Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#7 Event

Oke.. first of all- Happy sunday!
Dan..maaf udh lama ga di update ahaha 😭 tapi aku bakal mengumpulkan tekad dan rajin nulis lagi!
Semoga kalian masih inget dan enjoy cerita ini~
Mari ikuti perjalanan Solar dan Hali sampai akhir yey ~

Happy reading!

.

.

.

.

.














Suasana di ruangan club musik dan club pemandu sorak siang itu cukup mencekam. Pasalnya, kini kedua club tengah mengadakan rapat yang dipimpin oleh masing-masing senior, mantan presiden dari club tersebut.

Di ruangan club pemandu sorak, kak Sai tengah berbicara sambil menatap anggotanya satu per satu 

"Event tradisional tahunan yang diadakan kampus kita untuk olahraga dan musik, To You atau disingkat 2U. Kita akan berlomba dan bersaing dengan universitas-universitas lain" 












Sedangkan di ruangan club musik, Gempa sang drummer yang juga merupakan salah satu panitia juga tengah berbicara. 

"event ini diadakan setiap tahun, dan ini adalah kesempatan emas untuk membuktikan diri serta menjalin pertemanan melalui pertandingan olahraga, acara musik, dan aktivitas cheerleader.."












Sai berbicara semakin mengebu ngebu, sama dengan Gempa yang semakin mengeraskan volume suaranya menandakan bahwa kedua orang itu sedang dalam semangat yang tinggi untuk mengikuti event itu.

"menang atau kalah, itu bukan tujuan utama kita. Kita bisa biarkan club sepak bola kampus kita yang payah itu kalah.. tapi club pemandu sorak kita!" 

Sai tiba tiba memukul meja di depannya dengan keras hingga seluruh anggota termasuk Solar terlonjak kaget.

"-harus menang!"


"gak usah dibawa serius banget, berkompetisilah dengan dirimu sendiri! jangan mikirin hadiahnya, karena gak seberapa. Walaupun kita bisa gunain buat bikin ruangan club kita lebih soundproof sih" ujar Gempa, masih dengan nada tenang.


"bukannya mau membebani kalian..tapi.."

"event ini penting banget bagi club pemandu sorak! tahun demi tahun, club kita berhasil meraih kemenangan.." Sai menatap tajam anggotanya satu per satu.



"karena itu, jangan biarkan reputasi club pemandu sorak--"




"jangan biarkan reputasi club musik.."




"berakhir ditangan kalian!" 





Sai dan Gempa mengucapkannya secara bersamaan walaupun keduanya terpisah oleh ruangan yang berbeda. 

Kedua club presiden, Halilintar dan Solar pun mengangguk angguk setelah mendengar itu. Sebagai ketua, tentu saja mereka akan melakukan yang terbaik untuk membawa club mereka pada kemenangan. 

Maka hari hari latihan dari kedua club pun dimulai..













*** 








"okay, guys! sekarang kita akan latihan lagu Who are we! siap??!" 

Solar sebagai presiden club berteriak lantang. 

"siap!!" 

"satu dua!!" 

"Who are we!! who are we!!!"










Sementara itu.

"bass dan drum, udah selesai??" 

"oke- siap ya! satu dua tiga!" 

DUNG DUNG TESS DUNG DUNG DUNG TESS!!!

"berhenti!" 

"suara drum dan bass nya gak singkron! ulangi!" 

DUM DUM TESS DUM DUM DUM DUENGG!!!













"lebih keras!! who are we!!"

"WHO ARE WEE!! WHO ARE WE!!" 

"bass sama drum! keraskan suaranya!" 

DUM DUM DESS DUM DUM DUM TESS!! JRENGGG!!!







"LEBIH KERAS!!!" 

"WHO ARE WE!!!!"




DUM DUM TESS DUNG DUNG DUNG TESS!!!






"WHO ARE WE!!!"









"BERHENTI!!"

Dirasa sudah tak tahan, Sai dan Gempa langsung menerobos keluar ruangan dan langsung bertemu muka di depan club masing-masing. Diikuti oleh Halilintar dan Solar sebagai ketua club yang terlihat gelisah.

"oi! hari ini giliran club kami untuk bersuara keras!! apa yang kau lakukan??" Gempa memprotes. 

"kita juga harus latihan buat event 2U!! Kita udah ga pake mikrofon demi kalian loh!!" Sai membalas tak mau kalah.

"Ohhh! Jadi itu alasan yang kau ciptakan setelah membuat aturan itu, huh?? Memangnya siapa yang mengusulkan soal pergantian jadwal??" omel Gempa.

"Salahin Solar!"

Sai tau-tau mendorong Solar kedepan hingga sang empu panik dibuatnya.

"E-ehh?? K-kok aku sih kak??!" protes Solar. 

"huh! kalo gitu Hali! kamu maju!" 

Gempa yang tak mau kalah langsung mendorong Halilintar hingga tubuhnya bertubrukan dengan Solar. 

Keduanya bertatapan bingung sesaat, sebelum kemudian menengok pada Gempa dan Sai yang nampaknya masih bertukar pandangan dengan sengit. 

Astaga.. Rasanya dua presiden club ini ingin menghilang saja. 












*** 













Halilintar dan Solar kini tengah berjalan pulang ke rumah mereka. Jam sudah menunjukan pukul enam sore dan latihan mereka telah selesai sejak satu jam yang lalu. 

Sepanjang perjalanan, Halilintar tak dapat berhenti melirik pada Solar. Terlihat seperti hendak mengatakan sesuatu namun ia tak dapat mengutarakannya. Solar pun tak banyak berkomentar, karena ia yakin cepat atau lambat Halilintar pasti akan bicara. 

Dan benar saja, saat mereka tengah menelusuri lorong menuju kamar mereka, Halilintar tau-tau bersuara. 

"Solar.. aku mau ngomong sesuatu padamu.." ujarnya ragu ragu. 

Solar merotasikan bola matanya, lalu menggeleng "aku udah tau, udah kebaca banget di wajahmu. Kamu daritadi ngelirik aku terus" 

Halilintar mendengus, ia mengangguk pelan "aku.. aku gatau harus gimana. Jadwal latihan club ku udah ketinggalan banget, dan aku harus ngejar buat event 2U.." helanya. 

"kamu kan presiden club yang baik hati dan ganteng , boleh nggak aku minta sesuatu?" 

Netra Solar melebar mendengarnya, ia langsung menengok pada Halilintar. 

"kamu muji muji aku, udah pasti ada maunya! memangnya kamu mau minta apa, hm?" tanya Solar. 

Halilintar menghela nafas "boleh nggak.. aku minta lebih banyak waktu buat bersuara keras? yah.. kita kan sekarang jadwalnya per satu hari, aku mau minta biar aku bisa dapat 2 hari dan kamu 1 hari.." 

"kak Sai malah suruh aku bilang kamu biar club pemandu sorak dapat 3 hari jadwal berisik dan kamu 1 hari.." 

"hah?! yang bener aja???" Halilintar membelalak kaget "kan udah kubilang jadwal kami udah ketinggalan!" 

"makanya aku gamau kasih tau kamu!" dengus Solar mempercepat langkahnya menuju kamar mereka. Halilintar mengikuti dibelakangnya dan langsung menarik lengan Solar.

"Sol-- gak bisakah kamu berbaik hati?? kan aku selalu menurutimu-"

"nih- lihat!" 

Solar mengeluarkan sebuah kartu dari sakunya dengan cepat dan menunjukannya di depan wajah Halilintar. Barulah ia menyadari bahwa mereka telah sampai di depan pintu kamar apartemennya.

"ini kartu keramat" ujarnya "kamu sendiri yang bilang kalau kita gak boleh ngomongin soal club di rumah, dan sekarang adalah saatnya!" 

"tapi aku--"

"ssh! gak boleh" Solar kembali melambaikan kartu itu lalu menggunakannya untuk membuka pintu. 

Halilintar mau tak mau pun akhirnya mengalah, karena memang benar. Ia sendiri yang mengatakan bahwa mereka tidak akan membicarakan soal club saat dirumah, karena pembicaraan itu selalu membuat mereka bertengkar pada akhirnya. 

"ya udah..kita bicara nanti.." 

Solar tersenyum simpul kemudian keduanya pun masuk ke dalam rumah. 














Malamnya, Solar tengah menggosok gigi dan bersiap untuk tidur. Halilintar pun datang setelahnya. Berniat untuk mencuci muka setelah menyelesaikan mandinya. 

"loh, sabun mukaku.." 

Solar menyeringai iseng "hehe.. aku lupa, ada di tasku" 

Halilintar hanya tersenyum manis "ambil" 

Entah kenapa senyuman itu terlihat imut namun menyeramkan disaat yang bersamaan. Karena itulah Solar bergegas menuruti perintah kekasihnya itu tanpa ba bi bu lagi. Bisa bisa dia gak dapet jatah nanti malam. 

Setelah mendapatkannya, Solar bergegas kembali ke kamar mandi dan mendapati kekasihnya sedang menatapi cermin sambil senyum senyum. Imut sekali.. rasanya Solar ingin menyerang Halilintar di tempat. 

Tapi ia menahan nafsunya untuk saat ini. Ia tau mood kekasihnya sedang buruk, karena itu ia hanya meletakan sabun cuci muka itu di atas wastafel kemudian melanjutkan menggosok giginya hingga bersih. 

Hingga Solar selesai membilas mulutnya, ia mendapati Halilintar kini meliriknya. 

"sayang?" 

Halilintar menghela, tiba-tiba saja ia memeluk Solar hingga membuat sang empu kebingungan. 

"aku benar benar berharap kedua club kita bisa akur satu sama lain.." lesunya. 

"aku merasa tidak enak denganmu..padahal aku pacarmu, tapi aku rasanya nggak bisa membelamu di depan Gempa.." 

"lalu? kau pikir aku bisa? aku justru malu karena aku tak bisa membelamu didepan kak Sai" dengus Solar. 

"tapi..." 

Solar perlahan melepaskan pelukan Halilintar, menatapnya lekat.

"ada sesuatu yang membuatku penasaran" ujarnya. 

Halilintar memasang wajah bingung "apa itu..?" 

Meletakan sikat giginya di atas wastafel lalu kembali menatap Halilintar.

"aku tau kamu dan Gempa itu sahabat baik..tapi.. kamu kayaknya selalu nurutin kemauan Gempa.."

Mendengar itu, Halilintar meneguk ludah. Dalam benaknya bertanya tanya jika ia benar benar selalu menuruti Gempa, tapi setelah ia ingat kembali..ia memang hampir tidak pernah menolak perkataan sahabatnya itu. Tapi ia punya alasan untuk itu.

Lalu apakah Solar...?

"Aku nggak mau berpikiran macem macem, tapi bukankah kau pikir itu sudah kelewatan? Bahkan aku yang pacarmu saja nggak selalu kamu turutin" keluhnya. 

"apa kamu yakin cuma nganggep Gempa itu sahabatmu aja?" 

Netra Halilintar melebar "kamu bicara apa sih??"

"aku kesel, tau! apa apa selalu Gempa! sedangkan aku nggak pernah kamu bela!" ujar Solar dengan nada meninggi. 

Halilintar tersentak saat Solar mulai meninggikan suaranya. Sungguh, ia tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi dengan Solar. Padahal tadi ia terlihat baik baik saja.

"k-kamu sendiri! kamu gak pernah bela aku! kamu selalu nurutin kemauannya Sai!" Halilintar membalas tak mau kalah.

"Sai kan seniorku! Kamu yang bilang kampus kita menjunjung tinggi soal menghormati senior!" 

"Lalu aku?? Hei! inget- aku juga seniormu, Solar Light!" 

Solar langsung diam tak membalas, menyadari kata kata Halilintar yang ada benarnya. Mungkin karena ia tengah menjalin hubungan dengan Halilintar, ia jadi lupa bahwa Halilintar dan Gempa itu adalah seniornya.

Menghela kasar, Halilintar pun pergi meninggalkan Solar dengan batin jengkel. Ia sudah cukup lelah karena aktivitasnya seharian, dan ia tak menyangka bahwa ia masih harus bertengkar padahal tujuannya pulang adalah untuk beristirahat.

Namun langkahnya terhenti saat Solar tiba tiba menyusulnya dan memeluknya dari belakang. Dapat ia dengar sang kekasih menghela panjang , kemudian menyenderkan dagunya pada pundak Halilintar. 

"sayang..maaf.." lirihnya "aku kebawa emosi.. padahal seharusnya aku nggak perlu marah marah.." 

Sejauh Solar berusaha mempertahankan egonya, ia tetap tidak bisa melihat kekasihnya itu merajuk. Ia sangat menyayangi Halilintar. 

"aku janji gak akan ungkit soal itu lagi... aku cuma cemburu sama Gempa.. Dia selalu dapat perhatianmu" desahnya.

"Itu salahmu yang memilih club berbeda saat orientasi, Solar Light"

"Makanya aku memintamu jadi sekretarisku, Halilintar Thunderstorm"

Halilintar menghela nafas, kemudian ia mengangguk.

"oke oke, kita impas. Tapi jangan bahas hal itu lagi, oke?" ujarnya. 

"ta--" 

"kalau tidak, aku nggak akan memberitahumu apa yang ingin kau tau" senyum Halilintar. 

"apa yang ingin..ku tau..maksudmu.." 

Halilintar hanya tersenyum simpul. Setelah ia mencuci sikat giginya dan meletakannya di tempat yang seharusnya, ia pun keluar dari kamar mandi diikuti Solar dan sejuta rasa penasarannya.







*** 











"hei" 

Solar berguling memeluk Halilintar yang tengah memunggunginya. Kini keduanya tengah berbaring di kasur setelah seharian beraktivitas, namun keduanya masih terjaga. Rasanya sulit untuk tidur ketika otak mereka masing masing dilanda beban pikiran dari kelas dan club yang tak ada habisnya.

"kapan kamu akan memberitahuku hal itu?" tanyanya. 

Halilintar hanya menggumam dengan mata terpejam, namun Solar tau sebenarnya Halilintar juga tidak bisa tidur sepertinya. 

"aku tidak mau membahas hal itu, tapi kamu membuatku penasaran.." ujar Solar sembari mengendus aroma sabun dari leher Halilintar, membuat sang empu bergidik geli "dan aku tak akan bisa tidur jika rasa penasaranku tak terjawab.." 

Terkekeh pelan, Halilintar pun berbalik dan menatap Solar dengan lembut "aku akan heran kalau kau bisa.. tuan penasaran, Solar Light" 

"lalu? kau masih nggak mau memberitahuku, hm?" 

"aku sebenarnya nggak tau harus mulai dari mana.. karena mungkin menurutmu ini tidak penting sama sekali.." 

Solar mencolek hidung Halilintar, tersenyum menatapnya "mana pernah aku berpikir begitu. Segalanya tentangmu adalah yang terpenting bagiku" 

Perkataan Solar membuat Halilintar tersipu, kemudian ia pun memulai ceritanya. 

Kamu tau kan, soal aku menyukaimu sejak kamu datang ke open house, tiga tahun lalu?

Setelah itu, aku berusaha mencarimu. Aku mencari tahu tentang sekolahmu, namun aku tak menemukan hasil apa apa. 

Aku berusaha mendatangi setiap acara open house yang diadakan di setiap kampus dengan informasi yang diberikan oleh Gempa, berharap bahwa aku dapat bertemu denganmu walaupun hanya sekali. 

Selama setahun penuh, aku mendatangi puluhan..bahkan ratusan open house dari berbagai Universitas hingga ke luar kota. Tapi aku tak pernah menemukanmu. 

Aku mempertanyakan diriku, kenapa aku terus membiarkan diriku larut dalam kekecewaan lagi dan lagi. Padahal aku tau bahwa harapanku mendekati nol, dan aku tidak tau mengapa aku enggan untuk berhenti. 

Hingga open house terakhir yang kudatangi, aku masih tak dapat menemukanmu. 

Saat itu, aku sudah ingin menyerah. Namun Gempa.. dia berkata sesuatu padaku.

"walaupun kamu terus berjuang , tapi kamu tidak mendapatkan hasil yang kamu inginkan. Walaupun hanya ada 0,001% harapan yang tersisa , dan terdengar mustahil. Tapi kalau kamu terus berjuang , dan tidak menyerah dengan harapan itu.. harapanmu tidak akan pernah menjadi nol. Karena dibalik sedikit harapan itu, pasti tersimpan sebuah kesempatan yang bisa membuatmu berhasil" 







Setelah mendengar cerita Halilintar, Solar pun tertegun. 

Ia tau bahwa Halilintar memiliki perasaan padanya lebih dari yang ia kira. Ia tau cerita mengenai open house dan bagaimana ia menyelamatkan Halilintar di hari itu. Namun ia tak tau, bahwa Gempa..mengatakan hal semacam itu.

"kata kata Gempa hari itu, itu yang membuatku berjuang . Aku masih mengingatnya dengan jelas sampai sekarang.. Bahkan aku masih ingat wajahnya saat mengatakan itu" jelas Halilintar.

"Selain itu juga, dari awal aku mulai menyukaimu..sampai aku akhirnya dapat bertemu lagi denganmu, Gempa yang mendorong dan menyemangatiku.." lanjutnya.

"Dan ia mengatakan itu, saat ia baru saja gagal meraih kemenangan bersama band musiknya dalam acara 2U. Karena itu.. sekarang , aku ingin membantunya mendapatkannya.."

"jadi kira kira seperti itulah.. kamu paham kan, kenapa aku sangat menghargai Gempa sebagai sahabatku?"

Halilintar mengakhiri ceritanya hanya untuk mendapatkan Solar yang berwajah muram. Ia lantas kebingungan dibuatnya.

"Loh?"

Solar mendengus "aku..jadi merasa bersalah sama kak Gempa.. Aku udah berpikiran yang nggak nggak.."

Halilintar mengangkat bahu "nggak papa.. Yang penting sekarang kamu udah tau. Salahku juga yang gak ngasih tau kamu sejak awal"

"Haah.."

Solar menghela pelan "menjadi dewasa itu nggak mudah ya.."

"kalau dipikir pikir.. dulu..kita nggak pernah berantem sehebat ini, tapi sekarang.. hal hal kecil aja bisa bikin kita berantem.." lesunya.

"Namanya juga hubungan.. Gak semuanya manis.." sahut Halilintar.

"Hubungan kita udah melewati masa masa manis.." ucap Solar "tapi entah kenapa.. aku malah semakin sayang denganmu"

Setelah mengatakan itu, Halilintar langsung memeluk Solar dengan erat. Seolah mengatakan bahwa bukan hanya Solar yang merasa demikian.

Malam itu, Solar merenungkan semua cerita Halilintar. Bahkan hingga Halilintar tertidur, Solar masih terjaga di tempatnya. Bayangnya penuh dengan Gempa.

Jika Gempa tidak membantu Halilintar.. Atau bahkan jika Gempa tidak mengatakan kata kata itu pada Halilintar di hari itu.. Mungkin Halilintar sudah menyerah dan hubungan mereka saat ini tidak akan ada.

'Maaf kak Gem.. dan terima kasih telah mendukung kak Hali sampai sekarang....'









***













Keesokan harinya, Solar membawa anak anak (alias anggota clubnya) untuk berlatih di lapangan.

Sebenarnya, ide itu sempat diragukan oleh Halilintar. Pasalnya, sehari hari mereka selalu berlatih di ruangan  ber-ac yang sejuk. Sedangkan sekarang Solar malah membawa mereka untuk berlatih di lapangan yang panas.

Namun Solar menenangkannya. Ia beralasan bahwa club miliknya bisa berlatih dimana saja, sedangkan Halilintar, akan sulit baginya untuk pindah karena peralatan musik yang membutuhkan listrik untuk bekerja.

Latihan hari itu pun berlangsung seperti biasa. Hingga penghujung hari, latihan pun berakhir dengan baik. Bahkan Sai juga memuji keputusan Solar dikarenakan cuaca hari itu yang sangat baik sehingga memunculkan mood yang baik pula.

Itung itung juga latihan sebelum tampil karena acara 2U juga diadakan outdoor.

Setelah beberapa pose terakhir, latihan hari itu pun berakhir. Sai terlebih dahulu pamit karena ada urusan, dan Solar mengumpulkan para anggota sebelum mereka berpisah satu dengan yang lainnya.

"Terima kasih untuk latihan hari ini! Dan.. sepertinya kita akan latihan di luar ruangan untuk sementara, karena kalian tau akan sulit bagi club musik pindah.. kuharap kalian mengerti" ujarnya.

"Tapi kak, tadi aku lewat club musik..dan mereka tenang banget, nggak kayak biasanya. Bahkan suara orang bicara pun nggak ada" salah satu anggota club menimpali. Solar terheran heran mendengarnya.

Bukankah hari ini jadwal mereka untuk berisik? Dan tidak mungkin mereka melewatkan latihan, padahal event 2U sudah didepan mata.

Apa yang terjadi?

Solar pergi mengambil beberapa barang di ruangan club setelah kegiatan club berakhir. Setelah mendapatkan apa yang ingin diambilnya, ia kembali dirudung rasa penasaran karena benar saja. Ia tak mendengar suara suara dari club musik yang terletak di sebelah ruangannya.

Mengendap endap, ia pun melangkah menuju club musik dan menempelkan telinganya di daun pintu.

Sunyi.

Akhirnya ia membuka pintu dan alangkah terkejutnya saat melihat tidak ada siapapun di club musik. Bahkan lampunya mati tanda tidak ada kegiatan yang berlangsung disana.

Ia lalu mengecek ponselnya dan memeriksa kotak pesan, namun Halilintar tidak menjawab pesannya.

Jika club musik tidak berlatih disini.. Maka..













***












Sorenya, Halilintar pulang dan mendapati Solar tengah duduk di sofa. Masih berbalut seragam putihnya, ia seakan menyambut Halilintar dengan tatapan bingung.

"Kamu kenapa?" tanya Halilintar usai meletakan gitarnya. Ia mendudukan dirinya di sebelah Solar.

"Kamu abis dari mana?" Solar bertanya balik.

Halilintar mengernyit heran melihat Solar yang bertanya seperti pacar yang cemburu. Namun kemudian ia menjawab.

"Ya, latihan lah.. Kau pikir aku kemana dengan gitar itu?"

Solar berbalik menatap serius Halilintar "latihan dimana?"

Halilintar tercekat, sesaat ia tidak dapat menjawab pertanyaan Solar. Hal itu membuat Solar semakin penasaran.

"Ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?"

Solar semakin geram karena Halilintar hanya mendiamkannya.

"Kamu sendiri yang bilang, kalau ada apa apa kita harus saling terbuka"

Halilintar menghela nafas, kemudian mengangguk.

"Kita nyewa studio yang gak jauh dari kampus. Kami berlatih disana" jawab Halilintar.

"hah???" 














Siang tadi. 

"hey, Hali. Aku paham kamu mau latihan diluar kampus. Tapi liat deh, studio ini kecil, peralatannya juga gak lengkap. Gimana mau latihan buat event besar itu??" Gempa memprotes begitu mereka baru tiba di studio rental itu. 

Halilintar hanya menghela "ini yang terbaik yang bisa kutemukan. Aku nggak mau latihan didalam kampus" 

"gak mau berantem sama suamimu maksudnya?" 

Halilintar membisu.

"kau pikir aku nggak tau, hm? Kamu se-nggak tegaan itu sampe sampe kamu balikin speaker yang udah berhasil kita rampas kemarin" dengus Gempa "makanya kubilang kita harus latihan di tempat yang bagus, dengan fasilitas lengkap! biar apa?? ya biar kita bisa menang! kalo kita menang, kita bisa gunain hadiahnya buat bikin ruangan soundproof. Jadi kalian gak usah berantem lagi karena club!" 

"jadi.. apa yang kau mau katakan?" 

Gempa hanya menghela panjang. 





























"jadi.. kami sepakat untuk latihan di rumah Gempa selama dua minggu"

"dua minggu?!!" 

Halilintar mengangguk "aku juga nggak mau pergi, tau.. tapi mau gimana lagi" desahnya. 

"tapi sepertinya itu ide bagus. Kita bisa fokus ke masing masing club kita.. dan gak perlu berantem karena berebut jadwal" lanjutnya. 

Solar mendengus kasar "tapi itu dua minggu loh!" kesalnya.

Tersenyum, Halilintar pun menghampiri Solar dan memeluknya. 

"cuma dua minggu kok.. masa udah kangen?" Halilintar terkekeh. 

"itu dua minggu! huweee!" rengek Solar sembari menduselkan wajahnya pada pundak sang kekasih "aku nggak bisa lama lama pisah sama sayangku!" 

Halilintar tertawa mendengarnya "cuma dua minggu loh.. bukannya aku mau mati besok kan?" 

Kemudian ia melonggarkan pelukannya, sebelah tangannya mengusap lembut pipi Solar. 

"aku akan kembali padamu.. setelah ini, nggak akan ada yang bisa misahin kita.." ucapnya lembut. 

"dua mingguu!" Solar merengek lagi sembari menunjukan dua jari di depan wajah Halilintar. 

"olololo~ lucunyaa.. ada yang merajuk nih" Halilintar menangkup pipi Solar dan menggesek lembut kedua pangkal hidung mereka. 

"saat kita menang , kita akan bersama lagi..oke?" 

Sekali lagi, Halilintar menarik Solar kedalam pelukannya. Keduanya berpelukan erat dengan Solar yang tak berhenti berkeluh kesah mengenai berapa lama Halilintar akan pergi, dan Halilintar yang hanya tersenyum menyikapi sikap manja Solar. 


Berpisah sebentar saja.. tidak masalah kan? 





To be continued. (Semoga cepet xD)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro