TIBA-TIBA
Ibarat angin yang berlalu, menerpa seketika, memberikan rasa sejuk pada tubuh yang dahaga di kala mentari tengah sibuk menyingsingkan sinarnya, tiba-tiba saja Alesha menerima Direct Message dari Arjuna, dan satu pesan lagi dari orang yang tidak dikenalnya.
Del17: Alesha?
Direct Message dari Del17 itu hanya sebatas sambil lalu bagi Alesha, dia tidak kenal dengan akun itu, jadi gadis itu memilih abai. Dia lalu membuka pesan lain dari Arjuna, teman kuliahnya. Teman yang beberapa hari lalu menawarkan diri untuk menjadi sopir pribadinya ke tempat pesta Olivia. Laki-laki itu bahkan membantunya memilih hadiah untuk Olivia dua hari lalu.
J_Bagaskara: Alesha, gue di depan rumah Lander nih.
Mendapatkan pesan itu segera Alesha menelepon Arjuna, gadis itu menyalakan loudspeaker pada ponsel miliknya.
"Halo, Juna, lo di mana?" tanya gadis itu sembari membungkus kado yang sebelumnya sudah ia siapkan jauh-jauh hari untuk Oliva yang berulang tahun hari ini.
"Di depan rumah Lander. Lo di mana?" Suara Arjuna terdengar nyaring dari seberang telepon.
"Ya ampun, serius lo di depan rumah Lander?"
"Iya, Sha. Kalau lo nggak percaya, sini deh lo samperin gue di depan."
Alesha selesai membungkus kado, dia mencari keberadaan ibunya di dapur. Sepasang matanya berhasil mendapati Anne yang terlihat sedang menyiapkan makanan ringan untuk acara arisan Nyonya rumah.
"Bu, aku izin pergi bersama Juna ke pestanya Olivia, boleh kan, Bu?"
"Kamu bawa motor sendiri?"
"Nggak, Bu. Alesha nebeng motornya Juna. Boleh?"
Anne tidak segera menjawab pertanyaan Alesha, wanita itu menyudahi aktivitasnya, lalu membelai rambut putrinya itu dengan sayang, "Boleh, Sayang. Hati-hati ya, Nak," ucap Anne kepada putrinya.
Gadis itu mengiakan dengan anggukan, dia lalu mencium kedua pipi ibunya sebelum berlalu meninggalkan rumah Lander. Alesha berlari menuju pintu ke luar, di sana sudah menunggu Arjuna, laki-laki itu melambai penuh semangat kepadanya.
"Kita berangkat sekarang!" Alesha menyambar helm yang disodorkan oleh Arjuna, lalu mengenakan helm itu dan segera dia duduk di atas jok motor ninja milik laki-laki itu. Tidak lama, motor milik Arjuna melaju.
Alesha tidak pernah tahu, kalau kepergiannya menuju puncak akan menjadi malapetaka baginya. Lagit yang biru tiba-tiba aja berubah menjadi abu-abu lalu awan pekat di atas sana nampak tidak kuat menahan bebannya, sehingga tumpahlah air hujan membasahi bumi. Jalanan menuju puncak menjadi licin akibat guyuran hujan.
Saat motor yang dikendarai Arjuna bersama dengan Alesha berbelok, dari arah depan sebuah mobil minibus muncul tiba-tiba di tikungan dan membuat motor ninja itu terpelanting cukup jauh. Hari itu, sekali lagi hujan telah membawa kabar duka, baik Alesha maupun Arjuna keduanya terkapar di bahu jalan dengan kondisi tidak sadarkan diri.
*****
Gadis itu merasakan kepalanya berat. Dia juga merasakan nyeri yang menghujam di seluruh tubuhnya. Aroma obat tercium dengan jelas di indra penciumannya. Perlahan, gadis itu membuka kelopak matanya, ia mendapati Anne tengah tertidur di sebelah kasurnya.
"Bu," Gadis itu memanggil wanita itu, suaranya terdengar parau.
Mendengar suara yang sudah beberapa hari ini sangat Anne rindukan, serta-merta membuat wanita itu terlonjak dari tempatnya, matanya terbelalak saat melihat putrinya telah sadarkan diri.
"Sayang, syukurlah kamu sudah sadar, Nak ...." Wanita itu tanpa sadar menangis.
"Kenapa Alesha ada di sini, Bu?" Gadis itu memerhatikan lengannya yang dipasang infus, dia juga merasa tidak asing dengan kamar rawat rumah sakit. Gadis itu hanya tidak ingat kenapa dirinya bisa sampai berakhir di sana.
Jeda.
Alesha melihat wajah ibunya yang terlihat begitu kusam, dan sembab. Seolah ibunya tidak dapat tidur dengan baik. Wanita itu meraih tangan Alesha yang tidak dipasang imfus, lalu dia mengecupnya, "Apa kamu ingat hari di mana kamu meminta izin pada Ibu untuk ke tempat Olivia?" tanya wanita itu, pandangannya menerawang.
Gadis yang tengah terbaring lemas di tempat tidur rumah sakit itu mengangguk pelan, dia jelas ingat, saat itu dia pergi bersama dengan Arjuna menuju daerah Puncak, dia juga ingat hujan lebat yang mengguyur dalam perjalanan menuju tempat pesta Olivia.
"Hari itu, kamu dan juga Arjuna mengalami kecelakaan, Nak ...." ucap wanita itu, yang terdengar seperti sebuah bisikan di telinga Alesha, sekali lagi butiran bening membasahi pipi Anne. Wanita itu menatap wajah putrinya dengan mata yang masih basah.
"Hari itu, Ibu mendapatkan telepon dari pihak rumah sakit yang mengatakan bahwa kalian kecelakaan. Untungnya sopir mobil yang menabrak kalian adalah orang yang mau bertanggungjawab, sehingga segera dia menelepon ambulan dan membawa kalian ke rumah sakit terdekat."
"Tunggu bu, Arjuna, dia ...?" Gadis itu mengintrupsi penjelasan Anne.
"Arjuna baik-baik saja, Sayang. Dia hanya mendapatkan luka ringan, dia bahkan mendonorkan darahnya untukmu."
"Apa maksud Ibu ...?" Alis gadis itu saling bertautan, sehingga menyisakan kerut pada keningnya. Tidak ingin hilang fokus dari ibunya, Alesha memandangi wajah wanita itu lekat-lekat. Anne merasa berat hati jika harus menceritakan saat-saat kritis putrinya. Saat di mana dia harus menunggu di luar ruangan operasi dengan perasaan yang tidak menentu, takut, cemas dan sedih yang datang bersamaan mengeroyok dalam benaknya.
"Ibu ...?"
Anne sungguh tidak tahan melihat air wajah putrinya yang penasaran, tetapi di sisi lain dia masih tidak percaya bahwa putrinya nyaris kehilangan nyawa karena kehabisan darah. Wanita itu mengembuskan napasnya yang panjang dan perlahan, "Saat itu, kamu dinyatakan kekurangan darah dan harus segera mendapatkan tranfusi whole blood1. Sayangnya, kondisi Ibu yang anemia tidak bisa menjadi pendonor darah untukmu, Sayang."
Gadis itu mengangguk mengerti. Anne lalu melanjutkan ceritanya pada hari itu, "Arjuna mengajukan diri sebagai pendonor darah untukmu, setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan pretransfusi, dan puji Tuhan ternyata darahnya cocok, sehingga kamu segera mendapatkan pertolongan." Setelah mengatakan hal itu, Anne mengelus sayang kepala putrinya.
"Kenapa Arjuna mendonorkan darahnya, Bu? Bukankah dia juga korban kecelakaan pada saat itu?" Gadis itu bingung, laki-laki itu bahkan belum lama dikenalnya, belum sampai sebulan. Tetapi, dengan mudahnya laki-laki itu justru memberikannya darah untuk menolong dirinya.
"Puji Tuhan, Nak. Arjuna tidak mendapatkan luka serius saat kejadian itu, dia hanya mendapatkan luka ringan saja pada tangannya. Sementara, menurut penuturannya, kau terpelanting jauh dari tempat dia dan motornya terjatuh. Saat itu kau sudah tidak sadarkan diri, dengan helm yang sudah lepas dari kepala, sehingga membuat kepalamu terpentur, untungnya kau tidak sampai mengalami amnesia," Tutur Anne, seraya mendaratkan cium di pipi gadis itu dengan sayang.
Kejadian mengerikan di hari itu terus saja berkeliaran memasuki ingatannya, dia bahkan ingat saat dia sampai di rumah sakit dan mendapati Arjuna dengan baju bersimbah darah. Selama perjalanan menuju rumah sakit, laki-laki itu membantu tim medis yang bertugas di dalam mobil ambulan. Anak gadisnya mengalami luka sobek di perut, karena tubuhnya terkena pecahan kaca, luka itu kian mengangga saat tubuh Alesha yang terpelanting itu mendarat dengan keras di pembatas jalan.
Tenaga medis harus mengeluarkan serbihan kaca yang menancap di perut gadis itu, sementara Arjuna diminta untuk terus menekan luka sobek itu agar darah yang mengalir ke luar tidak terlalu banyak. Sayangnya, perjalanan menuju rumah sakit terdekat telah membuat gadis itu kehilangan darah sangat banyak. Mengingat hari itu membuat tubuh Anne merinding ngeri.
"Ibu bersyukur karena ada Arjuna. Ibu tidak dapat membayangkan bagaimana jadinya, jika kamu tidak mendapatkan pendonor darah. Ibu tidak mau kehilangan lagi, Nak ... Ibu tidak akan sanggup bertahan, jika hal itu sampai terjadi ...." Air mata terus saja mengalir tanpa henti saat Anne mengatakan hal itu.
Tok tok tok.
Suara pintu di ketuk dari luar.
"Masuk!" kata Alesha mempersilakan orang yang berada di depan kamar rawatnya untuk masuk ke dalam. Tidak lama sosok laki-laki yang baru saj ajadi topik pembicaraan antara dirinya dan juga Anne muncul dari balik pintu.
Mata laki-laki itu membulat, "Alesha, lo sudah sadar, Sha?" beberapa kali dia mengerjapkan matanya, memastikan apa yang ditangkap oleh kedua pasang matanya adalah hal yang benar. Sebab, laki-laki itu sudah sangat menantikan melihat Alesha siuman. Satu bulan sabit terbit di wajah pucat milik gadis itu.
"Terima kasih banyak, Juna ...Gue,"
"Sssttt, gue nggak mau dengar lo ngomong aneh." Laki-laki itu melenggang mendekat, menuju tempat tidur Alesha.
"Sayang sekali lo telat bangunnya, Sha. Ini gue bawain makanan, tapi bukan buat lo," tutur laki-laki itu sembari memberikan sekantong plastik berisi makanan dan minuman kepada Anne.
"Terima kasih, Juna."
"Sama-sama, Tante. Kalau begitu, Alesha biar Juna yang ambil alih. Tante bisa istirahat dulu."
Anne menerima plastik dari Arjuna, lalu wanita itu pamit untuk beristirahat. Seperti hari-hari sebelumnya, Arjuna selalu datang berkunjung ke ruang rawat Alesha, dan tidak jarang juga dia berganti tempat dengan Anne untuk menjaga gadis itu.
"Padahal gue berharap lo bangun saat gue nyium lo, Sha."
"Idih! Jangan kebanyakan berkhayal deh! Memangnya lo pikir gue snow white apa?"
Laki-laki itu terkekeh, dia lalu menghampiri Alesha, "Gue berharap, lo nggak akan terluka lagi, Sha. Maaf, karena saat itu gue sudah ceroboh," ucap laki-laki itu lalu tiba-tiba saja dia mendaratkan bibirnya di kening gadis itu.
Mata gadis itu mengerjap cepat, dia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan oleh laki-laki itu. Kedua sudut bibirnya menukik ke atas, memamerkan barisan giginya yang rapih, "Gue nggak mau kehilangan lo, Sha. Gue frustasi, saat mendapati lo terkapar dengan tubuh penuh luka dan darah. Gue benar-benar merasa bersalah, gue nggak akan memaafkan diri gue kalau sampai terjadi apa-apa sama lo, Sha."
Gadis itu masih terdiam, memegangi jejak bibir Arjuna pada keningnya.
"Sha, Gue ... suka sama lo, Sha."
Mendengar kalimat terakhir yang meluncur darimulut laki-laki itu sukses membuat senyum di wajahnya sirna, "Lo nggak usah bilang hal itu, kalau niat lo hanya sebatas menyesal atau rasa bersalah karena ceroboh di hari itu, Juna."
"Bukan, Sha. Bukan!" laki-laki itu menyanggah dengan cepat ucapan Alesha.
"Gue nggak ngerti kenapa lo salah menangkap maksud hati gue, Sha. Gue benar-benar sudah terpikat, gue suka sama lo sejak hari pertama kita di kampus ...," Arjuna mengacak rambutnya.
"Dengar, lo mungkin menganggap gue konyol, tapi gue jujur mengatakan hal ini ... Gue suka sama lo, Alesha, sejak pandangan pertama."
*****
Di tempat lain, Kuala Lumpur, Malaysia
"Kenapa Lander nggak balas-balas pesan dari gue ya?" tanya Igni sembari memegangi dagunya, sementara pandangannya fokus mengecek layar ponsel, berharap ada balasan pesan dari Lander atas semua pesan-pesan yang sudah ia kirim kepada sahabatnya itu. Tetapi, sampai detik ini tidak ada satu pun pesan darinya yang mendapatkan balasan.
"Apa mungkin dia sibuk dengan tugas kuliahnya?"
"Siapa yang sibuk?" suara seseorang membuyarkan konsentrasi laki-laki itu.
Igni menoleh ke arah sumber suara, "Lander, sahabat gue yang sering gue ceritain ke lo, Del."
Gadis itu mengangguk, "Maybe, he's really busy."
Sekali lagi Igni mengecek semua media sosial miliknya, berharap ada satu pesan darinya yang dibalas oleh Lander. Tetapi, sekali lagi hasilnya nihil. Laki-laki itu beranjak menuju dapur, meninggalkan tamunya sebentar di ruang tamu apartemennya. Igni memeriksa isi laci-laci di dapurnya, setelah sebelumnya dia tidak mendapatkan apapun dari dalam kulkasnya. Laki-laki itu mencari sesuatu yang dapat ia suguhkan kepada tamunya.
Ponsel milik Igni bergetar, ada satu pesan masuk pada akun media sosial miliknya. Adele melihat isi pesan itu, di sana ada sebuah foto yang dikirim oleh Lander. Gambar pada foto itu menunjukkan seorang gadis yang berbaring lemah di kasur rumah sakit, sedang dikerumuni oleh dua orang laki-laki dan dua orang perempuan, yang ia taksir usianya sama dengannya. Buru-buru Adele menghapus foto itu dari ponsel milik Igni.
Tidak lama, laki-laki itu datang dengan membawa dua gelas berisi jus buah segar. "Maaf membuatmu menunggu lama, Del," kata laki-laki itu menghampiri gadis yang tengah duduk dengan manis di sofa ruang tamunya.
Tranfusi wholeblood1 : transfusi darah utuh yang dibutuhkan untuk menggantisel darah merah sesegera mungkin, salah satunya pada kasus kecelakaan lalulintas yang menyebabkan cedera berat sehingga kehilangan darah sangat banyak (lebih dari 30% volume cairan tubuh).
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro