#5 Masalah
Setelah hiatus sebulan, masih pada inget ga nih?? XD
Haai! Saya kembali~
Semoga masih pada inget yaa
Happy reading!
.
.
.
.
.
Kelas baru saja usai beberapa menit yang lalu.
Solar kini tengah berjalan menuju kantin dan duduk di meja dimana tiga temannya sudah berkumpul. Wajahnya kusut dan terlihat kesal, terlihat dari caranya duduk dan menghentakan gelas yang dipegangnya ke meja.
"lah lah lah, kenapa nih Mr.Pangeran kampus?? kusut amat?" Blaze terkekeh melihat wajah Solar yang seperti kain lap terpakai.
"gimana gimana?? udah berapa lagu yang kau mainkan buat pacarmu??" tanya Taufan to the point.
Solar hanya melirik geram kearah Taufan "ratusan! suara drum dan bass nya kerasnya bukan main sampai speaker ku hampir error karena dipaksa untuk bekerja extra!"
"bentar bentar bentar- aku ga nanya soal club woi! aku nanya soal hal dirumah!" Taufan menyahut cepat.
"hal apa??"
"astaga! ultahnya kak Hali loh!" Ice menimpali.
"ah..itu.. udah batal" Solar mendengus.
"heh??? kok- kok bisa?!"
"udahlah- pokoknya udah batal! kepalaku pusing banget bahkan untuk mengingat kejutan yang gak jadi itu!" kesal Solar.
"aih.. kenapa sih kalian?? kukira kalian.. selalu mesra-mesraan dirumah setiap hari.." Taufan menepuk pundak Solar dan memijatnya pelan untuk membuatnya sedikit lebih rileks.
Solar menoleh dan menatap teman temannya satu per satu.
"kalau kau tau seberapa parah kedua club kami bertengkar.. kalian ga bakal nanya begitu" dengusnya.
"Sabar sabarlah kau nak.. nasib club sebelahan ya begini" Ice turut menepuk lengan Solar , berusaha memakluminya.
"Lagian juga ya, siapa sih yang ngide naroh club pemandu sorak disebelah club musik??? Kacau!" Solar mengomel
"kalau kalian mau tau, kak Gempa tuh ngamuk kemarin!"
.
.
.
.
.
.
"Oke semuanya!!! Hari ini kita akan berlatih lagu 'who are we?' ! Semuanya siap?!!"
Gempa menabuh drum nya dengan keras, dan Halilintar yang memegang bass pun dengan ragu mengangguk. Mereka sengaja menyambungkan semua peralatan musik dengan speaker agar terdengar jauh lebih keras.
"SATU DUA TIGA!!!"
DUM DUM TESS!! JRENGG!!
"Who are we?!!! We are the champion!!"
Sementara itu di ruangan sebelah..
"SEMUANYA!!! HARI INI KITA AKAN BERLATIH WE ARE THE CHEERLEADERS!!"
Sai berteriak tak kalah kerasnya, kemudian menyetel speaker besar di ruangan itu pada volume tertinggi.
Solar yang memimpin pergerakan pun hanya menegak ludah. Ia tidak yakin bahwa ini adalah ide yang bagus, namun ia tak berani menentang perkataan seniornya itu.
"SATU DUA TIGA!! WE ARE WE ARE WE ARE THE MIGHTY CHEERLEADERS!!"
Solar beserta seluruh anggota mulai menari dan bernyanyi dengan suara yang mencapai mode teriakan.
Masing-masing club tidak mau mengalah hingga suara berisik itu bersahut sahutan satu sama lain. Dan sialnya, kedua ruangan club hanya dipisahkan dengan dinding yang tipis.
Entah bagaimana, Gempa malah semakin terpancing dengan hal itu. Tidak mau kalah, Gempa mengencangkan volume drum nya dan menabuhnya sekeras mungkin. Ia bahkan juga mengencangkan volume bass Halilintar dan menyuruhnya bermain.
Sementara itu, Thorn yang juga membantu Solar untuk memimpin lagu pun langsung menyambar mikrofon dan berteriak sekeras mungkin untuk mengimbangi kebisingan itu.
Namun, tak sampai semenit berlalu. Kedua club yang sudah tidak tahan dengan keberisikan masing masing pun meledak dan Gempa langsung melenggang keluar diikuti Halilintar dan yang lainnya kemudian mendobrak pintu club pemandu sorak.
"Kak Saaaaiiii !!!!!"
Sai langsung mematikan speaker lalu menghampiri Gempa sambil berkacak pinggang.
"Jadi begini cara mainmu, huh??!"
"IYA!! Kenapa??" Sai membalas sengit "ini club ku, speaker ku! Aku memainkannya sesukaku! Kamu setuju kan, Thorn??"
Thorn dari belakang kak Sai turut mengangguk lalu ikut maju memelototi pacarnya itu.
"Kamu ga usah ikut campur, Thorn!"
"Kakak yang gak usah ganggu! Kita cuma mau latihan kok!"
"Club kita juga mau latihan! Gedung ini bukan milik kakekmu, sialan!"
"Akui saja kalau speaker mu kalah keras dengan speaker kami yang canggih!" cetus Sai sembari menepuk pundak Solar "iya kan, Sol??"
Solar tidak berkomentar, ia hanya mengulum bibirnya dan menoleh ke arah lain.
"Ohh speaker canggih ya-"
Gempa kemudian menepuk pundak Halilintar di sebelahnya, menatapnya penuh arti.
"Itu speaker canggih yang kau berikan pada pacarmu kan?? Karena kau yang membelinya, jadi speaker itu hak milik kamu kan??"
Netra Halilintar melebar mendengarnya, ia kemudian beralih menatap Solar yang mulai panik karena itu.
"Karena kamu bagian dari club musik, berarti speaker itu juga hak milik kita kan??"
Sai yang terkejut langsung menoleh cepat kearah Solar.
"Loh?? Katamu kita beli pake budget club??"
Solar garuk garuk kepala yang tak gatal "b-budget club kita ga sebanyak itu tau kak.. Sebenarnya itu speaker yang diberikan kak Hali padaku.."
"karena mereka ngga bisa diajak main tenang, Hali! kita boleh ambil balik kan speaker nya??" Gempa menoleh Halilintar yang nampak ragu. Namun kemudian, ia mengangguk kecil dan detik itu juga seluruh anggota club pemandu sorak yang berkumpul langsung diperintahkan Gempa untuk mengangkut speaker besar itu.
"a-astaga! tunggu! kalian mau kemana, hey!"
Sai berusaha menghentikan orang-orang yang mengangkut speaker itu namun Gempa menghalanginya. Ia memasang senyum sinis dengan tangan terlipat di dada.
"k-kak Hali.. tolong dong kak- maaf.. jangan angkut speaker nya plis.." Solar bergegas menghampiri Halilintar dan menahan tangannya, ia memasang wajah memelas.
Halilintar hanya menatap datar Solar "tapi.. Gempa yang memberi perintah.."
"tapi kan presiden club nya kamu!" Solar merengek.
"begini kan cara kalian bermain? fine.." Gempa menyeringai, kemudian menarik lengan Halilintar keluar dari ruangan club itu "Game on!"
"g-gimana kita latihannya hey!" Solar berusaha memanggil mereka namun Gempa dan Halilintar keburu keluar dari sana.
Tersenyum hambar, Solar pun berbalik dan menatap kak Sai serta anggota lainnya dan menangkupkan kedua telapak tangannya.
"maaf..hehe.."
.
.
.
.
.
"tapi kau tau apa? ada seorang bijak bilang.. jangan biarkan konflik pekerjaan di luar merusak kehidupan cintamu. Karena kunci hubungan yang baik adalah bersikap sabar satu sama lain, dan membuat kenangan manis bersama. Maka pekerjaanmu juga akan berjalan lebih baik dan lebih manis.."
Ice tau tau saja berkata seperti orang bijak, hingga Solar kebingungan dibuatnya. Blaze dan Taufan turut menganggukinya, walaupun mereka sama bingungnya seperti Solar.
"yah, intinya. Kalau ada masalah di kampus, jangan dibawa sampai rumah. Yang diluar biarlah tetap diluar, berusahalah untuk ga membicarakan tentang urusan kampus di rumah" lanjut Taufan.
***
Event kesenian tahunan yang bernama 2U tinggal 1 bulan lagi.
Berbagai club yang berpartisipasi pada event itu mulai disibukan dengan latihan dan berbagai persiapan. Karena selain harus mempersiapkan penampilan, mereka juga harus mengatur sendiri mengenai budget, tata letak, kostum, dan lain lain.
Malam itu, Halilintar baru saja pulang karena sibuk dengan persiapan. Karena ia juga harus melatih para anggota baru dan mengurusi ini itu, termasuk budget club dan lain lain. Untung saja ada Gempa yang siap membantunya.
Sementara Solar telah menunggu di meja makan, dengan sepiring roti goreng didepannya dan dua buah gelas berisi kopi susu. Ia tersenyum begitu mendengar pintu depan terbuka, namun senyumnya memudar saat mendengar Halilintar masih berbicara di telepon.
"iya..jadi tolong kirim email nya ke kepala sekolah, soal budget event 2U.. sama design venue yang kemarin kita rundingkan itu.. besok aku bakal dateng pagian..iya iya latihan verse pertama sama kedua.. tolong ya Gem.. makasih.."
Berjalan gontai ke arah meja makan, Halilintar hanya bengong menatap Solar yang ada disana. Wajahnya terlihat lelah dan tak bertenaga.
"aku capek..." helanya.
"hahaha! baru nyampe udah ngeluh?" Solar terkekeh.
"tapi aku beneran cape tau.. aku harus teriak dan main gitar lebih keras dari teriakan kak Sai.. rasanya bisa pingsan kalo begini terus.." ia menghela lagi sembari menyeret langkahnya masuk ke dalam kamar.
"eh- s-sebentar! jangan pergi dulu dong! aku udah nungguin kamu loh dari tadi"
Halilintar berbalik dan masih menatap Solar dengan ekspresi yang sama.
"aku cuma mau mandi.. terus tidur..biar besok bisa punya tenaga lagi..kau dengar kan tadi?" lemasnya.
"aih..kita udah dirumah loh ini.. jangan ngomongin soal club dong.. ayo ngomongin tentang kita.."
Bangkit dari duduknya, kemudian Solar menghampiri kekasihnya dan membantu menanggalkan jaket dan ransel yang dikenakannya.
"tapi kau tau apa? ada seorang bijak bilang.. jangan biarkan konflik pekerjaan di luar merusak kehidupan cintamu. Karena kunci hubungan yang baik adalah bersikap sabar satu sama lain, dan membuat kenangan manis bersama. Maka pekerjaanmu juga akan berjalan lebih baik dan lebih manis.."
"yah, intinya. Kalau ada masalah di kampus, jangan dibawa sampai rumah. Yang diluar biarlah tetap diluar, berusahalah untuk ga membicarakan tentang urusan kampus di rumah"
Solar menghela nafas, kemudian menatap lekat wajah lelah didepannya.
"aku akan coba ngomong sama kak Sai besok--"
"ah sudahlah..gak perlu" Halilintar memotong perkataan Solar dan langsung berbalik menuju kamar. Ia kembali dengan selembar handuk kemudian mengintip Solar dari celah pintu.
"kau udah ngomong begitu dari hari pertama tapi kenyataannya tiap hari tambah parah.." helanya "pada akhirnya selalu aku yang harus berusaha lebih keras.."
Mendengar itu, Solar pun tertunduk. Kekasihnya itu benar.. pada kenyataannya seniornya itu tidak pernah mau mendengarkan perkataannya. Ia tak bisa melakukan apa apa, rasanya seperti burung dalam sangkar.
"maaf..." hanya itu yang bisa dilirihkan Solar.
Halilintar menghela panjang , ia kemudian berjalan menghampiri Solar dan menepuk kepalanya.
"sudahlah.. seperti yang kau bilang , sebaiknya kita jangan membicarakan soal club di rumah, kan?" senyumnya "mau mandi bareng?"
Solar mengangkat kepalanya "eh?"
"aku tanya.. mau mandi bareng nggak?" ia bertanya lagi.
"t-tapi aku udah buat makanan untukmu loh kak.." Solar memajukan bibirnya "gak mau makan dulu?"
Halilintar menyeringai "yah.. jadi kau memilih makanan itu, dibandingkan 'makanan' ini?"
Netra Silver itu membelalak dan nyaris saja keluar saat Halilintar tau-tau membuka kancing kemeja yang dikenakannya satu per satu kemudian membuang kemeja itu di sembarang tempat.
"ambil pilihanmu~ ya sayang" melempar handuknya pada Solar, Halilintar terkekeh sebelum masuk ke dalam kamar mandi.
"ah-eh- s-sebentar!"
Solar buru buru melepas kaos yang dikenakannya.
"tahan pintunya kak!!"
Kemudian ia berlari menyusul Halilintar masuk ke kamar mandi.
(sisanya silahkan bayangkan sendiri :3 )
***
Esoknya, Solar sudah bersiap siap bersama Taufan, Blaze dan Ice di bagian belakang club pemandu sorak.
Mereka sebenarnya tak merencanakan ini awalnya. Namun mengingat rencana Solar yang batal tempo hari, akhirnya mereka memutuskan untuk ke plan B dimana Solar akan menyiapkan kue dan mengejutkan pacarnya itu.
Kebetulan hari ini lagi-lagi mereka memiliki jadwal latihan yang sama sehingga kejutan sepertinya akan berjalan mulus.
"aih.. dasar mesum kau.." komentar Taufan saat ia membantu memakaikan bando bertuliskan happy birthday pada Solar.
"kau bilang mau kasih sesuatu yang simple, tapi akhirnya beli kue juga! mahal pula kuenya!" Blaze yang membantu menyalakan lilin di kue pun ikut berkomentar.
"ish- kue itu sesuatu yang wajib ada.. Toh juga setahun sekali, apalagi ini buat pacarku tersayang" ujar Solar dengan senyum terkembang.
"Iya iya bucin, oke.. udah, tampan" senyum Taufan sembari merapikan poni Solar yang menyangkut pada bando.
"Oke- sekarang..kalian panggil kak Hali kesini--"
"Solar light!"
Belum sempat Solar menyelesaikan kata-katanya, suara Halilintar terdengar dari dalam ruangan club.
"Solar light! Keluar dan bicara denganku!"
Keempat orang itu pun saling berpandangan sebelum akhirnya Solar menanggalkan perlengkapannya dan meletakan kuenya, kemudian keluar dari tempat persembunyian mereka.
Begitu sosok Solar muncul, Halilintar langsung menghampirinya dan menunjukan sebuah surat di depan wajahnya.
"Club pemandu sorakmu melaporkan club musikku dan meminta kami untuk pindah? Apa kau serius, Solar??"
"Hah?"
Solar langsung mengambil surat itu kemudian membacanya dengan wajah bingung. Netra-nya melebar begitu ia membaca keterangan pada surat itu yang menyatakan bahwa club pemandu sorak melaporkan club musik mengenai suara yang mengganggunya.
"S-sebentar..aku nggak tau apa apa soal ini.." Solar mulai panik terlebih saat melihat Halilintar yang terlihat marah karena hal ini.
"Siapa yang melaporkan club musik?!" Solar mengangkat surat itu lalu berteriak pada seisi club.
"Aku!"
Seseorang yang baru masuk ke dalam ruangan tiba-tiba berteriak lantang. Rupanya kak Sai masuk bersama Thorn dibelakangnya.
"Aku yang melaporkan club musik! Kenapa??" lanjutnya, ia berjalan kearah mereka dengan angkuhnya.
"Kak?? Tapi..tapi kenapa kak? Kenapa kakak laporin mereka?" bingung Solar.
"Kau lihat kan?? Club kita nggak bisa latihan, karena kamu selalu nurutin kemauan pacarmu itu! Jadi aku harus melakukan ini"
Sai melirik sinis pada Halilintar kemudian kembali menatap Solar.
"Oh gitu?? Fine!! Kau pikir hanya club mu yang bisa melapor?? Kami juga bisa melaporkan kalau club pemandu sorak juga berisik!" Gempa yang sedari tadi berdiri di belakang Halilintar pun menyahut.
"Astaga sebentar sebentar! Kak Gempa..Kak Sai.. Kita bisa bicarain ini baik baik! Gak perlu saling ngelapor begini!" Solar berusaha menenangkan Gempa dan Sai yang nampaknya sudah siap untuk baku hantam untuk yang kesekian kalinya.
"B-betul.. Masalah begini jangan dibesar besarkan.." Halilintar turut mengangguki.
"Tolonglah kak.." Solar menghela panjang, menatap sang senior dengan wajah memelas.
Sai mendengus kasar.
"Dengar ya, aku mendukung hubungan kalian. Tapi club tetap club! Begini aja! Lebih baik kalian main undi!"
Solar dan Halilintar langsung membelalak kaget.
"Yang dapet sumpit lebih pendek, maka clubnya harus pindah! Berikan aku undinya!"
"Ehh! Bentar bentar kak Sai! Tenang dulu atuh kak!" Solar menghalangi tubuh Sai yang hendak beranjak.
"Maksudku bukan begini! Maksudku- kita harus bicara baik baik--"
"Fine!!! Kalau kau menantang kami, kau pikir kami takut?!" Gempa tau-tau menyahut emosi kemudian ia mendorong punggung Halilintar.
"Hali !! Kamu main!"
Sai langsung melotot kemudian mengangguk dengan tidak santainya.
"Oh begitu?!!! Fine!! Kau mau main hah??! Solar!! Kamu main!!" ia turut mendorong punggung Solar cukup kuat hingga tubuh Solar dan Halilintar hampir bertubrukan satu sama lain.
Pasangan itu hanya menghela nafas. Frustasi terlihat jelas di wajah keduanya.
Saat Solar hendak berbicara, tiba tiba Halilintar tak sengaja melihat asap hitam keluar dari ruangan belakang.
"Sebentar.. ini bau apa?"
Semuanya terdiam, berusaha mengedus sekitarnya dan netra ruby itu membelalak saat melihat asap hitam mengebul dibelakang Solar.
"A-api?!!"
"Astaga kebakaran!!"
"Api!!"
Sai dan yang lainnya langsung berlari panik menghampiri tempat asal dari asap itu.
"Keluarkan kostum kita!!"
"Perlengkapan performnya!!"
"Cepat cepat!!!"
Semua orang kalang kabut. Semuanya turut membantu club pemandu sorak mengeluarkan barang barang terutama kostum dan peralatan lain yang disimpan di gudang belakang. Sementara itu, club musik juga turut mengeluarkan beberapa barang yang mereka simpan di bagian belakang ruangan untuk mencegah api menyebar.
.
.
.
.
Lebih dari satu jam mereka berusaha mengevakuasi segala macam barang yang ada di kedua club yang saling berhimpitan itu, hingga akhirnya mereka berhasil mengangkut semua barang dan meletakannya pada tingkat bawah.
Taufan muncul dari tingkat atas bersama Solar yang tengah membawa kotak kue itu. Wajah dan tubuhnya benar benar berantakan, rambutnya juga basah oleh keringat.
"apinya sudah padam.. untunglah apinya nggak menyebar dan bisa segera padam" Taufan memberi kabar.
Mendengarnya, semua anggota dan senior disana menarik nafas lega.
"apinya dimulai dari mana?" kak Sai bertanya.
"itu salahku kak.."
Solar berkata lesu sembari melangkah turun. Masih menenteng kotak kue itu, Solar duduk di sebelah Halilintar , menatap lemas pada sosok disampingnya.
"sebenarnya aku mau memberimu surprise.." desahnya "tapi semuanya gagal.. dan hanya ini yang tersisa.. maafkan aku.."
Halilintar menerima kue yang telah hangus separuh itu dari tangan Solar, kemudian senyumnya terkembang. Ia begitu lelah, namun ketika ia mengetahui apa yang terjadi, hatinya kembali meneduh.
"ah..sial.." Sai menyeka rambutnya yang berkeringat, geleng geleng tak percaya "aku benar benar tak punya tenaga untuk berteriak padamu.. tapi kau lihat mereka"
Sai menunjuk pada para anggota club pemandu sorak dan club musik beserta barang-barang yang berserakan.
"mereka jadi kesusahan karena ulahmu" lanjutnya.
"aku minta maaf.." lirih Solar, kemudian ia menatap semua orang disana satu per satu sambil mengatupkan telapak tangannya "semuanya, aku minta maaf.. makasih juga buat club musik yang udah bantuin club pemandu sorak.."
Halilintar menghela nafas, lalu mengangguk.
"um- kita juga harus berterima kasih sama club pemandu sorak.. dan kurasa..kita nggak perlu main undian lagi sekarang. Mari kita sama sama cari cara untuk mengatasi masalah ini.. kita bicarain baik baik" ujarnya.
"sebenarnya, kami nggak selalu berisik kok.." Solar menyahut "gimana kalau, kita buat jadwal kapan aja kita bisa berlatih dengan suara keras? kita akan mengikuti jadwal itu..agar masing-masing club tidak terganggu.. gimana?" usulnya.
"yah..kalau presiden club setuju..aku sih setuju aja.." gumam Gempa.
Halilintar mengangguk kecil "aku setuju kok.. kurasa cara itu akan bekerja, kak Sai gimana?"
"well.. kalau presiden club udah bilang begitu.. aku akan mengikutinya.." ujar Sai, akhirnya menyetujui.
Solar pun menarik nafas lega. Ia menoleh dan menatap Halilintar dengan perasaan yang jauh lebih baik, seolah sebagian dari beban pikirannya sudah terangkat darinya.
"kalau semuanya udah baik baik aja.. ayo kita balik ke ruangan club masing-masing dan membereskan kekacauan ini"
Ucapan Solar diangguki oleh semua anggota disana. Mereka mulai beranjak dari tempatnya membawa barang-barang kembali ke ruangan club, Solar dan Halilintar pun turut membantu. Sementara Gempa dan Thorn yang tertinggal disana nampaknya masih enggan bicara satu sama lain, namun kemudian Gempa menyenggol Thorn.
"Thorn sayangku , maafin kak Gempa ya.. tapi kak Gempa sayang banget sama Thorn, beneran"
Thorn yang mendengarnya pun tersipu, kedua pipinya memerah.
"ish- apa sih kak Gempa.. a-aku mau bantuin mereka dulu" Thorn menepis lembut tangan Gempa kemudian berlalu dengan wajah yang memerah malu. Gempa terkekeh lalu segera menyusul kekasihnya itu.
Solar dan Halilintar yang baru selesai meletakan barang di ruangan club pun akhirnya berdiri berdampingan. Halilintar tersenyum manis ketika bertemu mata dengan Solar.
"benar benar kejutan..ya" senyumnya.
Solar tersengih, kemudian mengelus lembut rambut kekasihnya. Ia lalu menarik Halilintar mendekat dan mengecup dahinya.
"selamat ulang tahun.. pacar Solar Light yang paling imut. Aku akan membelikanmu kue yang baru..oke?"
Halilintar mengangguk senang , wajahnya sedikit memerah karena malu.
"mungkin.. ini ulang tahun yang akan kuingat seumur hidupku" kekehnya.
"Walaupun bencana..tapi berkesan kan?"
"Dan aku mendapatkan hadiah yang terbaik~ kedua club kita akhirnya berbaikan"
"ini semua karena kamu"
Mengacak lembut rambut Halilintar, pasangan itu pun berbalik dan pergi dari sana.
***
Halilintar dan Solar kini berjalan keluar dari gedung setelah membereskan segalanya. Hari sudah cukup sore, sehingga cukup banyak mahasiswa yang berjalan pulang saat itu.
"Eh iya, ngomong ngomong.. Gempa dan yang lainnya ngajak aku makan hotpot.. Kamu mau ikut?" Halilintar bertanya dengan mata berbinar binar.
"Hmm.. Kamu pergi aja..biar aku tunggu kamu dirumah.." ujar Solar.
"Lah.. Begitu kah.." Halilintar mendesah kecewa "kamu yakin nggak mau ikut.. kenapa?"
Solar mengangguk "iya kak.. kamu harus rayain sama temen-temenmu loh.. nanti kita bisa rayain berdua dirumah"
"humm..yakin?"
Solar mengangguk lagi, kemudian menepuk pundak Halilintar "iya sayang , jangan jangan.. kamu takut pulang sendirian ya??" godanya.
"ih! siapa yang-" Halilintar mendengus "ya udah.. hati hati pulangnya"
"hehe- siap! kakak juga- kalo bisa minta kak Gem anterin biar kakak ga digodain orang lain!"
"dasar kau-- oke bye bye!"
Setelah kedua pasangan itu berpisah jalan, Halilintar tak sengaja melihat Voltra yang tengah berjalan sendirian dari tempat parkir. Ia membawa sebuah paper bag putih di tangannya.
"loh? kak Voltra?"
"oh- Hali!" senyum Voltra mengembang saat ia berlari menghampiri Halilintar.
"kok tumben kakak kesini? mau ketemu Taufan?"
"mau ketemu kamu lah!" ujarnya.
"aku?"
Voltra mengangguk, lalu menyerahkan paper bag ditangannya itu pada Halilintar.
"uwih- tumben tumbenan kak Voltra ngasih hadiah.. biasa juga dapet ucapan aja udah syukur!" gelak Halilintar sembari menerima paper bag itu "makasih kak"
"yahh- mungkin aku udah di Kota Hilir pas ultahmu selanjutnya.. jadi sekali sekali aku pengen ngasih sendiri" Voltra terkekeh.
"ah.." Halilintar manggut manggut "ngomong ngomong soal itu.. kakak udah kasih tau Taufan soal itu?"
Voltra mengulum bibirnya, kemudian menggeleng.
"belom.. nggak tau gimana mau ngasih taunya.." ucapnya.
"loh? kenapa? kakak takut apa?" bingung Halilintar sembari mengintip isi paper bag itu.
"aih.." Voltra menghela nafas "kau kan tau.. hubungan jarak jauh itu sulit.. dulu aku dan Taufan sudah pernah berhubungan jarak jauh, rasanya.. bagaimana aku bisa meninggalkannya lagi?"
Halilintar hanya mendengarkan.
"lagipula.. masalahnya bukan hanya itu.. jarak itu nomor satu, tapi perasaan bisa berubah dengan mudah.. bahkan di keseharian kita aja.. kita selalu berantem karena hal hal kecil. Lantas bagaimana cara aku ngasih tau dia kalau aku akan tinggal di kota sebelah.. bagaimana jika..dia memilih untuk putus denganku?"
Halilintar hanya terdiam, lalu kemudian ia mengangguk angguk.
"aku nggak tau soal itu sih kak.." ucapnya "tapi, kurasa keputusan terbaik kau harus tetap ngasih tau Taufan soal itu.."
"dan kalau dia nggak terima itu?" sahut Voltra.
"yah.. setidaknya ada usaha.. gak mungkin kan kakak merahasiakan ini selamanya?"
Voltra menghela panjang , kemudian mengangguk pelan tanda mengerti.
***
Sepulangnya Voltra, ia dibuat bingung dengan seisi rumah yang gelap gulita. Padahal Taufan sudah mengabarinya bahwa ia sudah pulang.
Saat ia menutup pintu, mendadak ia dikejutkan dengan suara crackers yang meletus di belakangnya. Dan disaat yang bersamaan, satu lampu menyala hanya sekedar memberi sedikit penerangan dan terlihatlah Taufan yang tengah memakai pakaian singa laut dan rumah mereka yang telah dihias dengan lampu lampu kecil.
"Surprise!!" teriaknya gembira.
Voltra yang masih kebingungan pun tak kuasa menahan senyum melihat tubuh mungil sang kekasih dibalut pakaian singa laut yang sedkit kebesaran.
"kamu pake apa, hm?"
Taufan tersengih "aku lucu nggak?"
Voltra mengangguk mantap "kamu imut.."
"kakak bisa tebak nggak aku apa??" Taufan berputar ke kiri dan ke kanan, menunjukan kostum yang kebesaran itu dengan lebih detail.
"singa laut! lambang hewan yang dijadikan maskot Kota Hilir!"
Netra Voltra langsung melebar mendengar kata-kata terakhir Voltra.
"s-siapa yang ngasih tau kamu? Hali?" paniknya.
Taufan menghela panjang , masih dengan senyum di wajahnya.
"kau tau kak.. di antara kita, nggak cuma aku yang sering kelupaan log out akun email.." ucapnya.
Voltra mengernyit, kemudian ia tertunduk dengan wajah bersalah.
"fan.. kakak minta maaf.. kakak ga ngasih tau kamu sejak awal.." desahnya "kakak cuma.. gak tau..bagaimana bicara sama kamu.. kakak sejujurnya juga berat untuk ninggalin kamu.."
Memegang kedua bahu Voltra, Taufan tersenyum tipis.
"kak, itu adalah kesempatan yang baik untukmu. Kesempatan yang mungkin tak akan datang dua kali. Kalau soal aku, kakak gak perlu khawatir.. aku bisa nyusul kakak kesana kok saat aku lulus!" ucapnya ceria.
Voltra mengangkat wajahnya, lalu menatap Taufan sendu "kamu yakin?"
"uhm! asal kamu tau kak- aku gak selemah itu! lagipula- kita kan udah mengalami ini sebelumnya.. jadi yang ini pun.. aku baik baik aja.." suara Taufan sedikit gemetaran pada akhir kalimatnya, namun ia cepat cepat menyeka airmata yang hampir menitik dari netra birunya.
Mendengar itu, Voltra merasa lega luar biasa. Ia memberikan senyum tulus yang selama beberapa waktu terakhir tak bisa ia tunjukan pada kekasihnya itu sebelum menarik Taufan kedalam satu pelukan erat.
"terima kasih.. terima kasih banyak..Taufan.."
Taufan terkekeh kemudian balas memeluk Voltra, ia membenamkan wajahnya pada dada bidang kekasihnya, mengendus aroma parfum Voltra yang selalu menjadi candunya.
"ah- aku masih punya satu kejutan lagi buat kakak!"
Melepaskan pelukannya, Taufan lalu berlari menuju kamarnya dan kembali dengan dua buah kotak.
"aku beli barang online beberapa hari lalu.." kekehnya "dan aku beli.. hoodie ini!"
Taufan dengan gembira menunjukan dua pasang hoodie yang dibelinya. Satu berwarna merah dan satu berwarna biru, masing masing terdapat inisial dari Voltra dan Taufan.
"aku beli ini.. karena sekarang lagi musim hujan! apalagi di kota hilir, musim hujan bisa mencapai -2 derajat kan! jadi kakak bisa pakai, dan selalu inget aku" senyumnya.
"ayo kita cobain kak!"
Netra ruby itu berkaca kaca, menatap kekasihnya itu terharu. Ia mengangguk dan mengambil hoodie berwarna biru kemudian keduanya pun mencoba hoodie tersebut. Dan ketika selesai, keduanya saling tersenyum melihat satu sama lain.
"kamu keliatan imut..fan.." ucap Voltra.
"hehe, kakak suka?"
Voltra mengangguk "ini akan jadi baju kesayanganku.."
Taufan mencolek hidung Voltra gemas "kakak nangis ya? lucunya.."
Voltra menggeleng cepat kemudian menghapus kasar airmatanya sambil tersenyum kecil.
"Nanti kalau kakak pergi.. jangan jangan kakak bakal ketemu orang baru. Terus..hoodie ini hanya akan tergantung di lemari kakak, dan diberikan pada orang lain.." Taufan tersenyum sedih.
Voltra yang mendengarnya lantas menggeleng. Ia meraih kedua pundak Taufan dan menatapnya lekat.
"Fan.. kamu tau kan, seberapa susahnya kakak biar bisa dapetin kamu? kakak ga akan ninggalin kamu" ucap Voltra.
"-tapi yah.. Mungkin aja kamu yang bakal nemuin orang lain. Dekat, pergi, dan tinggal bersama orang itu.." Voltra menghela panjang , kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Kakak masih inget dulu kamu nolak kakak yang cuma naik motor dan malah memilih seniormu yang bermobil.." Voltra terkekeh "sakit loh rasanya.."
Taufan hanya tersenyum canggung dengan sekelebat rasa bersalah di matanya.
"Maaf.." lirihnya.
"Tapi yah.. kakak bisa kayak sekarang.. Itu semua karena kamu selalu dukung kakak.. kakak betul betul berterima kasih atas kehadiran kamu di hidup kakak.." Voltra tersenyum tulus.
"Karena itu, kakak minta Taufan buat percaya sama kakak.. kakak ga akan pindah ke lain hati. Karena cuma Taufan yang menempati hati kakak sejak hari pertama" sambungnya.
"Kalau kakak mau aku percaya sama kakak.." Taufan menyahut "kakak juga harus percaya sama aku"
Voltra mengulum senyum, kemudian mengangguk mantap.
"Tentu saja. Kakak selalu percaya kok sama Taufan.."
"Aku juga, aku selalu percaya sama kak Voltra.. apapun yang terjadi"
Malam itu pun dihabiskan oleh kedua insan itu untuk bermesraan ditengah pencahayaan remang dan lampu lampu kecil yang menghiasi rumah mereka dengan indah.
Seperti yang selalu mereka katakan.
"Jarak itu bukanlah apa apa, saat seseorang berarti segalanya."
Walaupun mereka harus berpisah, itu tidak menghalangi cinta mereka untuk terus tumbuh.
Selama mereka bersama.
To be continued.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro