Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

κεφάλαιο 3

Setelah berminggu-minggu, akhirnya aku kembali mendapatkan tidur yang nyenyak. Bisa disebabkan kelelahan hasil tindakan Icarus atau karena Deo melakukan sesuatu kepadaku. Melihat wajahnya saja tidak sempat, dia seperti seseorang yang sengaja menutupi identitas diri padahal dia adalah seorang artis. Tidak ada gunanya! Begitu aku bangun pagi-pagi, aku langsung mencari akun sosial media Deo. Sungguh aku sempat takjub dengan pengikutnya, anehnya aku juga langsung menekan tombol follow pada sosial medianya. Kebanyakan foto yang dia posting hanya menunjukkan setengah dari wajahnya atau sebagian dari tubuhnya. Jika foto seluruh wajah, pastinya selalu tertutupi oleh cahaya terang.

“Laki-laki gila lainnya.” Aku mengerutkan kening selama scroll foto-foto miliknya dan komentar orang-orang. Mendengar suara alarm yang mengingatkanku untuk bersiap-siap, aku langsung mengeluarkan aplikasi dan membuka pemutar lagu. Memasang musik ketika berada di dalam kamar mandi adalah alternatif untuk mengurangi ketakutan. Terlebih ketika kau hanya tinggal sendirian.

“Aurora!” Suara gedoran pintu rumahku terdengar lantang ketika aku sedang memilih pakaian. Dari suaranya saja aku sudah bisa tau siapa itu. “Cepat buka pintunya! Aku ada berita yang mengejutkan!”

“Ada apa?” Aku menyipitkan mata ketika membiarkan Erica masuk ke dalam rumah kecilku. Dia langsung duduk di atas kursi sembari memperhatikanku memilih baju.

“Pakai lengan panjang saja, sepertinya hari ini akan sedikit dingin. Kau ada kelas malam dan tidak akan berjaga jadi pastinya kita akan tinggal di luar. Bawa jaketmu juga.” Aku mengangguk tanda mengiyakan saran dari Erica. Setelah aku mengganti pakaian, dia langsung menarikku untuk duduk di sampingnya. “Aku mendapat foto ini semalam. Foto Icarus senior kita, dia terlihat terluka cukup parah! Menurutmu, siapa yang membuatnya seperti itu?”

Melihat foto, yang seharusnya ada aku di depannya, membuatku menarik ponsel Erica dengan kasar. “S-sia-siapa yang mengambil foto ini?”

Tentunya pertanyaanku ini membuat Erica memicingkan mata ke arahku dan menarik kembali ponselnya. Jika dia tidak curiga dengan sikapku barusan, aku tidak akan bisa menyebutnya sebagai sahabat yang mau menampungku selama bertahun-tahun. Dia menyimpan ponselnya itu dan melipat kedua tangan di depan dada. Bagaimana bisa aku membuatnya khawatir begitu? Sekarang dia tidak akan berhenti untuk menguak kebenaran yang ada. Tatapannya yang tidak berhenti hanya membuatku merasa bersalah kepadanya.

Bila aku tidak menceritakan kepada dia, tentu dia akan merasa kesal. Namun bila aku menceritakannya, akan ada tiga hasil yang memungkinkan terjadi. Satu, Erica akan melarangku untuk bertemu dengan Icarus. Dua, Erica akan begitu khawatir denganku sampai tidak mau meninggalkan sisiku. Atau tiga, Icarus akan membunuhku secara pasti jika tau aku menceritakannya kepada orang lain. Terlebih, jika aku berkata dia memiliki kekuatan. Foto itu sekarang sudah tersebar, jika dia datang ke kampus tanpa luka, bukankah orang akan merasa bingung dengannya? Kebohongan macam apa yang akan dia lontarkan?

“Jadi begini,” mulaiku yang mengalah dengan suara kecil. “Aku sedang bersama dengan Icarus ketika itu terjadi. Anu ... ketika aku telat kelas kemarin, aku tidak sengaja menabrak seseorang. Dia mengundang genk-nya untuk menemuiku ketika pulang. Untungnya aku bertemu dengan Icarus dan dia langsung mengusir semua gengster itu.” Dalam hati aku tersenyum dengan lebar karena bisa memberikan kebohongan yang begitu mulus, walau tidak semuanya kebohongan.

“Kau tapi baik-baik saja kan sekarang?” Aku mengangguk sebagai jawaban. “Baguslah. Untung kau bertemu dengan Icarus, lagi.” Erica menekankan kata lagi karena tau aku sudah sering diselamatkan oleh senior itu di saat yang tidak pernah tepat. Jika orang bilang, dia semacam stalker namun hero yang akan membantu ketika kesusahan.

Kami berdua terdiam setelah percakapan yang sedikit aneh itu. Ketenangan di antara kami dihentikan oleh notifikasi ponselku yang ditinggal di atas kasur. Aku dan Erica bertukar tatapan sebelum berebut untuk mengambil ponsel. Tentu saja Erica melakukan ini karena penasaran siapa yang akan mengirimiku pesan pagi-pagi begini. Sialnya Erica berhasil mendapatkan ponselku, dia tau password ponselku tapi tidak membukanya, dan membelalakkan mata ketika melihat nama Icarus terpampang di layar ponsel. Dia mengirimiku pesan berkata dia tidak bisa bertemu denganku malam ini karena ada masalah.

Erica menatapku sinis ketika tau aku menyimpan nomor Icarus, namun dia lebih marah lagi dengan pesan yang terpampang di sana. Tentu saja, selama beberapa saat kemarin aku lupa kalau aku sudah memiliki janji dengan Erica. Ingin membatalkan janji dengan Icarus sungguh menakutkan, tapi aku berniat melakukannya ketika bertemu di kampus nanti. Tatapan Erica kembali ke ponselku ketika mendengar dentingan lain, mungkin berharap kalau Icarus akan mengirimkan pesan lagi. Kali ini berbeda, nama Deo tertera dengan diikuti start following you. Erica menjerit dan melempar ponselku ke kasur.

“Aurora ... apa yang telah kau lakukan? Bagaimana mungkin kau bisa terjebak dalam keluarga Lenore? Berikan aku rahasiamu! Aku juga ingin dinotis oleh Deo!”

“Uh ... itu ... aku tidak melakukan apapun.” Aku menggaruk pipiku yang sama sekali tidak gatal karena canggung. Erica tiba-tiba saja menggenggam kedua pundakku sehingga aku harus duduk dengan tegak. Matanya menunjukkan determinasi akan sesuatu.

“Ajari aku caramu, guru!”

***

Membuat Erica tenang bukanlah hal yang mudah. Butuh beberapa menit, hampir satu jam, untuk membuatnya mengerti. Ketika aku sudah berangkat dengan Erica, lagi-lagi Icarus mengirimkan aku pesan yang berkata kalau dia iri dengan Deo yang bisa mengikuti akunku dan aku yang mengikuti akunnya. Erica yang mengintip ini langsung mengambil ponselku dan mengikuti Icarus menggunakan akun sosmed-ku. Begitu selesai, dia langsung membalaskan pesan Icarus, untungnya di room chat tidak ada membahas sesuatu yang aneh, tentang kekuatannya dan masih banyak lagi.

Aku berusaha untuk mengabaikan rasa pusingku dikarenakan Erica yang semula menggerak-gerakkan tubuhku dengan kekerasan. Dia hanya meminta maaf, tersenyum dan kemudian pergi meninggalkanku agar dia bisa menuju kelasnya sendiri. Dengan gamblang dia sudah meninggalkanku dengan segala permasalahan yang entah kapan akan selesai. Aku membaca kembali pesan yang Erica kirimkan kepada Icarus atas namaku. Anak itu benar-benar membuat kekacauan kali ini. Apa dia tidak akan puas sampai Icarus menyadari perbuatannya itu? Meski dia tau, dia tidak akan melakukan apa pun, ya? Icarus memang tidak pernah terduga, aku tidak bisa lengah saat bersamanya.

Selama kelas, aku memang memperhatikan dengan baik, aku bahkan mendapatkan catatan-catatan yang berguna. Namun pemikiranku tidak pernah lepas akan bagaimana aku bisa melayang begitu saja bersamaan dengan Icarus. Apa karena namanya Icarus dia jadi memiliki kekuatan untuk terbang? Dan juga, para laki-laki itu yang seperti ditimpa beban berat. Dia bilang memanipulasi gravitasi? Apa bahkan ada kekuatan semacam itu? Tidakkah itu sedikit curang? Dia bisa dengan mudah membuat lawannya melawan gravitasi yang ada ... tidak mengherankan bila dia selalu menang.

“Aurora, kami akan tunggu di kantin, oke? Jangan terlalu lama.”

“Baik! Pesankan aku makanan juga, ya!” Kedua tanganku membawa beberapa buku tebal yang dipinjam dari perpustakan untuk pelajaran hari itu. Bila bukan karena permintaan secara langsung, aku tidak mau melakukan hal-hal seperti ini.

“Apa kalian semua ingin melihat seberapa besar perpustakaan kami? Bagi kalian yang berminat untuk masuk ke universitas kami, perlu diketahui bahwa akan ada beberapa gedung yang masing-masing terpisah antar departemen. Aku yang mengambil jurusan arts bersatu dengan anak-anak literature dan juga ....” Suara yang terdengar asing namun di saat bersamaan familier memasuki pendengaranku. Mataku langsung saja terarah kepadanya.

“Kau ....” Lidahku terasa kelu ketika aku menyadari dia siapa. Meski aku tidak benar-benar melihat wajahnya, tapi sekarang aku bisa tau siapa dia. Aura yang dia pancarkan sama seperti orang semalam. Dia adalah Deo.

“Ah, kau pasti Aurora, kan? Perkenalkan, dia adalah salah satu anak dari jurusan literature. Kalian bertanya bagaimana aku bisa mengenalnya? Uhm ... bagaimana ya, hal-hal seperti itu sangat privasi untukku.” Deo tersenyum kepada ponselnya, aku menyadari kalau dia sedang melakukan live. Mengetahui bagaimana penampilanku sekarang, seharusnya acak-acakan, wajahku langsung memerah dan aku mengalihkan pandangan dari ponselnya. “Jangan malu, ayo, ayo, kau terlihat begitu cantik!”

Cantik di matamu dan bukan orang lain! Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak merutukinya. Tidak peduli apakah dia bisa membaca pikiranku atau tidak mengingat Icarus memiliki kekuatan. Biar saja dia membaca pikiranku bila itu memang kekuatannya, supaya dia tau betapa kurang ajarnya dia tiba-tiba menggeret masuk seorang gadis tak bersalah yang hanya ingin cepat-cepat kembali ke kantin. Deo tiba-tiba saja terkekeh kecil, seperti memang benar menandakan dia bisa membaca pikiran seseorang. Wajahnya itu muncul di hadapanku yang sudah memunggungi ponsel yang terangkat tinggi.

“Maaf ya tiba-tiba muncul dan menyapamu. Aku hanya tidak bisa menahan diri. Icarus memarahiku semalaman jadi aku semakin penasaran denganmu, kau juga adik kelasnya saat SMA, kan? Icarus tidak memiliki banyak teman, tapi dia bersyukur memiliki seseorang sepertimu.”

“Apa kau sedang mencoba untuk menyogokku?” Deo memberi cengiran lebar. “Kau ingin aku melakukan apa?”

“Sekolahan menyuruhku untuk membuat video, melakukan live dan banyak lagi untuk promosi universitas kita. Menurutku itu bukan masalah besar, setidaknya aku jadi bisa lebih dekat dengan pengikutku. Putting that aside, temani aku untuk melakukan tour, ya? Kau juga terkenal di jurusan literature! Anggap saja sebagai branding.”

“Apa yang akan kau berikan kepadaku sebagai balasan?” Aku menyipitkan mata kepada Deo, anak itu langsung menatap ke arah ponselnya dan memberi senyuman lebar lain.

Deo yang sudah menatapku lagi kembali terkekeh. “Bagaimana kalau makan siang bersamaku? Aku yang traktir! Dan jangan khawatir soal temanmu itu, mereka sedang menonton.” Kali ini aku benar-benar tidak bisa habis pikir bagaimana dia bisa mengetahui janjiku dan juga siapa nama temanku. Mengetahui tidak ada pilihan lain, aku mengangguk kecil sebagai tanda setuju. “Yes! Icarus juga sedang menonton, akan aku buat dia merasa iri.”

Deo merangkulkan satu tangannya di pundakku setelah memutarku kembali ke hadapan ponselnya. Aku memberanikan diri untuk menyapa para penonton dengan sopan dan menjelaskan apa yang akan aku lakukan di sana. Belum bisa melanjutkan perjalanan, Deo langsung mengambil buku-buku yang ada di tanganku dengan alasan seorang gentlemen harus melakukannya. Mendengarnya berucap seperti itu dengan senyum manis hanya membuatku tertawa kecil, untung tidak ada fans yang memarahiku. Sebelum melanjutkan perjalanan menuju perpustakaan, aku sempat membaca salah satu komentar yang berkata bahwa kami memiliki warna mata yang sama, sepertinya ini tidak luput dari Deo.

“Oh, kalian menyadarinya? Sejak awal aku sudah sadar bahwa warna matanya sama sepertiku. Aku tidak menggunakan kontak lens hari ini, jadi warna yang ada murni warna mataku asli. Sepertinya Aurora tidak menyadarinya, ya?”

“Warna mata?” Untuk pertama kalinya semenjak aku bertemu dengan Deo, aku baru menatap matanya. Benar saja, warna abu-abu biru itu terlihat begitu mencolok di wajahnya yang terlihat begitu muda, semuda anak berumur sembilan belas tahun bisa terlihat. “Oh ... iya.”

Deo kembali terkekeh dengan responsku sebelum kembali berbicara, “Kalau begitu sekarang kita menuju perpustakaan!”

Meski aku terkesan canggung di hadapan kamera, dengan bantuan Deo aku bisa merasa lebih tenang, seperti tidak sedang diperhatikan atau dipertontonkan oleh banyak orang. Dia juga berkata untuk tidak terlalu sering membaca komentar kalau belum memberikan pertanyaan karena itu hanya akan memperkeruh situasi. Kita tidak akan pernah tau kapan ada orang yang melontarkan kebencian, berpura-pura suka sehingga datang untuk menonton, bermaksud untuk meninggalkan komentar-komentar buruk.

Aku berusaha untuk mengingat semua perkataan Deo, namun mataku sering kali mengarah kepada ponselnya dan beberapa kali aku menemukan nama Icarus yang memberikan komentar. Deo juga pastinya melihat itu karena dia langsung melakukan hal konyol, aku menganggapnya sengaja agar Icarus semakin marah. Ketika orang-orang sudah menyadari kalau Icarus muncul di live Deo, mereka langsung meyerbunya juga dengan pertanyaan dan masih banyak lagi hingga dia sudah tidak terlihat sama sekali. Aku akan menganggapnya keluar dari live untuk menyelamatkan diri dari para fangirl.

“Sampai sini dulu perjumpaan kita. Jangan lupa untuk terus belajar agar bisa masuk universitas yang sama denganku, oke?” Deo memberikan wink sebelum mematikan live-nya. Sebuah helaan napas keluar begitu dia selesai melakukan live. “Aku sungguh minta maaf karena sudah menyeretmu. Apa kau mau makan sekarang atau kau ada kelas?”

“Aku tidak ada kelas, jadi sekarang tidak apa,” jawabku sambil mengangguk kecil. Tanpa berucap atau meminta izin, Deo menggenggam tanganku dan menarikku pelan menuju tempat yang sepertinya menjadi spot kesukaannya makan. “H-hei? Kantin ada di sana.”

“Tidak perlu ke sana, ada seseorang yang menunggu kita.” Mendengar kata seseorang menunggu membuatku terpikir akan Icarus. Jika memang dialah orangnya, lalu mengapa dia berbohong kepadaku dan berkata tidak bisa bertemu? “Di sana!”

Deo membawaku menuju salah satu blind spot yang dipenuhi dengan pepohonan. Musim gugur memang akan segera datang, tapi pepohonan di sini masih terlihat begitu segar. Bahkan beberapa rerumputan masih menunjukkan bunga yang indah. Aku bukan seseorang yang menyukai bunga, namun mereka enak dipandang. Mungkin juga karena namaku Aurora aku lebih tertarik dengan benda langit, mereka terlihat begitu menakjubkan ketika malam datang, seperti siap untuk menghalau semua ketakutan yang ada di dunia. Mereka siap untuk menemani malam yang kelam.

“Icarus!” Nama yang disebutkan berhasil membuatku berhenti, Deo yang masih menggenggam tanganku terhenti ketika merasakan aku yang berdiam. “Ah, maaf. Aku menyuruhnya untuk datang karena ada yang perlu kami bahas denganmu.”

“Kapan ...?” Mataku otomatis menatap Deo yang tidak lagi tersenyum.

“Ketika aku melihatmu sebelum mengundangmu bersama, aku mengiriminya pesan untuk datang. Kemarin kami belum sempat mengatakannya, tapi biar kami jelaskan sekarang.” Aku awalnya tidak mau mempercayai mereka, tapi ekspresi yang diberikan Icarus membuatku takut dan juga merasa sedikit bersalah.

“Jelaskan.”

“Kau tau bagaimana kau menyadari aku memiliki kekuatan? Kau juga tau, kan, kalau Deo ... membaca pikiranmu?” Kedua mataku membelalak setelah mendapat info tersebut, aku memang tidak mengada-ada saja, dia memang bisa membaca pikiran!

“Aurora, tidak ada manusia biasa yang bisa merasakan kekuatan. Kau tau maksudku sekarang, kan?” Rasanya aku ingin menjawab dengan, aku tau tapi tidak mau mempercayainya. “Kau harus mempercayainya. Aurora, kau juga memiliki kekuatan, kau seorang elementary. Kau ... memiliki kekuatan itu sejak lahir dan tidak seperti kebanyakan yang mendapatkannya secara ilegal. Karena seorang elementary sejati bisa merasakan elementary lain, meski mereka mendapatkannya dan bukan terlahir dengannya.”

🧬💉🧬
(18/09/2021)

Nah, loh, nah loh .... Kalo Aurora punya kekuatan, kira2 apa ya kekuatannya? Kalo dari nama, berhubungan sama benda langit, hm ....

Anyway, jangan lupa tinggalkan vomments kalian! Share ke temen kalian, masukkan ke reading list juga follow author sebagai bentuk dukungan ^^

See you next chapter~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro