Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

UTOPIA

Hari ini, ibunya masih bekerja sebagai asisten rumah tangga di sana. Menurut penuturan Lander, bahwa ibunya sudah berada di rumah sejak tadi pagi. Alesha sudah sangat merindukan wanita itu, sebanyak dia merindukan Lander, sahabatnya. Meskipun perlakuan wanita itu tidak terlalu ramah, tetapi berkat Tania Hesperos, dia dan ibunya dapat menyabung hidup.

Gelas-gelas berisi minuman, serta berjejer piring berisi kudapan telah tersaji di meja makan. Seperti biasa, para pelayan berjejer di situ untuk menyuguhkan kepada para tamu yang datang. Kali ini, Alesha dan Anne tidak ikut andil bersama dengan para pelayan yang ada di sana. Khusus malam ini, mereka berada pada meja penuh jamuan makanan, dan duduk bersebelahan bersama dengan tuan rumah.

"Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih banyak Nyonya Hesperos. Terima kasih karena kebaikan Anda dan keluarga," ucap Anne beranjak dari tempat duduknya, kemudian berdiri dan menundukkan kepalanya sebagai rasa hormat kepada empunya rumah.

Alesha yang berada tidak jauh dari ibunya, segera melakukan hal yang sama. "Terima kasih banyak Nyonya Hesperos, Lander, terima kasih banyak."

"Tidak perlu berterima kasih terus-menerus, sudah tidak apa, " sahut Tania Hesperos, menyimpan cangkir tehnya ke atas meja, lalu menghampiri kedua tamunya.

"Saya juga mengucapkan terima kasih ya. Saya ikut senang dengan kabar bahagia dari Alesha." Wanita itu menimpali ucapannya, yang dibalasdengan senyum mengembang dikedua wajah lawan bicaranya.

"Kami pamit ya, Nyonya Hesperos. Semoga Anda sekeluarga sehat selalu," ucap Anne setelah memastikan jam di pergelangan tangannya menunjukkan sudah cukup larut.

Wanita cantik di hadapan Anne mengangguk.

Setelah berpamitan dengan Keluarga Lander, memutus hubungan antara majikan dengan tuan rumah, Tania Hesperos masih memberikan sejumlah uang kepada Anne yang sudah dimasukkan ke dalam amplop. Tania Hesperos meminta anaknya untuk mengantar Alesha dan ibunya sampai ke depan, sementara dia harus menyiapkan diri untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan dari Pulau Seribu Pura ke Ibu Kota.

Bukan hanya Tania Hesperos yang masih bersikap baik kepada mantan asisten rumah tangganya itu, Lander pun bahkan ikut serta memberikan sebuah bingkisan kepada Alesha.

"Aku harap, kamu mau menerima hadiah kecil dariku, Sha," ujar laki-laki itu saat mengantar tamunya sampai ke depan rumah.

"Apa ini, Lander?" tanya gadis yang menjadi target Lander.

"Sedikit oleh-oleh dari Bali. Well, semua sahabatku mendapatkannya." Jadi, tolong diterima ya, Sha." Lander berharap tidak ada penolakan dari Alesha.

"Baiklah, aku terima. Thanks," kata Alesha dengan suguhan senyum di wajahnya. "Aku pulang dulu, ya. Sampai bertemu lagi di kantor." Gadis itu menambahi ucapannya.

"Hati-hati di jalan," ucap Lander sebagai kata penutup sebelum kedua tamunya berlalu pergi.

Anne masih sibuk dengan kendali di tangannya, sementara fokusnya pada jalanan terbagi, ada hal yang selalu ingin dia tanyakan kepada putrinya. "Sayang, kamu dan Lander, yakin hanya berteman?" tanya wanita itu, membagi pandangannya pada wajah putri dan juga jalan di hadapannya.

Mata Alesha tampak membulat sempurna, dia bingung kenapa tiba-tiba pertanyaan itu terlontar dari mulut ibunya. Kalimat yang bahkan tidak pernah muncul di dalam benaknya.

"Ibu hanya khawatir, Nak ... jangan terlalu terlena, jangan terlalu menaruh harap, jangan jadi pungguk yang merindukan bulan. Maaf, jika perkataan Ibu terdengar kasar, Ibu hanya tidak ingin kamu kembali kecewa." 

Gadis yang duduk tepat di sebelah kursi kemudi Anne tersenyum. "Iya, Bu ... kami hanya teman," jawab Alesha secepat mata berkedip.

Anne mengangguk, dia lalu kembali fokus mengemudikan mobil mewah pemberian mendiang Jarvis, yang tidak akan dia jual meskipun dalam keadaan terpepet sekalipun. Sebab, selain rumah mewah atas nama Alesha, mobil itu adalah kenang-kenangan lain yang diberikan oleh mertuanya itu. Pandangan Anne tegak lurus, sementara mobilnya masih meliuk-liuk mencari cela pada jalanan yang ramai.

*****

Rasanya baru kemarin dia merasakan seluruh tulang di tubuhnya seolah lemah tak berdaya saat dihadapkan pada interview. Hari ini, saat suara pintu kamar diketuk tiga kali—saat suara sang Ibu menyeruak menembus mimpi—saat itulah dia ingat bahwa hari ini adalah hari pertamanya akan diresmikan sebagai bagian dari karyawan Pandora.

"Sayang, ada Igni di depan!" Suara Anne yang lantang serta-merta membuat mata Alesha terbelalak.

"Dasar Gila!" pekik gadis itu, saat melihat jam yang terpatri di dinding kamarnya masih menunjukkan pukul 06.00 WIB.

Alesha tidak habis pikir, mau apalagi bosnyaitu ke rumahnya. Laki-laki itu kemarin juga datang ke rumahnya, menemuinya dan memintanya untuk ikut hunting baju untuk dikenakan ke pesta penyambutan yang akan dilaksanakan pagi ini pukul 19.00 WIB. Dua baju berwarna senada dibeli bosnya, satu untuk dirinya dan satu setelan jas untuk Pak Bos.

Langkah kaki gadis itu berderap menuju ruang tamu tempat bosnya menunggu.

"Kamu gila apa? Ini masih pagi, tapi kamu sudah ada di sini? Bukankah pestanya itu nanti malam?" Pertanyaan bertubi bak petasan disuarakan Alesha dengan nada tinggi.

Bukannya menjawab pertanyaan Alesha, Igni malah melongo. Dipandangi dengan tanpa berkedip seperti itu, membuat Alesha merasa kikuk seketika. Dia bahkan baru sadar saat mendapati mata laki-laki itu bukan berada pada kedua matanya, melainkan turun ke bawah, ke dadanya.

Sadar kalau dirinya hanya mengenakan baju tidur berbahan sutra tanpa lengan, berbelahan rendah dengan warna marun—sebuah warna yang mampu menampilkan kulit putih nan mulus gadis itu—warna yang sering kali diartikan dengan satu kata, berani. Sayangnya, kali ini Alesha terlalu berani menampakan dirinya dalam kondisi seperti itu, baru bangun tidur, berantakan dan mengenakan baju tidurnya, di hadapan Igni.

Igni menelan salivanya kasar. Mengetahui yang menjadi objek cuci mata kalangkabut, Igni memalingkan pandangannya. Sementara Alesha berlari kembali ke kamarnya meninggalkan tamu di pagi harinya.

Menunggu Alesha adalah kesenangan tersendiri bagi Igni. Melihat pemandangan indah yang baru saja didapatkannya saat baru mau memulai hari dari yang sedaritadi ditunggunya adalah bonus yang tidak mungkin dia tolak.

Igni tersenyum saat teringat reaksi gadis itu sambil lalu. Tidak lama, orangyang dinantinya datang. Kali ini Alesha sudah mengenakan pakaian dua potong berupa baju kaus lengan pendek yang ia padankan dengan celana kulot panjang. Di tangannya sudah bertengger sebuah nampan dengan dua buah cangkir dengan asap mengepul di atasnya. Semerbak wangi jasmin dan daun teh menyeruak memasuki rongga-rongga penciumannya dari cangkir yang dibawa Alesha.

" Silakan di minum," ucap Alesha sembari menyimpan kedua cangkir berisi teh melati ke atas meja ruang tamunya.

"Kamu cantik." Satu kata lolos begitu saja dari Igni hadapan Alesha.

Kata yang sedari tadi hilir mudik di dalam kepala Igni, tanpa dapat dikontrol malah tersampaikan kepada gadis itu. Kedua pipi Alesha dirayapi rona merah disusul dengan degup jantungnya yang tidak menentu.

Alesha, kamu harus ingat. Jangan mudah termakan sebuah utopia. Sebab, hidup ini terlalu berharga jika kamu sampai hidup di dalam utopia dan enggan terjaga. Kamu harus ingat, laki-laki di hadapanmu adalah buaya darat yang juga adalah bosmu. Anggap apa yang baru saja dia katakan adalah suara lebah yang berdengung di telinga.

Mati-matian Alesha berkata dalam hati, berusaha untuk memberikan peringatan kepada dirinya tentang sosok Igni.

"Jadi, kenapa kamu ke sini ...?" tanya Alesha.

Igni terbatuk kecil, lalu mengambil cangkir yang berada di depannya. Buru-buru dia menyeruput isi cangkir itu, namun dengan segera dia mengeluarkan lagi isi cangkir yang baru saja ia coba masukan ke dalam mulutnya.

"Panas!" Igni berdesis sembari mengibaskan telapak tangan di depan mulutnya.

"Minum ini!" Alesha berseru memberikan air mineral yang ia sediakan di atas meja. "Lagian, kenapa nggak ditiup dulu sih," timpalnya.

"Mana kutahu ... lagipula karena siapa aku sampai tidak fokus?" Igni bertanya balik kepada Alesha.

Tawa berderai dari mulut Alesha saat melihat tingkah konyol bosnya. " Lah, memangnya aku kenapa sih?" Alesha kembali bertanya di sela-sela tawanya.

"Tadi kan aku sudah bilang, kamu cantik."

Satu kalimat itu berhasil membungkam tawa Alesha, namun tetap berhasil membuat hatinya lonjak-lonjak. 

Jeda.

"Aku baru tahu kalau kamu tipe orang yang suka mengutarakan hal yang menggelikan kepada perempuan." Alesha akhirnya berani mengutarakan apa yang ada di benaknya saat tiba-tiba teringat gadis bernama Adele.

"Aku bukan orang yang seperti itu, tapi kamu memaksaku begitu." Igni bersuara, tetapi tidak sampai terdengar di telinga lawan bicaranya.

"Well, aku ingin mengajakmu untuk meninjau tempat acara nanti malam, hanya untuk memastikan semuanya sudah pada tempatnya dan tidak ada kurang satupun," ucap Igni. "Kamu bisa kan ikut denganku?" tanyanya.

"Baiklah ... tapi, aku harus mandi dulu. Kamu nggak keberatan jika harus menungguku lagi?"

"Tidak masalah, mandi dan bersiaplah. Aku akan menunggumu di sini."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro