Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#8 Berpisah

Hai hai hai~ sebenernya mau post kemarin tapi udah kemaleman hahaha 

Untuk chapter-chapter selanjutnya, mungkin ga akan sepanjang sebelumnya ya T-T aku berusaha biar update nya gak lama..makanya kayaknya per chapter nya aja yg kupendekin- 

hope you enjoy this chapter as well! 

happy reading!

.

.

.

.

.




"Sayang! udah bawa handuk belom??" 

"ini- aku baru ambil yang baru" 

"udah bawa sampo?" 

"aku pinjem punya Gempa aja nanti" 

"sikat gigi?" 

"aku masukin besok, kan paginya aku masih pake" 

"celana dalem?" 

"ih- sentil juga nih lama lama!" 

Halilintar mendengus sembari membawa tiga-empat pasang celana dalamnya. Solar telah menantinya di atas kasur, dengan sebuah tas yang cukup besar di sebelahnya berisi barang-barang Halilintar. 

"ohh- jadi ceritanya kamu bantuin aku berberes gitu?" senyum Halilintar sembari memasukan celananya kedalam tas. Solar hanya tersenyum dan mengangguk.

"makasih yaa sayangku~" Halilintar mengelus kepala Solar. 

Memasukan barang barang yang lain kedalam tas, Solar menghela pelan. 

"besok kamu pergi deh.. aku sendirian.." lesunya. 

"aih... udah berapa kali kita ngomongin ini, hm?" Halilintar menyingkirkan tas nya lalu mendudukan dirinya di atas paha Solar dan memeluk Solar untuk yang kesekian kalinya. 

"padahal kan presiden club nya kamu.. kenapa sih Gempa ikut campur soal ini.." Solar mendengus. 

"Gempa hanya ingin band kita menang..itu aja kok" 

"tapi untuk itu, kamu yang harus berkorban, hm?"

Halilintar mengangkat bahu "mau bagaimana lagi.."

Tersenyum simpul, Halilintar meraih boneka kecil yang diletakan di meja kecil samping kasur. Itu adalah boneka yang tempo hari diberikan Solar untuk ulang tahunnya.

Menunjukan boneka kecil yang merepresentasikan Solar dengan gembira, Halilintar memasukan boneka itu ke dalam tasnya.

"Kamu akan membawa itu?" kekeh Solar.

Halilintar mengangguk "supaya bisa kupeluk nanti kalau aku kangen~" ucapnya.

Solar memegang kedua pundak Halilintar, menatap gemas pada makhluk imut itu dan tau-tau saja membalik posisi mereka hingga dirinya berada di atas Halilintar. 

"aku nggak mau tidur malam ini.." ucapnya.

"Terus maunya apa?" Halilintar tersenyum nakal.

"Kamu yakin nanyain itu?" Solar menyeringai, kemudian membelai pipi Halilintar dengan sebelah tangannya. 

"kamu pasti tau kan... apa yang kuinginkan.. dari pacar imut-ku ini?" 

Berkata dengan suara merendah, Solar perlahan menutup jarak diantara mereka. Halilintar pun menutup kedua matanya, bersiap untuk apa yang akan terjadi dengan jantung berdebar debar. Sial.. wajah Halilintar yang bersemu merah sungguh menggoyahkan iman seorang Solar Light.

"temani aku jalan jalan diluar.." 

Solar berbisik di telinga Halilintar sebelum mengangkat tubuhnya naik. Ia terkekeh melihat wajah Halilintar yang memerah kebingungan, kemudian ia menawarkan tangannya. 

"ayo jalan jalan.. nikmatin pemandangan malam hari, kalau dipikir pikir..kita hampir tidak pernah jalan-jalan disekitar sini kan.." 

Halilintar tertegun. Sesaat otaknya loading berusaha memproses apa yang barusan terjadi, sampai ia melihat senyum Solar yang menyadarkannya dari lamunannya. Ia pun menyambut tangan Solar dan membiarkan Solar menariknya bangun. 


















Di tepi kolam renang , Solar dan Halilintar berjalan berdampingan ditengah lampu-lampu kecil yang menerangi sekeliling kolam pada waktu itu. Membiarkan angin sepoi sepoi menerpa tubuh dan wajah mereka, melihat keindahan suasana kolam pada malam hari. 

Tidak ada siapapun disana, area ini memang cenderung sepi pada malam hari. Halilintar berjalan mendahului, sedangkan Solar berjalan di belakangnya. Saat ia menoleh, ia tersenyum melihat Solar yang tengah merekamnya dengan ponselnya. 

"kamu ngapain?" kekeh Halilintar. 

"kenang kenangan" Solar menjawab santai "2 minggu itu nggak sebentar loh.. aku pasti bakal kangen banget sama kamu. Aku bakal nonton video ini pas kamu nggak ada" 

"aish~ jangan ah!" Halilintar berusaha menutupi kamera Solar dengan tangannya namun dengan cepat ditepis oleh sang pacar. 

"ohh- come onn~ masa kamu nggak mau melakukannya untuk pacarmu tercinta?? ayo dong..katakan sesuatu" 

"sesuatu" 

Solar merotasikan bola matanya "maksudku, katakan..apa aja yang mau kau katakan, Hali" ujarnya.

Menyeringai nakal, Halilintar mengambil ponsel dari tangan Solar. Ia menatapi layar display nya sejenak kemudian mulai merekam dirinya sendiri. 

"kau, tunggu situ" perintah Halilintar sembari berjalan menjauh dari tempat Solar. 

"ish- kaak.. ngapain sih? kembalikan ponselku" rengek Solar. 

"udah tunggu aja, mau videonya kan?" 

Solar mengangguk. 

"kalau begitu diam disana. Biar aku yang mengambilnya untukmu" 

Halilintar tersenyum, lalu berjalan menjauh sambil memegang ponsel Solar. Setelah dirasa cukup jauh, ia pun mengarahkan layar ponsel ke wajahnya sendiri dan mulai merekam. 






***







Mereka kembali ke kamar dengan minuman yang baru mereka beli di tangan masing-masing. Seperti biasa, Halilintar membeli susu stoberi dan Solar membeli es kopi. Rasanya lucu, setiap kali mereka membelinya, rasanya seperti kembali ke masa lalu. 

Pertemuan keduanya yang bagaikan takdir. Perasaan yang tersimpan begitu lama serta kesadaran yang terlambat. Bernostalgia sedikit..rasanya tidak buruk.

Tapi bagaimanapun juga, masa lalu tidak ada apa apanya dibandingkan masa kini. Rindu akan suatu cerita yang lampau itu tidak masalah, tapi jangan berpikir untuk kembali dan mengulang cerita sakit yang sama. Fokus pada masa kini, itulah yang terpenting. 





Kini mereka duduk berhadap hadapan di meja makan. Minuman yang mereka beli pun diletakan di atas meja, sembari menikmati cemilan pisang yang dibuat Solar. Mereka baru saja makan malam, karena itu mereka menginginkan sesuatu yang manis sebagai penutupnya. 

Halilintar, mengunyah makanannya. Ia dengan penasaran melirik pada minuman Solar. 

Es kopi yang visual depannya terlihat tidak meyakinkan. Hitam legam nyaris menyerupai coca cola yang tak bersoda. Namun Solar selalu memesannya dan membuat Halilintar penasaran. 

"hey Solar" 

"hm?" 

"es americano yang selalu kau pesan itu.. enak kah?" tanyanya. 

Solar mengangguk "enak kok" 

"coba dong" 

Solar mengerjap kemudian menyodorkan minumannya pada Halilintar yang menerimanya dengan gembira. Ia lalu menyeruput minuman itu tanpa ragu dan wajahnya langsung mengerut pada sedotan pertama. 

"p-pahit banget!! kok kamu bisa minum sesuatu yang pahit begini sih?? ga enak ah!" cetus Halilintar. 

"lahh- kamu sendiri?? suka banget minum susu stoberi yang super manis itu??" Solar membalas. 

"ya, karena aku suka lah!" 

"Nah kan! nggak harus ada alasan buat menyukai sesuatu, tau! Kita ingin karena kita memang suka. Sama kayak kamu..kan?" 

Halilintar tercekat. 

Benar apa yang dikatakan Solar. 

Ia menyukai Solar saat pertama ia melihatnya pada orientasi siswa baru, apa itu yang disebut cinta tanpa alasan? 

Bagi Halilintar, Solar itu tidak tampan. Setidaknya sampai ia kenal dengannya dan berpacaran dengannya. Solar hanyalah seorang remaja narsis yang masih mencari jati diri dengan mendekatkan diri dengan orang lain. Tapi Solar punya sesuatu yang membuat Halilintar tergila gila padanya. Sesuatu..yang mungkin tidak dimiliki orang lain. 

"hayoo bengong!" jentikan jari Solar di depan wajah Halilintar membuatnya tersadar. Saat matanya mengerjap, wajah Solar adalah yang pertama muncul. Tersenyum dan menatapnya penuh makna. 

"kamu tau nggak, kenapa aku bisa suka sama kamu.. senior galak yang kerjaannya nyari gara gara sama juniornya? senior yang dulunya kubenci, tapi sekarang malah jadi orang yang paling aku sayang.." 

Kata-kata Solar menjeda, diselingi dengan senyuman khasnya yang selalu membuat Halilintar meleleh. 

"karena kamu, aku bisa jadi diriku sendiri. Karena kamu juga, aku bisa jadi seseorang yang aku bahkan nggak tau aku bisa. Aku sayang kamu , dan gak ada yang bisa gantiin kamu di hatiku.." 

Solar mengelus kepala Halilintar. Keduanya hanyut dalam tatapan itu selama beberapa saat hingga keduanya saling tergelak dengan wajah memerah. Terutama Solar yang sudah memasang wajah perayu handal jalan Magelang. 

"ih- dasar kang kerdus!" 













*** 



Pagi pagi , Halilintar sudah sibuk di dapur memasak berbagai makanan.

Seperti janjinya pada Solar, ia memasak dua menu yang selalu menjadi favorit Solar dimanapun kapanpun. Dua menu itu ialah Ayam panggang madu dan Kari. 

Setelah siap mencicipi dan memberikan sentuhan terakhir, Halilintar menghidangkan makanan itu untuk Solar dan menyimpan sisanya. Bukannya tak suka, tapi Halilintar merasa itu terlalu berat untuk dimakan pagi-pagi sehingga ia menyimpannya untuk dimakan siang nanti. 

Begitu makanan sampai ke meja, senyum Solar langsung terkembang. Ia sedari tadi sibuk mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa Halilintar, termasuk gitarnya. Padahal bukan ia yang akan pergi, namun sepertinya malah ia yang lebih repot.

"kapan terakhir kali kamu masakin aku yaa.. mentang mentang mau pergi, jadi dimasakin nih?" 

Halilintar terkekeh "jangan cerewet, makanlah.. aku juga menyimpan 2-3 porsi lagi untukmu di kulkas. Kau bisa menghangatkannya nanti" 

Mengambil sendok dan garpunya, Solar pun tersenyum simpul "makasih yaa, pacarku yang paling perhatian~ keliatannya enak sekali! aku makan!" 

Solar mengambil masing-masing lauk ke piringnya beserta nasi, kemudian langsung menyantapnya tanpa pikir panjang. Ia memekik begitu cita rasa dari makanan itu meresapi indera perasanya. Benar benar enak. 

"hmm! kamu pinter banget sih masaknya! bahkan masakan kantin aja kalah loh!" puji Solar dan sekali lagi ia menyuap satu sendok besar ke dalam mulutnya. 

Jangan tertipu dengan tubuh Solar yang atletik dan kurus, ia sebenarnya adalah pemakan segala. Di hari hari biasa, ia bisa menghabiskan tiga sampai empat porsi kari kantin dalam sekali makan. Itu adalah menu favoritnya yang selalu ia pesan saat jam makan siang.

Bicara soal kari, Solar bilang bahwa hanya ada dua kari terlezat di dunia. Yang pertama adalah kari buatan Halilintar, dan yang kedua adalah kari ibu kantin. Ia bahkan tak bosan bosannya memesan kari setiap hari, hingga Halilintar yang melihatnya pun sudah mual padahal bukan ia yang memakannya.

"aku gak akan bosen bilang.. kalau masakanmu itu yang terbaik, sayang" ujarnya. 

Halilintar tertawa kecil, menggeleng pelan sembari mengaduk sereal di mangkuknya "aku memasaknya seperti biasa loh.." 

"sayang , masakanmu itu nggak pernah biasa" Solar menyahut cepat. 

"kenapa begitu?" 

"karena kamu memasukan cinta mu didalamnya" 

Tersenyum malu, Halilintar hanya menunduk dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Walaupun sudah tak terhitung berapa ratus kali Solar mengucapkan kata kata gombal dalam sehari, tetap saja itu membuat Halilintar tersipu. 

Makan pagi mereka pun berjalan seperti biasanya. 

Usai makan dan membereskan segala sesuatunya, Halilintar kini hanya duduk dengan barang barang yang sudah siap untuk diangkutnya. Gempa, yang berkata akan menjemputnya tak kunjung menampakan batang hidungnya dan ia baru saja mengabari Halilintar kalau ia akan sedikit terlambat. 

Sembari menunggu, seperti biasa Halilintar dan Solar akan berbincang bincang kecil seperti halnya teman sepermainan. Salah satu alasan yang membuat keduanya begitu serasi adalah selera humor dan pembicaraan yang cocok satu sama lain, sehingga tak pernah terlintas sedikitpun rasa bosan dalam hubungan mereka. 

"gak ada yang ketinggalan kan?" Solar bertanya sekali lagi untuk memastikan, ia tau bahwa kekasihnya itu sangat pelupa. Mungkin karena usia..ups. 

Halilintar terdiam, ia berpikir sejenak "sepertinya nggak ada.." 

Namun kemudian Solar menyeringai "ada yang ketinggalan" 

"apa?" tanya Halilintar. 

"aku lupa makan makanan penutup" 

Solar bangkit dari duduknya, lalu memerangkap Halilintar di kursi yang ia duduki. Seringai nakalnya membuat Halilintar berdecih, namun dengan cepat bertukar menjadi senyum manis. 

"sempet sempetnya ya kamu" kekeh Halilintar sembari memukul pelan dada Solar. 

"kenapa? kamu nggak suka?" Mendekatkan wajahnya pada Halilintar, Solar berbisik "kamu mau biarkan aku memakanmu disini.. atau biarkan aku memakanmu di depan Gempa, hm?" 

Halilintar merotasikan bola matanya mendengar penawaran Solar yang sama sama tidak enaknya, tapi memang begitulah Solar. 

"come on.. its the last time before the long 2 weeks.."

Berkata dengan suara merendah, Solar mengangkat wajah Halilintar dengan jarinya kemudian mulai menutup jarak di antara mereka. 

TING TONG!! 

Baru saja kedua belah bibir mereka akan bersentuhan ketika terdengar suara dering bel yang cukup keras disertai suara Gempa yang menggema keras seakan menusuk indera pendengaran pasangan itu.

"Hali!! aku datang menjemputmu!!"

Solar berdecih kemudian mencium pipi Halilintar dan mengelus kepalanya. Ia tersenyum menatap Halilintar sebelum menarik dirinya bangun. 

"Gempa menunggumu tuh" senyumnya. 

Halilintar bangkit dari duduknya lalu mengambil barang-barangnya. Dibantu Solar, Halilintar membawa tas serta gitarnya menuju pintu keluar. 

"jangan lupa telepon aku ya kalau ada waktu" pesan Solar sebelum Halilintar pergi. 

"walaupun aku gak punya waktu, aku bakal telepon kok" balas Halilintar, tersenyum. 

Dan begitu saja, hari hari Solar tanpa kehadiran Halilintar selama dua minggu untuk pertama kalinya sejak mereka jadian pun dimulai. 





to be continued. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro