κεφάλαιο 6
Triton yang menyadari apa yang dia ucapkan memutuskan bahwa kami tidak boleh keluar hari itu, tanpa memberitahu Erica duduk perkaranya. Triton benar-benar memegang prinsip yang dia miliki dengan kuat, bahwa tidak boleh ada orang luar yang tau. Pembahasan seperti ini harus dirahasiakan. Siapa yang tau kalau dengan menceritakannya kepada orang lain mereka justru berniat melakukan kejahatan atau justru jadi incaran para ilmuwan gila untuk dijadikan uji coba. Triton tidak mau mengambil risiko untuk mencelakai orang yang sama sekali tidak ada hubungannya.
Dengan begitu, kami menghabiskan waktu di dalam rumah saja, bahkan Triton memaksa untuk mengantar kami, lebih tepatnya mengantar Erica agar dia bisa berbicara denganku empat mata saja. Diam-diam dia sudah menceritakan bagaimana aku memiliki kemungkinan termasuk dari keluarga Lenore. Gilanya lagi, aku justru terpikir tentang kembaran Deo. Aku tidak tau ulang tahunku karena aku ditemukan di depan rumah Erica dan aku juga tidak memiliki penanda apa pun. Satu-satunya cara, kalau kata Triton, mencari orang yang bisa mengendalikan pikiran.
Triton sendiri bisa mengendalikan pikiran orang, menghapus memori dan bahkan memanipulasi ingatan orang-orang itu. Tapi mengembalikan ingatan seseorang jelas tidak ada di dalam kamusnya. Tentu ini membuatnya kembali dipukul oleh ibunya dengan berkata bahwa untuk pertama kalinya dia bisa berguna, justru dia sama sekali tidak berguna. Ucapannya itu berhasil membuatku tersenyum canggung, ini bukan sepenuhnya kesalahan Triton tapi dia seolah-olah menyalahkan anaknya itu. Sungguh, aku sudah tidak tau apa harus merasa kasihan atau tidak.
“Kenapa juga aku tidak boleh membicarakan ini dengan Icarus dan yang lain,” omelku ketika berjalan menuju kampus. Aku membuka ponselku yang semula berdering hanya untuk menemukan pesan Triton yang mengatakan kalau aku harus diam untuk urusan ini. Pesannya hanya membuat hariku terasa buruk.
“Apa yang tidak boleh kau ceritakan kepada kami?” Suara rendah Icarus yang tepat berada di telinga membuat tubuhku merinding begitu saja.
“K-kalian mengapa di sini?!” Aku membalikkan tubuh untuk tentu saja menemui Icarus dan juga Deo, untuk pertama kalinya melihat mereka pergi bersama, sedang memperhatikanku dengan mata terpicing. “Tidak ada yang perlu aku katakan sampai membuat kalian memberiku tatapan begitu.”
Icarus menegakkan tubuh dan melipat kedua tangannya di depan dada. “Apa aku harus mempercayaimu? Kau ... terlihat sungguh mencurigakan.” Deo yang masih mencondongkan tubuhnya ke arahku mengangguk semangat, menekankan ucapan kakaknya itu.
“Betul! Kau sungguh mencurigakan. Apa ada yang terjadi padamu?” Tau mereka tidak akan membiarkanku lolos dengan mudah, aku akhirnya merutuk pada diri sendiri dan meminta maaf kepada Triton di dalam hati. Lebih baik aku berbohong dengan semua ini.
“Aku sempat ... bertemu dengan Cheiodis lain.” Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, Deo sudah menggenggam kedua pundakku dan menggoyang-goyangkannya cukup kuat. “T-tolong lepaskan aku, ada hal yang harus aku jelaskan.”
Icarus menarik adiknya menjauh dariku sembari mengusap dahi tanda dia pusing, entah karena sikap adiknya yang berbanding terbalik dengannya atau karena aku yang memang masih segan untuk menceritakan segalanya kepada mereka. Meski begitu, Icarus memberikanku sebuah tatapan tajam, jelas dia ingin membuatku sadar kalau aku tidak bisa mengelak dari ini. Lagipula, aku juga tidak mau mencari gara-gara dengan seorang Icarus Alexios Lenore. Mendengar nama lengkapnya saja sudah berhasil membuatku kembali merinding.
Dengan tarikan napas panjang, aku sudah siap menjelaskan semuanya. Aku berkata bahwa ternyata tutor yang dulu mengajarku dan Erica juga seorang elementary. Anehnya, mereka tidak terlihat terkejut ketika aku berkata bertemu dengan Cheiodis lain dan bukan hanya sekedar elementary. Terlebih ketika aku berkata kalau salah satu kekuatannya adalah mind control. Dari penjelasan yang diberikan Icarus dan juga Deo dulu, seorang Cheiodis sejati bisa memiliki lebih dari satu jenis kekuatan yang berbeda, sedangkan elementary hanya akan bisa membawa satu kekuatan.
Icarus berkata kalau kekuatannya adalah terbang atau memunculkan sayap, dia mengucapkannya dengan wajah yang merona waktu itu, bahkan dia juga bisa mengontrol gravitasi. Seperti keluarga Lenore pada umumnya, Icarus dapat menyembuhkan dirinya sendiri, menyulitkan orang untuk mengalahkannya, sama seperti Deo. Kekuatannya yang lain adalah shapesifter, dia bisa berubah menjadi apapun yang dia inginkan, baik itu manusia lain atau hewan, bahkan benda.
“Jadi begitu. Berapa umurnya?” Icarus kembali bertanya, kami mengobrol sembari berjalan agar tidak terlambat ke kelas.
“Uhm, satu tahun lebih tua darimu, 22. Dia tidak kuliah karena sekolah privat, tipikal anak pewaris,” ujarku yang memandang ke jalanan. “Dia juga bisa mengendalikan dimensi, tidakkah itu keren?”
Deo yang terkejut atas ucapan dan tatapanku. Dia memberikanku sebuah senyuman canggung. “Ah ... haha, iya, dia sungguh keren.” Hanya dengan sekali lihat aku bisa menyadari kalau dia menatap ke arah Icarus seperti meminta pertolongannya. Tau dia seperti itu, aku langsung berbalik dan menggembungkan kedua pipiku, berjalan mendahului mereka semua.
“Tentu saja kalian tidak berpikiran seperti itu.”
Deo sepertinya menyadari perubahan perasaan yang aku alami sehingga dia langsung merangkulku dan memberi senyuman lebar. Dia merangkulku dengan begitu kuat sampai rasanya seluruh oksigen yang aku hirup terhenti begitu saja. Tangannya yang cukup kekar itu aku pukul beberapa kali agar dia mau berhenti, namun dia tidak kunjung melepaskannya dan justru semakin menguatkan pegangan. Meski tindakannya brutal, dia tertawa kecil dan memberikanku sebuah eye smile.
Dalam usahaku untuk melepaskan tangannya yang berat, aku merasakan kekuatan lain yang menarik tangan tersebut hingga menghilang. Aku mendongakkan kepala dan bertatapan dengan Icarus yang memiliki ekspresi datar di wajahnya, jelas sekali dia tidak menyukai tindakan Deo sekarang. Ekspresinya yang seperti itu hanya dibalas dengan cengiran lain oleh adiknya, membuat Icarus menghela napas panjang sembari menutupi wajahnya. Tangannya yang lain masih mengangkat tangan Deo.
“Kau itu benar-benar pembuat onar.”
Deo membulatkan matanya ketika mendengar itu. “Apa? Aku? Tapi kaulah yang selalu terlibat pertarungan! Bagaimana mungkin kau yang mengataiku sekarang, huh? Kau pikir kau siapa?”
“A-anu, Deo. Dia ini kakakmu,” potongku yang justru mendapat omelan.
“Lalu? Tidak setiap kakak tau yang terbaik, kan? Huh! Jelas-jelas dia pembuat onar, tapi justru melampiaskannya kepadaku! Ayo, Aurora, kau pergi bersamaku saja.”
***
Kelasku hari itu akhirnya dibatalkan karena dosen yang memiliki urusan mendadak. Karena tidak memiliki kegiatan lain dan masih harus menunggu Erica keluar dari kelasnya, aku berjalan-jalan menuju gedung lain untuk memperhatikan semua. Mereka yang sedang lewat terlihat begitu berwibawa, serius dan juga kelelahan. Merasa tidak ada yang bisa kutonton, aku memutuskan untuk pergi ke aula mengingat jurusan IPA sedang mengerjakan sesuatu project di sana. Perjalanan ke sana bisa dibilang cukup jauh, menyebabkan kelelahan sedikit.
Dari luar terlihat banyak anak yang keluar masuk dari aula di gedung tersebut, beberapa pergi memasuki aula yang lainnya. Namun celotehan yang ditukar oleh masing-masing individu yang keluar dari aula yang kutuju itu jelas membuatku merasa semakin penasaran dengan anak-anak IPA yang melakukan eksperimen tersebut. Entah apa yang sebenarnya mereka sedang lakukan di sana. Dengan rasa penasaran yang menggebu-gebu, aku mendorong pintu aula untuk menemukan ruangan tersebut dipenuhi dengan anak-anak lain.
“Siapa lagi yang ingin menjadi volunteer pada acara terakhir? Setelah eksperimen yang menakjubkan sebelumnya, mari kita lakukan seperti sebuah sulap.”
“Claus itu memang menakjubkan.”
“Apa aku harus maju saja supaya bisa dekat dengannya?” Suara anak-anak perempuan menarik perhatianku sebelum memandang kepada orang yang sepertinya bernama Claus.
Jelas sekali mataku langsung membulat ketika melihat siapa anak yang disebut Claus itu. Berada di bawah spotlight membuatnya terlihat lebih jelas daripada yang ada di atas panggung. Tatapannya yang tajam namun senyumannya yang manis jelas akan teringat oleh siapa pun. Anak itu adalah orang yang aku temui waktu itu, menyelamatkanku dari kecelakaan yang mungkin terjadi. Mungkin dia merasakan aku yang terus menatapnya karena matanya langsung tertuju kepadaku.
“Dia melihat ke arahku, kan?”
“Bukan, ke arahku!”
“Kau!” Tangan Claus seketika terangkat, dengan pasti menunjuk ke arahku sehingga tanpa pikir panjang aku juga ikut menunjuk diriku sendiri. “Iya, kau. Anak yang menggunakan jaket berwarna biru dengan strip warna mint.”
“B-baik,” gagapku yang terkejut ketika Claus memanggilku seperti itu. Aku berjalan menuju ke depan dengan perlahan, melirik ke arah kanan kiri untuk menyadari beberapa dari mereka berbisik-bisik. Tanpa perlu mendengar jelas saja sudah ketahuan apa yang mereka bicarakan. Pastinya bagaimana mereka merasa kalau aku terlalu beruntung untuk dipilih secara langsung.
“Siapa namamu?”
“Aurora.” Claus mengerutkan keningnya.
“Hanya Aurora?” Aku mengangguk, kembali ragu dengan semuanya. “Baiklah. Mungkin kau belum kenal, aku Claus Ergan Lander, science major, semester enam. Di sini aku akan melakukan sebuah eksperimen, yakni teknik hipnotis. Kau bisa masuk ke dalam barisan.”
“Baik,” jawabku kecil, masih bingung dengan situasi yang ada. Terlihat sekali kalau Claus bersikap seperti tidak mengenaliku sama sekali. Atau mungkin saja dia berpura-pura untuk tidak mengenaliku di depan banyak orang, bisa jadi jika dia bersikap mengenaliku akan ada keributan yang ada.
“Di sini kita sudah memiliki box yang berisikan tugas untuk mereka-mereka. Setelah mereka selesai kuhipnotis, satu per satu aku akan membuat mereka melakukan yang terpilih dari dalam box ini.”
Tanpa mengulur waktu, Claus langsung melakukan tugasnya dari barisan pertama, menandakan kalau aku akan menjadi orang terakhir yang ‘dihipnotis’ olehnya. Sejauh dia melakukan triknya itu, aku bahkan tidak tau apa hubungannya dengan jurusan yang dia ambil, semuanya berhasil dengan mulus dan dia bahkan bisa mengembalikan orang-orang itu dengan mudahnya. Ketika giliranku sudah datang, seketika jantungku berdebar kencang karena merasa takut, mungkin lebih kepada takut mempermalukan diri sendiri.
“Jangan takut, aku tidak akan melakukan sesuatu yang buruk kepadamu, atau hal-hal yang memalukan. Jika kau memang tidak menginginkannya, kau bisa menolak di bawah alam sadarmu.”
“Menolak di bawah ....” Belum aku sempat mempertanyakan maksud dari Claus, seketika aku melihat matanya menyala warna biru, sesuatu dari dalam diriku seketika hanya terfokus pada dirinya saja.
“Mulai sekarang aku adalah kau, kau adalah aku. Kita menjadi satu dalam pikiran dan perbuatan.” Tak lama Claus terdengar menggumamkan sesuatu yang tidak bisa kudengar, namun tubuhku seketika terasa semakin hangat dan ketika dia kembali membuka matanya, menatapku dengan mata biru yang menyala itu, aku merasakan sebuah tarikan kuat dari dalam diri. “Apa kau bisa mendengarku?”
“Uh, apa yang baru saja terjadi?” Tubuhku yang semula terasa hangat kini sudah kembali menjadi dingin. Kerutan di keningku semakin dalam ketika Claus menggenggam kedua pundakku.
“Kau ...?”
“Apa ada yang terjadi?”
“Kak Claus, apa yang terjadi?”
“Iya, Kak. Apa ada yang salah?”
“Ah ... sepertinya aku gagal melakukan hipnotisku kepada Aurora.” Claus memberikan senyumannya yang menawan ke arahku sebelum kepada penonton yang ada. Dari tempat aku berdiri bisa terlihat ekspresi wajahnya berubah sedikit. “Oh, sebelum kalian berkata yang aneh-aneh, hal seperti ini bisa saja terjadi. Jika orang tersebut memiliki kekuatan pikiran yang menakjubkan, seperti seseorang yang terbiasa bermeditasi, hal seperti hipnotis tidak akan berlaku.”
Selama beberapa saat aula dipenuhi dengan celotehan anak-anak yang penuh tanda tanya, termasuk aku sendiri yang hanya bisa menatap anak-anak lain. Sembari menjelaskan akan apa yang mungkin terjadi, Claus sesekali melirik ke arahku dengan ekspresi yang jauh berbeda dengan pertama kali aku bertemu dengannya. Setelah semua pertanyaan terjawab, tentang keanehan Claus yang tidak bisa menghipnotis diriku, dia langsung menyelesaikan acara dan membubarkan aula. Meski ada anak yang menunggunya, Claus justru menarikku ke backstage.
Tarikannya tidak menyakiti seperti seseorang, jelas sekali kalau aku merujuk kepada Triton. Genggamannya memang kuat, tetapi juga lembut. Dari sudut aku berdiri, ekspresi yang ada di wajahnya jelas sekali menunjukkan sesuatu yang serius, seperti dalam dirinya sedang bertengkar dengan dirinya sendiri tentang masalah ini. Dia menyapa beberapa anak yang melewati dirinya, mereka yang menyapanya lebih dulu, namun jelas sekali kalau pemikirannya berlarian ke mana-mana. Dia baru berhenti ketika kami sudah berada di taman belakang, lebih jauh dari tenda yang ada.
“Apa itu tadi?” Pertanyaan Claus berhasil membuatku menelengkan kepala.
“Apa yang apa?”
“Hipnotis, aku gagal melakukannya kepadamu. Meski kau memang bisa melakukan seperti yang aku katakan, hipnotisku bukan sesuatu yang ... mudah untuk ditolak.”
“Aku tidak mengerti maksudmu.” Claus menghela napas mendengar ucapanku, mengacak-acak rambutnya, dan mengurungku di antara kedua tangannya dengan pohon di belakangku.
“Jangan bersikap bodoh. Kau ... pasti seorang elemental, kan? Ah bukan. Kekuatan seperti itu, kau Cheiodis, benar?” Mendengar itu disebut, aku berusaha untuk mengkontrol ekspresiku sendiri agar Claus tidak bisa membacanya. Meski aku sendiri hampir menahan napasku karena terkejut, aku mencoba menahannya. Akan buruk bila dia sampai tahu hal tersebut. “Tidak perlu ditutupi, kau Cheiodis, kan? Meski seorang Cheiodis, tidak semuanya bisa mengelak kekuatanku.”
“Kekuatanmu?”
Claus mengangguk mantap, tapi terlihat jelas kalau dia menelan ludah karena khawatir. “Kekuatanku, manipulasi dan hipnotis, itu adalah satu rangkai. Aku tidak tau apa kau sudah mendengarnya, namun seorang Cheiodis memiliki paling sedikit dua kekuatan.”
“Ah, jadi maksudmu itu hanya satu dari kekuatanmu yang lain.” Kini Claus mengangguk kecil dan menjauh dariku.
“Aurora, apa kau sadar betapa kuatnya dirimu?”
🧬💉🧬
(09/10/2021)
New chapter sudah di up! Gimana nih bab kali ini? Apa kecurigaan kalian semakin terjawab? Atau ada pertanyaan lain yang muncul tentang tokoh-tokoh yang muncul di sini?
Temukan jawabannya dengan terus ikuti cerita ini, ya! Jangan lupa juga untuk tinggalkan vomments kalian, follow author, masukkan ke reading list, dan share ke temen kalian!
See you next update~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro