#10 Tentangmu
Aku yang janji mau update lebih sering tapi aku juga yg nunda2- aih.. Maaf TwT
.
.
.
.
.
Solar terbangun dan mendapati dirinya berbaring di kasur. Butuh waktu beberapa menit baginya untuk menyadari bahwa dirinya tengah terbaring di kasur rumah sakit. Bau obat-obatan medis yang tidak disukainya itu menusuk hidungnya membuatnya langsung terbangun dari tempat tidurnya.
Tubuhnya terasa jauh lebih ringan. Ia bahkan tak tahu berapa lama ia tertidur, namun tidurnya terasa seperti tidur terbaiknya selama beberapa hari terakhir. Rasa pusingnya pun sudah jauh berkurang.
Namun rasa sedih dan kecewa didalam dirinya tak bisa ia pungkiri. Orang yang ia ingin lihat tidak ada disini. Ia berada di ruangan itu seorang diri tanpa kehadiran orang yang ia sayangi.
Mendesah kasar, Solar menengok pada jendela di sebelahnya. Hari sudah gelap yang menandakan ia telah tertidur cukup lama. Lalu ia meraih ponselnya yang terletak pada meja kecil di sebelah kasurnya, dan alangkah terkejutnya saat menyadari ada lebih dari 50 missed calls dan ratusan pesan yang masuk ke ponselnya.
Solar geleng-geleng kepala, hanya bisa tersenyum melihat bagaimana para anggota club dan senior yang mengkhawatirkannya, serta meminta maaf karena tidak bisa menemaninya. Dan juga ia mengetahui bahwa Sai sempat menengoknya namun ia tidak bisa berlama lama karena hari sudah mulai gelap.
Di balik semua pesan dan panggilan itu, ada satu hal yang sangat disayangkan Solar. Panggilan atau pesan dari Halilintar tidak ada satu pun yang masuk. Ia dan Halilintar memang berjanji untuk fokus pada club masing-masing dan saling menghubungi saat ia tidak sibuk, tapi bukankah ini sudah sedikit berlebihan?
Event 2U tinggal beberapa hari lagi, dan rasanya tidak masuk akal jika Halilintar tidak menghubunginya sama sekali. Kesedihannya kian memuncak saat mengingat Halilintar yang akan berlatih di rumah Gempa, dan hubungan keduanya yang terbilang sangat dekat. Walaupun Gempa sendiri sudah punya pacar, tetap saja ia cemburu.
"oh- kau sudah bangun!"
Sebuah suara mengejutkannya. Namun wajahnya langsung berubah cerah saat melihat Thorn yang tau-tau masuk ke ruangannya, membawa sepiring apel dan beberapa botol minuman.
"aku tadi kesini setelah latihan selesai- tapi kamu belom bangun! jadi kupikir aku akan memotongkan apel untukmu dan membelikanmu minum!" Thorn berkata dengan wajah berseri seri, kemudian ia meletakan piring apel itu di sebuah meja kecil, demikian juga dengan botol-botol itu.
"bagaimana keadaanmu? sudah lebih baik? aku khawatir tau- kamu tiba-tiba tumbang!" ujar Thorn.
Solar mengangguk kecil, lalu tersenyum "jauh lebih baik, maaf aku nggak mendengarkanmu.."
Tersenyum simpul, Thorn menggeleng seraya membetulkan posisi selimut yang menutupi tubuh Solar "tenang saja.. Aku tau kok, kamu pasti juga khawatir dengan para anggota.. Kamu presiden club yang terbaik, Solar" senyumnya.
"Kamu sendiri.. kenapa nggak langsung pulang? Kamu pasti capek habis urusin anak anak.." komentar Solar melihat wajah Thorn yang nampak lelah. Suaranya juga tidak ceria seperti biasanya. Ia pasti kelelahan seharian berdiri dan berteriak menggantikan dirinya.
"aku tadinya mau langsung pulang , tapi aku mengkhawatirkanmu jadi aku ingin menengokmu sebentar. Lagipula.. ada yang harus kuberikan padamu"
Solar menaikan sebelah alisnya saat Thorn beralih untuk mengambil sesuatu dari ranselnya. Kemudian netra-nya membulat melihat benda yang ada di tangan Thorn.
Boneka kecil yang menyerupai sosok Solar, alias yang dibawa oleh Halilintar ke rumah Gempa tempo hari sebelum mereka berpisah. Ia menerima boneka itu dengan perasaan campur aduk.
Tapi..bagaimana boneka itu..
"kak Gempa yang menitipkannya padaku" ujar Thorn, seakan bisa membaca pikiran Solar.
"katanya, kak Hali yang menyuruh Gempa memberikannya padamu. Ia tau kau merindukannya, ia juga titip pesan untuk tidak khawatir.. ia berlatih dengan keras untuk bisa bertemu denganmu di event 2U nanti" jelasnya panjang lebar.
Solar hanya terdiam, rasanya sungguh aneh mendengar hal itu dari orang lain. Padahal selama ini ia berharap Halilintar yang akan menyampaikan semuanya itu secara langsung , ia hanya ingin mendengar kabarnya, apa yang ia lakukan, apa yang ia makan, dan jika ia merindukannya.
Tapi mengapa.. mengapa harus melalui orang lain?
"apa kak Hali ada bilang apa apa soal tidak menghubungiku?" Solar bertanya lirih, memandangi boneka di tangannya dengan perasaan sedih.
"ah..soal itu.." Thorn menggaruk kepalanya yang tak gatal "ia nggak ngomong apa apa selain itu..sih"
Suasana di ruangan itu seketika menjadi hening dan membuat Thorn mulai merasa canggung. Ia menyadari ekspresi sedih Solar, namun ia tak dapat berbuat apa apa. Ia takut jika ia mengatakan sesuatu, ia akan memperburuk keadaan.
"k-kalau begitu biar aku panggil dokter! melihat kondisimu- seharusnya kau sudah boleh pulang! sebentar ya!"
Thorn tanpa pikir panjang langsung berlari keluar ruangan meninggalkan Solar sendirian disana, diselimuti kesedihan yang mendalam.
Ia tidak meminta Halilintar menghubunginya sepanjang waktu. Ia mengerti betul bagaimana sibuknya kedua club mereka , namun tidak ada alasan untuk tidak menghubungi sama sekali. Apalagi, Halilintar berjanji akan menghubunginya sekalipun ia sedang sibuk.
Hal itu membuat Solar semakin bertanya tanya dalam benaknya hingga kekhawatirannya pada keadaan Halilintar membuatnya tak dapat tidur di malam hari. Sulit untuk tidak mengkhawatirkan orang yang berstatus sebagai pacarnya yang tinggal di rumah lelaki lain dan tidak menghubunginya selama berhari hari.
'kak Hali.. apa kau tidak merindukanku sama sekali..ya?'
***
Malam itu, Solar diperbolehkan untuk pulang setelah dokter selesai memeriksa keadaannya. Seperti dugaannya, tubuh Solar hanya kelelahan karena kurang tidur dan jarang makan. Jujur, saat ia sendirian di rumah, rasanya malas sekali untuk sekedar menyuap makanan ke mulutnya. Ia sudah tidak terbiasa untuk makan sendirian.
Thorn mengantarnya hingga di depan pintu kamarnya, kemudian pergi saat memastikan Solar sudah masuk ke kamarnya dengan selamat.
Ia menasihati Solar untuk langsung tidur agar kondisinya tidak memburuk lagi, namun suasana sunyi itu membuat Solar enggan untuk masuk ke kamarnya. Menghela nafas panjang , Solar akhirnya memutuskan untuk berdiam di ruang tamu dan mengambil laptop dari meja belajarnya.
Jabatan presiden club bukan hanya sekedar membuat gerakan tari atau mengawasi latihan para anggota saja, namun Solar juga mengurusi segala macam hal seperti budgeting club, pengaturan jadwal dan lain-lain. Walaupun kini ia dibantu oleh Thorn dan Halilintar sebagai sekretarisnya, namun ia tetap memegang bagian paling besar dalam hal ini.
Ia tau tidak seharusnya ia mengerjakan hal-hal itu di saat hari telah larut dan ia baru saja pulang dari rumah sakit, namun ia lebih enggan untuk tidur sendirian di kasur yang besar itu.
"oh- sial!"
Baru saja ia menyalakan laptopnya, ia langsung dibuat kesal dengan software yang tiba-tiba saja mengalami update. Ia jengkel setengah mati, hampir saja mengumpati laptopnya yang hanya duduk manis menjalankan tugasnya.
"harus banget update sekarang- argh!"
Solar mengacak rambutnya frustasi. Software update adalah salah satu hal yang paling dibencinya selain makan terong dan ditinggal pacar. Apalagi karena laptopnya yang sudah cukup tua sehingga update saja membutuhkan waktu lebih dari setengah jam.
Namun karena sudah terlanjur, Solar tak bisa berbuat apa apa selain menunggu laptopnya kembali berfungsi. Mendengus, Solar meletakan laptopnya di meja, kemudian memutuskan untuk keluar dan mencari angin dengan membawa dua boneka mungil yang sedari tadi ia genggam hati-hati di tangannya.
***
Solar berjalan menelusuri gedung , mengelilingi lantai-lantai yang telah sepi hingga ia tiba di rooftop.
Sejak awal pindah ke apartemen ini, rooftop selalu menjadi tempat favoritnya dan Halilintar. Tak terhitung berapa kali mereka telah menghabiskan waktu di tempat ini, hanya sekedar mengobrol sambil menikmati angin sepoi sepoi dan pemandangan kota yang menakjubkan.
Di setiap langkah yang ia tempuh, sepotong memori tentangnya dan Halilintar kembali berputar di otaknya seperti rekaman video.
Saat mereka menikmati makan malam bersama, mengobrol dan bercanda ria. Saat Halilintar terluka dan Solar mengobatinya. Saat surprise ulang tahun gagal yang mengakibatkan kebakaran yang nyaris saja menghanguskan ruangan club. Rasanya terlalu banyak untuk diingat sekaligus.
Semuanya terasa seperti nostalgia, padahal belum lama ia berpisah dari kekasihnya itu.
Solar mendudukan dirinya di salah satu kursi yang ada di sana. Ia menatap deretan lampu dari pemandangan kota yang memukau dengan hati yang hampa. Tak bisa berhenti menengok pada tempat kosong di sebelahnya, membayangkan sang kekasih yang selalu duduk disana dan tersenyum padanya.
Ia mulai mengeluarkan ponselnya dan melihat lihat fotonya bersama Halilintar dengan seulas senyum pahit. Airmatanya menetes tanpa sadar, membasahi layar ponselnya. Ia tak bisa memungkiri lagi bahwa ia benar benar merindukan sosok kekasihnya itu sekarang.
Jarinya gemetaran saat ia menggeser foto demi foto yang semakin membuatnya tak mampu menampung rasa rindu. Ia berhenti pada sebuah video, dimana itu merupakan video yang tempo hari diambilnya. Malam sebelum Halilintar pergi.
Flashback
"kamu ngapain?"
"kenang kenangan"
"2 minggu itu nggak sebentar loh.. aku pasti bakal kangen banget sama kamu. Aku bakal nonton video ini pas kamu nggak ada"
"aish~ jangan ah!"
"ohh- come onn~ masa kamu nggak mau melakukannya untuk pacarmu tercinta?? ayo dong..katakan sesuatu"
"sesuatu"
"maksudku, katakan..apa aja yang mau kau katakan, Hali"
Menyeringai nakal, Halilintar mengambil ponsel dari tangan Solar. Ia menatapi layar display nya sejenak kemudian mulai merekam dirinya sendiri.
"kau, tunggu situ" perintah Halilintar sembari berjalan menjauh dari tempat Solar.
"ish- kaak.. ngapain sih? kembalikan ponselku"
"udah tunggu aja, mau videonya kan?"
Solar mengangguk.
"kalau begitu diam disana. Biar aku yang mengambilnya untukmu"
Halilintar berjalan cukup jauh dan berdiri di belakang sebuah tembok besar. Ia mengintip Solar yang masih menunggu disana, terus menggerutu dan memanggil manggil namanya.
Ia hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum, kemudian ia mengarahkan kamera itu pada wajahnya sendiri dan mengatakan beberapa kalimat yang entah mengapa membuat wajahnya memerah. Ia cepat cepat menghentikan video itu saat dirasa rona merah di wajahnya sudah tak bisa ia kendalikan, ia pun berbalik dan kembali ke tempat Solar.
"kakak ngapain sih?? ngestalk hape aku yaa?" dengus Solar begitu ia mendapatkan ponselnya kembali.
"dih- males banget, isi galerimu aja fotoku semua" Halilintar terkekeh.
"terus?? tadi kakak ngapain? coba liat-"
Saat Solar hendak menggeser untuk melihat video yang barusan diambil Halilintar, Halilintar langsung mencegahnya.
"ehh jangan dong! jangan diliat sekarang!" protesnya.
"ihh kenapaa" Solar merengek.
"gak boleeh! simpan aja sampe hari dimana kamu kangeen banget sama aku, kamu boleh nonton itu"
Solar menaikan sebelah alisnya, lalu tersenyum remeh "aku ragu kalo hari itu bakal dateng"
Halilintar tertawa, kemudian ia berbalik dan berjalan dengan tangan di saku.
"kita liat aja nanti"
"ga bakalan!"
Pada kenyataannya, hari itu ternyata benar benar datang.
Ia tersenyum tanpa sadar begitu memori itu kembali di ingatannya. Ia ragu-ragu untuk menggeser videonya, namun akhirnya memutuskan untuk menonton video rekaman Halilintar di hari itu.
Terlihatlah wajah close up Halilintar yang bahkan masih terlihat sangat imut walaupun dengan rambut acak-acakan dan berpenampilan seadanya. Netra ruby itu bersinar membelakangi gelapnya malam, ia lalu berkata.
"aku tidak tau harus bicara apa..sejujurnya.. hahaha"
Suara tawa kecilnya itu membuat Solar semakin hanyut.
"well... karena kita sudah datang sejauh ini.. mungkin akan kuberitahu rahasia yang selama ini selalu kusimpan baik baik.."
Solar dapat melihat Halilintar tersenyum malu, kedua pipinya mulai menampakan rona merah.
"di hari aku bertemu lagi denganmu, saat masa orientasi..kau ingat? aku menangis setelah keluar dari ruangan aula, i freakin cried, y'know?" Halilintar terkekeh.
"yah, bagaimana tidak.. aku membentakmu waktu itu, dan juga.. aku kalah taruhan dan harus membayar 1000 ringgit pada Gempa"
(kalo di rupiah-in sekitar Rp. 3.400.000 -an )
Halilintar tertawa kecil di sela sela pembicaraannya.
"aku hampir saja kehilangan harapan.. dan Gempa malah mengajakku bertaruh seperti itu. Ia begitu yakin, kalau aku..dan kamu itu memang ditakdirkan untuk bertemu lagi.. dan kau tau? aku sama sekali tidak menyesal kehilangan 1000 ringgit itu"
Solar tersengih. Seperti ada jutaan kupu kupu beterbangan di dadanya, debaran itu terasa semakin keras mendengar pengakuan Halilintar barusan.
"apa lagi ya... kau tau aku payah dalam merangkai kata-kata.." Halilintar menggaruk kepalanya, masih dengan senyum manisnya itu.
"aku..dan kamu, jarang sekali membicarakan tentang perasaan masing-masing. Aku sadar, akhir akhir ini kita terlalu banyak mengeluh satu sama lain, tiap di rumah pun..selalu bahas hal hal yang bikin kita berantem..."
Halilintar terdiam cukup lama setelah itu, hanya tersenyum canggung menatapi layar ponsel selama beberapa menit.
"kamu pasti mikir aku bakal nyatain perasaanku ya?? aku rasanya bisa membaca ekspresimu deh, Solar.." ia tersenyum jahil.
Kemudian ia menghela nafas panjang , dan kembali menatap layar itu.
"dengar baik baik ya.. karena aku hanya akan mengatakannya sekali"
"hahaha pasti kamu lagi pasang muka serius ya??"
Solar hanya tersenyum tipis, ia geleng-geleng kepala melihat kekasihnya itu yang tak berhenti menggodanya. Rasanya lucu, namun itulah yang ia sukai dari seorang Halilintar.
"oke oke- aku akan mengatakannya dengan serius.."
"Solar light.. walaupun kamu itu nyebelin, junior kurang ajar yang adaa aja tingkahnya, kerjaannya protes dan gombal mulu.. tapi kamu itu- satu-satunya orang yang bisa membuatku berdebar seperti ini.."
Kata-kata itu diucapkan Halilintar dengan lembut, wajahnya yang merona pun tak bisa berbohong. Menandakan Halilintar benar-benar serius dengan apa yang diucapkannya.
"aku tau kau mengatakannya lebih banyak dariku, karena itu.. aku juga ingin mengatakannya. Solar Light..aku--"
"kaaaak Haliii !! ngapain sihh- nanti batre ku abiss!"
Kalimat Halilintar terpotong oleh suara Solar yang datang dari belakangnya. Apa yang ingin diucapkannya pun akhirnya tak jadi ia ucapkan dan hanya melirik Solar dari ujung matanya. Ia tersenyum seakan sudah biasa menanggapi Solar yang seperti itu.
"tuh- lihat kan?? Solar Light si tukang protes" ia geleng geleng kepala.
"ya sudah! aku nggak jadi mengatakannya" ucap Halilintar kemudian.
"kaaaak Haliiiii"
Solar hampir tertawa saat mendengar suaranya sendiri menggema dari layar ponselnya. Selama ini ia tak pernah menyadari bahwa ternyata ia cukup sering merengek pada kekasihnya itu.
"aku ga akan mengatakannya" Halilintar tersenyum tipis, lalu mengangkat layar ponsel itu dan bersiap untuk mematikan videonya.
"aku akan mengatakannya saat aku kembali"
Video pun berakhir setelah itu. Melihat senyum Halilintar di akhir video itu membuat perasaan Solar sedikit lebih lega. Ia lalu menyimpan ponselnya ke dalam sakunya lalu mengangkat kedua boneka kecil yang sedari tadi ia bawa bawa hingga keduanya saling berhimpitan di pandangannya.
"Halilintar bodoh..bodoh bodoh bodoh!" Solar terkekeh, membuat seakan akan boneka mungil Solar menjitak pelan kepala boneka Halilintar.
"Kau sudah membawaku sampai ke titik ini...
- titik dimana aku berbicara sendirian dengan boneka" ucapnya seraya menggerakan boneka Halilintar seakan tengah menari di depannya.
"saat kamu disini.. kita sering banget berantem.. dan itu selalu tentang hal hal kecil, atau masalah club yang gak ada habisnya.."
"aku sadar kalo aku juga sering protes.. tapi kamu gak jauh berbeda denganku..hm.." Solar tersenyum sembari mencolek hidung kecil boneka Halilintar.
"kamu tau.. aku membiarkanmu mengomeliku.. aku membiarkanmu melakukan apapun denganku..
- hanya jika kamu kembali ke pelukanku.. Hali.."
Nadanya memelan, nyaris berbisik pada kalimat terakhirnya. Suara-nya perlahan mulai tergantikan oleh suara isakan, disertai dengan air mata yang akhirnya jatuh pada kedua pipinya.
"seperti yang kamu bilang .. aku harus sabar.. aku harus kuat.. presiden club yang bertanggung jawab.. aku akan menunggu hingga event ini selesai.." isaknya.
"tapi yang ingin kukatakan adalah.." ia menarik nafas panjang , menyeka airmatanya yang bercucuran dengan punggung tangannya.
"kak Hali.. aku sangat..sangat merindukanmu.."
"aku juga merindukanmu..Solar"
Solar tersentak saat telinganya menangkap sebuah suara yang familiar datang entah dari mana.
Ia menoleh kesana kemari, berusaha mencari asal suara itu. Dan di saat yang bersamaan, ia merasakan pundaknya ditepuk dari belakang.
To be continued.
Semoga next nya kaga lama 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro