Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

SUDUT PANDANG

Rasanya begitu menyebalkan, saat apapun yang kau usahakan dengan sangat keras, pada akhirnya sama sekali tidak berharga di matanya!

_Alesha_


"Hai babu, sudah siap dengan harimu hari ini?" tanya Igni bersemangat saat ia baru saja masuk ke kelas dan melihat Alesha tengah asik dengan buku ditangannya. Gadis itu mendelik ke arah sumber suara, mendapati sosok Igni yang sangat tidak diharapkan olehnya, sukses membuat Alesha kehilangan moodnya.

"Tuan muda, dengar ya, walaupun Osiris gue ada di tangan lo, tapi gue bukan babu lo!"

"Sepertinya lo lupa ya, semalam—" belum sempat Igni menuntaskan kalimatnya, Alesha segera berdiri dari tempat duduknya, dan membungkam mulut Igni dengan kedua telapak tangannya.

"Gue ingat dengan jelas, betapa bodohnya gue yang udah membuat keputusan dengan tanpa pikir panjang, sehingga berakhir dengan perjanjian konyol dengan lo, dan menuntut gue suka atau tidak suka—menuruti semua permintaan lo." jelas Alesha dengan sedikit berbisik kepada Igni.

Tidak nyaman dengan situasi yang sudah ia buat dengan Igni di dalam kelas, akhirnya Alesha memutuskan untuk pergi ke kamar mandi dan meninggalkan Igni serta Lander yang masih tidak berkutik di tempatnya.

"BERENGSEK!!!" kata Alesha dengan nada keras, seraya membanting pintu kamar mandi. Untungnya tidak ada seorangpun di sana, sehingga ia bebas untuk melampiaskan amarahnya pada Igni.

Alesha memandangi cermin, "Apa liat-liat? Belum cukup, kamu sudah bersikap konyol semalam? Membiarkan cowok songong memperalatmu, membiarkan dia mengikatmu sebagai orang yang mau disuruh melakukan apapun perkataannya—perintahnya? Kamu sudah gila apa, Alesha?" kalimat itu meluncur dengan mulus dari mulut Alesha pada pantulan dirinya yang ada di dalam cermin.

"Dasar BODOH!" sekali lagi kalimat makian itu terlontar dari mulutnya, untuk dirinya.

Ia mencuci wajahnya, berusaha untuk tetap terjaga, setidaknya walaupun Alesha merasa bahwa takdirnya buruk karena ternyata ia harus sekelas dengan Igni, juga harus terikat dalam sebuah perjanjian antara Tuan—yang dimaksudkan adalah Igni, dan Pesuruhnya—di sini sudah jelas yang dimaksud adalah Alesha.

Perjanjian yang menguntungkan bagi Igni itu tercipta semalam. Gelang Osiris milik Alesha rupanya lepas tidak sengaja saat Igni memintanya untuk tetap tinggal di kafetaria saat hari hujan, di hari pertama mereka bertemu sebagai siswa di Bridge School.

Perjanjian itu berisi, bahwa selama setahun, Alesha harus mau melakukan apapun yang diminta oleh Igni sebagai seorang Tuan. Igni akan memberikan Osiris milik Alesha setelah mereka naik ke kelas dua. Sampai saatnya tiba, dengan berat hati Alesha harus selalu mengikuti kemanapun Igni pergi, dan apapun perkataan cowok itu. Jika Alesha membutuhkan sesuatu yang memerlukan akses dari gelang Osiris miliknya, maka ia harus mau melakukan perintah Igni terlebih dahulu.

Alesha masih gagal paham, mengapa di zaman serba modern masih saja ada perbudakan. Dari mana sih, dia mendapatkan ide gila itu? tanya Alesha dalam hati. Alesha segera ke luar dari kamar mandi saat jam pelajaran pertama berbunyi.

*****

Rasanya waktu berjalan dengan super lambat bahkan mengalahkan siput. Hari-hari Alesha lalui dengan sangat berat, terlebih harus menjadi pesuruh bagi Igni. Tanpa terasa satu semester hampir berlalu, minggu pekan ujian pun sudah berakhir. Waktunya liburan. Sayangnya seperti siswa jenjang pertama lain, yang memiliki waktu terbatas untuk berjumpa dengan keluarga, Alesha memilih untuk menikmati waktu liburnya di rumah meski hanya dua hari saja. Alesha baru saja berniat untuk pulang ke rumah, sampai kedatangan kakeknya justru membuat ia semakin terlibat lebih jauh lagi dengan Igni.

Hari itu Jarvis dan Anne datang untuk menemui Alesha, mereka sudah berada di salah satu restoran yang tersedia di dalam Bridge School. Percakapan dimulai dengan hal-hal ringan, pertanyaan seputar kabar, dan hari-hari Alesha di sekolah juga di asrama. Alesha bahkan mengenalkan Oliva kepada ibu dan juga kakeknya. Kebetulan hari ini kedua orang tua Olivia pun datang untuk menjemputnya pulang.

"Kami pamit pulang dulu ya." ucap Tuan Geo, ayah Olivia kepada Alesha dan keluarganya. "Sampai berjumpa dilain kesempatan lagi, Tuan Jarvis." tambah Tua Geo, pria itu berjabatan tangan dengan Jarvis.

"Sampai berjumpa lagi." jawab Jarvis, setelah selesai berjabatan tangan dengan ayah Olivia.

Tidak lama setelah kepergian Olivia dan keluarganya, Alesha memberikan bingkisan yang di dalamnya terdapat sekotak kaca mata untuk Jarvis, dan sekotak gaun yang dipilih langsung oleh Alesha untuk ibunya. "Kek, ini ada bingkisan untuk Kakek dan juga Ibu," ucap Alesha memberikan masing-masing bingkisan tersebut kepada pemiliknya, air wajah Jarvis dan juga ibunya terlihat senang saat menerima bingkisan tersebut.

"Itu dari Tuan muda Bazyli." Alesha memberitahu.

"Wah, baik sekali ya, tolong sampaikan terima kasih dari Ibu."

"Apa Tuan muda Bazyli pulang hari ini?" tanya Jarvis sembari membuka bingkisannya. Dia senang karena ternyata cucu dari sahabatnya itu begitu perhatian terhadap ia dan juga keluarganya.

"Sayangnya dia tidak pulang dalam pekan liburan kali ini. Dia bilang tidak ada orang di rumahnya, jadi dia tidak akan pulang." jawab Alesha.

"Tuan muda Bazyli tidak pulang?" tanya Jarvis sekali lagi, sekedar untuk memastikan pendengarannya. Alesha mengiakan dengan anggukan.

Kakeknya selalu saja memintanya untuk lebih dekat lagi dengan Igni. Setiap semingu sekali, Jarvis selalu menyempatkan diri untuk mendengar kabar dari Alesha, juga tentang bagai mana harinya bersama dengan Igni. Sejauh yang Jarvis tahu, cucunya dan juga Igni berteman sangat dekat, hampir setiap ia video call ia selalu melihat cucunya sedang bersama dengan Tuan muda satu itu.

Sejauh ini, selama satu semester yang sudah dilalui Alesha bersama dengan Igni, menjadi pesuruh cowok itu, dia tidak pernah memerintah atau meminta hal yang aneh-aneh seperti layaknya seorang Tuan kepada pesuruhnya. Alesha tidak diminta untuk membawakan tas dan barang-barang milik Igni, tidak juga diminta untuk mencuci pakaian, membereskan kamar atau hal-hal yang biasanya dilakukan oleh seorang pesuruh.

Igni hanya meminta Alesha untuk makan semua makanan yang sudah ia beli, yang harus ia habiskan saat itu juga di depan Igni; diminta untuk datang ke Kafe atau restoran, hanya untuk makan bersama, atau sekedar menemani cowok itu bermain game; diminta untuk menemani nonton di bioskop; menemani cowok itu berbelanja, atau sekedar meminta Alesha untuk membeli beberapa pakaian yang dia suka; ke perpustakaan dan belajar bersama, serta diminta datang hanya untuk menunggu cowok itu sampai ia terjaga dari alam mimpinya. itu saja. Hal-hal yang sebenarnya sepele, dan remeh itu saja yang diperintahkan kepada Alesha sejauh ini. Namun, tetap saja Alesha tidak suka, karena bersama dengan cowok itu, telah menyita waktunya. Ia hanya ingin bebas dari perjanjian konyolnya dengan cowok itu.

"Kalau begitu, tolong antarkan kakek menemuinya." satu kalimat dari Jarvis itu sukses membuat Alesha tersedak sandwich yang belum sempat turun ke perutnya. Anne menepuk punggung anak gadisnya itu, lalu memberikan air untuk diminum oleh Alesha.

Alesha meminum air yang diberikan oleh ibunya, "Terima kasih, Bu." katanya.

"Jadi, mari kita ke tempat Tuan muda Bazyli." ajak Jarvis sangat antusias.

Rasanya enggan Alesha beranjak dari tempatnya. Dia sangat tidak ingin bertemu lagi dengan Igni, tidak selama masa liburan semesternya. Namun kini, keinginannya tersebut buyar sudah.

"Tuan muda, lo dimana?" tanya Alesha saat sambungan video callnya terhubung dengan Igni.

" Di kamar gue. Kenapa, lo kangen?"

" Cih, ogah!" baru saja Alesha hendak mengumpat kalimat kepada Igni, Jarvis muncul di sebelahnya, dan membuatnya urung.

" Oh, halo, Tuan Jarvis. Anda di sini?" tanya Igni saat ia mendapati pria tua itu berdiri di samping Alesha.

Pria tua itu tersenyum, "Tadinya saya ingin bertemu dengan Anda, Tuan muda Bazyli, untuk itu saya meminta cucu saya mengantar ke tempat, Anda. Tetapi, jika Anda sibuk, saya lebih baik pulang saja." kata Jarvis tanpa basa-basi.

Jeda, Igni tampak bingung harus menjawab apa. Sebenarnya, dia senang jika pria tua itu mau mampir ke tempatnya, setidaknya dia tidak akan merasa sepi mengingat Jesslyn dan Lander sudah lebih dulu dijemput oleh sopir mereka. Tetapi, ia memilih diam saja saat melihat wajah gadis cantik di sebelah Jarvis terlihat sebal degan bibir monyongnya.

Imut. Kata Igni dalam hati.

"Sayang senang, Anda dan cucu saya begitu akrab. Hari ini saya tidak datang menjemput Alesha," kalimat Jarvis belum usai sampai titik, tetapi hal itu sungguh membuat Anne dan Alesha terkejut.

"Awalnya, saya memang mau menjemput cucu saya pulang. Tetapi melihat Tuan muda yang nampak keseptian, rasanya lebih baik kalau Alesha di sini saja menemani Anda. Tolong jaga cucu saya, saya menitipkan Alesha kepada Anda, Tuan muda." nada suara Jarvis pada kalimat terakhirnya begitu penunh pengharapan, ada getar saat pria tua itu mengutarakan kalimat itu.

Jarvis hanya tidak tahu kapan ajal akan menjemputnya. Setidaknya, misi membuat Alesha dan juga cucu Dann Bazyli menjadi dekat, sudah tercapai. Jarvis yakin, tidak ada kata teman atau sahabat di dalam hubungan antara dua insan berbeda jenis itu. Jarvis berharap, entah kapan, pemuda itu dan juga cucunya akan dapat bersama. Pria tua itu hanya ingin saat ia sudah tiada kelak, masa depan Alesha dapat terjamin sepenuhnya saat bersama dengan pemuda itu.

"Kakek ini apa-apaan sih?" tanya Alesha gusar. Dia tidak suka dengan kakeknya yang teramat mengantungkan harapan, yang sangat tidak mungkin itu kepada Igni.

Tangan keriput Jarvis membelai rambut cucunya dengan sayang, "Tida apa-apa sayang, kakek hanya percaya padanya saja, apa itu tidak boleh?"

" Apa? Jadi kakek tidak percaya dengan cucu kakek sendiri dan lebih percaya dia, gitu?" Alesha benar-benar kesal mendengar hal itu dari mulut kakeknya. Dia segera pergi meninggalkan kakek dan ibunya sambil berlari. Samar-samar ia mendengar suara ibunya meneriaki namanya, tetapi ia sama sekali tidak ingin bertemu dengan kakeknya itu, tidak sekarang.

*****

Rasanya begitu menyebalkan, saat apapun yang kau usahakan dengan sangat keras, pada akhirnya sama sekali tidak berharga di matanya!

Dia bahkan tidak tahu, betapa aku selalu memaksakan senyum di wajahku.

Dia bahkan tidak tahu,bagaimana rasanya berjalan dengan sejuta beban yang menggelayut di punggung.

Juga, tidak tahu, setiap kali sorot mata itu begitu cepat memancarkan decak kekaguman, atas orang lain, tetapi tidak pernah ditujukan padaku ...

Semua itu terasa begitu menyesakkan di dalam sini.


Sederet kalimat itu menggema dalam benaknya, ada rasa sakit yang teramat pada dadanya. Gadis itu mengurut dadanya berulang, menangis hingga tersedu di balik pintu kamarnya. Satu kata yang dapat menggambarkan perasaannya atas perlakukan tidak adil kakeknya—kecewa.

Tok tok tok.

Alesha terperanjat saat tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.

"Aku tahu kau di dalam, tolong buka pintunya."

Masih belum ada jawaban dari dalam kamar.

"Dengar, aku sangat iri denganmu, kau tahu." suara yang sama terdengar dari balik pintu kamar Alesha. Gadis itu masih tidak percaya, orang yang selalu menjadi biangkerok—juga orang yang sama yang telah membuat hidupnya menjadi lebih rumit dari biasanya, orang yang sangat ia benci, justru dengan tanpa dosa berdiri di depan kamar dan berbicara omongkosong kepadanya. Alesha sungguh tidak peduli, dia menutup telinganya dengan telapak tangan, sembari berharap kalau sosok itu segera enyah dari sana.

"Aku iri, tidak banyak kakek seperti Tuan Jarvis, yang begitu terang-terangan menunjukkan rasa sayangnya padamu di hadapan semua orang. Tidak banyak kakek yang dengan tulus berharap bahkan terlihat sangat, kalau dia ingin agar cucu satu-satunya yang ia miliki ada yang menjaganya, saat cucunya itu berada jauh darinya. Dia bahkan rela merendah seperti itu kepadaku, hanya demi dirimu ... aku benar-benar merasa iri denganmu. Bukan hanya kakkekmu, tetapi juga karena ibumu. Aku iri. Seharusnya kau merasa beruntung."

Masih tidak ada suara dari dalam kamar.

"Itu saja yang ingin aku sampaikan. Oh iya, ponselmu pecah saat kau banting tadi. Tuan Jarvis, dia menitipkan ponsel retakmu dan juga gantinya. Kau bisa mengambilnya nanti. Kau tahu kan aku ada di mana."

Suara langkah kaki dari balik pintu kamar Alesha sudah tidak lagi terdengar. Gadis itu masih pada posisinya, meringkuk bersandar pintu, otaknya maish sibuk menemukan arti dari setiap kata yang ia dengar dari orang yang baru saja berlalu dari kamarnya. Rasanya, beberapa kali kata—iri, menggema dalam pendengarannya.

"Seorang Tuan muda sepertinya iri denganku, karena ada kakek dan juga ibu di sisiku? Ayolah, yang benar saja!" Alesha beranjak dari tempatnya, bersiap membasuh mukanya yang terlihat jelas jejak air mata di sana. 



Terima kasih ya sudah mampir, jangan lupa tinggalkan jejak berupa komentar dan juga vote ya...   ^^

Terima kasih banyak ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro