanya ... (y/n) ... maukah kau berkencan dengan lelaki payah ini?"

Payah? benakku bingung. Apa yang selama ini Ajax pikirkan? Dia tidak sadar kalau justru akulah yang menghindar darinya.

"Kau boleh menamparku jika tidak mau. Aku akan menerimanya," balas Ajax lalu memejamkan mata erat-menunggu jawaban dariku.

"Senpai ... " panggilku lalu tertawa melihatnya berubah imut seperti ini dengan tambahan mahkota bunga di kepala pemuda itu.

Ajax masih tidak berani membuka mata. Tampaknya dia benar-benar sudah menyiapkan diri untuk aku tampar. Tetapi maaf, Ajax ... aku harus mengecewakanmu lagi kali ini.

"Aku juga ingin minta maaf," ujarku, namun Ajax masih memejamkan matanya. "

Aku berusaha menahan tawa sebelum meraih tangan Ajax untuk digenggam. "Sejujurnya aku juga seorang pengecut. Selama ini tidak hanya Senpai yang kabur dari perasaanmu yang sebenarnya."

Lawan bicaraku sontak membuka mata terkejut.

Aku mencoba memberanikan diri menatap lelaki itu, lalu bertutur, "Justru aku yang lebih dulu menjauhimu. Jujur saja aku tidak merasa percaya diri sejak kejadian festival tanabata itu. Kupikir aku mampu menyembunyikan perasaan ini dan melihatmu bahagia dari jauh. Tetapi ... pada akhirnya itu perasaan itu akan terus berkembang dan berujung menyakiti kita berdua."

"Tampaknya kita sama-sama orang yang tidak keren, ya? Selalu kabur dari masalah ini,"ujarku lagi lalu tertawa canggung.

"Alasan aku berhenti memanggilmu Ajax-oniichan adalah tidak lain karena aku ingin kau berhenti menganggapku sebagai seorang adik," kataku lalu menggenggam erat tangan Ajax.

Tiba-tiba saja Ajax membalas genggamanku jauh lebih erat, seakan menantikan ucapanku berikutnya.

Aku menarik napas dalam-dalam, kemudian memejamkan mataku sambil bertutur, "Aku juga menyukaimu Ajax-senpai. Kelakuan bodohmu, sifatmu yang menyebalkan, semua tentangmu-aku menyukainya.

"Aku selalu menahan ini karena aku merasa tidak pantas jadi pasangan Senpai. Tidak seperti gadis lain yang terlihat seperti model majalah, aku hanya perempuan biasa. Aku bahkan tidak bisa merias diriku ... dan selera pakaianku buruk. Maafkan aku selalu menyembunyikan ini darimu dan malah melukai perasaanmu karenanya," tuturku nyaris memekik.

"(y/n)," panggil Ajax, "buka matamu."

Aku menuruti perkataannya dan memberanikan diri bertatapan lagi dengan lelaki tersebut. Tidak pernah kusangka sedikit pun aku akan menyatakan perasaanku di sini. Aaah! Rasanya malu sekali! Aku harap bisa kabur dari sini dan masuk ke dalam lubang jadi tidak ada yang bisa melihat wajahku sekarang!I

Sekejap kemudian, bisa kurasakan jemari Ajax mengangkat daguku. Pandangan kami bertemu lagi. Waktu di sekitarku seakan terhenti ketika tanpa kusadari terhanyut dalam tatapan mata kebiruannya. Sangat dalam ... seperti lautan samudera. A-apakah ini momen-momen kami akan berciuman?

Aku sontak memejamkan mata ketika ujung hidung kami bersentuhan. Tangan Ajax kini menangkup pipiku. Bisa kurasakan sentuhan hangatnya di tengah embusan angin sejuk musim semi. Sedetik kemudian, bibir kami bertemu dalam ciuman manis.

Ajax-senpai ... kau sangat keren.

◆○◆○◆○◆

▶ THE END ◀

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro