Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

💗9💗


Keesokan harinya ...

"Kakak gimana sih kok minta pulang paksa, kan Kakak belum pulih." Meti memapah Meli yang ternyata kakinya pun cedera.

"Aku loh gak sakit, ngapain lama-lama di rumah sakit, yang penting jelas kondisi aku gimana, lengan kan nggak patah, hanya perlu terapi aja, kaki juga cuman terkilir, ngapain lama-lama di sana, meski bagus rumah sakitnya ya tetep aja gak betah." Meti mengantar Meli sampai ke kamarnya sedangkan Steve menunggu di ruang tamu.

"Sudah aku mau rebahan dulu, kamu kapan balik?" tanya Meli sambil pelan-pelan merebahkan badannya, Meti telah menumpuk bantal lebih tinggi sehingga nyaman bagi Meli saat merebahkan badannya karena arm Sling yang masih ia pakai.

"Ntar sore Kak, ini mau jalan-jalan dulu bentar di sekitar sini, gak papa ya Kak?" Meli menunggu jawaban Meli sambil menatap kakaknya yang wajahnya masih saja sendu.

"Hati-hati ingat kalian sama-sama dewasa, Kakak tetap khawatir, meski Steve bolak-balik janji gak akan jatuh cinta sama kamu, tapi hati orang siapa yang tahu? Dia laki-laki berpengalaman dalam hal menakutkan itu, aku takut dia ngapa-ngapain kamu dan  ... "

"Nggak akan Kak, aku nggak akan sampai menyerahkan yang satu itu, aku akan menjaga seperti kakak yang juga utuh sampai saatnya menikah."

"Yah sudah, sana kalo mau jalan-jalan, naik mobil Mas Anton saja, itu kuncinya ada di gantungan samping pintu kamarku ini."

"Iya, jalan dulu ya Kak."

"Yah."

.
.
.

"Ngapain Om ngajak aku ke hotel, nggak ah." Meti bersiap turun saat mobil berhenti di sebuah hotel dan Steve menahan lengan Meti.

"Kamu ini ya curigaaa aja, Om mau ambil barang-barang Om yang masih ada di hotel, kan sore kita pulang jadi aku sekalian check out, kita jalan-jalan bentar, trus pamit sama kakakmu sebelum kita ke bandara. Meti tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, ia merasa tak enak karena telah berpikiran buruk, tapi paling tidak Steve tahu jika ia benar-benar menjaga diri.

Setelah memarkir mobil, berdua mereka hendak menuju kamar Steve, tapi saat sampai di lobi Steve menangkap bayangan wanita yang sangat ia kenal dan dadanya berdegup kencang.

"Dengan siapa dia di sini? Ada urusan apa ia di sini?" Steve bergumam sendiri. Meti menatap tak mengerti wajah bingung Steve.

"Om, ada apa?"

"Kamu di sini dulu ya, nunggu di lobi aja, biar aku yang ambil barangku, dikit kan cuman, bentar ya." Meti mengangguk dan duduk di salah satu kursi yang terdapat di lobi hotel. Tapi beberapa detik kemudian Meti bangkit dan mengikuti langkah Steve, Meti hanya penasaran melihat wajah tegang Steve.

Steve bergegas mengikuti langkah wanita yang sangat ia hafal. Ia hampir kehilangan bayangan wanita itu, yang ternyata asik berjalan sambil berpelukan dengan seorang laki-laki menuju salah satu kamar di hotel itu. Mereka terlihat mesra, sesekali berciuman dengan penuh napsu dan sang laki-laki tampak meremas bokong si wanita dan terdengar tawa dan jerit manjanya.

Darah Steve mendidih ia merasa diabaikan meski wanita yang entah mengapa sampai saat ini belum mampu ia lupakan tak tahu kehadirannya. Langkah Steve terhenti saat keduanya berhenti di depan sebuah kamar dan membuka pintu kamar. Sang laki-laki menggendong si wanita dan Steve tak mampu lagi menahan gejolak di dadanya yang rasanya hendak meledak.

"Laksmiiiii."

Keduanya menoleh dengan wajah penuh tanya.

"Siapa dia, Sayang?" tanya sang laki-laki yang tampang dan postur tubuhnya tak jauh berbeda dengan Steve.

"Entahlah, mungkin salah satu penggemarku, aku lupa, ayo Sayang kita lanjutkan di kamar, aku sudah nggak tahan."

Pintu kamar tertutup dan Steve menahan marah yang menggelegak juga sakit hati tak terkira saat mengingat ucapan Laksmi tadi. Ia benar-benar bodoh masih saja berharap pada wanita yang tak pernah menganggapnya sebagai laki-laki yang pantas berdiri di sisinya.

"Itu yang namanya Laksmi? Om masih saja berharap setelah kejadian ini? Om gak jijik dia seperti itu dengan laki-laki lain dan Om tetap ingin bersamanya meski sekujur tubuhnya bekas jamahan laki-laki lain?"

Steve tersentak mendengar kata-kata Meti, seolah ia didasarkan dan tanpa terasa matanya telah penuh air mata meski tak sampai menetes. Ia berbalik mendapati gadis kecilnya yang berdiri menatapnya dengan iba.

Steve bergerak cepat dan memeluk Meti, Meti kaget dan berusaha melepaskan diri, meski ia pernah dipeluk Steve tapi merasa aneh, canggung dan tak biasa.

"Diam sebentar, sebentar saja, bantu aku, bantu aku melupakannya gadis kecil."

"Om selalu gini, sudah pernah sama temen Om juga Om masih saja sedih, Om kok bego siiih."

"Sssttt ... diamlah."

Meti akhirnya diam saja, ia merasakan detak jantung Steve yang berdebar keras. Tubuh mungilnya tenggelam dalam badan besar Steve, ini kedua kalinya Steve memeluk badannya yang kecil.

"Sudah Om, gak enak dilihat orang yang lalu lalang di hotel ini, kita dikira pasangan mesum lagi, pelukannya kok gak di kamar?"

Steve melepas pelukannya, berusaha tersenyum meski hatinya perih. Meti menepuk pipinya pelan.

"Om cinta banget ya ke dia sampe aku lihat mata Om penuh air mata."

"Aku menyesali kebodohanku, kini aku berjanji, mulai saat ini selesai sudah semuanya, gak akan ada yang tersisa lagi, mau bantu aku melupakan dia?" Steve melihat Meti mengangguk cepat.

"Mau pura-pura jadi pacar aku?"

Mata Meti terbelalak dan menggeleng dengan cepat.

"Kan cuman pura-pura, nemenin aku saja, sampai aku kuat berdiri sendiri."

Tiba-tiba Meti tertawa dan memukul dada keras Steve.

"Bikin malu aja, badan gede berotot kok cengeng, ditinggal wanita murahan kayak gitu minta ditemenin, kalo aku jadi Om akan aku tunjukkan ke dia, kalo Om bisa hidup tanpa dia, cari cewek yang lebih dari segalanya dari dia."

Steve tersenyum lebar, ia mengangguk membenarkan ucapan gadis kecilnya yang selalu saja membangunkannya dari mimpi. Steve berjanji pada dirinya sendiri akan menghapus bayang-bayang Laksmi dari ingatannya. Steve merengkuh bahu Meti mengajaknya meninggalkan tempat itu, mengambil beberapa barang di kamarnya dan pamit pada Meli untuk segera pulang hidup sebagai manusia baru yang takkan ingat pada wanita yang telah membuatnya terikat tanpa kejelasan.

.
.
.

"Sudah sampai Om, aku turun ya." Suara Meti mengagetkan Steve, Steve hanya mengangguk, matanya masih terlihat murung. Mereka di jemput mobil keluarga Steve di bandara. Meli sedikit tenang karena paling tidak Steve akan aman sampai di apartemennya. Saat Meti akan turun, Steve menahan tangan Meti. Meti menoleh dan tersenyum melihat wajah murung tanpa senyum di sampingnya.

"Ada apa lagi, Om? Kok sedih lagi sih, tadi kan dah janji mau melupakan wanita syeksyih itu."

"Temani aku nanti malam," pinta Steve dengan wajah memelas dan mata Meti terbuka lebar.

"Ogaaah, enak aja aku disuru nemani tidur emang guling hidup bisa gerak-gerak enak dan hangat." Steve langsung menggetok kepala Meti dengan keras, Meti menjerit sambil mengusap kepalanya.

"Sakit tahuuu."

"Pikiranmu loh kok sampe ke sana, aku ini suntuk, mau ngajak kamu jalan-jalan, siapa jugaaa yang mau ngajak tidur anak keciiiil." Akhirnya Steve yang sejak tadi murung tertawa melihat Meti yang masih meringis kesakitan.

"Yaudah aku masuk." Meti keluar lalu menutup pintu mobil.

"Sampai nanti adik keciiiil." Teriak Steve, Meti hanya menjulurkan lidahnya.

"Sampe besooook, maap aku ada kuliah pagi besok Om, gak bisa nemenin Om jalan-jalan, kita teleponan aja yaaa baaaai."

Dan Meti segera membuka pagar lalu melambaikan tangan pada Steve yang kembali terlihat murung.

💗💗💗

1 November 2020 (03.18)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro