Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 12

"Kalau kamu cemburu, katakan cemburu. Jangan marah lalu tiba-tiba menghilang."

***

"Maksud lo tuh apaan sih, Ga? Tega banget ninggalin cewek sendirian di sekolah. Kalau sampai ada apa-apa lo mau tanggung jawab?!" cerca Fikri habis-habisan.

"Lo yang kenapa? Tiba-tiba muncul, tiba-tiba ngomel nggak jelas," balas Rangga tak suka.

Kini keduanya sedang berada di taman belakang rumah Rangga. Ralat. Rumah Ali maksudnya. Tadi, setelah mengantar Kayla pulang, Fikri langsung menuju ke rumah Rangga.

"Asal lo tau, akibat kebodohan lo, Kayla hampir kayak orang linglung di jalanan. Mana udah hampir maghrib lagi. Kalau dia diculik, gimana?"

Rangga menautkan alisnya tak mengerti. "Maksudnya apaan sih? Gue nggak ngerti."

Fikri semakin kesal dengan kelemotan Rangga. "Lo kenapa ninggalin Kayla sendirian di sekolah, bego?" tanya Fikri dengan intonasi lebih keras.

"Bukannya dia bareng sama si bule kw itu?"

"Kalau dia bareng bule kw, ngapain dia pulang jalan kaki saat hari udah semakin gelap dengan alasan nungguin lo?"

"Jadi, dia nungguin gue?"

Ya Tuhan, ingin sekali rasanya Fikri menenggelamkan Rangga ke segitiga bermuda. Pantas saja jomblo terus, tingkat kepekaannya sangat minim.

"Ya iyalah. Secara kalian berangkat sekolah aja bareng."

"Gue pikir dia bareng sama bule kw, makanya gue pulang lebih dulu."

"Ya lo juga bego. Kenapa nggak dipastiin dulu? Main pergi aja!"

"Kok lo yang nyolot sih. Kayla yang gue tinggal aja biasa aja. Oh, atau jangan-jangan lo suka sama dia?" ucap Rangga ketus diakhiri dengan senyum meremehkan.

"Nggak usah ngaco!"

"Cih, udahlah, Fik. Nggak usah ngelak. Kalau suka ya deketin. Nggak usah menye-menye dan nyalahin gue."

Oke Fiks! Fikri semakin emosi. Ingin rasanya ia menonjok wajah Rangga yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalahnya.

"Terserah. Emang susah ngomong sama Es!"

Fikri langsung beranjak dari kursi yang didudukinya dan pergi begitu saja.

Di ruang tamu, ia bertemu dengan Zahra yang sedang menggendong Nabila.

"Loh, Fikri mau ke mana?" tanya Zahra.

Fikri tersenyum sekilas. "Eh, Mbak Zahra. Ini mau pulang, Mbak," jawabnya.

"Kok cepet banget? Tumben."

"Hehe ... ada keperluan mendadak, Mbak."

"Oh, ya udah hati-hati ya bawa motornya. Jangan ngebut-ngebut."

"Siap Mbak. Fikri pamit ya, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

🌂🌂🌂

Sejak pagi tadi, Kayla tidak bersemangat dalam belajar. Ia hanya sibuk mencoret-coret kertas kosong di bukunya tanpa minat. Tyas yang merasa aneh dengan perilaku Kayla pun menoleh ke samping.

"Lo kenapa sih?" bisik Tyas.

Pasalnya, ia takut Bu Turgianti menceramahinya habis-habisan. Guru itu paling tidak suka jika kegiatan mengajarnya terganggu oleh kebisingan. Bayangkan saja, ini sudah pukul dua siang, itu artinya sudah lebih dari tiga jam pelajaran sosiologi, namun guru itu tak juga keluar dari kelas. Ayolah, ini jamnya tidur siang. Tidakkah guru itu merasa kasihan dengan murid-muridnya yang harus menahan kantuk akibat belajar sosiologi?

"Nggak apa-apa," balas Kayla singkat.

"Bohong kan lo?"

"Ya terserah kalau nggak percaya," ucap Kayla cuek.

"Ih, seriusan Kay. Lo lagi ada masalah?"

"Nggak ada, Tyas."

"Tapi, gue-"

"Tyas! Ngapain kamu bisik-bisik sama Kayla?! Di sini saya sedang menjelaskan, kamu malah asyik-asyikan ngobrol," omel Bu Turgianti sambil berkacak pinggang. Kontan teman-temannya ikut menoleh ke arahnya.

"Mamam tuh omelan Mama Loren, bacot mulu sih," bisik Kayla berusaha menahan tawanya.

Bukannya takut, Tyas malah menyengir kuda. "Nggak kok Bu, cuma tanya aja si Kayla punya pulpen lebih nggak. Soalnya tinta pulpen saya habis."

"Ngeles aja kamu. Nih, saya pinjemin. Jangan lupa dibalikin," ucap Bu Turgianti seraya menyodorkan pulpennya.

Dengan senang hati, Tyas beranjak dan menerima pulpen dari guru galak itu. Huh, lihat saja nanti, Tyas akan mengganti tinta pulpen itu dengan tinta pulpen miliknya.

Sepuluh menit berlalu, akhirnya pelajaran sosiologi telah selesai dan akan berganti dengan pelajaran seni. Kebetulan sekali, pagi tadi Ricky mengumumkan di depan kelas bahwa Bu Febri tidak masuk karena ada keperluan mendadak, dan mereka ditugaskan untuk merangkum.

"Baiklah anak-anak, cukup sekian untuk materi hari ini. Jangan lupa minggu depan tugasnya dikumpul. Selamat siang."

Bu Turgianti pun segera bangkit dari kursinya dan berjalan keluar. Sesampainya di depan pintu, Tyas menahannya.

"Bu, Bu, tunggu dulu. Ini saya mau balikin pulpennya, makasih ya Bu atas pinjamannya," ucap Tyas dengan senyum devilnya.

"Oh, iya sama-sama. Saya kira kamu lupa."

"Ya nggak dong, Bu. Masa saya mau ngelupain kebaikan Ibu."

Tak disangka, Bu Turgianti tersipu. "Ah, bisa aja kamu."

"Ya udah ya Bu, saya masuk ke kelas dulu."

Barulah, setelah Bu Turgianti menghilang, hampir seisi kelas terbahak. Mereka sudah hafal dengan tingkah laku Tyas. Memang saat di kelas, baik Kayla ataupun Tyas selalu saja bisa membuat suasana kelas menjadi ramai. Meski terkadang harus menjahili guru-guru sekali pun.

"Gila lo Yas, isi pulpen mahal lo ganti pake isi pulpen harga 2000-an," ucap Aldi dari bangkunya.

"Haha, biarin. Siapa suruh ngomelin gue. Tyas kok dilawan," ucap Tyas bangga.

"Yas, itu Kayla kenapa? Tumben diem aja," tanya Adit heran.

"Tau nih, pms kali," jawab Tyas asal.

"Ish, kalian berisik banget deh. Dedek lagi badmood nih," ucap Kayla dengan memajukan bibirnya kesal.

"Ya Allah, dedek badmood kenapa? Sini sama Aa'," ucap Erik seraya duduk di meja Kayla.

"Kenapa? Galau banget kayaknya. Jangan gini ah, kelas jadi sepi tau," tanya Erik perhatian.

Jadi, Kayla itu memang paling kecil di kelas. Bukan hanya dari segi fisik, melainkan umurnya yang berbeda satu sampai dua tahun dari teman-temannya. Oleh sebab itu, mereka sudah menganggap Kayla seperti adik mereka sendiri.

"Nggak tau, pokoknya dedek galau," ucap Kayla merajuk. Sisi manjanya mulai keluar.

Kayla juga bingung, kenapa ia jadi sangat kesal begini. Ini semua gara-gara Rangga. Dasar manusia es nyebelin, pikirnya.

"Ya udah, pulang sekolah nanti Aa' beliin es krim. Mau nggak?" tawar Erik sambil mengacak rambut Kayla.

Ah, beruntungnya jadi Kayla. Banyak sekali yang menyayanginya.

"Gue juga mau kali Rik, masa Kayla doang," canda Elsa dari
belakang Tyas.

"Sorry, hari ini khusus buat dedek duluz ya. Lo mah kapan-kapan aja."

Elsa pura-pura merajuk. "Ish, lo mah jahat A'."

"Ya udah, Elsa sama gue aja gimana?" sahut Putu dari belakang sambil menaik turunkan alisnya menggoda Elsa.

"Ogah!" tolak Elsa mentah-mentah.

Sontak mereka semua tertawa.

Rey menggoyangkan bahu Kayla agar menoleh ke belakang, "La?"

Kayla menoleh ke belakang. "Kenapa Rey?"

"Kemarin sama Rangga pulang jam berapa?" tanya Rey.

Mendengar nama Rangga disebut, Kayla jadi makin kesal. "Nggak tau ah, jangan bahas dia. Bikin bete tau."

"Lah, kenapa?" tanya Rey heran. Padahal kan biasanya Kayla selalu antusias mendengar nama itu. Pasti ada yang tidak beres.

"Lala nggak pulang sama Kak Rangga. Lala ditinggalin," adu Kayla.

Reynald melotot. "Kok bisa? Sialan tuh cowok. Tapi Lala nggak apa-apa, 'kan?" tanya Reynald khawatir.

Kayla menggeleng, "Lala nggak apa-apa kok. Untung ada kak Fikri yang nolongin. Kalau nggak, pasti Lala udah diculik. Soalnya kan Lala imut," ucap Kayla dengan gaya narsisnya.

Reynald terkekeh, "Dasar, lagi badmood sempet-sempetnya narsis."













Kalau udah sampe bawah, jangan lupa tekan 'vote' dan 'komentar'😊

To Be Continue➡


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro