Chapter 26
"Saat sosok ceria menampakkan kelemahannya, itu berarti dia butuh seseorang sebagai sandaran."
***
Rangga berdiri kaku di ambang pintu UKS. Rahangnya mengeras saat mendengar isak tangis Kayla. Ia bersumpah akan memberi pelajaran pada siapa pun yang acapkali meneror gadisnya. Ia akan membawa orang itu ke hadapan Kayla untuk meminta maaf. Dengan langkah lebar, ia mendekati Kayla yang masih dalam dekapan Elsa menggantikan Diana. Sedangkan Tyas sedang duduk di sofa.
Elsa yang sadar akan kedatangan Rangga langsung mengurai pelukannya. Ia percaya Rangga pasti bisa menenangkan Kayla. Pasalnya, sejak tadi ia berusaha menenangkan gadis itu namun tetap tidak berhasil.
"Udah, jangan nangis lagi, ya. Ada Kak Rangga tuh, emang nggak malu?" ucap Elsa lembut sambil menyeka air mata Kayla.
Dengan napas tersengal dan sesenggukan, Kayla menoleh ke samping tepat di mana Rangga berdiri. Pandangan mereka bertemu untuk beberapa saat. Rangga bisa melihat gurat ketakutan di mata Kayla.
"Bisa tinggalin kita berdua?" pinta Rangga sambil menatap Elsa dan Tyas satu per satu.
Keduanya pun mengangguk dan langsung beranjak dari sana.
Tangis Kayla kembali pecah. Setiap teror yang datang sangat berpengaruh pada mentalnya. Biasanya, setiap tidur ia akan mematikan lampu kamarnya, namun tidak untuk beberapa hari ini. Ia merasa seperti ada yang mengawasinya sepanjang hari. Hal itu membuat tidurnya tak lagi nyenyak. Bahkan, yang paling parah adalah saat si peneror mengancam akan mencelakai bundanya. Kayla sendiri tak berani menceritakan semuanya kepada Rangga tentang teror itu. Padahal teror itu ditujukan agar Kayla menjauh dari Rangga. Kayla kembali berpikir, apakah ia benar-benar harus menjauhi Rangga? Tentu itu akan sangat berat baginya. Baru saja ia merasakan cintanya yang telah terbalas, namun mau tak mau ia harus menjauh.
"Sejak kapan?" tanya Rangga seraya mendudukkan dirinya di samping Kayla.
Gadis itu mengernyit tak mengerti.
"Sejak kapan lo diteror?" ulang Rangga sekali lagi.
Kayla menunduk tak berani menjawab. Ia takut Rangga akan marah padanya dan berbuat nekat.
Sambil mengangkat dagu Kayla agar menatapnya, Rangga berujar, "Jangan takut, kasih tau gue. Sejak kapan lo diteror?"
"Seminggu yang lalu," cicit Kayla amat pelan.
Rangga menghela napas kasar. "Kenapa nggak cerita? Kan gue udah bilang, kalau ada apa-apa cerita sama gue, jangan dipendam sendiri."
Kayla tak berani menatap cowok di sebelahnya ini. Ia tahu Rangga khawatir padanya.
"Penerornya maksa Kayla untuk jauhin Kak Rangga, Kayla harus apa?" ucap Kayla pelan namun masih bisa didengar oleh Rangga.
Cowok itu langsung menoleh cepat ke arah Kayla. "Ya Allah, kenapa nggak bilang sejak awal? Lo tertekan karena gue, Kayla. Seharusnya lo cerita sama gue." Rangga mengacak rambutnya frustrasi. Ia merasa bersalah pada gadis mungil di sebelahnya ini. Sebenarnya, siapa orang yang melakukan peneroran itu? Mengapa harus melibatkan Kayla?
"Kak Rangga, boleh Kayla minta satu hal?" tanya Kayla tanpa menggubris ucapan Rangga sebelumnya.
"Apa?"
Kayla menggigit bibir saat ia rasa air matanya akan kembali tumpah. Namun, ini adalah keputusan yang baik agar semuanya kembali dengan normal. "Jauhin Kayla untuk sementara waktu. Bersikap seolah kita nggak saling kenal baik di sekolah maupun di luar sekolah. Jangan pernah hubungi Kayla. Kayla ... Kayla takut terjadi sesuatu sama Bunda."
Rangga membeku di tempat. Apakah ia sanggup melakukan itu? Mengapa masalah datang tanpa bisa diterka saat ia baru saja akan memulai kisah bersama Kayla? Jujur, ia sedikit kecewa mendengar keputusan Kayla. Yang ia inginkan adalah keduanya sama-sama berjuang untuk menemukan pelakunya, bukan malah berjauhan seperti ini.
"Oke, kalau itu mau lo. Gue akan menjauh sesuai dengan apa yang lo minta," ucap Rangga dengan senyum pasrahnya.
Ia segera beranjak turun dari kasur UKS dan menatap Kayla sebentar.
"Mungkin raga kita berjauhan, tapi satu hal yang perlu lo ingat, Kay. Gue akan selalu ada di belakang lo kapan pun lo butuh gue. See you."
Kayla kembali menangis setelah menatap punggung Rangga yang kian menjauh. Rasanya sakit, namun ini adalah jalan terbaik. Sebisa mungkin Kayla harus bersabar sampai teror itu berhenti mengganggunya.
Sedangkan dari balik pintu UKS, seseorang tengah bersorak riang merayakan kemenangannya. Ia senang melihat Kayla menangis, ia senang saat Kayla tampak tak berdaya, dan ia senang karena berhasil menjauhkan Kayla dengan Rangga. Dengan senyuman angkuh, ia berjalan menjauhi UKS.
🌂🌂🌂
Iqbal, Fikri dan Ken saling berpandangan saat Rangga masuk ke kelas dengan wajah penuh emosi, ia langsung duduk di bangkunya setelah menggebrak meja dengan begitu keras. Hal itu mengundang pekikan serta tatapan heran para temannya. Tentu saja mereka heran, sebab tidak biasanya Rangga seperti ini. Untung saja kelasnya sedang jam kosong, kalau tidak, mungkin ia akan memilih untuk membolos dan merusak reputasinya sebagai Ketua OSIS.
"Lo kenapa sih, Ga? Datang-datang ngamuk ngini," celetuk Fikri sambil mengunyah permen karetnya.
Iqbal dan Ken mengangguk menyetujui.
Rangga hanya diam dan bersiap akan memejamkan kedua matanya. Namun, lagi-lagi suara Iqbal mengusik gendang telinganya.
"Ya elah, ditanya bukannya dijawab. Kayak bisu aja lo," ucap Iqbal kesal. Ia juga penasaran.
"LO BISA DIEM NGGAK?!" Pekikan disertai gebrakan meja itu kembali mengagetkan semua yang ada di kelas. Bahkan, Iqbal hampir terjungkal saking kagetnya.
Ken terpancing emosi. "LO TUH KENAPA SIH? APA NGGAK BISA JAWAB DENGAN BAIK-BAIK? DATANG-DATANG NGAMUK NGGAK JELAS, GILA LO!" Ken hampir saja melayangkan bogeman mentah pada Rangga kalau saja Fikri tidak segera menghalanginya.
"Cukup Ken, cukup."
"Dan lo, Ga. Kalau ada masalah itu cerita. Jangan bersikap kayak bocah gini. Apa susahnya sih cerita sama kita?" ucap Fikri sambil menatap Rangga tak habis pikir.
Tanpa menggubris perkataan Fikri, Rangga segera pergi meninggalkan kelasnya.
Iqbal hendak mengejar Rangga, namun Fikri segera mencegahnya. "Biarin dia sendiri dulu, kasih dia waktu untuk nenangin diri."
Iqbal pun mengangguk.
Berdiam diri di kolam kecil belakang sekolah mungkin bisa sedikit mengurangi beban pikirannya, begitulah pikir Rangga. Saat ini, di otaknya hanya ada Kayla, Kayla dan Kayla. Tentang keputusan Kayla, bohong jika ia berkata sanggup. Karena nyatanya, belum ada satu jam mereka berpisah, Rangga sudah merindukan Kayla. Rangga tak dapat menampik bahwa kehadiran Kayla sangat berpengaruh dalam hidupnya.
"Kenapa harus kayak gini sih, Kay jadinya?"
"Kenapa lo harus tersiksa karena gue?"
"Gue janji, Kay. Gue akan menemukan siapa orang itu."
Tetes demi tetes air hujan mulai berjatuhan membasahi seragam yang dikenakan cowok tersebut. Tak ada niatan untuk beranjak dari sana. Ia sengaja membiarkan tubuhnya kedinginan seraya berharap semoga esok akan lebih baik.
Ia cukup terkejut saat seseorang berdiri di belakangnya sambil merentangkan jaket agar ia tak kehujanan.
Kalau udah sampai bawah, jangan lupa tekan 'vote' dan 'komentar' yaaa😊
To Be Continue ➡
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro