Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 14

"Aku suka fajar. Aku suka senja. Namun, yang lebih kusuka adalah langit. Selain warnanya yang biru, langit punya sisi yang sama sepertimu. Selalu bangkitkan senyum saat badai dan pelangi hadir bergantian."

***

  
 
     
"Kak Rangga ngapain ke sini?" tanya Kayla tak mengindahkan ucapan Rangga sebelumnya.
    
"Nggak usah banyak tanya. Cepetan dimakan," ucap Rangga ketus.
   
Kayla berdecak sebal. Diliriknya bubur ayam yang berada di tangan Rangga seraya bergidik ngeri. Kayla tidak suka bubur. Pokoknya, segala jenis bubur, ia tidak suka. Di rumah pun, saat Kayla sedang sakit, gadis itu tetap  memilih makan nasi biasa dari pada harus memakan bubur. Seringkali Bi Ijah membuatkan bubur untuknya. Namun, harus terbuang sia-sia karena Kayla tidak akan memakannya. Dan apa ini, Rangga memaksanya makan bubur? Demi ayam jantan bertelur, Kayla tidak akan mau memakannya.
   
"Nggak mau."
    
"Lo bisa nggak sih nurut sebentar aja?!" ucap Rangga kesal.
   
"Kayla nggak mau. Kayla nggak suka bubur," tolak Kayla tanpa mempedulikan tatapan Rangga yang seolah-olah akan menerkamnya hidup-hidup.
  
"Tapi ini baik untuk orang sakit."
   
"Kayla tetep nggak mau."
    
"Lo mau sakit terus?"
   
Kayla menggeleng.
   
"Ya udah dimakan buburnya. Jangan keras kepala deh."
    
"Kayla nggak mau bubur."
   
"Apa perlu gue suapin?"
   
Rangga pikir, dengan begitu Kayla mau memakannya. Namun, sepertinya gadis itu memang sangat keras kepala.
 
"Nggak. Pokoknya Kayla nggak mau. Bubur tuh nggak enak."
   
"Lo nggak akan tau rasanya kalau belum coba."
   
"Kak Rangga tuh ngeyel banget sih. Kayla bilang nggak mau ya nggak mau."
   
"Dimakan, Kayla. Lo belum minum obat!" bentak Rangga dengan volume suara tinggi. Ia kesal karena Kayla tidak menurutinya.
    
Kayla terhenyak. Matanya mulai memanas. Setiap kali ada yang membentaknya, ia selalu teringat dengan Nugroho—papanya.
   
"Kak Rangga tuh kenapa sih? Sukanya marah-marah terus sama Kayla. Kayla nggak suka ya dibentak-bentak kayak gitu," ucap Kayla dengan mata yang berkaca-kaca.
   
"Gue nggak akan bentak kalau elo mau nurut."
    
"Harus berapa kali Kayla bilang, Kayla nggak suka bubur, jangan maksa!"
   
"Mau lo apa? Perut lo harus diisi sebelum minum obat," ucap Rangga dengan suara lebih pelan.
      
"Kenapa Kak Rangga peduli? Bukannya Kakak senang lihat Kayla kayak gini?" cibir Kayla dengan tatapan sinisnya.
  
Rangga mengepalkan tangannya menahan emosi. Ia terdiam kaku tak mampu menjawab.
    
"Kenapa diem? Kalau udah kayak gini aja Kak Rangga nggak bisa jawab. Kak Rangga sadar nggak sih kalau Kak Rangga egois? Kakak tu pemaksa, semaunya sendiri, selalu ngelakuin hal tanpa mikir ada yang terluka atau nggak dengan apa yang Kakak lakuin."
   
"Maaf." Ya, maaf, hanya kata itu yang mampu terucap dari bibir Rangga.
     
"Nggak usah minta maaf. Nanti juga dilakuin lagi," ucap Kayla telak.
    
Hati Rangga mencelos. Benar kata Kayla, ia memang egois.
    
"Kay."
    
"Kepala Kayla pusing, mau tidur. Jangan ganggu Kayla." Kayla mengubah posisi tidurnya membelakangi Rangga. Tanpa Rangga tahu, Kayla menangis. Ia merasa bersalah. Hanya saja, Kayla tidak suka dibentak. Tidak seharusnya ia marah pada Rangga. Niat Rangga baik, ia hanya menyuruhnya untuk makan dan minum obat. Namun, gadis itu malah menolaknya mentah-mentah.
    
"Lo mau apa? Nanti gue beliin, tapi minum obat dulu," ucap Rangga lembut.
    
"Pergi."
   
Rangga mengusap wajahnya frustrasi. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Kayla semakin marah padanya. Rangga merutuki dirinya yang tidak bisa mengontrol emosi. Tadi, sebelum Rangga masuk ke sini ia mendapati Ken yang baru saja keluar dari ruang ini. Hal itu membuat Rangga marah, entah karena apa.
   
Dengan berat hati, Rangga beranjak dari kursinya dan keluar dari UKS.
      
Di koridor, ia berpapasan dengan Tyas dan Elsa. Sepertinya dua gadis itu akan menemui Kayla.
   
"Hay Kak Rangga," sapa Elsa dengan senyum manisnya.
    
Rangga hanya menoleh sekilas dan melenggang begitu saja.
   
Tyas menahan tawanya agar tidak pecah. "Mampus dicuekin," katanya.
   
"Sialan lo. Lagian kak Rangga jutek amat sih. Heran gue sama Kayla. Bisa betah deket-deket sama dia," komentar Elsa.
   
"Namanya juga cinta," ucap Tyas asal.
   
"Heleh, cinta monyet apalah."
   
"Heh, apa kabar hubungan lo sama Iqbal. Cinta monyet juga?" ledek Tyas.
     
"Ih, lo mah. Kalau gue sama Iqbal mah beda."
   
"Beda apanya, beda dunia?"
   
"Anjir, udahlah ayo cepetan jalannya. Kasian Kayla nungguin," ucap Elsa sambil berjalan cepat meninggalkan Tyas.
    
"Sok-sok-an ngalihin pembicaraan si curut."
     
Keduanya sudah sampai didepan pintu. Elsa membuka pintu itu dengan pelan takut Kayla sedang tidur dan terganggu.
    
"Ssstt ... Kay. Masih tidur, ya?" panggil Elsa pelan.
    
Tyas menoyor kening Elsa dengan gemas. "Dodol, kalau manggilnya pelan begitu mana denger dia."
   
"Ya nggak usah noyor kening gue juga," dengus Elsa tak terima.
    
"Kay, bangun dong. Kita udah di sini nih. Kantin yuk," panggil Tyas dengan volume suara lebih keras.
   
Kayla mengerjapkan matanya beberapa kali. "Udah bel, ya?"
   
Tyas mengangguk. Ia langsung membantu Kayla untuk berdiri. Ketiganya berjalan beriringan dengan posisi Kayla yang berada ditengah.
   
"Makanya Kay, kita kan udah sering bilang, jangan begadang terus. Lihat sekarang, udah telat, fisik juga jadi nggak sehat," ujar Elsa.
   
"Hello, everybody," sapa seseorang yang sejak tadi berdiri di ambang pintu.
   
Sontak ketiga gadis itu langsung menoleh ke belakang.
   
"Eh, Rey. Kirain siapa," ujar Kayla.
    
Rey hanya menanggapinya dengan cengiran lebar. Lantas, mereka langsung menuju ke kantin sebab waktu istirahat tidaklah banyak.

    

  🌂🌂🌂

   
"Denger-denger, di SMA kita bakal diadain turnamen basket, ya?" celetuk Elsa sambil memainkan ponselnya.

Tyas yang tengah sibuk menghafal rumus lewat kertas yang ia bawa pun langsung menatap Elsa penuh penasaran. "Kata siapa?" tanyanya.

"Kata kak Iqbal. Sebulan lagi sih katanya," sahut Elsa.

Kemudian matanya beralih pada Kayla yang sejak tadi hanya diam saja. "Lo kenapa, Kay? Masih sakit?" tanyanya perhatian. Ia juga menempelkan punggung tangannya pada kening Kayla. Tidak panas, pikirnya.
   
Kayla menggeleng seraya menjauhkan tangan Elsa dari keningnya. "Nggak kok. Cuma lemes dikit."
     
Tak berapa lama, Rey datang dengan membawa satu nampan berisi minuman. Dan Mang Cecep membawa nampan berisi pesanan mereka.
   
"Makasih, Mang Cecep," seru Kayla dengan senyum manisnya.
   
"Sama-sama, Non," jawab Mang Cecep ramah.
    
Setelah Mang Cecep pergi, Rey langsung duduk di depan Kayla, tepatnya di samping Tyas.
    
Dengan semangat, Kayla menuangkan kecap dan saus ke dalam mangkuknya. Saat sedang menyendokkan sambalnya, Rey dengan sigap langsung menjauhkan wadah sambal dari si gadis maniak sambal itu.
   
"Rey, apaan sih. Siniin nggak?" pinta Kayla.
   
"Nggak boleh. Kamu tu lagi sakit, jangan makan yang pedes-pedes," larang cowok itu.
   
"Baru tiga sendok tau. Satu sendok lagi. Ya, ya, ya?" rengek Kayla dengan wajah memelasnya.
    
"No. Tiga sendok itu banyak loh, La. Kamu mau bolak-balik WC lagi gara-gara kebanyakan makan sambal?" tanya Rey berusaha mengingatkan
    
"Ayo lah Rey...." bujuk Kayla.
   
"Nggak boleh, Lala," ucap Rey dengan lembut namun penuh penekanan.
   
Akhirnya, Kayla mengalah. Gadis itu langsung mengaduk-aduk mie ayamnya tanpa peduli kuahnya yang meluber ke mana-mana. Dimakannya mie itu hanya dalam waktu kurang dari lima menit, seperti orang yang tidak makan seminggu.
   
Teman-temannya hanya bisa menahan tawa saat melihat raut wajah kesal gadis penyuka warna biru itu.
   
   
   
   
   
    
   
     
     
    
    
      
      
      
      
    

   
       

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro