Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

🐬 Part 12 🐬

Still Loving Him

Part 12

🐬🐬🐬🐬🐬🌷🌷🌷🐬🐬🐬🐬🐬

Alvie tengah memasukkan pakaian kotor miliknya, Dias dan juga Rakka suaminya. Setelah mengantar Dias sekolah tadi, dia sempat mampir sebentar ke toko bunganya. Akan tetapi, ia tidak lama di sana. Hanya perlu mengecek saja. Setelahnya, ia pulang karena merasakan badannya yang kurang fit. Entahlah! Ia pun tidak tahu kenapa tubuhnya tiba-tiba saja terasa lemas. Niat hati ingin beristirahat, semua itu urung kala ia mendapati pakaian kotor di rumah sudah sangat banyak. Ia harus mencucinya agar tidak semakin menumpuk yang malah membuatnya malas untuk mencucinya. Namun, ia sematkan untuk istirahat beberapa jam agar tubuhnya tidak semakin lemas.

Saat tiba di rumah tadi, ia terkejut mengetahui Rakka yang masih berada di rumah. Memang, saat ia mengantar Dias ke sekolah Rakka masih berada di rumah. Berbeda dari hari biasanya yang akan berangkat sangat pagi. Alvie pikir, Rakka akan berangkat siang hari ini. Nyatanya sampai ia pulang pun Rakka masih ada di rumah. Saat ia bertanya, Rakka hanya menjawab jika rasa lelah dari kepergiannya ke luar kota baru terasa hari ini. Rakka ingin beristirahat di rumah. Alvie pun hanya memaklumi saja.

Kepala Alvie terasa berat, tetapi Alvie masih tetap melakukan kegiatannya. Ia mulai memisahkan pakaian yang berwarna dan putih agar baju-baju yang memiliki warna tidak merusak warna pada pakaian putihnya. Kegiatan memisahkan pakaian berwarna Alvie harus berhenti saat ia memegang kemeja suaminya. Ia merasakan adanya sesuatu pada sakunya.

Merasa penasaran, Alvie pun mengambilnya. Sebuah kertas keterangan pemesanan hotel atas nama Rakka. Alvie melihat jelas tanggal yang tertera di kertas itu, tanggal itu adalah tanggal di mana suaminya pergi ke luar kota. Tanggal cek out-nya pun juga sama dengan tanggal kepulangan Rakka. Akan tetapi, Alvie merasa aneh saat melihat nama hotel yang tertera di sana. Bukankah itu nama hotel yang masih di daerah Jakarta?

Kening Alvie semakin melipat kala mendapati sehelai rambut yang tersemat di kemeja Rakka, Alvie tahu benar jika itu bukan rambutnya. Mengingat jika rambutnya berwarna hitam pekat. Sedangkan helaian rambut yang ia temukan berwarna kecoklatan.

"Sedang apa kamu?" Suara tegas Rakka mengejutkan Alvie dari lamunannya. Ia berbalik dan mendapati suaminya sudah berdiri di pintu masuk dapur sembari bersedekap dada.

Alvie menatap dalam Rakka sejenak. Sesaat kemudian, kertas pemesanan hotel yang masih ada di genggaman ia angkat, memperlihatkannya pada Rakka. Alvie melihat jelas wajah terkejut dari Rakka. Akan tetapi, semua itu hanya sesaat. Karena setelahnya Rakka kembali memasang wajah datarnya. Sungguh pintar dalam hal berpura-pura pikir Alvie. Bahkan, Rakka tampak acuh dengan menuangkan minuman ke dalam gelas.

"Mas. Di kertas ini pemesanan hotel atas nama kamu, tanggalnya sama dengan kepergian kamu ke luar kota. Tapi seingatku, nama hotel ini masih di lingkup Jakarta." Ucapan Alvie menghentikan pergerakan Rakka saat meneguk minumannya.

"Apa Mas punya penjelasan mengenai ini?" tanya Alvie sekali lagi.

Lagi, Rakka meletakkan gelas minumannya secara kasar. Menarik napas dalam lalu menoleh pada Alvie. "Ya. Aku tidak ke luar kota. Hanya menginap di hotel yang masih ada di Jakarta," jelas Rakka yang tidak terlihat raut wajah bersalah telah membohongi Alvie.

Alvie menatap Rakka sendu. "Jadi kamu membohongi aku, Mas?" Suara Alvie tersirat akan kekecewaan.

Rakka mendengus dan memutar bola matanya. "Aku hanya ingin suasana baru untuk menghilangkan penat dari pekerjaan kantor." Alasan yang Rakka ucapan membuat kening Alvie terlipat.

"Kalau begitu, kenapa kamu tidak libur saja dari kantor beberapa hari, lalu mengajakku dan Dias untuk berlibur. Benar-benar melakukan libur, Mas."

"Ha!" teriak Rakka, ia menatap nyalang Alvie. "Aku tidak bisa libur begitu saja dari kantor. Siapa yang akan menghedle tugasku di sana. Kamu? Jangan mengajak bercanda." Rakka mengucapkannya dengan nada tinggi. Ia benar-benar berteriak di depan Alvie, membuat Alvie menutup matanya. Pening di kepalanya semakin terasa, bahkan wajahnya pun kini terlihat pucat.

"Menyusahkan," ucap Rakka dan membalikkan badannya, bersiap untuk pergi dari sana.

Akan tetapi, Alvie yang masih memiliki pertanyaan mengejar langkah Rakka. "Mas," panggil Alvie yang tidak mendapat respon dari Rakka. Rakka terus berjalan, dan Alvie terus mengejarnya.

Hingga saat sampai di ruang tamu, Alvie dapat menggapai pergelangan Rakka. "Mas. Aku mau tanya. Siapa perempuan yang makan bersama kamu kemarin siang." Tubuh Rakka menegang, benar-benar terkejut akan pertanyaan Alvie yang ini.

Sesaat kemudian, amarah tercetak jelas di wajahnya. Ia berbalik bada dan menatap Alvie nyalang. Melihat raut muka Rakka yang seperti itu, jujur saja membuat Alvie takut. Akan tetapi, ia memang harus menanyakan hal yang sejak kemarin mengganjal di pikirannya.

"Kamu memata-mataiku?" teriak Rakka tepat di depan wajah Alvie. Lagi, membuat Alvie berjingkat.

Tanpa diduga, Rakka menghempaskan tangan Alvie begitu saja. Alvie yang memang dalam keadaan tidak siap, belum lagi keadaan tubuhnya kurang sehat membuat ia terhempas jatuh ke lantai. Bahkan, kepalanya sedikit membentur pada meja. Membuat kepalanya memar dan semakin terasa pening.

Alvie merintih sembari memegang kepalanya yang terasa semakin berat. Rakka yang berdiri tak jauh dari sana melihat jelas hal itu, bahkan ia tahu wajah pucat Alvie sedari tadi di dapur. Akan tetapi, tak ada niatan untuknya menolong. Suara ponsel yang berada di saku Rakka berbunyi, segeralah Rakka melihat ponselnya. Senyum Rakka mengembang, ia pergi begitu saja meninggalkan Alvie yang masih dalam keadaan kesakitan.

"Mas," panggil Alvie lirih, tentu saja tidak mendapat respon dari Rakka. Alvie menguatkan tubuhnya untuk bangkit dan mengejar Rakka. Akan tetapi, rasa pening di kepalanya membuatnya tidak mampu hanya untuk menopang tubuhnya. Baru saja ia berdiri setengah badan, tubuhnya kembali ambruk tak berdaya. Samar-samar, ia melihat tubuh Rakka yang keluar dari rumah. Sebelum ia kehilangan kesadarannya, ia semat kembali memanggil nama Rakka tanpa suara. Yang pastinya, tidak akan bisa Rakka dengar.

🌷🌷🌷

"Jadi, apa yang akan kau lakukan?" Suara Yanwar memecah keheningan di antara keduanya. Yanwar dan Diaz saat ini berada di apartmen Diaz membicarakan masalah Alvie.

"Entahlah," jawab Diaz yang memang merasa bingung. Ia melihat jam dinding di mana jam itu menunjukkan waktu Dias sebentar lagi pulang. Ah, Diaz sangat merindukan bocah kecil itu.

"Ingat, Diz. Dia bersuami. Terlepas itu perjodohan atau pun bukan." Yanwar kembali mengingatkan Diaz. Setelah mendapat penjelasan mengenai pernikahan Alvie kemarin dari Yani, Diaz mempunyai asumsi jika Alvie dan suaminya menikah karena perjodohan, dan tidak ada cinta di antara keduanya. Rakka yang notabenenya laki-laki tentu saja memiliki keberanian untuk berselingkuh. Sedangkan Alvie, Diaz yakin tidak akan memiliki keberanian seperti itu.

"Diz," panggil Yanwar lagi.

"Aku tidak tahu, War." Diaz bangkit, ia meremas rambutnya kasar. "Lebih baik aku melihat Dias. Aku sangat merindukan bocah itu."

Tanpa memedulikan panggila Yanwar, Diaz meninggalkan apartmennya dan mengendarai mobilnya menuju ke sekolah Dias. Tidak, Dias tidak menjemput anak Alvie. Karena tentu saja Alvie yang akan menjemputnya sendiri. Ia hanya akan melihat saja dari jauh. Cukup bukan untuk mengobati rindunya?

Saat sampai di sana, Diaz melihat memang waktu pembubaran sekolah. Ia pikir, mungkin terlambat untuk melihat Dias. Akan tetapi, senyumnya terbit saat melihat Dias yang duduk di depan pos satpam. Sepertinya Alvie belum datang, ia memutuskan akan menunggu di sana sampai Alvie datang menjemput Dias.

Waktu berlalu, sekolah sudah mulai sepi, tetapi belum juga tampak kedatangan Alvie. Di sana, Dias tampak bercengkerama dengan satpam sekolahnya. Diaz tersenyum, begitu suka melihat putra Alvie yang begitu baik hati. Hingga beberapa waktu berlalu, masih tidak ada Alvie datang menjemput Dias.

Diaz pun mendekatkan mobilnya pada posisi Dias, lalu turun untuk menghampiri Dias. "Dias," panggilnya. Dias yang masih bercengkerama dengan satpam sekolah menoleh.

Senyuman bocah laki-laki itu mengembang saat mendapati kehadirannya. "Om Diaz." Diaz tertawa saat menyadari keantusiasan dari putra Alvie ini.

"Kok belum pulang?" tanya Diaz yang mendapat gelengan. Dias kecil yang sebelumnya ceria kini menampakkan wajah murungnya. "Kenapa?" Suara Diaz begitu lembut, bagi mereka yang tidak tahu pasti akan berpikir kalau Diaz ini adalah orang tua yang baik hati bagi bocah laki-laki itu.

"Mama belum dateng. Tidak biasanya Mama seperti ini. Dias jadi khawatir, apalagi tadi pagi Mama bilang dia sakit kepala," jelasnya dengan lirih yang masih bisa didengar oleh Diaz.

Diaz berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan Dias. "Pulang sama om, yuk!" Dias kecil mengangguk. Keduanya pun memasuki mobil dan Diaz mulai menjalankan mobilnya mengantar putra Alvie pulang.

Setelah perjalanan panjang di mana mereka harus melewati kemacetan, akhirnya mereka telah sampai di depan gerbang rumah Alvie. Tak lupa Dias mengucapkan terima kasih karena sudah diantar.

Diaz tak lantas langsung menjalankan mobilnya, ia akan memastikan Dias kecil masuk terlebih dahulu. Melihat Dias yang sepertinya kesusahan membuka gerbang, Diaz pun turun dan menghampirinya.

"Kenapa?" Dias menoleh, ia menampakkan cengirannya.

"Susah, Om." Diaz tertawa. Ia mengusap kepala Dias kecil.

"Lain kali minta tolong." Dias mengangguk. Setelah pintu gerbang terbuka, dia segera berlari memasuki rumahnya. Baru saja Diaz akan memasuki mobilnya, getaran di ponselnya membuat ia urung. Ia mengangkat sebuah panggilan sembari menyandar pada kap mobilnya.

"Mama!" Suara teriakan Dias dari dalam rumah membuat Diaz terkejut, ia segera berpamitan pada seseorang di seberang sana dan berlari memasuki rumah Alvie.

Mata Diaz membulat saat ia melihat tubuh Alvie yang tergeletak di lantai, dengan Dias yang menangis di sampingnya. "Om, bantuin Mama." Suara Dias yang diiringi tangis membuat Diaz tersadar.

Ia segera mendekat dan meraih tubuh Alvie. "Kita bawa Mama kamu ke rumah sakit," ucapnya. Dias kecil yang tidak tahu apa-apa hanya mengangguk dalam tangisan. Ia pun mengikuti langkah Diaz yang menggendong mamanya yang dalam keadaan tak sadarkan diri.

🐬🐬🐬🐬🐬🌷🌷🌷🐬🐬🐬🐬🐬

Hay, pagi. Sekedar pemberitahuan, ya. Part 7 post ulang. Ada sedikit tambahan di sana. Ada yang terlupa kemarin.🤭🤭🤭🤭

Ok.
Hope you enjoy with this part
Vote jangan lupa.komen jangan lupa
Follow WP Mom jangan lupa
Follow Ig Mom juga jangan lupa

Ig : evi_edha94
😉😉😉👌

Jangan lupa juga, baca cerita mom yang lain.
Jangan lupa juga, promoin cerita Mom ke temen-temen kalian, ya
☺️☺️😘😘😘😉👌

Ok. Selamat beraktifitas semua
😘😘😘😘

🐬Salam🐬
🌷 EdhaStory🌷
💘💘💘💘💘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro