Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 9

Jongin meregangkan pergelangan tangannya setelah ia berhasil menyalin beberapa riset hasil pekerjaannya. Cukup melelahkan karena ia harus duduk selama berjam-jam untuk menyelesaikan bab lain pada tugas akhirnya. Kepalanya menengadah, terlalu pegal hingga lehernya terasa kaku dan sulit untuk digerakkan. Ketika leher bagian belakangnya telah bersandar di bahu kursi. Saat itulah matanya menatap jam dinding yang terpajang di depannya. Jarum jam disana sudah hampir menunjukkan pukul sembilan malam. Ternyata sudah hampir seharian ia disini.

Jongin akhirnya menoleh ke sisi kosong ruangan dan menemukan keadaan apartemen yang tengah ditempatinya begitu sepi dengan pencahayaan remang. Tanpa sadar matanya beralih ke pintu, selintas ia mengingat kembali Kyungsoo yang keluar dan membanting pintunya keras. Kemana perginya gadis itu? Kenapa hingga kini Kyungsoo masih belum pulang?

Cepat-cepat Jongin menggeleng. Untuk apa ia memikirkannya, toh Jongin yakin gadis itu baik-baik saja. Sebaiknya ia beristirahat karena besok ia harus pergi pagi-pagi sekali ke kampus. Ia langsung bangkit dan membereskan buku-bukunya yang tersimpan berantakan di meja milik Kyungsoo. Satu persatu ia menyusun kembali tumpukan buku itu sehingga tanpa sengaja menjatuhkan kalender duduk oleh sikunya.

Jongin cepat-cepat mengambilnya untuk kembali ditempatkan di tempat semula. Namun niatan itu terhenti ketika ia melihat beberapa coretan yang tertulis di kalender itu. Matanya memerhatikan satu persatu tanggal yang dilingkari dengan spidol berwarna merah sekaligus membaca kalimat-kalimat yang ada pada setiap tanggal tersebut. Sekarang bulan desember kan? Wow, lihatlah.. deadline yang telah ditentukan ini. Jongin tak yakin gadis itu bisa menyelesaikan semua pekerjaanya dalam waktu sesingkat ini.

Akhirnya Jongin mengambil posisi duduk kembali. Niatnya untuk membereskan barang-barangnya kini digantikan dengan memerhatikan jadwal-jadwal yang telah disusun secara apik. Jongin membaca ulang deadline pekerjaan pada bulan-bulan sebelumnya dan sungguh diluar dugaan. Gadis itu mampu menepati semua pekerjaannya tepat waktu. Terbukti dengan tanda silang yang menutupi tanggal yang dilingkari itu.

Ternyata dia seorang pekerja keras.

Sekilas Jongin tersenyum dan menyimpan kalender duduk itu kembali ke tempatnya. Kini perhatiannya teralih pada beberapa post-note yang tertempel memenuhi komputer. Sekian lama ia menggunakan komputer ini, baru sekarang Jongin merasa tertarik untuk membaca setiap kalimat yang tertulis di note itu. Beberapa note berisi catatan tentang pekerjaan-pekerjanya namun sebagian lagi berisi kalimat-kalimat yang terdengar hebat. Jongin tidak mengerti tentang sastra tetapi ia mengagumi kalimat-kalimat yang Kyungsoo tulis. Tulisan tangannya juga rapih dan Jongin tidak bisa meyembunyikan kekagumannya bahwa itu sangat indah.

Sebuah deringan ponsel asing menyadarkan Jongin dari perhatiannya saat ini. Itu bukan ponselnya, Jongin menerka bahwa ia tidak memasang dering ponsel seperti itu. Ketika ia menyentuh ponsel yang ada pada saku jaketnya yang tidak bergetar. Ia ingat siapa yang memasang dering ponsel seperti itu. Ia menoleh dan menemukan ponsel Kyungsoo tergeletak di atas ranjang dengan deringan sangat nyaring,

Meski awalnya Jongin berniat untuk mengabaikannya, tetapi deringan itu semakin membuatnya penasaran. Akhirnya Jongin bangun dari duduknya dan melangkah untuk mengambil ponsel itu. Ketika ponsel milik Kyungsoo kini berada dalam genggamanya, ia menatap lekat-lekat nama yang muncul pada screen. Editor Han? Apa mungkin ini bos Kyungsoo ya?

Karena takut bawa panggilan ini penting akhirnya Jongin menggeser tombol hijau. Belum sempat ia mengucapkan sepatah kata pun namun suara wanita tua di ujung panggilan membuatnya mengatupkan bibir-dan jangan lupa suaranya yang nyaring mampu menulikan telinganya.

"Do Kyungsoo, satu jam lagi dan aku ingin naskah itu segera diselesaikan!"

Jongin menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Kebanyakan orang sekarang lebih suka marah-marah melalui sambungan telepon. Tidak tahukah bahwa suara wanita itu bisa saja merusak gendang telinganya. Jongin sedikit berdecak unuk mengatakan bahwa orang yang mengangkatnya bukan Kyungsoo.Tidak sopan sekali berbicara sekasar ini kepada orang asing. Tetapi wanita itu melanjutkan kembali ucapannya dan kini terdengar lebih tenang,

"Kau harusnya bersyukur karena waktu dipercepat dan kau bisa mengambil hari liburmu dua hari tanpa deadline. Gajimu juga akan segera cair minggu ini jadi kau harus segera menyelesaikannya. Baiklah aku harus mengurus pekerjaan lain." suara wanita itu tidak terdengar lagi, digantikan dengan suara dengungan panjang. Terputus.

Jongin menarik ponsel itu menjauh dari telinganya. Sesaat ia berpikir tetang apa yang dikatakan wanita itu. Jadi Kyungsoo memang benar-benar sedang dikejar oleh deadline hari ini. Ia pikir gadis itu mengatakan omong kosong saja. Jongin lagi-lagi menatap pintu kamar apartemen Kyungsoo. Apa gadis itu pergi untuk menyelesaikan pekerjaannya, tapi kemana?

Jongin mengerang dan menggenggam ponsel itu erat-erat. Kenapa ia harus memikirkan gadis itu. Jongin benar-benar yakin bahwa Kyungsoo akan baik-baik saja di luar. Tidak peduli dimana ia bekerja saat ini tapi ia yakin gadis itu tidak akan bertindak bodoh, misalnya lari menjauhkan diri dari semua dealine pekerjaannya. Itu sama saja membuatnya bunuh diri.

Cepat-cepat Jongin menggeleng. Tidak, berhentilah memikirkan gadis itu. Sebaiknya ia segera pergi ke kamarnya dan beristirahat untuk kembali ke kampus besok pagi. Jongin langsung mleangkahkan kakinya ke arah meja tadi dan mengambil setumpuk buku yang dibawanya. Ia membuka pintu kamar apartemen Kyungsoo dan berjalan keluar dengan tenangnya.

Namun ketika ia akan membuka pintu kamar apartemen miliknya. Ia termangu mendapati ponsel Kyungsoo yang masih ada dalam genggamanya. Sesaat ia melirik ke arah lorong gedung apartemen lantai ini yang mulai bisa dibilang sepi. Ia mengerang. Ya Tuhan.. kenapa gadis itu membuatnya seperti ini?

***

Kyugsoo berusaha berkonsentrasi untuk menyelesaikan halaman terakhir naskah editannya. Tidak memerdulikan flu yang kini dideritanya. Berjam-jam ia duduk di sini melawan rasa sakitnya hanya untuk menyelesaian pekerjaannya. Bahkan Kyungsoo sudah kebal melawan tatapan-tatapan aneh yang memerhatikannya. Kyungsoo lebih memilih mengabaikan tatapan itu dan membalasnya dengan pandangan; biarkan si bodoh ini mengerjakan pekerjaannya dan kembalilah pada urusan kalian masing-masing!

Ia mencoba berkonsentrasi untuk membaca setiap kata yang ada pada kamus tesaurus-nya untuk mendapatkan kalimat yang tepat. Namun karena bersinnya yang kian lama kian parah saja, membuat Kyungsoo mau tak mau mengerang dan mengusap wajahnya beberapa kali agar ia tetap membaik.

Disaat-saat seperti ini ia pasti teringat akan Jongin. Andaikan ia tidak memiliki masalah dengan Jongin, ia tidak akan pernah mengalami nasib sesial ini. Membiarkan komputernya di miliki oleh orang lain sedangkan ia sendiri malah terjebak dengan semua pekerjaannya di warnet. Menyebalkan bukan. Dan Kyungsoo berjanji, ia tidak akan pernah bicara kepada pria itu ketika ia menyelesaikan perkerjaannya. Meskipun setitik perasannya muncul kepada pria itu tapi ia tidak dapat menyingkirkan rasa kejengkelannya terhadap perlakuan Jongin.

Kyungsoo kembali mengalihkan perhatiannya pada layar komputer di depannya. Namun suara gemerisik membuat matanya teralih pada sisi kosong di mejanya. Ia menemukan bungkusan kantung plastik dan ponsel miliknya. Tunggu kenapa ada disini?

Matanya naik dan kini menemukan pria yang beberapa detik yang lalu dipikirkannya kini tengah duduk di sisinya. Memasang headphone dengan pandangan lurus pada layar komputer di depannya. Wajahnya dingin dan nampak tidak peduli. Kyungsoo sempat ingin memarahinya tetapi yang keluar dari mulutnya malah sebuah pertanyaan.

"Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Kyungsoo tanpa bisa menyembunyikan raut kebingungannya.

Bukannya menjawab, Jongin malah tetap diam dan tetap fokus pada layar komputer di depannya. Sekilas Kyungsoo melirik dan menemukan Jongin tengah memainkan sebuah game yang sama seperti yang dimainkan kebanyakan remaja di sini.

Kyungsoo mendesah kasar, pria ini tidak mendengarkannya. Dengan sengaja Kyungsoo memukul pelan bahu Jongin dengan kamus tesaurus miliknya.

'Buk!'

Berhasil dan Jongin kini meliriknya. Meskipun dengan tatapan marah dan kesal. Tetapi Kyungsoo tidak memerdulikan itu. Sebaliknya ia memberikan dengusan dan bicara kepada Jongin dengan ketus.

"Kenapa kau bisa ada disini?!"

"Tentu saja mencarimu," jawabnya singkat.

"Mencariku?" Kyungsoo terdiam, ia tidak tahu harus mengatakan apa karena lagi-lagi jantungnya malah berdebar. Menolak kebencian yang sebelumnya Kyungsoo rasakan.

"Ya, ponselmu terus berdering dan itu mengggangguku. Ceroboh, bagaimana bisa kau pergi tanpa membawa ponselmu?"

Kyungsoo mendengus. Hanya itu? Jadi dia kesini hanya untuk mengembalikan ponselku. Alasan yang buruk. Lagipula untuk apa dia repot-repot mengantarkannya kembali. Oh, ia juga tidak pernah mengatakan bahwa Kyungsoo pergi kesini sebelumnya kan?

"Lalu kenapa kau tahu aku ada disini?"

"Hanya menebak, tadinya aku hanya ingin bermain game saja," ia mengangkat bahunya dengan acuh dan kembali mengalihkan seluruh perhatiannya pada game yang tengah dimainkannya.

Beberapa saat Kyungsoo terdiam melihat ekpresi wajah yang ditunjukkan Jongin, Meyakinkan bahwa apa yang dikatakan pria itu benar. Tetapi sungguh, kyungso benar-benar tidak bisa membaca ekpresi pria itu. Seperti biasa, ia tetap menunjukkan wajah dingin dan angkuhnya yang terkadang membuatnya menyebalkan namun misterius. Tatapan itu kini ia jatuhkan pada bungkusan kantung plastik itu.

"Lalu apa ini?" tanya Kyungsoo menggeser kantung itu ke arah Jongin

Jongin sekilas meliriknya sebelum kembali membuang tatapannya. "Itu sisa, dan aku yakin kau belum makan sejak tadi siang."

Kyungsoo mengernyit mendengar jawaban Jongin. Ia membuka kantung plastik itu dann menemukan dua buah samgak gimbab yang masih tersegel rapih-kemungkinan Jongin membelinya dari minimarket.

"Terlihat masih baru."

"Aku terlalu banyak membelinya tadi."

"Lalu kenapa kau memberikannya padaku?"

Jongin menggeram. Ia melepaskan headphone yang tadi dikenakannya dan mengalungkannya pada lehernya. Menatap Kyungsoo lekat-lekat dengan tatapan kesal. "Kau ini banyak sekali bertanya ya? Apa susahnya untuk makan dan menghabiskannya. Aku tahu kau sedang kelaparan saat ini."

Mendengar penuturan Jongin, seketika ia merasakan perutnya yang mulai bergemuruh pelan. Perutnya merintih kelaparan. Kyungsoo bahkan baru sadar bahwa sejak tadi siang ia tidak memakan apapun selain meminum dua cup coffee hangat, menjaganya agar tidak mengantuk. Tangannya ia alihkan pada perutnya dan meringis ketika menyadari rasa laparnya.

"Sudah kuduga," bisik Jongin dengan tatapan menyindirnya.

Kyungsoo merasa tidak terima dengan tatapan itu akhirnya memilih menjauhkan kimbab kemasan itu jauh-jauh dari hadapannya.

"Aku tidak mau," ketusnya.

"Kenapa?"

"Aku tidak lapar," elaknya.

Jongin menatap Kyungsoo lekat-lekat. Mengembalikan bungkusan itu kepada Kyungsoo dan menyimpannya dengan sengaja pada pangkuan gadis itu.

"Jangan bodoh, memangnya kau bisa bekerja dalam keadaan perut kosong seperti itu? Makanlah dan selesaikan pekerjaanmu lalu kita pulang bersama," ucapnya.

Kyungsoo mengernyit merasa janggal dengan ucapan Jongin kali ini. Ia sedikit mendekatkan wajahnya dan menatap lekat-lekat wajah Jongin yang seketika berubah menegang. Aneh.

"Kita?" sahut Kyungsoo tak mengerti.

Namun Jongin malah melemparkan tatapan dingin sebelum memasangkan headphone itu kembali pada telinganya dan mulai sibuk dengan game yang dimainkannya. Kyungsoo mendesah, ada yang aneh dengan Jongin hari ini dan ia tidak ingin mengetahui lebih lanjut sebab dari perubahan Jongin. Kini perhatiannya hanya tertuju pada kimbab yang ada pada pangkuanya. Ia tidak bisa berbohong bahwa ia memang kini tengah kelaparan. Diam-diam akhirnya ia membuka kemasan itu dan memakannya. Mencoba sepelan mungkin agar Jongin tidak dapat memerhatikanya.

Rasanya sungguh sangat enak dan Kyungsoo tidak pernah percaya bahwa ia bisa begitu menikmati kimbab kemasan yang hanya dibeli di minimarket. Kyungsoo bahkan hampir melupakan flunya dan kini kembali bersemangat untuk menyelesaikan halaman terakhir pekerjaannya. Kini ia tidak lagi makan dengan diam-diam. Sebaliknya ia memakannya dengan lahap dan tidak memerdulikan apakah Jongin akan mengejeknya nanti atau malah mempermalukannya. Satu-satunya yang harus ia selesaikan adalah pekerjannya.

Beruntung pada paragraf-paragraf terakhir tidak telalu banyak kalimat yang harus diganti. Memundahkannya untuk lebih cepat menyelesaikan pekerjananya. Dan tidak membutuhkan waktu lebih dari dua puluh menit setelah kedatangan Jongin. Akhirnya Kyungsoo bisa menyelesaikan pekerjannya.

Buru-buru ia mengirimkan file naskah editannya melalu e-mail. Berharap pekerjannya kali ini dapat memuaskan Kepala editor Han. Ia mendesahkan napas lega setelah terdapat tanda ceklis pada pengirimnya. Akhirnya semuanya selesai. Dan Kyungsoo merindukan tempat tidurnya. Rasanya ia ingin kembali berbaring di tempat tidurnya seharian.

Dengan cepat Kyungsoo membereskan barang baawaanya beserta kamus tesarus-nya. Ia mengambil flashdisk miliknya dan tak lupa memasukkannya pada tas. Hendak ketika ia akan berdiri. Sebuah tangan mencekalnya membuat ia terpaksa kembali duduk pada kursinya. Kyungsoo memerhatikan lengan itu dan menatap Jongin yang kini tengah menggenggam lengannya erat.

Kyungsoo membelalakkan matanya terkejut namun Jongin, sebaliknya ia menunjukkan wajah tidak pedulinya.

"Sudah kubilang kita pulang bersama."

Kyungsoo mendengus. "Kalau begitu ayo pulang."

"Aku belum menyelesaikan permainanku," Jongin menunjuk ke arah layar kompurter memalui ujung matanya.

"Bermainlah sendiri," Kyungsoo kembali berdiri namun lagi-lagi Jongin menariknya untuk tetap duduk di tempatnya. Kyungsoo mengerang ingin marah namun Jongin malah mengalihkan perhatiannya pada layar komputer seolah tidak peduli dengan kemarahan Kyungsoo saat ini.

"Aku tidak memiliki teman, jadi tunggu sebentar hingga aku menyelesaikan permainan ini," Ucapnya tanpa menatap lawan bicaranya.

Kyungsoo merasa heran, kenapa harus dia? Kyungsoo benar-benar sangat kelelahan hari ini dan pria itu malah menyuruhnya untuk menunggunya. Menyebalkan. Tinggal lebih lama di warnet bukanlah keinginannya. Ia kini lebih membutuhkan selimut hangat dengan ranjang kesayangannya, Mau tak mau akhirnya Kyungsoo menyandarkan tubuhnya pada kursi itu. Meringkuk dan memeluk tubuhnya sendiri dari udara dingin yang sedikit demi sedikit ia rasakan.

Ia memerhatikan betapa seriusnyaJongin memainkan game itu. Kyungsoo pikir Jongin hanya mengenal kampus dan bisnis saja. Tetapi ia ternyata cukup mahir memainkan game itu. Seulas senyum tersungging di bibirnya. Melihat Jongin terdiam seperti itu membuatnya telihat lebih tenang. Kadang Jongin cukup mengagumkan jika dilihat dari postur tubuh dan wajah rupawannya. Hanya saja ia memiliki ifat yang cukup tidak disenangi banyak orang. Semua orang tidak akan betah untuk berlama-lama berada di dekat Jongin tetapi kenapa Kyungoo malah merasa menempel terus bersama pria itu? Sebisa apapun ia mencoba menjauh tetapi ia tetap saja berada dalam lingkaran kehidupan Jongin. Sungguh aneh.

Seketika lamunannya pecah ketika Jonginlangsung bangun dari kursinya. Menatap Kyungsoo lekat dengan kedua lenganya yang tersimpan di dalam saku celana depannya.

"Ayo pulang!" ajaknya.

Untuk kesekian kalinya Kyungsoo menyesali kenapa ia sempat mengagumi pria itu. Bahkan kini Jongin berjalan lebih dulu dan melangkah meninggalkanya. Apa ini yang namanya pulang bersama? Menyebalkan.

***

Selama perjalan pulang, Kyungsoo maupun Jongin tidak sedikit pun bersuara atau bercakap. Mereka saling terdiam satu sama lain, kecuali suara bersin Kyungsoo yang terkadang menarik perhatian Jongin. Bahkan ketika Jongin menghentikan langkahnya untuk menengok apa yang terjadi pada gadis itu. Kyungsoo sama sekali tidak memerhatikannya, ia langsung melangkah begitu saja melewati Jongin dan sibuk menutup mulut dan hidungnya menggunakan telapak tangannya.

Kening Jongin mengernyit heran. Melangkah pelan di belakangnya tapa berani bicara. Sejak keluar dari warnet, Kyungsoo terus saja bersin. Terkadang sesekali ia juga terbatuk pelan lalu mengerang dengan suara parau. Terdengar aneh dan Jongin hanya bisa mengawasinya dari jauh.

Ketika mereka sampai di gedung apartemen. Kyungsoo langsung masuk begitu saja ke dalam kamarnya. Jongin yang sedari tadi berjalan di belakanganya hanya terdiam di amabang pintu yang masih terbuka. Ia menengok sesaat kedalam dan melihat Kyungsoo yang langsung menghempaskan tubuhnya berbaring di atas kasur dengan wajah menelungkup.

Merasa heran dengan kondisi Kyungsoo. Akhirnya Jongin memutuskan masuk dan memerhatikannya yang hanya diam tak bergerak sama sekali. Namun matanya yang setengah terbuka masih memerhatikan Jongin. Ia menatap dengan sayu dan bergumam menanyakan keberadaanya.

"Kenapa kau masuk ke sini?" tanya Kyungsoo parau.

Jongin menelan ludahnya. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia tidak pernah sekikuk ini sebelumnya.

"Membereskan buku-bukuku. Aku meninggalkannya disini."

Kyungsoo tidak menjawabnya. Ia tidak marah ataupun mengatakan ucapan kasar seperti biasanya. Sebaliknya Kyungsoo malah diam. Membalikan tubuhnya meringkuk memunggungi Jongin yang masih berdiri memerhatikannya.

Lagi-lagi Jongin merasa heran dengan sikap Kyungsoo saat ini. Tidak biasanya Kyungsoo sependiam ini. Ia langsung mengangkat bahunya. Mungkin gadis itu memang merasa kelelahan karena seharian harus berada di luar dan mengerjakan pekerjanaannya. Jongin langsung berbalik dan melangkah menuju meja komputer miliki Kyungsoo. Apa yang ia lakukan? Tentu saja tidak ada satupun barang yang ia tinggalkan disini. Karena sebelum mencari Kyungsoo, ia telah membawa semua buku-buknya kembali ke kamarnya.

Jongin mendesah pelan. Ia langsung mendudukkan tubuhnya di sisi meja yang kosong. Menatap Kyungsoo yang masih terus bersin dan batuk. Seharusnya Jongin kembali ke kamarnya dan mulai berisitirahat. Tetapi ia malah terdiam di sini dan memerhatikan gadis itu. Ia ingin pergi namun sesuatu di dalam dirinya membuat ia tidak bisa melangkah sedikitpun dari tempatnya saat ini.

Dalam keadaan ruangan yang remang. Jongin masih dapat memerhatikan Kyungsoo. Apa gadis itu sudah tidur sehingga ia tidak menyadari keberadaan Jongin?

Memerhatikan gadis itu ia kembali teringat dengan apa yang telah dilakukannya kemarin malam. Ketika ia tanpa sada mencium bibir gadis itu diam-diam tanpa sepengetahuannya. Itu adalah hal terceroboh yang pernah Jongin lakukan selama hidupnya.

Kemarin hanyalah bentuk ketidak sengajaan. Sungguh. Jongin hanya merasa kasihan melihat gadis itu yang harus terpelantuk beberapa kali pada kursi di depannya. Akhirnya jongin memberikan bahunya untuk menjadi sandaran gadis itu.

Dapat melihat Kyungsoo dengan jarak sedekat itu membuat ia tidak dapat mengalihkan matanya dari wajah itu. Gadis itu manis, jika saja ia tidak banyak bicara dan bersikap ceroboh. Tentu Jongin tidak akan pernah bersikap dingin kepadanya. Ia mungkin akan menjauhi gadis itu sejauh mungkin. Menghindarinya dari kesialan-kesialan lain. Namun entah kenapa, ia malah tidak ingin meninggalkannya.

Ketika Jongin tengah memerhatikan Kyungsoo. Ia melihat bulu mata gadis itu yang terjatuh di bawah kantung matanya. Entah apa yang telah menariknya sehingga Jongin menaikkan tangannya untuk menghilangkan bulu mata itu. Namun bukannya menjauhkan tangannya. Jongin malah menangkup pipi gadis itu menggunakan telapak tangannya. Membelai kulit pipi gadis itu yang halus dengan ibu jarinya. Kyungsoo tertidur dengan tenang tak bergerak sama sekali. Ibu jarinya mulai turun tanpa sengaja menyentuh ujung bibir gadis itu. Ia menatapnya dan entah dorongan darimana, perlahan Jongin mulai mendekatkan wajahnya pada gadis itu. Napasnya berderu penuh antisipasi, ia tidak bisa menghentikan gerakannya sendiri ketika bibirnya langsung menyentuh halus bibir itu, Hanya menekankannya pelan.

Sekian detik berlalu karena setelah itu Jongin membuka kelopak matanya dan memerhatikan Kyungsoo, memastikan bahwa gadis itu masih memejamkan matanya. Dan benar, gadis itu masih tidur dengan tenang. Jongin langsung mengangkat wajahnya, memalingkan pandangannya untuk kembali menatap keluar. Jantungnya dua kali berdebar lebih hebat dari sebelumnya. Ia sedikit tersenyum dan membiarkan gadis itu untuk tetap tidur di atas bahunya.

Jongin menekankan kepada dirinya sendiri. Jika bis yang telah ditumpanginya itu sampai di tempat tujuannya. Ia akan kembali berdiam diri dan bersikap solah tidak terjadi apa-apa. Dan itu benar-benar ia lakukan ketika busnya berhenti di halte dekat gedung apartemennya. Jongin langsung bangun begitu saja membiarkan gadis itu yang sebelumnya tertidur di bahunya, terjatuh dengan posisi kepala terpelantuk pada sisi jendela bus.

Setiap Jongin memikirkan hal itu, hatinya selalu berdesir dengan perasaan asing. Ia tidak mengerti perasaan apa yang tengah dirasakannya. Hanya saja, setiap ia melihat gadis itu, ia tidak ingin terus berlama-lama menatapnya. Jika ia tidak berusaha untuk mengalihkan perhatiannya, ia pasti akan terjebak dan terus menatap Kyungsoo tanpa tahu caranya untuk berpaling.

Pikirannya kembali tersadar ketika ia melihat gadis itu terusik. Kyungsoo mengerang beberapa kali lalu tubuhnya mulai bergerak gelisah. Jongin memicingkan matanya. Ia langsung bangun dari dudukya dan melangkah mendekat pada tempat Kyungsoo berbaring saat ini. Ketika ia tiba di sisi tempat tidur Kyungsoo. Jongin melihat bahwa gadis itu menggertakkan giginya dengan tubuh yang menggigil. Merasa bingung dengan kondisi Kyungsoo saat ini. Ia langsung mendekatkan lengannya dan memastikan bahwa kondisi gadis itu baik-baik saja.

Jongin menyentuh kening gadis itu menggunakan punggung tangannya. Panas dan berkeringat. Sontak Jongin membuka matanya lebar. Ia langsung mendekat dan duduk di sisi ranjang gadis itu. Menyentuh lehernya untuk lebih memastikan dan benar, tubuhnya terasa panas dengan keringat yang membasahi wajahnya.

"Ya Tuhan, kau demam," bisik Jongin.

Dengan paniki, Jongin membuka jaket yang Kyungsoo kenakan. Gadis itu sama sekali tidak memberontak. Matanya terpejam dengan tubuh yang terbaring lemas. Entah sadar atau tidak, Kyungsoo hanya mengikuti semua yang Jongin lakukan saat ini.

"Kyungsoo, Kyungsoo..," Jongin menepuk pipi Kyungsoo perlahan. Mencoba menyadarkannya untuk teteap membuka matanya. Tetapi nihil. Kyungsoo hanya bisa terpejam dengan gigi yang bergemeretak.

Merasa cemas dengan kondisi Kyungsoo. Jongin langsung menyelimuti tubuh gadis itu rapat dengan selimut tebal. Langsung bangun dan menatap sekliling mencari apa saja yang bisa membantu Kyungsoo. Ia berjalan menuju konter. Membuka setiap almari, mencari obat namun ia tidak menemukan apa-apa. Jongin mendesah. Ia kembali menatap Kyungsoo yang masih berbaring lemas. Entahlah, melihatnya seperti itu malah membuat Jongin ketakutan. Dia sakit dan tidak ada seorang pun menjaganya. Apa lebih baik ia memanggil Baekhyun saja?

Jongin menggeleng. Tidak. Ini sudah terlalu malam dan ia tidak mungkin menghubungi gadis itu selarut ini. Tidak ada pilihan lain.

Jongin berjalan kembali menuju ke tempat dimana Kyungsoo berbaring. Memastikan bahwa keadaannya belum terlalu buruk. Setelah memastikan bahwa Kyungsoo kuat untuk bertahan dengan kondisinya. Jongin langsung berjalan setengah berlari keluar meninggalkan apartemen Kyungsoo. Meninggalkan gadis itu hanya untuk beberapa saat memutuskan mencari obat untuk memulihkan kondisi Kyungsoo.

***

Rasa haus akan dahaganya membuat Kyungsoo mengerjap, membuka matanya untuk terbangun. Perlahan kelopak matanya terbuka dan menemukan cahaya matahari yang telah menyinari kamar apartemennya dengan begitu terang. Ini sudah siang, dan berapa lama ia tidur? Kyungsoo bahkan tidak mampu untuk bangun karena tiba-tiba saja, kepalanya mendadak sakit dengan sekujur tubuhnya yang terasa linu untuk digerakkan.

Kyungsoo mendesah, ia langsung menyentuh kepalanya untuk sedikit memberikan pijatan. Tetapi ia terdiam ketika merasakan tekstur halus yang ada di keningnya saat ini. Kyungsoo langsung menariknya dan menemukan sehelai sapu tangan basah dalam genggamannya. Ia mengernyit. Bertanya-tanya apa yang telah terjadi.

Kyungsoo mencoba bangun dan lagi-lagi kepalanya terasa sakit. Tenggorokannya juga terasa kering. Tubuhnya begitu sangat lemas membuat ia harus bangun dengan sikunya yang menumpu pada sisi tubuhnya. Dengan hati-hati Kyungsoo mencoba mendudukkan tubuhnya sendiri. Satu lengannya menggapai nakas meja mencari segelas air yang biasa ia simpan ketika ia hendak tidur. Namun lengannya malah menyentuh sesuatu-kantung plastik-membuatnya jatuh ke lantai.

Ia bergerser dan mencari ke bawah untuk mencari tahu apa yang telah ia jatuhkan. Ia langsung menarik kantung plastik berwarna putih itu dan membukanya. Terkejut ketika ia menemukan satu botol obat syrup dengan beberapa bungkus tablet di dalamnya.

"Apa ini?" Kyungsoo mengernyit kebingungan. Sebelumnya ia tidak pernah membeli obat apapun selain vitamin. Lalu apa semua ini?

Kepalanya terlalu sakit membuat Kyungsoo tidak terlalu memerdulikan hal itu. Kyungsoo langsung menyimpan kembali obat itu ke atas meja nakasnya. Namun lagi-lagi perhatiannya terhenti ketika menemukan sehelai post-note tertempel pada sebuah gelas.

Kyungsoo langsung menariknya dan membaca isi dari catatan itu.

'Minum obatnya setelah kau memakan buburnya. Setelah itu berisitirahatlah. Jangan meminum susu karena nanti obatnya tidak akan memberi pengaruh apapun. Buburnya bisa saja dingin, tapi kau bisa menghangatkannya selama lima menit-Jongin.'

"Jongin?"

Kyungsoo kembali mengernyit merasa kebingungan dengan isi pesan yang dibuat oleh Jongin. Memangnya apa yang terjadi kepadanya? Kenapa ia harus meminum obat. Kyungsoo menjatuhkan lengannya dan mencoba berpikir untuk beberapa saat. Setelah pulang apa yang dilakukannya ya?

Kyungsoo hanya ingat bahwa ia pulang bersama dengan Jongin. Karena merasa lemas dengan flu yang dideritanya, Kyungsoo memutuskan untuk langsung berbaring di ranjangnya begitu saja. Atau mungkin Kyungsoo memang sakit?

Menyadari apa yang tengah dipikirkannya, Kyungsoo langsung menyentuh lehernya sendiri menggunakan punggung tanganya. Hangat. Ia benar-benar sakit. Ia langsung melirik sekumpulan obat itu dan membawanya kembali ke atas pangkuannya. Mengeluarkan semua isi kantong itu dan membaca resep dokter yang tertulis di setiap obat itu. Tiga kali sehari, obat demam, flu. Memangnyasemalam dia demam? Jadi semua obat ini dari Jongin?

Kyungsoo membelalakan matanya terkejut. Kembali membaca isi dari catatan itu memastikan bahwa yang telah memberikan pesan ini bukanlah Jongin. Membolak-balikan psot-note itu dan menemukan pesan lain di belakangnya. Tetapi siapa yang akan memberinya perhatian seperti ini? Baekhyun? Bahkan gadis itu sama sekali tidak menghubunginya setelah dua hari terakhir ini.

'Kemarin Editor Han menghubungimu dan mengatakan bahwa kau libur untuk dua hari. Jangan sia-siakan waktumu dan banyak-banyaklah beristirahat.'

Satu lagi. Jenis perhatian lain.

Kyungsoo langsung memukul kepalanya membuat tubuhnya limbung seketika dan berbaring kembali di atas ranjang. Sakit dan pandangannya terasa berputar. Oh tidak, ini bukan mimpi. Ini nyata? Ya Tuhan.. apa Jongin telah mengurusnya semalaman?

Melupakan rasa peningnya. Kyungsoo langsung bangun dari terbaringnya. Ia berjalan menuju konter dan menemukan panci yang berada di atas kompor. Ia membukanya dan menemukan bubur sayur yang terlihat sudah di masak lama. Pasti dingin. Berapa lama dia tidur? Kyungsoo berpaling dan menatap jam dinding yang telah menunjukkan pukul sebelas siang. Jongin benar-benar memasak bubur untuknya. Kapan dia membuatnya? Karena yang Kyungsoo tahu membuat bubur tidaklah sebentar. Apa benar pria yang telah membuat semua ini adalah Jongin tetangganya?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro