Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 15

 "Memaafkan memang mudah. Karena itu, tak menutup kemungkinan mereka akan dengan mudah untuk mengulangi kesalahannya."

***

                          
                              

Suasa Kota Jakarta saat ini tengah mendung. Di tempat parkir, murid-murid SMA Jaya Bakti harus berdesak-desakan karena takut kehujanan di jalan. Termasuk Rangga, Fikri dan Iqbal. Sedangkan Ken, cowok itu masih harus mengurus data ekstrakurikuler bersama teman-temannya yang lain.

Dari jarak sekitar dua puluh meter, Rangga dapat melihat Kayla yang sedang berjalan dengan beberapa teman sekelasnya. Rangga terus memerhatikan punggung gadis itu sampai tak terlihat.

"Rangga."

"WOY, RANGGA!"

Rangga terkesiap. Ia menatap tajam pada teman di sebelahnya ini. Seenaknya saja teriak-teriak di telinga orang.

"Lo pengen gue tuli, ya?" sungut Rangga dengan wajah kusutnya.

Iqbal malah cengengesan. "Hehe, ya maaf. Lagian lo ngelihatin apa sih sampe bengong gitu?"

"Kepo," tukas Rangga seraya menuju motornya.

"Halah Bal, Bal. Kayak nggak tau Rangga aja. Dia abis ngelihatin dedek manis," sahut Fikri sambil memainkan kunci motornya.

"Woaaa ... si Rangga diam-diam ternyata—"

"Apa?" potong Rangga.

Nyali Iqbal langsung ciut saat Rangga menatapnya dengan sangat tajam. "Hehe, nggak jadi deh. Rangga mah kayak cewek, ngambekan mulu," cicitnya.

"Dari pada cuma ngelihatin, mending lo minta maaf deh sama dedek manis," saran Fikri.

Ya, setelah insiden di UKS tadi Rangga langsung menceritakannya pada Ken, Iqbal dan Fikri. Respon yang paling mengejutkan adalah dari Ken. Cowok itu langsung marah-marah dan hampir menghajar Rangga kalau saja Iqbal dan Fikri tak segera melerai.

"Ga, lo mau minta maaf, 'kan? Yuk, ikut gue ke halte. Sekalian gue mau nyamperin ayangbeb nih," ajak Iqbal. Biarkan saja Fikri pulang sendirian. Salah sendiri jomblo, pikirnya.

"Halah, masih gebetan aja udah sok-sok manggil ayangbeb. Ditolak syukur dah tuh," celetuk Fikri.

"Heh, yang jangan di-doain kayak gitu. Mentang-mentang lo nggak ada gebetan, sirik sama gue," sungut Iqbal dengan geram. "Yuk lah, Ga. Mual gue liatin muka Fikri mulu," lanjutnya sambil melirik sinis pada Fikri.

Fikri melotot. "Heh, mulut lo, ya!"

Iqbal menjulurkan lidahnya di depan Fikri. Ia langsung menarik Rangga menuju halte.

"Sialan lo kunyuk, awas ya lo besok," gerutu Fikri sambil mencak-mencak tidak jelas.

Saat sampai di halte, benar saja. Kayla dan Elsa sedang asyik mengobrol di sana. Tak mau kehilangan kesempatan, Iqbal dan Rangga buru-buru menghampiri keduanya.

"Hallo Elsa sama dedek manis," sapa Iqbal sambil tersenyum cerah memamerkan gigi gingsulnya.

Serempak kedua gadis itu menoleh ke asal suara. Keduanya sama-sama menampilkan senyum termanisnya.

"Kita jadi balik bareng kan, El?" tanya Iqbal sambil menaik turunkan alisnya menggoda Elsa.

Elsa mengangguk malu. "Iya Kak, jadi."

Kedua mata Iqbal beralih pada Kayla. "Dedek manis, Elsanya abang pinjem dulu yak," ucap Iqbal cengengesan.

Kayla tertawa kecil. "Iya, Kayla pinjemin. Nggak usah dibalikin juga nggak apa-apa."

"Gimana kalau dedek manis bareng sama Rangga aja?" saran Iqbal. Apalagi alasannya kalau bukan untuk memberi kesempatan pada Rangga untuk meminta maaf pada gadis mungil itu.

Senyum Kayla langsung pudar. "Nggak usah Kak, Kayla sebentar lagi dijemput."

"Hmm ... ya udah deh. Yuk, El kita pulang. Rangga, lo temenin dedek manis dulu ya sampe supirnya jemput," ucap Iqbal beralih ke Rangga yang sejak tadi hanya menyimak.

Rangga mengangguk.

Setelah Iqbal dan Elsa pergi, keadaan menjadi hening. Kayla yang sibuk menatap kendaraan yang berlalu lalang. Sedangkan Rangga yang sibuk memerhatikan wajah Kayla.

Cantik.

Ya, Rangga akui Kayla memang cantik seperti apa yang pernah ketiga sahabatnya bilang. Tak hanya cantik dan pintar, gadis itu juga sangat polos. Persis seperti anak kecil. Tanpa sadar, bibirnya mencetak sebuah senyuman tipis.

"Kayla," panggilnya.

Hening.

"Kay."

Hening.

Rangga mengembuskan napasnya gusar. "Kay, gue mau minta ma—"

"Kak Rangga ngapain masih di sini?" potong Kayla.

"Gue minta—"

"Ini udah sore loh, mending Kak Rangga pulang deh."

"Kayla, gue nggak bermaksud —"

"Ini mendung loh, Kak Rangga nggak takut kehujanan?" potong Kayla sekali lagi.

"Kay, plis jangan mengalihkan pembicaraan. Gue tau gue salah, gue minta maaf," ucap Rangga dalam satu tarikan napas.

Kayla membuang muka. "Jangan pernah minta maaf kalau ujung-ujungnya dilakuin lagi."

"Gue janji, gue janji Kay. Gue nggak akan ngulangin kesalahan gue lagi. Lo boleh minta apa a
pun asal lo mau maafin gue, Kay," ucap Rangga penuh penyesalan.

Kayla menoleh ke arah Rangga. Tatapan keduanya bertemu. Gadis itu tahu jelas bahwa Rangga benar-benar merasa bersalah. Bukannya ia egois, hanya saja ia ingin melihat bagaimana seorang Rangga saat memperjuangkan kata maaf itu.

Memaafkan memang mudah. Bahkan, sangat mudah. Namun, bukan berarti dengan kata maaf semuanya akan selesai begitu saja. Luka tetaplah luka, akan selalu menyisakan bekas, sekali pun kita berusaha menghapusnya.

"Lo mau maafin gue, 'kan?"

"Hm."

Rangga meringis saat Kayla hanya meresponnya dengan gumaman kecil."Em, supir lo belum jemput, 'kan? Bareng gue aja gimana?" tawarnya berharap Kayla mau dan melupakan kesalahannya.

Sayangnya, ia harus menelan pil pahit sesaat gadis itu menolak ajakannya. Akan tetapi, Rangga tidak menyerah. Ia tetap berupaya keras agar Kayla mau pulang bersamanya.

"Anggap aja sebagai bukti permintaan maaf gue."

"Kayla bilang nggak mau ya nggak mau."

"Kay, please...."

Sambil berdecak kesal, akhirnya gadis itu menyerah juga. Namun, tetap berekspresi datar saat cowok di depannya tersenyum begitu manis. Kalau saja dirinya tidak sedang dalam mode ngambek, mungkin dia akan jingkrak-jingkrak saat ini.

"Oke, let's go Tuan Putri," ucap Rangga sambil menarik tangan Kayla menuju motornya.

Kayla terpaku. Pipinya bersemu merah bak kepiting rebus. Belum lagi, detak jantungnya yang berdebar kian kencang saat tangannya bersentuhan dengan Rangga. Semoga saja cowok itu tidak menyadarinya.

"Gue cuma bawa helm satu. Apa lo aja yang pake helmnya?" tanya Rangga.

"Ih, nggak mau ah. Kakak mau buat Kayla malu?" tolak Kayla dengan wajah masamnya.

Rangga menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal. "Ya, bukannya gitu. Maksud gue supaya kepala lo terlindungi."

"Ng-nggak usah. Kak Rangga aja yang pakai," tolak gadis itu seraya berusaha menormalkan detak jantungnya.

"Ya udah, buruan naik."

Setelah bersusah payah menaiki motor Rangga yang menurut Kayla sangat tinggi, Rangga langsung menancap gas motornya. Cuaca yang sedang tidak bersahabat membuat Kayla sedikit menggigil. Padahal, ia sudah memakai sweater.

Tak lama, hujan pun turun membasahi Kota Jakarta. Rangga terpaksa menghentikan laju motornya di depan sebuah ruko yang sudah tutup. Seragamnya telah basah kuyup akibat hujan yang turun begitu deras. Ia melirik keadaan Kayla di sampingnya. Gadis itu terlihat menggigil. Bibirnya bergetar menahan dingin yang kian menjalar ke seluruh tubuh mungilnya.

"Sori, ya. Gara-gara gue lo jadi basah kuyup begini," ucap Rangga merasa bersalah.

Kayla hanya mengangguk. Tangannya semakin memeluk erat tubuhnya.

"Duduk di situ, ya," tunjuk Rangga seraya menuntun Kayla menuju sebuah bangku panjang.

Rangga semakin tak tega setelah meneliti wajah Kayla yang nampak pucat. "Dingin banget, ya?"

Sekali lagi Kayla hanya mengangguk.

Rangga baru ingat saat ia ke loker sekolah tadi ia mengambil jaket dan menyimpannya ke dalam ransel hitamnya. Namun, ia tak menjamin jaket itu masih kering setelah ia dan Kayla kehujanan tadi. Segera saja ia membuka ranselnya dan mengeluarkannya dari dalam sana.

Syukurlah, setidaknya jaket itu tak terlalu basah dan masih bisa dikenakan.

Kayla membeku saat Rangga dengan tiba-tiba memakaikannya sebuah jaket. Bahkan ia dapat merasakan aroma parfum cowok itu. Kayla memejamkan kelopak matanya mencoba mengontrol detak jantungnya yang seolah ingin melompat keluar.

"Jangan dilepas," ucap Rangga setelah menyelimuti tubuh Kayla dengan jaket kebesarannya.

Sedangkan Rangga sendiri memilih menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya mencari kehangatan.

Lima belas menit berlalu, nyatanya hujan masih enggan untuk berhenti. Bahkan, malah semakin deras.

Entah mendapat bisikan darimana, tiba-tiba Rangga membawa kedua kelapak tangan Kayla ke dalam genggamannya. Masing-masing tangannya ia gosokkan ke telapak tangan Kayla.

"Kak, ng-ngapain?" tanya Kayla salah tingkah.

Tanpa menjawab pertanyaan Kayla, ia mengarahkan kedua telapak tangan Kayla ke pipi gadis itu sendiri.

"Eh!" pekik Kayla tertahan.

"Hangat nggak?" tanya Rangga. Bahkan suaranya tak lagi datar seperti biasanya.

"I-iya, hangat," cicit Kayla salah tingkah. Saking deg-deg-annya, ia langsung menarik tangannya dari genggaman Rangga.

Rangga langsung sadar. "Eh, ma-maaf, Kay. Gue nggak bermaksud," ucap Rangga seraya memalingkan wajahnya karena malu.

Setelah itu, keadaan menjadi canggung. Kayla yang sibuk melihat ke arah sepatunya. Sedangkan Rangga sibuk mengotak-atik ponselnya.

Tak lama kemudian hujan mulai berhenti. Takut setelah ini hujan akan turun lebih deras, Rangga segera mengenakan sepatunya yang sempat ia lepas tadi.

"Hujannya udah berhenti, yuk pulang," ajak Rangga.

"Eh, i-iya Kak."























Kalau udah sampai bawah, jangan lupa tekan 'vote' dan 'komentar'nya😍

To Be Continue➡

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro