#13 Surprise
Band sudah bersiap siap di belakang panggung dan akan menaiki panggung tak lama lagi.
Bukan untuk kompetisi. Lomba baru akan diadakan 2 jam lagi. Namun sekarang masing-masing band yang berkompetisi memiliki kesempatan untuk mengadakan gladi bersih dan mengetes panggung serta menyiapkan alat alat musik mereka.
Saat Halilintar dan teman-temannya bersiap naik, band lainnya yang baru saja selesai melakukan gladi bersih pun turun dari panggung.
Band itu bernama SkullHead, dari universitas sebelah. Band itulah yang akan menjadi saingan dari band Halilintar di lomba ini. Desas desusnya, band ini sudah banyak sekali menjuarai berbagai kompetisi musik di luar sana. Karena itulah, kompetisi kali ini tidak akan mudah bagi Halilintar dan band nya.
Kedua band berpapasan saat menaiki dan menuruni tangga, saling melirik satu sama lain dengan aura kompetitif yang sangat kuat terasa di antara mereka. Terutama para anggota SkullHead yang melirik para anggota band Halilintar dengan sinis. Nampaknya mereka sudah sangat yakin akan menyabet kemenangan di event ini.
Tapi tentu saja, Halilintar dan band nya tidak mempedulikannya sama sekali. Yang mereka pedulikan sekarang hanyalah band mereka sendiri. Mereka telah berlatih begitu keras, dan yang dapat mereka lakukan sekarang hanyalah melakukan yang terbaik.
Band Skullhead yang kini berdiri di bawah panggung memperhatikan band Halilintar yang tengah mengatur tune dari alat musik yang akan mereka gunakan. Sebenarnya mereka bisa saja langsung ke belakang panggung untuk beristirahat, namun salah satu dari mereka yang merupakan ketua dari band itu memutuskan untuk tinggal.
Pemuda itu diam-diam memperhatikan para anggota band Halilintar satu per satu, kemudian pandangannya berhenti pada sosok Halilintar yang tengah sibuk men-tuning gitarnya. Wajah imut Halilintar saat tengah serius itu menarik perhatiannya, hingga tanpa sadar ia tersenyum begitu Halilintar tersenyum.
"oi bang haya!"
Lamunannya buyar saat salah satu anggota band menepuk pundaknya cukup keras. Pemuda yang dipanggil cahaya itu menengok, kemudian kembali menatapi Halilintar dengan seringai tipis di wajahnya.
"kau tau dia?" ia menunjuk sosok Halilintar yang berada di atas panggung.
Anggota band itu tertawa, lalu menggeleng pelan "hei bang, siapa sih yang gak tau dia? gitaris imut dari universitas pulau rintis??"
"oh ya? Darimana kau tau gosip seperti itu hm, Angin? " Cahaya menaikan sebelah alisnya. Pemuda yang dipanggil Angin itu hanya terkekeh.
"siapa namanya?"
"Halilintar" jawab Angin "mahasiswa tahun ke empat, incaran hampir semua jantan dan betina di kampus" entengnya.
"oh.. seumuran ternyata" Cahaya mengangguk angguk.
"wajar sih jadi incaran, mana ada gitaris imut modelan anak TK begitu! dimana mana gitaris mah sangar kayak bang haya! salah rekrut kali ketuanya! iya gak bang?"
Angin berkomentar sinis seraya melirik Gempa yang berdiri di tepi panggung memperhatikan para anggota, tanpa menyadari bahwa suaranya yang cukup keras itu terdengar oleh Gempa.
"Kalau kalian punya waktu untuk menyindiri kelompok lain, gunakan mulutmu untuk bernyanyi, b*tch"
Dari tempatnya, Gempa membalas komentar Angin dengan nada yang tak kalah sinis, tidak lupa disertai sedikit ejekan kasar. Gempa memang tidak melirik mereka saat itu, namun hal itu cukup membuat Angin langsung terpancing emosi.
"bicara apa kau barusan?!" ujar Angin yang tak terima dengan perkataan Gempa.
"kenyataan" Gempa mengangkat bahu.
Sebelum Angin membalas perkataan Gempa, bahunya ditepuk oleh Cahaya yang menggelengkan kepalanya. Mengisyaratkannya untuk tidak melanjutkan. Ia tidak ingin ada pertengkaran yang terjadi sebelum lomba dimulai.
Namun bukan Angin namanya kalau ia menyerah begitu saja. Seringainya mulai muncul begitu ia melihat sesuatu yang terjadi di atas panggung saat ini.
Suasana panggung yang tadinya damai tentram tiba-tiba saja heboh dikarenakan sang vocalis, Cindy yang sedari pagi memang sudah merasa tidak enak badan, jatuh pingsan begitu latihan baru saja akan dimulai.
Seluruh anggota band pun panik, termasuk Gempa yang langsung berlari menghampiri mereka. Tanpa menunggu lama, Gempa menggotong tubuh Cindy diikuti oleh para anggota yang lain turun dari panggung.
Gempa terkejut saat ia mulai mengangkat tubuh wanita itu, menyadari bobot tubuh Cindy yang sangat ringan karena memaksakan dirinya untuk tidak makan beberapa hari ini demi terlihat sempurna di acara lomba. Hal ini membuatnya menyesal telah mengomelinya tadi pagi.
"ruang kesehatan dimana ya??" tanya Gempa sembari menatap anggotanya satu per satu.
"ih! mana kutau! kan kak Gem panitianya!" Theo menyahut.
"biar kutanya pengurusnya dulu!" Halilintar angkat bicara.
"ruang kesehatan disebelah sana, biar kutunjukan"
Sahutan dari Cahaya yang tiba-tiba membuat semua orang disana menoleh padanya. Terutama Angin, yang berdiri di sebelahnya melotot seolah tak percaya.
Cahaya menoleh dan tersenyum menatap Halilintar. Tangannya mengisyaratkan bahwa ia benar-benar akan membawa mereka menuju ruang kesehatan. Walaupun dilanda keraguan dan kebingungan akan perbuatan baik dari rivalnya itu, Halilintar dan yang lainnya tidak menunggu lama dan langsung mengikuti arahan Cahaya.
Mereka tau, ini bukanlah saatnya untuk berdebat. Salah satu anggota mereka tengah sakit dan perlu penanganan segera.
Sedangkan Angin yang ditinggal sendirian pun mendengus. Ia segera mengejar langkah mereka karena ia perlu berbicara dengan seniornya itu. Ia tak menyangka bahwa bisa-bisanya seniornya itu membantu rival band mereka. Padahal sebelum ini ia ikut mengutuki rivalnya itu dan menyumpahinya dengan sinis.
***
Di ruang kesehatan, Gempa langsung membaringkan tubuh Cindy di salah satu kasur kecil yang ada di sana. Sementara dokter memeriksanya, semua anggota menunggu di luar ruangan dengan was was. Rasa sedih dan khawatir yang bercampur membuat suasana benar-benar hening, tak ada satupun yang berbicara sebelum Cahaya akhirnya buka suara.
"wanita itu.. dia vokalis grup kalian kan?" tanyanya.
"kalau iya memangnya kenapa?!" Gempa menjawab ketus.
Halilintar bergegas menenangkannya.
"jangan kasar-kasar, gem.." ucapnya "kita belum berterima kasih padanya lho, dia yang membawa kita kesini"
"kita nggak minta kok!" cetus Gempa.
Halilintar hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan temannya itu. Sebagai ketua, tentu saja ia tak bisa membiarkannya dan langsung menarik tubuh Gempa agar bergerak ke belakangnya.
"a-anu.. aku sebagai presiden club, berterima kasih padamu karena sudah membantu anggota kami" ujarnya, sedikit membungkukkan tubuhnya.
Netra Cahaya sedikit membulat mendengar pernyataan Halilintar barusan. Ia tidak mengira bahwa sosok imut yang sedari tadi diperhatikannya itu ternyata adalah presiden dari club band itu. Mengingatkan padanya bahwa ia benar-benar tak bisa menilai seseorang dari luarnya.
"tidak masalah, lagipula..." Cahaya bergerak mendekat, kemudian mengangkat dagu Halilintar yang tertunduk dengan jarinya "menolong calonku..tidak ada salahnya"
Aksi Cahaya yang kelewat kurang ajar itu langsung membuat urat dahi Gempa bermunculan. Namun sebelum ia sempat meledak marah, Halilintar sudah menepis tangan Cahaya dan mendorongnya menjauh.
"tolong sopan santunnya" Halilintar berucap singkat, dingin dan menusuk. Ia segera membentangkan sebelah lengannya di depan Gempa dan menggelengkan kepalanya, karena ia tau sosok di belakangnya itu sudah siap maju dan memukul jika tidak dicegahnya.
"ops- sorry man" Cahaya mengangkat kedua tangannya. Ia menyeringai tipis membalas ucapan dingin Halilintar.
"tapi... mengincarmu, tidak ada salahnya kan?"
"kurang ajar!" Kali ini, emosi Gempa meluap tanpa dapat ditahannya. Jarinya menunjuk sosok Cahaya yang masih senyam senyum memasang wajah tanpa dosa.
"asal kau tau! Temanku tidak single! dia punya suami!"
Wajah Halilintar mendadak memerah mendengar kata-kata terakhir Gempa. Apa yang dikatakan Gempa itu benar adanya, namun tetap saja itu membuatnya tersipu luar biasa.
"dengan wajah semanis itu, aku akan terkejut jika dia single" Cahaya menjawab santai "lagipula, baru juga pacaran..belum tentu nggak akan beralih hati.. iya nggak, manis?"
Sekali lagi, Cahaya berusaha menyentuh Halilintar dan kali ini Halilintar bereaksi lebih cepat untuk menghindar. Tak main main, selain menepis kasar tangan Cahaya, ia juga menghadiahi tamparan keras di pipi lelaki itu. Menandakan Halilintar benar benar marah dengan apa yang dikatakan Cahaya.
"sial! berani beraninya kau--" Cahaya meninggikan suaranya seraya memegangi sebelah pipinya yang nyeri karena tamparan yang tak main main kerasnya itu.
"Saya berterima kasih atas kebaikan anda tapi bukan berarti anda bisa bersikap kurang ajar!" Halilintar menyentak, menatap tajam pada Cahaya dengan kedua matanya yang menyipit.
"Hanya sedikit menyentuh- kau pikir aku menyukaimu?!" Cahaya membentak balik dengan tak kalah sengitnya, tak terima atas perbuatan Halilintar yang sebenarnya juga merupakan salahnya sendiri.
"lah ?"
Angin yang baru sampai dibuat kebingungan dengan suasana tegang dari tiga orang yang tengah menarik urat itu. Belum sempat ia menghampiri lebih dekat, langkahnya tertahan saat mendengar suara keras seniornya.
"hah! kasihan banget- band mu harus kehilangan vokalis!" sindir Cahaya, melirik Halilintar dengan sinis "presiden club nya gak becus sih ngurusin anggotanya! tapi yah- kalau kau kalah.. ini semua, akan jadi salahmu"
"apa kau bilang?!"
Kali ini, Gempa menepis lengan Halilintar yang menghalanginya dan langsung menarik kerah baju Cahaya yang lebih tinggi darinya dengan kasar. Ia sudah tak dapat menahan emosinya dikala perkataan Cahaya yang luar biasa kurang ajarnya itu.
"hey! lepaskan bang haya!" Angin dari kejauhan datang menghardik dan mendorong tubuh Gempa hingga ia melepaskan cengkramannya "apa apaan kau??!"
"Kau yang apa apaan!" Gempa menghardik balik tanpa ragu "harusnya kau tanya pada senior brengsekmu itu!"
"Kau--!!"
"Sudah, Sudah!!"
Keduanya terdiam saat Halilintar tiba-tiba berteriak, memisahkan Gempa dan Cahaya yang nampaknya siap untuk baku hantam. Halilintar menyeka rambutnya frustasi, menyorot kedua sosok itu secara bergantian dengan netra ruby yang siap membunuh mereka di tempat.
"Saya berterima kasih banyak pada anda yang sudah membantu kami, tapi bukan hak anda untuk berbicara seperti itu terhadap band kami!"
Halilintar menunjuk Cahaya tepat di dadanya, sedikit menekankan kata-katanya.
"Dan kamu, Gempa!! Berhentilah bersikap seperti anak kecil!! Jangan terbawa emosi dengan hal hal semacam ini! Kau hanya menghabiskan energimu! Dan, sekarang energiku terkuras karenamu! Thanks a lot!!" Halilintar berucap sakrastik, cukup membuat nyali Gempa ciut karenanya.
"Ayo, Gem! Kita lanjut latihan"
Gempa meringis kala Halilintar menarik perggelangan tangannya cukup kasar. Jarang sekali sahabatnya itu berlaku kasar padanya, kecuali jika ia sudah benar benar marah.
"Gimana kalian latihan tanpa vokalis?? Lebih baik menyerah kalah saja!" ejek Cahaya seraya tersenyum remeh.
Gempa berbalik melotot pada Cahaya namun Halilintar hanya menggeleng, mengisyaratkan untuk tidak menghiraukannya. Ia menarik Gempa pergi dari sana, kembali ke panggung utama dimana seharusnya mereka berlatih.
"eh- tapi.. bener dia bilang.. gimana caranya kita berlatih tanpa vokalis?" Halilintar bertanya, begitu keduanya tiba di panggung utama.
Gempa menyeringai tipis "soal itu.. aku sudah memprediksikan untuk hal hal buruk yang akan terjadi, karena itu aku sudah mempersiapkan vokalis cadangan"
"Vokalis..cadangan?"
Gempa mengangguk mantap.
"aku sudah mengirimkan lagu lagu yang akan kita nyanyikan hari ini padanya, aku memintanya untuk menghafalkannya untuk jaga jaga. Dia juga setuju untuk jadi vokalis cadangan kita, akan kuhubungi dia" ujar Gempa.
Halilintar hanya menggumam seraya mengangguk angguk.
"lalu.. siapa vokalis cadangan itu?" tanyanya.
Gempa hanya tersenyum nakal tanpa menjawab langsung pertanyaan Halilintar. Ia lalu merangkul pundak sahabatnya dan berkata.
"nanti kau juga tau"
Jawaban Gempa yang ambigu itu membuat Halilintar mengernyitkan dahinya. Namun sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, Gempa sudah menaiki panggung.
***
"baiklah, semuanya! ayo berkumpul di sini!"
Satu tepukan tangan dari Solar dan seluruh anggotanya pun berkumpul di hadapannya.
Solar menatap bangga pada para anggotanya satu per satu. Mereka terlihat begitu gagah dan mempesona berbalutkan kostum bernuansa orange dan putih yang berkilapan di siang hari yang cerah. Hanya melihatnya saja membuat netra Solar berkaca kaca teringat perjuangan yang mereka lakukan sejak awal bersama sama untuk dapat berdiri di tempat ini, mempertaruhkan reputasi club dan Universitas.
"kita berlatih sangat keras untuk event ini, dan sekarang kita berada disini, tempat yang menjadi tujuan kita sejak awal"
Solar memulai pembicaraannya dengan wajah berseri, ia menarik nafas panjang sebelum melanjutkan kata-katanya.
"tapi hari ini- lupakan semua penderitaan dan ketakutan yang tidak perlu! apapun yang terjadi, teruslah tersenyum, the show must go on!"
Setelah itu, mereka saling berangkulan membentuk sebuah lingkaran. Kemudian dengan Solar memimpin, mereka mulai meneriakan yell yell dan teriakan penyemangat sebelum Solar melepaskan mereka semua menuju panggung yang sesungguhnya, yaitu lapangan di belakang mereka dengan ratusan penonton antusias yang telah menghiasi tribun dan para juri yang duduk diantara para penonton yang hadir.
"Fight or Give up??!"
"Fight!!!"
"FIGHT OR GIVE UP?!!"
"FIGHT!!!"
"1..2...3"
"FIGHT!!!"
Meneriakan kata-kata semangat yang terakhir kali, semua anggotanya kini berlari memasuki panggung dengan hati gembira. Sambutan tepuk tangan dan antusiasme penonton saat para anggota pemandu sorak Universitas Pulau Rintis masuk ke posisi masing-masing.
Ice memimpin di barisan terdepan, meneriakan komando pada para anggota lain yang juga menandai dimulainya pertunjukan mereka.
"Go!! one two three hey!!"
Musik keras mulai menghiasi panggung , seluruh anggota mulai menari dengan semangat yang tinggi.
"I have everything that they desire
I am surrounded by those who admire
This is the life that only inspires
We are we!
Who are we?? Oh Who are we??
We're the champion of the champion!!
Standing Proud and still, we won't go down!!"
Solar dari pinggir lapangan menyaksikan dengan penuh rasa bangga, seluruh kerja kerasnya dan para anggota selama dua minggu terakhir seakan terbayarkan dengan penampilan mereka yang spektakuler. Bahkan para juri pun turut memberikan standing applause saat penampilan mereka berakhir.
Sorak sorai dan tepuk tangan riuh menghiasi seluruh sudut lapangan bagaikan sebuah simfoni yang begitu menggetarkan hati setiap orang yang berdiri disana. Solar pun tak kuasa untuk menahan setitik airmatanya untuk tidak menetes melihat bagaimana meriahnya reaksi penonton serta para juri melihat penampilan dari club yang diurusnya.
Ia merasa ini merupakan suatu pencapaian yang luar biasa sejak ia menjadi bagian dari club pemandu sorak, ia bahkan dapat membawa dan melatih anggotanya pada Event sebesar ini. Sebuah pengalaman yang tidak dirasakan oleh Sai, seniornya sendiri yang menjabat sebagai presiden club sebelum dirinya.
Usainya pertunjukan yang dilakukan oleh Club pemandu sorak menandai dimulainya babak kedua dari pertandingan sepak bola.
Kedua tim telah bersiap di lapangan, masing-masing telah mengambil posisi. Termasuk Blaze, yang dipercayakan menjadi striker pun telah berdiri di barisan terdepan, saling berhadapan dan bertukar pandang dengan striker tim lawan.
Peluit ditiup dengan nyaring, Blaze mencuri langkah dan mendapatkan bola yang berada di tengah lapangan. Seluruh peserta termasuk para anggota pemandu sorak yang melakukan tarian penyemangat pun berteriak menyemangati mereka.
Bertambah cepat Blaze berlari, semakin keraslah suara teriakan semangat dari para pemandu sorak. Terutama Ice, yang memimpin pun berteriak dengan lantang , penuh semangat yang berkobar.
Suara teriakan yang menggema, musik keras yang mengaluninya, tarian penuh semangat, permainan sepak bola yang berlangsung sengit, dan hati yang berdebar.
Rasanya tak ada yang dapat menandingi perasaan mereka di hari itu.
***
Sementara itu.
Di ruang stand by, band Halilintar telah selesai mempersiapkan segala sesuatunya.
Kostum bernuansa hitam yang telah dibuat khusus pun telah dikenakan. Peralatan musik telah disiapkan. Harmonisasi terakhir pun telah dilakukan.
Dan yang tinggal hanyalah briefing terakhir yang akan dilakukan oleh Gempa sebagai perwakilan panitia club, dan sebuah perasaan cemas.
Hal itu sangat wajar, mengingat vokalis mereka yang tiba-tiba collapse di hari yang sangat penting ini sehingga mereka harus menggantinya dengan vokalis lain. Jauh di dalam hati Halilintar, ia masih tidak mempercayai keputusan Gempa yang mengambil tindakan tanpa memikirkan perasaanya.
Rasa takut, khawatir, dan sedih bercampur jadi satu dalam diri Halilintar. Walaupun ia tau bahwa tidak ada yang dapat ia lakukan dalam situasi darurat seperti ini, tapi..
"kalian! mari kesini sebentar!"
Suara Gempa yang memanggilnya dan seluruh anggota band yang ada disana membuyarkan lamunannya. Dengan malas ia menyeret langkahnya, berkumpul bersama yang lainnya dalam formasi lingkaran.
"aku tau, selama dua minggu belakangan ini.. kalian pasti mengutukiku di belakang punggungku" Gempa memulai pembicaraannya dengan menatap anggotanya satu per satu.
"tapi kalian harus tau- itu tak ada apa apanya dibandingkan rasa malu dan kecewa yang harus kutanggung saat band ku kalah di event 2U hari itu"
Gempa kemudian menghela panjang , melipat kedua lengannya di dada tanpa mengalihkan pandangannya dari empat orang yang berdiri di depannya.
"aku mengakui, awalnya aku hanya bertekad untuk balas dendam atas kekalahanku, karena itu aku ngotot membuat kalian latihan mati-matian. Tapi setelah berlatih dengan kalian selama dua minggu, dan menghabiskan waktu bersama..aku akhirnya dapat mengatakan ini.."
Kata-kata Gempa terhenti sejenak, wajah seriusnya kini berubah menjadi sebuah senyuman teduh sebelum meneruskan kata-katanya.
"tak usah memikirkan hal lain..bermainlah dengan hatimu"
Halilintar dan yang lainnya langsung berpandang pandangan. Senyuman terukir di wajah mereka masing-masing.
"apapun hasilnya, aku janji tidak akan protes. Melihat senyum dan tawa kalian, aku sudah bahagia. Aku percaya pada kalian, dan kini aku tau.. ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada kemenangan" ucap Gempa akhirnya.
Semua anggota band termasuk Gempa pun saling berangkulan, saling menatap satu sama lain dengan wajah sumringah.
"untuk pertemanan dan club musik!"
"Fight or Give up?!!"
"FIGHT!!"
"Honey butter cupcake!!"
"FIGHT!!"
Masing-masing pun berpisah untuk melakukan urusannya masing-masing sebelum jadwal penampilan mereka yang hanya tinggal 15 menit lagi.
Seperti Theo dan Supra yang pergi ke toilet, Glacier menyelesaikan game yang tadi di pause-nya, lalu Gempa dan Halilintar duduk di bangku panjang ruang stand by dan mengambil minum.
Rasa gugup tak dapat dihindarkan, namun rasa cemas lebih mendominasi wajah Halilintar sekarang ini. Ia tau ini merupakan kompetisi besar, namun vokalis cadangan yang seharusnya menggantikan posisi Cindy belum ada di tempatnya.
Benaknya dipenuhi kekhawatiran. Ia bahkan tidak mengetahui siapa vokalis cadangan itu. Ia tidak tau apakah vokalis cadangan yang bahkan tidak berlatih sekalipun dengan mereka dapat mengimbangi dengan permainan musik mereka, atau apakah vokalis cadangan itu benar benar menguasai lagu yang sudah mereka latih di dua minggu yang keras.
"Honey butter cupcake?? Harap stand by di backstage!"
Panggilan dari salah satu panitia telah datang , menandakan mereka harus naik panggung kurang dari lima menit lagi.
Dan saat itulah Halilintar merasakan punggungnya ditepuk dari belakang, dan sepasang tangan besar menutupi kedua matanya.
Tangan yang familiar..
"Nungguin aku ya?"
Suara di belakangnya seketika mengejutkannya. Itu merupakan suara yang familiar.. tidak. Itu merupakan suara yang ia dengar setiap hari.
Suara dari orang yang ia cintai..
"S-solar?!"
Netra ruby itu membelalak begitu bertemu muka dengan pemilik netra silver tersebut, yang kini berdiri di belakangnya dengan kostum bernuansa hitam, sama persis dengan yang ia kenakan saat ini.
"K-kamu???"
Gempa, yang baru datang dari kejauhan melihat Solar yang telah datang. Ia dengan sigap merangkul tubuh tinggi Solar, kemudian tersenyum simpul menatap Halilintar yang masih berkutat dengan kebingungannya.
"daan... vokalis kita sudah datang" Gempa berucap santai.
Solar pun turut tersenyum, senyuman indah yang dirindukan Halilintar itu benar-benar menghipnotis dirinya untuk sesaat.
"Solar Light, vokalis pengganti untuk Band Honey Butter Cupcake, siap untuk tampil"
To be continued.
Chapter depan adalah chapter terakhir!! Bakal ku upload besok!
Yay akhirnya XD seneng ga udah slesai?
See you!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro