💗3💗
"Masih nunggu Ommu?"
Meti tak peduli pada sindiran Raga, ia masih berdiri di depan kampusnya, tempat biasanya mahasiswa duduk bergerombol bersama teman-temannya.
"Aku hanya ingin tahu sampai di mana kamu betah bersama laki-laki yang aku yakin telah berpengalaman, jika kau sok alim, maka kau akan ditinggal."
Meti menoleh dan mendekati Raga, ia tatap laki-laki berwajah cantik di depannya.
"Kamu itu laki-laki kan? biasanya lebih banyak pake otak dari pada mulut, kok nggak operasi plastik sih atas bawah biar sekalian cucok meong jadi cewe."
Meti segera meninggalkan Raga saat ia melihat mobil Steve datang dan laki-laki itu melambaikan tangan padanya.
"Kok cemberut aja?" tanya Steve sambil sesekali menoleh pada Meti yang kali ini diam saja dengan wajah ditekuk.
"Pasti tengkar sama pacar itu tadi ya?"
"Ih nggaklah Om, siapa juga yang mau sama cowok cantik tadi, mulutnya kayak nenek-nenek pms."
Steve tertawa mendengar ucapan Meti, ia hanya geleng-geleng kepala, ada-ada saja istilah yang membuat Steve selalu saja tertawa jika bersama Meti.
"Kamu tahu nggak gadis kecil, aku bisa tertawa lepas kayak gini kalo cuman sama kamu."
"Alaaah kenapa juga Om jadi gombal begini."
Steve kembali tertawa lepas, ia tak bohong. Jika bersama Laksmi ia selalu saja sedih, karena setelah kebersamaan mereka bukan tatapan rindu dan sayang tapi hanya kepuasan karena napsu yang telah tersalurkan. Kadang Steve merasa dirinya bagai gigolo yang hanya dijadikan budak nafsu oleh Laksmi tapi entah mengapa ia sulit menghilangkan rasa cinta pada wanita itu.
"Om, sudah sampe, ih hampir deh kelewat," teriak Meti saat ia sampai di depan rumahnya.
"Oh ini rumah kamu?" Steve melihat rumah sederhana namun terawat bersih dengan halaman luas dan tanaman yang menghijau.
"Iya, mampir yuk Om?" ajak Meti, Steve tersenyum entah mengapa ia sangat ingin duduk di teras rumah nan teduh itu, namun karena masih ada pekerjaan lain akhirnya ia memilih mengurungkan niatnya. Steve hanya keluar dari mobilnya dan menatap halaman rumah Meti yang asri.
"Lain kali aja, aku masih ada kerjaan, sudah sana masuk, besok kamu ada kuliah?"tanya Steve, Meti menggeleng, ia berdiri di samping Steve.
"Ah ya berarti besok tunggu ya biar karyawanku yang antar motormu ke sini, akan aku kasi tahu alamatmu."
"Makasih Om ya, oh iya besok kalo aku gak ada kuliah aku biasanya seharian buka lapak," ujar Meti dengan wajah riang, Steve mengerutkan keningnya.
"Buka lapak? Maksudnya?"
"Yaaah si Om, aku ini anak dari keluarga yang ekonominya pas-pasan, ada sih pensiun dari almarhum Bapak yang PNS tapi kan gak seberapa Om, aku kasihan juga kalo kakakku jadi nanggung ini itu untuk aku, jadi untuk jajan aku gak pernah minta kakak, aku jualan, yang beli teman-teman kuliah, mayan Om untungnya, gak usah besar yang penting lancar."
Kata-kata Meti kembali menohok jantungnya, Steve sejak remaja terbiasa menghamburkan uang. Sebagai anak tunggal ia tak pernah dilarang jika ingin membeli apapun karena kedua orang tuanya yang punya berbagai bidang usaha. Mendengar bagaimana gadis seperti Meti yang mencoba mencari uang jajan sendiri seketika hatinya serasa diremas.
"Mau kerja ikut Om dengan gaji lumayan? Gak papa paruh waktu karena kamu kuliah." Tiba-tiba saja Steve ingin membantu Meti. Dan Meti melongo tak percaya.
"Hah, beneran Om?" Meti terlonjak kegirangan.
"Iya, kalo kamu mau, orang tua Om punya banyak apotek, kamu mau kerja bagian stokis obat? Kebetulan kami butuh tenaga itu, kalo mau, aku akan menelepon karyawanku, biar kamu diajari dulu kayak apa kerjaanya."
"Iya iya mauuuu ... makasih ya Ooom." Meti terlihat terharu, ia tak menyangka pertemuannya dengan Steve banyak mendatangkan kemudahan bagi hidupnya. Steve tersenyum lebar, ada rasa damai di dadanya, tiap kali melihat mata bening itu mengerjab di depannya dan terlihat bahagia.
"Iya dah Om pulang dulu ya, sana masuk, ntar ada yang nyulik." Steve mengacak poni Meti. Meti mengangguk dengan riang dan melambaikan tangan saat mobil Steve mulai berjalan.
"Kalau ada tamu, suru masuk Meti, duduk, jangan berdiri lama kayak tadi, nggak sopan kayak gitu sama tamu," ujar Ratna setelah Meti berada di depannya saat hendak berlalu masuk ke kamarnya. Meti segera duduk di dekat Ratna dan memeluk ibunya dengan wajah ceria.
"Ada apa? Kenapa meluk-meluk? Lagi jatuh cinta ya? Ato itu tadi pacar kamu?" tanya Ratna penuh selidik.
"Ih ibu nggak lah, mana mau aku sama om-om," sahut Meti dan Ratna kaget, menoleh menatap Meti, memandanginya dengan seksama.
"Apa kamu bilang? Om-om? Dimana kamu kenal? Jangan macam-macam Meti, gak ada yang gratis di dunia ini, ibu ingin kamu utuh nggak diapa-apain orang, bertemanlah sama yang seumuran, ya Allah Meti jangan bikin ibu susah."
"Ibuuu dengerin Meti dulu, ok Meti cerita, yaaaa terpaksa Meti ulang lagi meski Ibu sebenarnya dah tau yang kapan itu dah cerita, pasti ibu lupa." Dan mengalirkan kisah pertemuan Meti dengan Steve, mulai dari pertemuan tak sengaja di mall, yang berlanjut pada motornya yang mogok dan tawaran kerja di apotek milik keluarga Steve.
"Naaah gitu Ibuuu, bukannya aku mau pacaran sama om-om, sama yang seusia aja ogah apa lagi om-om, percaya deh Ibu, Meti belum mikir pacaran, hidup kita aja susah kok mau mikir hal yang bikin Meti tambah susah, kan kakak mau pindah, paling nggak dengan Meti kerja kayak gini jadi nggak nambah beban kakak, Meti bisa bayar sendiri uang kuliah Meti nantinya, tadi juga Om Steve bilang ada bonus jika aku mau lembur, kan jam kuliah gak tiap hari aku bisa atur waktu Ibu, nggak akan ganggu kuliah Meti, Meti janji." Meti memeluk ibunya yang masih terlihat khawatir.
"Jika kapan-kapan ia ke sini lagi, ibu ingin bicara langsung, ibu ingin memastikan kamu aman."
"Siaaap pasti Om Steve mau, tadi kayaknya mau tapi dia kan sibuk Ibu, biar kapan-kapan aja."
Ratna hanya mengangguk, pengalaman kisah rumah tangga Meli yang tak berujung bahagia membuatnya harus hati-hati menjaga hubungan Meli selanjutnya dengan pria manapun meskipun ia hanya sebatas memberi saran dan tentu saja di bungsu Meti.
"Ibu ingin kamu bahagia, menikah dengan laki-laki yang tulus mencintaimu, kita bukan orang kaya Meti jadi carilah pasangan yang sesuai dengan kondisi kita, ingat pengalaman kakak kamu, meski tak semua orang kaya seperti itu tapi pengalaman Meli mengajarkan pada kita bahwa cinta tak bisa menjamin bahagia."
Meti mengangguk, ia akan ingat betul nasehat ibunya dan berusaha tidak jatuh cinta pada siapapun, setidaknya untuk saat ini, baginya hidup adalah perjuangan untuk bisa bertahan hidup.
💗💗💗
27 Oktober 2020 (03.17)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro