💗6💗
"Nih roti!"
Meti menoleh dan menemukan Raga yang menyodorkan roti padanya, Meti mengernyitkan keningnya tumben Raga bersikap baik padanya, pasti ada maunya.
"Tumben baik, biasanya juga ngehujat, ngata-ngatain?" Meti masih mengabaikan roti yang disodorkan oleh Raga, roti itu kini ada di depan tangan Meti. Raga memilih duduk di dekat Meti. Di gazebo yang berjejer banyak di sisi kantin jurusan mereka.
"Sorry kalo caraku salah, aku nggak bisa manis sama cewek, sejak dulu ya kalo suka sama cewek caraku gitu dan mereka gak masalah tapi ya itu cepet putus."
"Ya iyalah sapa juga yang mu pacaran sama cabe rawit." Meti meraih roti yang ada di depan tangannya, membuka plastik pembungkus lalu memakannya.
"Cabe rawit?"
"Mulut kamu kan pedes, cewek itu sukanya dimanis-manisin bukan malah dikata-katain." Meti memasukkan potongan terakhir ke mulutnya dan meraih botol air mineral dari tasnya.
"Iya aku mau belajar manis sama kamu."
Meti menoleh dan tersedak hingga, ia segera menyeka air yang merembes di sekitar mulutnya.
"Ngapain kamu mau manis-manis sama aku?"
"Kan cinta?"
"Hoeek!"
"Lah ngapain kamu mual? Dihamilin ommu?"
Raga berlari kencang menghindari Meti yang juga mengejarnya sambil mengeluarkan sumpah serapahnya.
.
.
.
"Assalamualaikum Mbak Sari."
"Wa Alaikum salaaaam, eh Dik Meti, baru dari kampus?"
Sari melihat Meti yang baru saja sampai dan melambaikan tangan berjalan menuju ruangannya. Sejak awal mengenal Meti, Sari sangat menyukai gadis belia itu. Gadis yang sopan dan rajin bekerja, meski hanya paruh waktu ia bisa diandalkan saat Sari ada keperluan mendadak atau ijin tidak masuk.
Sari ingat ia membeli dua kotak makan siang tadi, ia segera bangkit dan melangkah menuju ruangan Meti.
"Ini Dik makan siang."
Mata Meti berbinar dan segera membuka kotak makan yang berisi nasi plus ayam panggang lengkap dengan lalapannya.
"Makasih Mbak Sari, Mbak baik banget deh."
"Makanlah, aku mau ke depan dulu ya mau lihat apotek di depan kayak rame kali aja ada yang perlu dibantu."
"Iya Mbak silakan."
Sari berlalu dari hadapan Meti. Saat Meti baru saja hendak menikmati makan siangnya sebuah sapaan kasar menyapa telinganya.
"Ternyata kamu monyet kecilnya, beberapa hari ini aku ikuti ... ck ... ck ... ck ... seneng banget ya kamu sekeluarga menganggu ketentraman kami, ibu kamu mengganggu ketenangan rumah tangga ibuku, kakak kamu menganggu hidup Bram dan kami sekeluarga lalu kau setan kecil mau mengambil milikku."
Meti benar-benar kaget, ia ingat wanita yang di depannya adalah mantan kakak ipar Meli. Ia dibuat melongo karena merasa tak ada urusan dengan wanita jadi-jadian di depannya. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba saja dia di bentak-bentak oleh makhluk tak jelas di hadapannya.
"Heh Mak Lampir, aku tu gak ada urusan sama kamu tahu, ibuku tak pernah menganggu ibumu, kalau bapakmu yang terus baper apa ibuku yang salah? Mereka jelas-jelas tak ada hubungan setelah sama-sama menikah, lalu kakakku kau anggap pengganggu? Lalu kau lebih tepat disebut apa? Setelah berhasil memisahkan kakakku dengan adikmu apa kau masih belum puas? Bukankah seharusnya kau bahagia dengan ipar barumu?"
"Hentikan ocehanmu setan!"
"Kamu yang harus tutup mulut jin ifrit." Meti tak kalah keras suaranya.
"Ada apa ini Meti?" Sari tergopoh-gopoh melihat perdebatan keduanya. Berta menatap tajam ke arah Sari.
"Pergi kau dari sini jangan ikut-ikut jika kau masih ingin hidup tenang."
"Sudah Mbak Sari pergi aja, aku dah biasa ngadepin orang mabok macam gini, gak takut aku." Meti keluar dari tempat duduknya dan mendekati Berta. Sedang Sari segera menjauh dari keduanya.
Berta hendak menempeleng Meti tapi Meti segera sigap menangkap tangan Berta dan mendorongnya hingga Berta hampir jatuh.
"Heh, dengarkan! Aku bukan Kak Meli yang akan diam saja saat kau dan ibumu mencaci makinya, dengarkan orang kaya sombong, aku gak pernah ngambil apapun darimu, pergi sanaaa, jangan karena kau kaya lalu seenaknya pada kami yang miskin ini.
"Berani sekali kau ke sini dan membuat keonaran! Memangnya kau siapa? Sampai berani memaki-maki karyawanku?" Steve yang datang tiba-tiba menatap Berta dengan tatapan tajam. Berta menoleh menatap Meti.
"Aku belum selesai denganmu setan kecil." Dan Berta segera berlalu dari tempat itu. Steve mendekati Meti.
"Kamu nggak papa?"
"Gak papa Om, dia orang aneh masa ke aku tadi bilang, aku mau mengambil miliknya, lah aku loh ngambil apa? Dia yang jahat, dia yang memisahkan kakakku sama suaminya." Meti terlihat berapi-api dan Steve benar-benar tak mengerti maksud Meti.
"Maksudmu?"
"Kakakku menikah dengan adiknya, sejak awal dia sama ibunya gak setuju dan yaaa disakiti teruslah kakakku, sampe akhirnya kakakku dipisah sama suaminya dengan cara dicarikan istri baru buat adiknya, dicarikan yang sama-sama kaya, ya kalah lah kakakku, gak kaya kan? Orang kayak mah apa aja bisaaa, termasuk nginjak-nginjak kami yang miskin ini, apa lagi suami kakakku tu modelnya laki-laki lemah, entah lemah syahwat apa lemah gemulai."
Dan Steve sungguh kaget saat tahu bahwa Meti adalah adik dari mantan istri Bram. Steve hanya bisa mengangguk-angguk.
"Ooom ... Ooom ... lah malah ngelamun, ayooo si Om yaaa ... emmm ato jangan-jangan tuh Mak Lampir mantan cewe Om ya? Tapi masa dia cemburu sama aku yang anak kecil, kan kata Om juga Om suka yang besar-besar ya jelas kalah aku sama onderdil dia, ngapain juga dia cemburu sama aku, heran juga aku, tahu dari manaaa dia kalo aku kerja di sini? Dasar jin ifrit tahuuu aja mangsa ada di mana."
"Jaga diri baik-baik ya adik kecil, nanti pulang kalo aku belum juga datang bareng Mbak Sari ya!" Steve terlihat khawatir sedang Meti menggeleng.
"Nggak Om, aku pulang sendiri, gak enak diantar jemput lebih cepet naik motor."
"Kalo masih mau kerja di sini dengarkan kata-kata Om, ngerti, pokoknya nunggu Om, ato pulang bareng Mbak Sari, Om gak mau terjadi apa-apa sama kamu."
"Iya, Om." Meti akhirnya mengalah, tumben Steve terlihat serius sampai harus membentaknya.
"PMS kali si Om, tumben pake acara ngebentak segala, heh sebel deh antar jemput kayak anak sekolahan aja." Meti menghentakkan kakinya.
Sesampainya di ruang kerja, Steve duduk termenung lama. Ia sama sekali tak menyangka jika Meti, adik Meli. Steve hanya tau sekilas cerita Meli dan Bram. Bagaimana rumitnya kisah cinta mereka hingga berakhir perceraian karena ketidak tegasan Bram. Sebenarnya Steve tak ada hubungan apapun dengan kandasnya rumah tangga Meli dan Bram, tapi mau tak mau ia ada di lingkaran masalah itu. Steve dianggap sebagai laki-laki yang memporak porandakan pernikahan Bram dan Laksmi, ia dianggap selingkuhan Laksmi. Meski kenyataannya Laksmi yang meninggalkannya demi Bram.
Mengingat Laksmi, mau tak mau ada denyut nyeri di dadanya, bertahun-tahun ia menggapai cinta Laksmi namun tak pernah bersambut, bahkan terakhir di depan papanya, Laksmi mengatakan tak ada rasa apapun padanya. Mata Steve mengabur, sedemikian tak ada artinya penantiannya serta pengorbanannya hingga ia tak juga bisa tertarik pada wanita lain. Namun kini ia bertekad untuk melupakan Laksmi, wanita yang jelas-jelas merendahkan dan menghinanya, yang hanya butuh tempat pelepasan dan pelampiasan. Alangkah tololnya dirinya. Ia bukan laki-laki tak punya apa-apa, ia bisa mendapatkan wanita yang melebihi Laksmi.
"Aku kan melupakanmu, tak akan pernah menoleh lagi pada masa lalu yang kelam, alangkah bodohnya aku, hanya menunggu satu orang bertahun-tahun dan harus menerima kenyataan pahit bahwa ia menganggapku tak lebih dari gigolo."
"Haaah siapa yang nganggap Om gigolo? Mak Lampir itu? Aku datengin dia Om, aku bisa mukul dia kok kalo Om mau, enak banget dia ena ena sama Om, lalu Om ditinggalin ya?"
Tiba-tiba Meti masuk dan seketika diam saat melihat mata Steve yang memerah.
"Maaf, Om nangis? Om beneran ada hubungan ya sama si Tante Lampir tadi?"
"Kamu nguping ya?" Steve berusaha tidak tersenyum, ia ingin menggoda Meti yang sepertinya tak punya rasa gentar pada siapapun.
"Maaf, gak sengaja, tadi kan Om nyuru aku bareng Om pulangnya, jadi aku ke sini, pas mau masuk kok denger Om ngomong sendiri kan pintu itu kebuka, jadi aku denger Om ngomong apa aja, gak nyangka aja, Om mesum yang baik kok bisa pacaran sama makhluk gak jelas gitu, makanya dia marah banget ke aku dan bilang mau ambil milik dia, deuh siapa yang mau sama Om-Om amit-amit, Om emang ganteng sih tapi Om bukan tipe aku."
Steve melangkah mendekati Meti dan menariknya duduk di dekatnya, ia pandangi terus mata Meti, Meti jadi penuh tanya, ada apa dengan laki-laki yang sejak tadi kayak orang gak nyambung.
"Emang tipe kamu kayak apa?"
"Yang seumuran lah, gak enak pacaran sama orang tua, dah gak nyambung omongannya."
"Oooh jadi kamu nganggap Om kudet? Gak nyambung kalo diajak ngomong, gitu?" Steve masih saja menatap Meti tanpa senyum.
"Lah kok omong gitu sih Om? Emang kita mau pacaran apa kan nggak? Mana mau aku orang tua macam Om yang aduuuuh sakit Ooom ... "
Meti berteriak saat telinganya ditarik oleh Steve, Steve melepas tangannya dari telinga Meti saat pintu terbuka lebar dan muncul wajah Sari.
"Eh maaf, saya pikir Dik Meti kenapa kok teriak kesakitan, ternyata di jewer."
"Mbak Sari ini ada-ada aja emang kalo teriak kesakitan harusnya diapain?"
💗💗💗
29 Oktober 2020 ( 03.39)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro