Chapter 33
"Kamu bukan satu-satunya manusia yang mendapat cobaan berat dari Tuhan. Maka dari itu, jangan merasa seolah-olah dirimu yang paling terluka. Sebab, masih banyak orang-orang yang lebih menderita darimu."
***
Beberapa menit setelah Kayla sampai di rumah sakit umum, keadaan Sarah dikabarkan semakin memburuk membuat Kayla tidak tenang. Untungnya, pihak rumah sakit bertindak dengan cepat sebelum terjadi apa-apa pada Sarah. Kayla bersumpah tidak akan memaafkan siapa pun yang telah berani menyakiti bundanya.
Tiba-tiba saja, Mega datang bersama Nugroho dengan raut wajah khawatir. Mega hendak bertanya kepada Kayla, namun gadis itu lebih dulu melayangkan pertanyaan yang membuat Mega terdiam seketika.
"Tante ngapain ke sini? Tante senang kan liat bunda menderita?" tukas Kayla dengan hidung yang merah serta mata yang sembab.
"Lala—"
"Ayah diam," tandas Kayla menghentikan ucapan Nugroho.
"Tante jangan sok peduli dengan keadaan bunda. Lebih baik kalian pergi dari sini, sekarang," usir Kayla dengan menekankan kata 'sekarang'.
Mega menoleh ke arah Nugroho yang berdiri di sampingnya dengan tatapan sendu. Nugroho sendiri tak berani mengeluarkan sepatah kata apa pun. Karena ia tahu, putrinya tidak akan mendengarkannya.
"Ya udah, Tante pulang, ya? Semoga Bunda kamu cepat sembuh," kemudian, kedua matanya beralih pada Rangga yang berdiri di samping Kayla, "titip Lala, ya?" imbuhnya.
Rangga hanya mengangguk sebagai jawaban.
Sebelum itu, Mega berbisik pada Nugroho, "Kita tunggu sejam, ya? Aku mau ngomong sama pacarnya Lala."
Saat keduanya telah pergi, Kayla langsung masuk ke ruang rawat Sarah. Sedangkan Rangga mengikutinya dari belakang. Jari Rangga bergerak lincah saat mengetik pesan untuk Zahra.
Mbak, Rangga nggak pulang ya hari ini. Rangga nginep di rumah Iqbal.
Rangga merasa berdosa telah membohongi Zahra. Namun, jika ia berkata jujur, pasti Zahra tidak akan mengizinkannya.
Ya udah, jangan lupa kabarin kalau ada apa-apa.
Balasan Zahra membuat Rangga mendesah lega. Untung saja Zahra langsung percaya, pikirnya.
Saat Rangga membuka pintu, ia menemukan Kayla yang telah tertidur dengan nyenyak. Gadis itu tertidur dengan tangan sebagai bantalannya. Tak tega melihat itu, Rangga langsung mengambil duduk di sampingnya dan memposisikan bahunya sebagai sandaran kepala Kayla.
Sejam kemudian, Rangga tersentak ketika pintu ruangan terbuka dengan sendirinya. Rupanya, Megalah pelakunya.
"Rangga, bisa bicara sebentar?" ucap Mega pelan, takut mengusik tidur Kayla.
Rangga mengangguk sekilas, kemudian melirik sebentar ke arah Kayla yang masih tidur dengan begitu pulasnya. Syukurlah, akhirnya gadis itu bisa tidur dengan nyenyak, pikirnya. Tangannya bergerak meraih bantal di sampingnya sebagai pengganti bahunya untuk tidur Kayla.
"Kamu pacarnya Lala, 'kan?" tanya Mega saat keduanya telah duduk di kursi tunggu.
Rangga mengangguk sopan. "Iya, Tante. Saya pacarnya Kayla."
"Tante boleh minta tolong sama kamu?"
Rangga menautkan kedua alisnya bingung. Namun, ia tetap mengangguk.
"Tolong bujuk Lala untuk mendengarkan penjelasan ayahnya? Tante hanya ingin masalah ini cepat selesai. Tante yakin, Lala mau dengerin nasehat kamu."
"Kenapa nggak Tante coba jelasin sendiri?" tanya Rangga.
Mega tersenyum kecut, kemudian menyahut, "Jangankan menjelaskan, bertatap muka sama Tante aja dia nggak mau."
Rangga bisa melihat dengan jelas raut kesedihan di mata Mega. Dulu, ia pikir, Mega adalah wanita yang begitu jahat seperti apa yang Kayla ceritakan dulu. Namun, setelah mengobrol langsung, sepertinya Mega seorang wanita yang baik. Namun, mengapa Mega harus merusak rumah tangga orang? Pikirnya.
"Em ... ya udah, Tante. Saya akan berusaha ngeyakinin Kayla. Saya juga nggak mau melihat Kayla yang selalu sedih," putusnya.
Mega sangat senang sampai menitikkan air matanya. "Terima kasih, ya. Lala beruntung punya pacar seperti kamu," ucapnya.
Rangga menggeleng pelan. "Bukan Kayla yang beruntung, tapi saya. Kayla gadis yang kuat, dan saya menyukai itu."
Mega menepuk bahu Rangga beberapa kali, sebelum akhirnya berdiri. "Ya udah, masuk gih. Takut Lala bangun. Besok Tante ke sini lagi," pamitnya.
Setelah itu, Mega langsung bangkit dan melangkah pergi.
Semoga masalahnya cepat selesai, batin Rangga.
Takut Kayla bangun, Rangga segera masuk ke dalam. Benar saja, rupanya gadis itu sudah bangun dengan keadaan yang masih lemas.
"Loh, kok udah bangun?" tanya Rangga seraya mendaratkan bokongnya di samping Kayla. Tangannya bergerak menyentuh kening Kayla. Hangat. Mungkin, itu karena Kayla yang kelelahan.
"Kak Rangga dari mana?" tanya Kayla dengan suara seraknya khas bangun tidur.
"Oh, itu tadi abis dari depan sebentar."
Kayla hanya merespon dengan ber-oh ria saja. Setelah itu, keduanya hanya diam dengan pikiran masing-masing.
Kedua mata Kayla beralih pada Sarah yang masih setia menutup matanya. Setetes air mata jatuh ke pipinya tanpa ia sadari. Tak ingin Rangga melihatnya, cepat-cepat ia menyekanya. Namun, rupanya ia kalah cepat oleh tangan Rangga yang dengan sigapnya menahan tangan Kayla.
"Nggak apa-apa. Nangis aja, jangan ditahan. Luapin semua yang kamu rasain," ucap Rangga.
Benar saja, setelah mengucapkan itu, isak tangis Kayla semakin terdengar. Ia tahu, Kayla lelah. Gadis itu butuh seseorang yang mengerti dirinya.
"Bunda pasti sembuh, 'kan, Kak?" tanya Kayla sambil mendongak, menatap Rangga.
Rangga mengangguk. Dicubitnya pipi Kayla dengan gemas.
"Kay, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Rangga yang hanya dibalas anggukan kepala oleh Kayla masih dalam pelukan Rangga.
"Kamu kenapa nggak nyoba dengerin penjelasan tante Mega dan ayah kamu dulu?" tanya Rangga hati-hati.
Bagaimana pun, ia harus berusaha menyelesaikan masalah antara Kayla dan keluarganya.
"Kayla nggak butuh penjelasan mereka. Mereka semua jahat, Kayla nggak suka, Kayla benci sama mereka."
"Kay, dengerin aku." Tangan Rangga bergerak memutar tubuh Kayla agar menghadap ke arahnya.
"Sebuah masalah nggak akan selesai kalau kamu nggak mau mendengarkan penjelasan dari mereka. Percaya deh, dunia nggak sejahat yang kamu pikirkan. Asal kamu mau menerima segala baik dan buruknya. Kamu hanya perlu ikhlas, dan aku percaya kamu bisa lewatin semuanya."
Kayla mendengarkan nasihat dari Rangga dengan saksama. "Tapi, kalau kenyatannya mereka memang jahat sama Kayla, gimana? Kayla nggak suka, Kayla ben—"
Rangga menempelkan jari telunjuknya tepat di bibir Kayla. Kemudian, semakin mempererat dekapannya.
"Jangan mengambil kesimpulan saat kamu belum tau kebenarannya, oke?"
Kayla mengangguk dalam dekapan Rangga.
"Sekarang janji dulu sama aku, dengerin penjelasan tante Mega dan om Nugroho. Setelah itu, kamu putuskan sendiri apa yang akan kamu lakuin selanjutnya."
Kayla mengerucutkan bibirnya kesal. Rangga sama sekali tidak memberikan kesempatan padanya untuk menyela. "Iya-iya, Kayla janji," akhirnya.
"Nah, gitu dong," ucap Rangga sambil mengusap rambut Kayla dengan lembut.
🌂🌂🌂
Di lain tempat, Elsa tampak begitu marah pada Tyas. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran sahabatnya yang satu ini. Sepertinya, Tyas memang sudah tidak waras, pikirnya.
"Lu gila tau nggak, Yas?!" bentak Elsa dengan napas terengah-engah menahan emosi.
Minggu, pagi-pagi sekali, Tyas datang ke rumahnya dengan alasan mengajaknya untuk joging. Namun, saat Elsa mengajaknya ke kamar, Tyas malah menceritakan sesuatu yang membuatnya emosi di pagi hari.
"Otak lo sebenernya di mana sih, Yas? Apa yang lo lakuin itu bahaya. Lo ngerti nggak sih?!" Elsa mengucapkan itu dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
Saat ini, yang ada di pikirannya adalah Kayla. Bagaimana nasib gadis itu? Pikirnya. Ia benar-benar khawatir dengan keadaannya. Pasti gadis itu begitu sedih.
"Gu-gue nggak sadar, El. Gue pikir racunnya cuma bisa buat sakit perut dan pusing. Ternyata, gue salah."
"Sebenernya, motif lo berbuat kayak gini ke Kayla tu buat apa sih? Apa salah dia sama lo? Hah?!" bentak Elsa.
Tyas mulai terpancing. Ia kesal pada Elsa yang membentaknya sejak tadi. "Gue benci sama Kayla. Gue iri, semua orang sayang sama dia. Dia merebut apa yang gue suka. Kayla egois!"
Elsa menggeleng tak percaya dengan jawaban Tyas. Ia benar-benar menangis sekarang. "Kita temenan udah berapa lama sih, Yas? Gue sampai nggak habis pikir. Ke mana Tyas yang dulu? Lo sadar nggak sih kalau elo kekanakan?"
Tyas tak terima dibilang kekanakan. "Lo emang nggak pernah ngerti apa yang gue rasain, El. Kalian semua nggak pernah tau kehidupan gue!" tukasnya dengan nada tinggi.
Elsa juga ikut terbawa emosi. "Gimana kita mau tau kalau elo sendiri selalu menghindar tiap ditanya!" tukasnya penuh penekanan.
Seketika Tyas terdiam.
"Diem kan sekarang? Yas, lo selalu bilang kalau kita itu sahabat. Tapi, apa pernah elo terbuka sama gue ataupun Kayla? Nggak, 'kan?" Elsa memejamkan matanya sesaat, berusaha mengontrol emosinya.
Gadis itu menyeka sisa air mata pada sudut matanya. Kini, pikirannya bercabang dua. Di satu sisi, ia memikirkan keadaan Kayla yang belum ada kabar hingga saat ini. Di sisi lain, ia mempertanyakan, mengapa Tyas jadi seperti ini?
"Elo mau tau jawabannya? Oke, gue akan cerita. Kenapa gue nggak mau terbuka sama kalian? Itu karena gue malu, kalian orang kaya, sedangkan gue orang miskin. Keluarga gue berantakan. Nggak seperti keluarga kalian yang harmonis. Elsa punya kak Iqbal yang selalu ada buat elo. Dan Kayla, gue iri sama dia. Semua orang sayang sama dia. Semua cowok suka sama dia. Termasuk kak Rangga, kak Ken, cowok yang gue suka sejak awal daftar di SMA Jaya Bakti."
Ya Tuhan, andai saja membunuh orang itu tidak dosa, mungkin saat ini Tyas sudah jadi perkedel di tangan Elsa.
"Sekarang lo pikir deh, Yas. Pernah nggak gue dan Kayla mempermasalahkan miskin atau kaya? Pernah nggak kita jauhin elo? Dan satu lagi, pernah nggak elo cerita kalau elo suka sama kak Rangga dan kak Ken ke kita?" tanya Elsa bertubi-tubi.
"Nggak pernah, 'kan?" lanjutnya.
Tyas menunduk dengan bahu yang bergetar menahan tangis. Elsa benar, dan Tyas sangat menyesal. Ia tidak yakin Kayla akan memaafkannya.
"Maaf, El. Plis, jangan benci sama gue," ucap Tyas lirih.
Elsa mengembuskan napasnya kasar seraya berujar, "Minta maaf sama Kayla, jangan sama gue."
"Gu-gue ... gue takut, El. Kayla pasti nggak akan maafin gue," ucap Tyas.
"Kalaupun dia nggak maafin elu, itu haknya. Karena yang elu lakukan jelas buat dia kecewa. Tapi, setau gue, Kayla pemaaf. Hatinya terlalu baik. Gue yakin kalau dia bakal maafin elu," ucap Elsa.
Elsa kembali teringat pada pertengkaran antara Tyas dan Melody waktu itu. "Sekarang, jelasin sama gue. Ada hubungan apa antara elo dan kak Melody?"
Tubuh Tyas menegang sempurna. Ia ragu untuk menceritakannya pada Elsa. Ia takut gadis itu menjauhinya, sama seperti teman-temannya dulu.
"Kak ... kak Melody ...."
"Kak Melody sepupu gue. Dulu, keluarganya hancur karena ayah gue. Semua keluarga jadi benci sama keluarga gue. Gue, mama dan ayah diusir dari rumah nenek. Sampai akhirnya, kita jatuh miskin, nggak punya apa-apa." Tyas menjelaskan semuanya dengan mata terpejam. Ia tidak akan sanggup melihat Elsa yang menatapnya jijik.
Tak disangka, justru Elsa semakin gregetan olehnya. Kenapa juga gadis itu tidak cerita? Sudah hampir empat tahun bersahabat, nyatanya banyak yang belum ia ketahui tentang Tyas.
"Ya ampun, Tyas. Rasanya gue kayak orang asing ya di mata lo sampai Lo enggan terbuka sama gue?"
"Ya ... bukannya gitu, El. Gue cuma—"
"Dah ah, sana. Gue kesel sama lo. Sana, sana. Gue mau lanjut tidur," usir Elsa seraya merebahkan tubuhnya di kasur tanpa mempedulikan Tyas yang mengerucutkan bibirnya dengan kesal.
Tembus 200 komentar, aku up lagi😚
Satu lagi, harus follow akun author Hanaksara❤️
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro