Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 7

"Pada dasarnya, hati perempuan itu lemah. Mereka tak suka bentakan, terlebih dari seseorang yang dia sukai."

***

Di dalam sebuah kamar bernuasa hitam putih tampak seorang cowok sedang berkutat dengan laptopnya. Sesekali dia mengeryit dan mengganggukkan kepalanya seolah mengerti. Dia adalah Rangga. Sudah dua jam lebih cowok itu berkutat dengan laptopnya untuk mengerjakan tugas sekolah.

"Rangga, Mba masuk ya," panggil Zahra sambil mengetuk pintunya.

"Iya Mbak, masuk aja," sahut Rangga dari dalam.

Zahra langsung membuka pintu. Seketika dia menggelengkan kepalanya. "Masih belum selesai juga?" tanya Zahra seraya duduk di sisi ranjang.

"Sedikit lagi, Mba."

Zahra mengangguk. "Itu di depan ada temen-temen kamu, samperin gih. Mba mau langsung ke dapur buatin minum."

Rangga mengeryit, untuk apa mereka ke sini? Biasanya, mereka lebih memilih rumah Fikri untuk sekadar main playstation bersama.

"Langsung suruh masuk ke kamar aja, Mba." Rangga segera mematikan laptopnya dan menaruh ke tempat semula.

"Ya udah, Mba keluar dulu."

Zahra berjalan menghampiri ketiga teman Rangga. Siapa lagi kalau bukan Ken, Iqbal, dan Fikri. Bahkan, Zahra sudah akrab dengan ketiganya dan menganggap mereka seperti adiknya sendiri.

"Ken, Iqbal, Fikri, langsung masuk aja ke kamarnya Rangga. Rangganya baru selesai ngerjain tugas," ujar Zahra.

Fikri dan Iqbal yang sedang bermain dengan si kembar menoleh ke arah Zahra. 

"Siap, Mba cantik," seru mereka bersamaan.

Sedangkan Ken malah mendengus. "Nggak usah genit, di marahin Bang Ali tau rasa kalian."

Fikri dan Iqbal malah tertawa.

"Mumpung nggak ada Bang Ali, Ken. Iya nggak, Mba?" goda Fikri sambil terkekeh.

Fikri memang sudah terbiasa menggoda Zahra dengan leluconnya yang hanya ditanggapi dengan kekehan oleh Zahra.

"Nabila sama Kak Nabil ikut ya, Kak?" pinta Nabila yang duduk di pangkuan Fikri.

Fikri mengiyakan dengan senang hati, "Boleh."

Di sinilah mereka, membuat kebisingan dengan berleha-leha di karpet sambil bermain PS. Bungkus dan remahan makanan sudah berserakan di mana-mana membuat Rangga mendengus kesal.

"Kalian kalau cuma mau bikin kamar gue kotor mending pulang deh." Rangga sangat geram melihat kelakuan teman-temannya yang tidak tahu diri ini.

"Kenapa, sih? Nabil sama Nabila aja seneng kita ada di sini. Iya nggak, Nabila?" ucap Fikri sambil menunduk menatap Nabila yang terlihat nyaman di pangkuannya.

Ya, memang di antara mereka Nabila lebih suka bermain dengan Fikri. Sedangkan Nabil lebih suka dengan Iqbal. Menurut mereka Ken tidak asyik diajak bermain karena Ken lebih terkesan pendiam, sama seperti Rangga.

"Iya dong, Nabila seneng ada Kak Fikli di sini," sahut Nabila.

Rangga mencibir, "Jangan hasut adik gue, ya. Awas lu macem-macem."

"Oh ya, tadi di sekolah gue sempat lihat cowok asing. Apa dia ya yang jadi bahan gosip cewek-cewek di sekolah?" celetuk Iqbal.

"Kayaknya iya, sih. Tadi pagi gue sempat ketemu di ruang guru," sahut Ken.

"Oh, pantes. Wajar sih jadi bahan gosipan, mukanya juga lumayan ganteng, style-nya keren. Ya ... meskipun masih gantengan gue," kata Iqbal sambil menyugar rambutnya sok keren.

Rangga memutar bola matanya tidak suka dengan penilaian Iqbal.

"Apaan sih, ganteng dari mananya coba. Cowok sok manis gitu. Gantengan juga gue ke mana-mana."

"Buju buneng, kenapa lo? Kok kayaknya nggak suka banget sama tu cowok," komentar Fikri heran. Biasanya kan Rangga tidak peduli dengan sekitarnya.

Rangga mengedikkan bahunya tidak peduli. "Gue cuma beropini."

Fikri menautkan alisnya. "Oh ... gue tau sekarang. Bal, lo inget nggak yang kita lihat tadi sore di taman?" tanya Fikri pada Iqbal.

"Yang mana?"

Fikri memutar bola mata jengah. Huh, memang sulit berbicara dengan Iqbal. Loading-nya lemot sekali.

"Ish, itu lho yang waktu kita berhenti beli gorengan."

"Oh ... iya, iya, gue inget sekarang. Emang kenapa?"

"Jadi, menurut gue si Rangga nggak suka sama tu cowok karena dia deket sama Kayla. Gimana menurut kalian?"

"Woahh ... pinter juga lo, Fik-Munafik. Nggak salah gue punya temen kayak lo," ucap Iqbal sambil menepuk-nepuk bahu Fikri.

"Apaan sih. Apa hubungannya sama tu cewek coba?" ucap Rangga berusaha mengelak.

Sedangkan Ken, dia hanya diam tak ingin ikut berpendapat. Segala topik tentang Kayla dan Rangga selalu membuat mood-nya hilang seketika.

"Udahlah, Ga, nggak usah ngelak. Kita tau kok lo udah mulai ada rasa sama si Kayla," goda Iqbal sambil menaik turunkan alisnya.

"Kalian tu kenapa, sih? Kok jadi mojok-mojokin gue," protes Rangga. Harusnya dia tidak mengizinkan mereka masuk ke kamarnya tadi.

"Lagian ya, Ga, menurut gue Kayla cantik kok. Cantik banget malah. Cocok tuh jadi pacar lo."

Nabil dan Nabila tidak mengerti apa yang di obrolkan mereka.

"Pacal itu apa?" celetuk Nabil tiba-tiba.

Pertanyaan itu sukses membuat Rangga, Iqbal, Fikri, dan Ken menatap Nabil. Yang ditatap semakin bingung, dia kan hanya bertanya. Kenapa mereka seolah-olah ingin menerkamnya?

"Gara-gara lo, sih," dengus Rangga. Rangga mengalihkan pandangannya pada si kembar.b"Bukan apa-apa kok. Ini kan udah jam sepuluh, Nabil sama Nabila bobo, ya? Nanti dimarahin ayah lho," lanjut Rangga dengan senyum yang dibuat-buat.

Nabila menggeleng cepat, kemudian menyahut, "Nggak mau. Nabila sama Kak Nabil masih pengin di sini."

"Tapi ini udah malam. Besok Kak Rangga ajak jalan-jalan deh," rayu Rangga.

Nabila mencebik kesal. "Ya udah deh, yuk Kak kita bobo," ajak Nabila pada Nabil.

Setelah keduanya keluar, Rangga melayangkan tatapan tajam pada Iqbal juga Fikri. "Awas aja ya kalau sampai Nabil sama Nabila ketularan otak gesrek lo berdua," ancam Rangga sambil memelototi keduanya secara bergantian.

Iqbal malah tertawa. "Anjir, gue sampai lupa kalau masih ada si bocil," selorohnya.

"Pulang sana lo," usir Rangga setelah menghempaskan tubuhnya di kasur.

"Emang kita mau pulang. Yuk, Bal, Ken. Kita balik," ucap Fikri seenaknya.

"Woy Ken, diem-diem baek lo dari tadi. Mau pulang kagak?" panggil Fikri.

"Ya maulah. Lo kira gue betah tidur sama Es."

Rangga melotot tak terima dengan julukan Ken padanya. Apa tadi? Es?

"Udah-udah, sana pulang. Gue mau tidur," usir Rangga sambil mendorong-dorong mereka.

"Ye, sabar elah."

Saat ketiganya sampai di lantai bawah, ternyata masih ada Ali dan Zahra yang sedang menonton televisi sambil sesekali bersenda gurau.

Ali menoleh ke belakang saat mendengar langkah kali. "Eh, udah pada mau pulang?" tanyanya.

"Hehe iya, Bang. Kita pamit, ya," pamit Iqbal sambil menyalami Ali dan menangkupkan telapak tangan di depan dada kepada Zahra dan disusul Ken juga Fikri.

"Kita pulang Bang, Mba. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh."

🌂🌂🌂
   

Kayla baru saja akan memanggil Pak Pur saat melihat Reynald yang sedang duduk di motornya menunggu Kayla.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Kayla seraya menghampiri Reynald.

"Nunggu penumpang. Ya nunggu kamulah, La. Siapa lagi?" jawab Reynald.

Kayla mengeryit. "Nunggu aku?"

"Iya. Ayo naik, keburu telat," ucap Reynald greget karena Kayla tak kunjung menerima helm yang diulurkannya.

"Iya-iya."

Saat sudah sampai parkiran, banyak siswa yang menatap Kayla dan Rey dengan aneh. Banyak yang bertanya-tanya ada hubungan apa antara Kayla dan Reynald. Bahkan, banyak yang berspekulasi bahwa keduanya memiliki hubungan spesial alias pacaran.

Kayla tidak ambil pusing. Dia hanya menanggapinya dengan senyuman.

Kayla menoleh ke samping dan mendapati Rangga yang sedang mengobrol dengan Fikri. Kayla menatap Rangga dengan mata berbinar.

"Kamu tunggu sini dulu, ya."

Belum sempat Reynald membuka suara, Kayla sudah ngacir entah ke mana. Rey hanya memerhatikan ke mana Kayla akan pergi sampai dia sadar bahwa Kayla sedang menghampiri seorang cowok yang Rey ketahui bernama Rangga.

"Selamat pagi, Kak Rangga," sapa Kayla dengan senyum cerahnya.

Rangga yang sedang mengobrol dengan Fikri sedikit terkejut karena kedatangan Kayla yang tiba-tiba.

"Abang Fikrinya nggak disapa juga, nih?" tanya Fikri pura-pura cemberut.

"Hihi ... Kayla sampai lupa kalau ada Kak Fikri. Selamat Pagi, Kak Fikri."

"Pagi juga, dedek manis," sapa Fikri tak kalah ramah.

Rangga menatap Kayla malas. "Ngapain lo ke sini?" tanya Rangga ketus.

"Ya mau ketemu Kak Ranggalah. Emangnya Kak Rangga nggak kangen sama aku?" ujar Kayla santai.

"Nggak," jawab Rangga singkat.

"Ih, jahat deh."

"Bodo."
   
"Kak Rangga udah sarapan belum?"
   
"Apa peduli lo?"
    
"Ya nggak  apa-apa. Cuma tanya aja. Kali aja Kak Rangga lapar. Aku bawa bekal lho."
   
"Gue nggak minat."

Fikri dibuat kesal dengan jawaban Rangga. "Jangan jutek-jutek amat sih, Ga. Kaylanya juga nyapa lo baik-baik."

"Gue nggak nyuruh dia nyapa gue. Dianya aja yang keganjenan, semua cowok dibabat abis. Kayak cewek murahan yang nggak laku aja."

Seketika, senyum Kayla langsung pudar. Kayla menggigit bibirnya menahan sesak yang tiba-tiba muncul. Tak hanya Kayla, Fikri pun tidak percaya Rangga akan berkata seperti itu.

Takut air matanya jatuh di hadapan Rangga, cepat-cepat Kayla menghapusnya dan mendongak. Menatap Rangga begitu dalam. Tak lupa senyum manisnya yang mampu menyihir setiap orang yang melihatnya.

"Ya udah. Aku duluan ya, Kak," pamitnya seraya melambaikan tangan.

Setelah mengucapkan itu, Kayla segera pergi meninggalkan Rangga yang baru tersadar dengan perkataannya. Dia menyentuh bibirnya seolah tak percaya dengan apa yang diucapkan.

"Gue baru tau kalau mulut seorang Rangga bisa sekasar ini."

Setelah itu, Fikri pergi menyisakan Rangga yang masih mematung di tempatnya.

Kayla terus berjalan menuju kelasnya sambil sesekali menyeka air matanya. Kayla memang sudah kebal dengan kata-kata Rangga yang begitu tajam. Namun, entahlah. Rasanya, kali ini berbeda. Atau mungkin memang Kayla yang berlebihan?

"Lala," panggil Reynald dari belakang.

Kayla tetap berjalan tanpa menanggapi panggilan Reynald berkali-kali.

"Lala, kamu kenapa?" Reynald terus berlari dan dia berhasil menarik tangan Kayla.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Reynald bingung.

"Aku nggak apa-apa. Aku lupa kalau ada tugas sejarah. Aku harus cepet ngerjain tugasnya sebelum Pak Adi datang," alibi Kayla.

Lihatlah, sepertinya Kayla memang berbakat menjadi pemain film. Aktingnya sangat sempurna. Dia sangat pandai menipu orang-orang di sekitarnya dengan senyum palsu.

"Kamu nggak lagi bohong, kan?" tanya Reynald dengan mata memicing.

"Bohong apa sih, Rey? Kalau nggak percaya lihat aja nih di tas aku."

"Oke-oke aku percaya. Ya udah langsung ke kelas, yuk."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro