Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

💗8💗


Kepala Meli terasa pusing seketika, ia menatap laki-laki yang bagi adiknya adalah laki-laki baik bagai dewa penyelamat, namun bagi Meli sama seperti orang kaya pada umumnya, yang tak pernah menghargai apapun termasuk kehormatan orang lain, seenaknya dan setelah bosan ditinggal.

"Aku tak berhak menghujatmu, itu adalah hidupmu, aku hanya tak ingin adikku yang masih suci kau kotori atau bahkan kau tiduri, silakan kau berbuat apa saja pada siapapun tapi jangan adikku yang lugu itu kau jerat lalu setelah luluh kau ambil kesuciannya dan kau buang setelah kau bosan, aku tahu kau orang kaya, rasanya hidup kami memang tak bisa  dekat dengan lingkungan orang kaya, karena kami yang akan sakit dan tertindas, aku sudah mengalami itu."

Steve menghela napas, ia berusaha tidak emosi. Ia akan menjelaskan semampunya. Tapi jika Meli tak percaya itu hak Meli.

"Silakan kau marah atau apapun padaku, bahkan menghujat silakan, tapi demi Tuhan aku ikhlas membantu adikmu tak ada niatan macam-macam pada Meti yang telah aku anggap bagai adikku sendiri, jika aku memang laki-laki brengsek sudah aku rusak adikmu sejak awal kami bertemu tapi entah mengapa tak ada niat jelek sedikitpun pada Meti, karena pada dasarnya aku hanya mencintai satu wanita dan hanya satu sejak dulu, sayangnya ia tak pernah mencintaiku bahkan setelah bertahun-tahun aku menunggunya yang aku dapat hanya penghinaan, aku tak ada hubungan lagi dengan wanita yang kau sebut tadi, ia telah membuangku dan aku merasa cukup sudah aku menjadi laki-laki bodoh. Selanjutnya kau percaya atau tidak itu terserah padamu, aku tak akan memaksamu."

Meli memejamkan matanya, ia tak tahu lagi harus berbuat apa, ia hanya tak ingin adiknya terjerat kisah rumit dengan orang kaya dan mengalami hal menyakitkan seperti dirinya. Cukup dirinya yang merasakan sakit jangan sampai adiknya mengalami luka yang sama.

"Bisakah kau menjauh dari adikku?" Pertanyaan Meli mengagetkan Steve.

"Kalau aku bilang tidak bagaimana? Saat ini, dia satu-satunya orang yang bisa membuatku nyaman, aku bisa tertawa lepas hanya saat berada di sisinya, aku tak punya banyak teman, yang benar-benar dekat hanya satu dua teman cowok, sedang untuk teman cewek saat ini hanya adikmu, wanita yang aku cintai sudah membuangku tadi aku sudah bilang kan." Lirih suara Steve membuat Meti yang  sejak tadi mendengarkan di balik pintu kamar mandi menjadi iba, ia sempat marah saat tahu jika Steve ada dalam lingkaran masalah kakaknya tapi saat Steve mengakui semuanya timbul rasa iba dalam diri Meti. Steve tak ubahnya laki-laki kesepian yang tak punya tempat mengadu.

"Justru rasa nyamanmu pada adikku akan sangat mengerikan, suatu saat, cepat atau lambat kau akan suka pada adikku." Nada suara Meli menjadi tak nyaman di telinga Steve, suara menahan marah dan penolakan.

"Aku berjanji padamu, aku tak akan pernah suka pada Meti, sejak awal pun Meti sudah bilang jika aku bukan tipenya, ia masih sangat belia, aku akan menjaga hatiku agar tak akan pernah suka apalagi jatuh cinta pada adikmu, sekali lagi jangan suruh aku menjauh dari adikmu." suara Steve yang terkesan memohon dengan wajah yang hanya menatap ke arah lantai membuat Meli berusaha percaya, percaya bahwa adiknya akan baik-baik saja.

"Kak aku lapar, boleh aku jajan dulu di cafetaria rumah sakit ini?" Suara manja dan ceria Meti yang tiba-tiba mengagetkan keduanya membuat Meli hanya mampu mengangguk.

"Kami keluar dulu ya kak? Yuk Om cari makanan, kok bengong aja sih!" Dan sekali lagi Meli hanya mengangguk melihat Steve yang pamit padanya lalu mengekor di belakang Meti.

"Oh jadi Om ini mantan pacar wanita yang jadi istri kedua Mas Bram? Trus mantan pacar kakaknya Mas Bram juga si manusia jadi-jadian itu?" tanya Meti setelah mereka sampai di cafetaria, Meti telah memesan makanan, keduanya sedang menunggu pesanan, Meti menyempatkan bertanya apa yang ia dengar tadi.

Steve memandang wajah belia di depannya, yang masih menunggu jawabannya. Dengan poni berantakan dan rambut sebahunya yang agak acak-acakan.

"Mantan pacarku cuman satu gadis kecil, Laksmi namanya, sejak aku mengenalnya aku tak bisa mengalihkan perasaanku pada yang lain, dia mengajarkanku kenikmatan yang tiada tara yang akhirnya aku hanya yakin bawa dengan dia aku bisa mencapai kepuasan, surga dunia hanya dengannya, sedang yang satunya lagi, aku merasa gak punya hubungan apapun, aku mengaku salah, tapi dia yang memulai, dia yang menantang tak butuh laki-laki, ingin punya anak tapi tak butuh kaum kami karena uang segalanya baginya, aneh kan ada wanita pengen hamil tapi gak pengen punya suami, ya aku hamili dia eh dianya yang ngejar-ngejar aku cinta ke aku katanya lah menjilat ludah sendiri dia kan ya aku ketawa aja, makanya jangan ngomong sembarangan bisa berbalik bener deh."

Steve menghentikan obrolannya saat pesanan datang, nasi rawon yang dipesan Meti ternyata benar-benar menggugah selera. Meti langsung melahap dan terlihat benar jika sangat lapar. Steve menyendokkan ke mulutnya dan ia mengangguk-angguk.

"Enak kan makanan rakyat jelata?" Meti kembali melahap makanannya hingga habis, Steve hanya tersenyum melihat tingkah Meti yang kelaparan sambil sesekali meneguk es teh manis yang gelasnya berembun karena sangat dingin.

"Eh Om, kembali ke yang tadi, Om brengsek itu namanya, masa bikin hamil orang trus ditinggal gimana sih, nakal boleh tapi brengsek jangan, ntar kalo punya anak dan anak Om digituin gimana?" Meti terlihat kesal.

"Makanya aku tadi kan dah bilang, aku ngaku salah, tapi kan dia yang ingin hamil tanpa suami, ya aku wujudkan keinginannya." Steve tersenyum lebar sedang Meti tetap menggeleng dengan keras.

"Apapun itu Om tetap salah, harus mengakui anak yang dikandung atau mungkin sekarang sudah besar sebagai anak Om."

"Mau ngakui gimana, dia keguguran, stres karena aku tinggal kata dia sih, pas liat aku berdua sama Laksmi, dia histeris, dan ngamuk-ngamuk."

Meti kembali menggeleng pelan sambil melihat wajah tampan di depannya.

"Om salah jalan sih ya, tiap ngelakuin kayak gitu gak pernah merasa dosa ya? Kenapa juga si wanita pemuas itu gak dinikahin kan enak jadi halal kalo mau ya kapan aja."

"Seandainya dia mau sejak dulu kami sudah menikah, dialah yang membuat aku berpikir untuk menikah tapi dia selalu menolak sejak awal aku mengajaknya menikah, lalu aku harus bagaimana gadis kecil?" Steve menatap penuh tanya pada Meti.

"Mengerikan ya Om, kok ada wanita kayak gitu, mau aja gituan tanpa nikah, murah banget, kalo aku nggak lah, kalo nggak sama suamiku kelak aku nggak akan pernah mau, nikmatnya tiada tara pas gituan kata Om dan dosanyapun tiada tara, gak mikir kelak, mikirnya cuman enak dan nikmat, hmm kaum hedonis banget, bukan aku banget itu."

Steve menatap wajah Meti, wajah dengan makeup sangat minimalis, hanya sapuan bedak tipis, bahkan menjelang sore seperti ini bedaknya pun telah habis, menyisakan wajah belia tanpa sapuan apapun tapi tetap cantik alami menurutnya. Bibirnya yang merah alami selama yang ia tahu belum tersentuh lipstik, terlalu sederhana untuk gadis yang sudah berkuliah.

"Heeeh bengong ajaaa, jangan bandingin wajah aku sama wajah mantan pacar Om pasti jauh laaah, yang sini wajah gadis asli, sana wajah gadis juga tapi dah gak asli, iya kaaan." Steve tersenyum sambil menarik hidung Meti, Meti memukuli tangan Steve.

"Kaaan bener pasti bandingin."

"Nggak lah, masih cantik kamu," ujar Steve, Meti memperlihatkan dua ibu jarinya pada Steve sambil tersenyum lebar.

"Pastilah cantik aku, tapi tetep lebih menarik sanaaa, iya kaaan, eh Om kan biasa gituan, pasti tiba-tiba pengen, trus gimana pasti cari kaaan, iya kaaan?" Steve menarik poni Meti yang menatapnya penuh tanya.

"Pikiran kok aneh-aneh kamu, ya selesaikan sendiri kok repot." Akhirnya Steve tertawa.

"Nggak percaya aku, pasti nyari cewe bayaran buat digituin, ih ngeri."

"Sejak kenal kamu, aku jadi ingat terus kata-kata kamu, tiap ada niatan gituan, selalu saja wajah kamu muncul seketika, dan entah kok jadi gak mood, yang tadinya dah napsu  mau diapa-apain cewek yang aku pesan lewat seseorang aku anggurin aja, aku bayar dan aku tinggal, aku jadi ingat kata-kata kamu tentang dosa dan dosa."

"Laaaah trus?"

"TANYA TERUS, ya aku selesaikan sendiri kunyuk, ayo dah ke kamar kakak kamu sana, ini hampir Maghrib, kita sholat dulu trus aku cari hotel di sekitar rumah sakit sini, besok kita pulang."

"Tapi aku gak mau nginep di hotel sama Om."

"Lah siapaaa yang mau ajak kamu nginep di hotel adik keciiiiil, udah ah ayo, ngoceh aja, kita bayar dulu makanan kita."

💗💗💗

31 Oktober 2020 (02.07)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro