Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 8

Mimpi Kyungsoo?

Tentu ia memiliki mimpi untuk menikahi seorang pria yang mirip seperti Mr. Darcy-pria yang selama bertahun-tahun dipujanya. Bukankah dia pria yang sempurna? Di balik sikapnya yang dingin dan arogan tetapi ia memiliki sisi lembut membuat para wanita akan mudah jatuh hati kepadanya. Hidup dengan puluhan pesta setiap tahunnya, berdansa dan mengenakan gaun-gaun indah. Benar-benar impian para wanita di seluruh dunia untuk bisa hidup bahagia.

Baekhyun mengatakan bahwa Jongin adalah sosok yang serupa seperti Tuan Darcy-nya. Entah dari sifat ataupun hal materi yang ia miliki. Tetapi Kyungsoo mengelak semua itu, Jongin bahkan tidak pernah menunjukkan sedikit pun sikap lembutnya. Pernahkah ia mengatakan tolong, maaf ataupun terima kasih? Sekali, hanya permintaan tolong. Itupun saat pria itu meminta Baekhyun untuk merias dirinya.

Apalagi sekarang, jika Kyungsoo membayangkan bahwa menjadi orang kelas atas itu adalah hal yang paling sempurna di dunia ini. Ternyata ia salah, bahkan belum satu jam ia disini. Rasa kebosanan yang luar biasa itu mendera Kyungsoo. Tidak seharusnya ia berada disini. Ini bukanlah gayanya, dan ia benci harus mengatur sikap untuk tetap terlihat sopan dan berpendidikkan saat berada di sekeliling orang-orang berkantung tebal ini. Bahkan ia harus menahan dirinya sendiri untuk tidak menyimpan sikunya di atas meja. Sungguh menyebalkan.

Sudah hampir tiga jam ia terjebak disini dan beberapa orang mulai bangkit dari tempat duduknya, pergi entah kemana. Termasuk kedua orang tua Jongin. Setidaknya ia bisa mendesah lega bahwa ia tidak akan lagi diberi pertanyaan macam-macam. Lagipula tidak ada Jongin disini. Dan oh ya.. dimana pria itu? Pergi dan meninggalkannya begitu saja. Tidak tahukah bahwa Kyungsoo merasa sangat terasingkan di sini.

Menghilangkan kejenuhannya yang sama sekali tidak memiliki teman bicara. Akhirnya Kyungsoo memainkan serbet yang sebelumnya ada dalam pangkuannya. Sesekali melipatnya, lalu mengacaknya, melipatnya lagi dan mengacaknya. Terus seperti itu hingga Kyungsoo merasa bahwa dirinya sangat konyol. Dia begitu kekanak-kanakkan saat ini.

Suara helaan napas mengejutkan Kyungsoo yang tengah memainkan serbetnya. Ia menoleh dan menemukan Jongin telah kembali duduk di sampingnya. Menyesap segelas anggur yang baru saja ia tuangkan. Kyungsoo hanya mendengus dan mengabaikan pria itu.

"Tidak minum?" Tanya pria itu dan Kyungsoo sama sekali tidak menjawabnya. Ia terlalu malas dan lebih tepatnya terlalu bosan untuk terus tinggal di sini. Berapa lama lagi ia harus tinggal. Ia mengantuk, ia meninggalkan pekerjaannya dan ia membenci bahwa besok kemungkinan pria itu akan kembali menggunakan komputernya. Membuat ia tidak memiliki kesempatan untuk bekerja.

Jongin tidak mengatakan apapun selama ia duduk di kursinya. Rasanya aneh sekali melihat pria itu hanya diam dan tidak bicara sepatah kata pun kepadanya. Terlebih di meja ini sekarang hanya meningalkan mereka berdua. Dua orang pria yang sebelumnya tak jauh duduk di meja yang sama telah bangkit dan pergi meninggalkannya. Rasanya semakin canggung.

Suara ketukan jari yang beradu dengan meja membuat Kyungsoo terusik. Akhirnya ia menyerah dan melirik Jongin yang masih duduk di sampingnya. Jongin terlihat tenang dengan mata memerhatikan suasana ruangan makan hotel ini. Kyungsoo sedikit mendesahkan napasnya. Ia harus bicara atau ia akan benar-benar mati kebosanan di sini.

"Aku ingin pulang," lirihnya.

Berhasil. Jongin meliriknya dan menatapnya untuk beberapa saat sebelum akhirnya kembali mengalihkan tatapannya. "Tunggu beberapa saat lagi, kita harus berpamitan," ujarnya dengan tenang.

Kyungsoo langsung membuang napasnya lelah. Menundukkan wajahnya dengan sedih lalu menyandarkan tubuhnya kesal pada sandaran kursi. "Bagaimana kau bisa hidup dengan kehidupan yang membosankan seperti ini?" ia mendesah tanpa menatap lawan bicaranya.

"Apa menurutmu ini membosankan?"

"Ya, tentu saja," Kyungsoo langsung menoleh dan menemukan Jongin kini tengah memerhatikannya. "Jangan tersinggung, tapi aku terbiasa mengatakan semuanya dengan jujur. Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Kau salah mengajakku," jelas Kyungsoo.

Jongin hanya menyunggingkan senyumnya geli dan Kyungsoo mendengus melihat senyuman mengejek dari pria itu.

"Tidak ada pilihan lain, aku hanya sedang terdesak."

"Terdesak?" Kyungsoo mengernyitkan keningnya tidak mengerti tetapi Jongin tidak mengatakan apapun dan menjawabnya.

Mereka berdua kembali terdiam. Jongin masih bertahan duduk di kursinya dan menikmati segelas anggur. Kyungsoo benar-benar merasa gugup saat ini. Lebih baik ia duduk sendirian dibandingkan ia duduk berdampingan dengan Jongin-hanya berdua dan larut dalam keheningan bersama-sama.

Akhirnya Kyungsoo mengalihkan perhatiannya kepada Presdir Kim yang tengah bercakap-cakap dengan seseorang tak jauh dari meja ini. Pria yang hebat dan Kyungsoo yakin, ia memiliki wibawa yang sangat baik. Terlihat jelas bahwa Presdir Kim begitu sopan dan ramah. Tidak seperi anaknya yang begitu menyebalkan dan angkuh.

Ia kembali teringat dengan beberapa percakapan yang terjadi di meja ini. Saat itu Presdir Kim bertanya kepada putranya setelah ia lulus nanti, apakah Jongin mau mengambil posisi Direktur di perusahaannya-sama persis seperti yang pernah Baekhyun katakan. Tetapi bukannya menerima tawaran itu dengan senang. Jongin malah menolaknya dan mengatakan bahwa ia akan bekerja menjadi Manager pemasaran di kantor cabang. Kyungsoo ingin sekali berteriak bahwa jawaban Jongin begitu bodoh. Itu adalah kesempatan dan jika Kyungsoo yang menerima tawaran itu, ia pasti dengan senang hati akan menerimanya. Kedudukan yang tinggi dan kesempatan berkarir lebih baik. Bukankah itu terlihat hebat?

"Aku tidak mengerti tentang cara berpikirmu Kim Jongin, kurasa kau payah dalam mengambil keputusan," ucap Kyungsoo berterus terang.

Jongin langsung menoleh dan menatap Kyungsoo dengan tajam. Merasa tersinggung dengan ucapan yang diberikan Kyungsoo kepadanya. Bukannya merasa takut sebaliknya ia malah balas menatap Jongin dengan tatapan biasa.

"Apa bagusnya menolak tawaran menjadi seorang Direktur dan memilih menjadi manager pemasaran di kantor cabang?" lanjut Kyungsoo.

"Kau tidak mengerti bisnis dan kau tidak perlu tahu untuk itu."

"Karena aku tidak mengerti makanya aku bertanya kepadamu. Shh... orang-orang kaya sulit sekali untuk ditebak ya," desisnya.

Jongin langsung membenarkan posisi duduknya dan menatap Kyungsoo lebih lekat lagi. Ia menyila kedua lengannya di depan dada dan menyadarkan punggungnya pada kursi dengan santai.

"Karena disini, orang kaya bermain," dengan telunjuknya Jongin mengetuk pelipisnya sendiri. Kyungsoo mengernyit dan lebih memerhatikan Jongin. "Kita harus berpikir dalam mengambil keputusan. Belajar untuk memulainya dari awal itu adalah kunci kesuksesan yang sebenarnya."

"Jika kau ingin belajar dan memulai dari awal, kenapa tidak membuat perusahaan sendiri saja. Seperti di buku-buku dan film-film, mereka menjadi pengusaha muda dan membangun perusahan sendiri dengan sukses. Itu arti memulai dari awal sebenarnya."

"Itulah kenapa kau pantas untuk disebut ikan," Kyungsoo menoleh dan menemukan Jongin mendengus ke arahnya. "Pikirannmu terlalu sempit. Bahkan kupikir otakmu tidak lebih besar dari ikan sebenarnya."

"Jangan memulai lagi," ucapnya sinis. Ia mendengus dan tidak ingin melihat Jongin lagi. Namun pria itu malah mendekatkan kursinya dan kembali berbicara.

"Kau terlalu terpengaruh oleh cerita-cerita bohong dalam buku. Memang kau pikir membangun perusahaan sendiri dan memiliki gedung bertingkat tinggi itu hal mudah. Itu sangat dangkal dan tak masuk akal. Meskipun aku mempunyai kesempatan seperti itu. Demi Tuhan, sedikit pun aku tidak akan pernah mengambilnya."

Kyungsoo mulai merasa tertarik dan tidak bisa lagi menyembunyikan rasa penasarannya.

"Jika aku memimpin perusahaanku sendiri, lalu bagaimana dengan perusahaan keluargaku? Menyerahkannya kepada orang lain, begitu? Aku menolak posisi direktur bukan berarti aku tidak ingin mendapatkannya. Aku mulai belajar dari awal bukan berarti untuk membangun perusahaan sendiri. Tetapi kita harus sedikit bermain untuk mengetahui selera pasar yang sebenarnya. Jika kita tiba-tiba memimpin tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi di luar pengawasan kita. Aku yakin semuanya akan kacau."

Kyungsoo hanya diam. Sejujurnya ia tidak mengerti apa yang sebenarnya Jongin ceritakan. Bahkan ia sama sekali tidak mengerti apa itu bisnis sebenarnya. Seolah sadar dengan apa yang Kyungsoo pikirkan kali ini. Jongin mendengus dan menjauhkan tubuhnya.

"Sia-sia saja aku bicara kepadamu."

"Itu karena kau terlalu berbelit-belit menjelaskannya."

"Ayo kita pulang!" ajaknya tiba-tiba yang membuat Kyungsoo mengernyit bingung. Bahkan Jongin telah berdiri dan melangkah pergi meninggalkannya begitu saja. Bagus, pintar sekali dia mengalihkan pembicaraan.

Mau tak mau akhirnya Kyungsoo ikut melangkah dengan tergesa mengikuti Jongin. Saat itu Jongin telah berdiri di depan kedua orang tuanya. Kyungsoo yang masih cukup jauh di belakangnya hanya bisa mengutuk dirinya sendiri dengan sepatu heels yang dipinjamkan Baekhyun kepadanya.Ia baru sadar bahwa hak sepatu ini terlalu tinggi untuknya.

"Sayang, cepatlah."

Kyungsoo mendengus. Sayang katanya? Oh pintar sekali aktingnya. Jongin tengah mengulurkan tangannya untuk segera meraih lengan Kyungsoo. menariknya untuk semakin dekat di hadapan Presdir Kim begitupun dengan nyonya Kim.

"Kami harus segera pergi," ucap Jongin memulai bicaranya.

"Kenapa harus secepat ini?" tanya ibunya.

"Masih banyak tugas yang harus kukerjakan begitu pun dengan pekerjaannya," Jongin menatap Kyungsoo sesaat dan gadis itu hanya diam tidak mengatakan apapun. "Lagipula ini sudah terlalu malam."

Akhirnya kedua orang itu mengangguk memaklumi. Mereka tersenyum lalu menatap Kyungsoo.

"Senang bisa bertemu denganmu, nona Kyungsoo," ucap Presdir Kim dengan senyuman di bibirnya.

Kyungsoo tidak kuasa untuk tidak membalas senyuman iu. Ia langsung mengangguk pelan dan memberi ucapan salam dengan sopan. "Terima kasih," kedua orang yang ada di hadapannya itu hanya tersenyum mengangguk. Begitu pun dengan nyonya Kim, kini senyumannya terlihat lebih ramah dibandingkan beberapa saat yang lalu.

"Kau tidak membawa mobilmu Jongin? Biar sopir yang mengantar kalian pulang," ucap sang ibu.

"Tidak eomma, kita bisa pulang menggunakan taksi."

"Jangan menolakku, ini sudah larut dan kau membiarkan Kyungsoo pulang hanya menggunakan taksi?" kening ibunya berkerut dan tatapannya menunjuk ke arah Kyungsoo sebelum kembali memerhatikan jongin dengan lekat.

Jongin tidak akan bisa melawan atau menolak apapun yang diperintahkan ibunya. Terpaksa ia menerima tawaran itu dan membiarkan merka pulang diantar oleh sopir keluarganya. Begitupun dengan Kyungsoo yang bahkan tidak tahu harus menyampaikan apa atas kemurahan hati nyonya Kim untuknya.

***

Selama perjalanan, Kyungsoo sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. Begitupun dengan Jongin yang masih diam tak mencoba untu berbicara. Akhirnya hari ini berakhir dengan baik dan ibunya percaya bahwa Kyungsoo adalah kekasihnya. Siapa sangka bahwa gadis ini bisa diandalkan. Meskipun sesekali ia menadapati raut kebosanan dari wajah gadis itu dan kecanggunganya yang tidak bisa disembunyikan. Setidaknya Kyungsoo bisa berperan dengan baik layaknya kekasih dan membuat ibunya percaya.

Jongin menoleh dan menemukan gadis itu yang hanya diam. Matanya hanya memandang keluar. Bibirnya mengatup tak mengatakan sepatah kata pun. Jongin tidak dapat menyangkal bahwa gadis itu tampak lucu ketika di perjamuan makan malam tadi. Kecanggungan yang Kyungsoo buat malah membuatnya terlihat menggemaskan. Dan tanpa sadar Jongin menyunggingkan senyumnya.

Sadar dengan pikirannya saat ini. Jongin langsung mengalihkan kembali tatapannya dan seketika ia terdiam ketika menemukan sepasang mata milik sopir keluarganya itu-diam-diam-memerhatikannya melalui kaca spion depan. Jongin menatapnya tak suka kerena harus diperhatikan seperti itu dan sang sopir langsung berdehem, kembali membuang tatapannya. Oh, ternyata ibunya memiliki maksud lain kenapa menyuruhnya untuk pulang diantarkan sopir keluarganya. Memata-matainya ternyata.

"Hentikan di halte depan," perintah Jongin dengan tenang.

"Ya?" sopir itu terkejut atas perintah Jongin yang tiba-tiba. Begitupun dengan Kyungsoo yang langsung menoleh ke arah Jongin saat ini.

"Aku akan pulang sendiri, hentikan sekarang juga!" perintahnya lagi tidak ingin dibantah dengan suara tegas.

Sopir itu seakan ragu untuk mengikuti perintah Jongin. Namun sepertinya sopir itu terlalu takut untuk menghadapi tuannya saat ini sehingga akhirnya ia mengalah. Menepikan mobilnya dan menghentikkannya tepat di depan sebuah halte bus.

Jongin langsung menatap Kyungsoo yang masih diam dengan kerutan di keningnya. "Tunggu apalagi? Ayo kita keluar?" tanpa menunggu Kyungsoo, Jongin langsung membuka pintu mobilnya. Ia keluar begitu saja.

Kyungsoo yang masih bingung dengan situasi yang terjadi saat ini tidak dapat mengatakan apapun selain mengucapkan terima kasih pada sopir yang telah mengantarnya. Ia langsung keluar dan saat itulah suhu dingin menerpa kulit tubuhnya. Apalagi lengannya yang terbuka. Ia sadar bahwa ia tidak memakai jaket saat ini dan ini terlihat aneh ketika orang-orang yang berada di halte itu menatapnya dengan tatapan mencurigakan.

Kyungsoo memeluk tubuhnya sendiri dan berjalan mendekati Jongin. Dengan raut kesal Kyungsoo berdiri di sampingnya. Namun Jongin sepertinya sama sekali tidak memikirkan kondisinya. Pria itu malah berdiri acuh dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana depannya.

"Sialan! Ini dingin sekali," bisik Kyungsoo. Sesekali ia menggosokkan kedua telapak tangannya bersamaan lalu mengusapkannya pada lengannya yang terbuka. Ini terlalu dingin dan Kyungsoo tidak yakin apakah ia akan tiba ke apartemennya dengan keadaan hidup atau malah mati membeku.

"Sudah tahu dingin, kenapa tidak membawa jaket," sahut Jongin dengan santai.

Kyungsoo menggeram, pria ini tidak memiliki hati atau memang hatinya sudah mati beku sejak lama. Sama sekali tidak ada perhatian yang ditunjukkan kepadanya. Jongin menyebalkan dan akan tetap sama. Oh, Kyungsoo harus bersiap-siap jika esok hari ia terkena flu.

Ketika salah satu bus tepat berhenti di halte. Tanpa menunggu Jongin, Kyungsoo langsung berjalan masuk tanpa melirik apakah Jongin mengikutinya atau tidak. Sialan, ini dingin dan Kyungsoo tidak bisa terus berlama-lama di luar dalam kondisi ini.

Kyungsoo berjalan, mengabaikan beberapa tatapan aneh dari para penumpang lainnya. Aneh bukan, seorang gadis memakai gaun terbuka di luar ruangan seperti ini. Kyungsoo tidak peduli jika ia dipanggil gila, yang ia inginkan saat ini pulang, menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal lalu tidur dengan nyenyak. Kyungsoo memilih kursi paling belakang di sebelah kanan. Ia hendak duduk tetapi tiba-tiba Jongin menyeruduk dan langsung duduk di tempat yang akan Kyungsoo tempati-di kursi dekat dengan jendela.

Kyungsoo mematung dan menatap Jongin kesal. Wajah pria itu terlihat acuh dan tidak peduli sama sekali tentang keberadaan Kyungsoo. Ettitude dia benar-benar buruk.

"Kau mau duduk atau terus berdiri seperti itu?" Jongin meliriknya dan bicara seolah ia tidak melakukan kesalahan apapun. Kyungsoo hanya bisa menggeram dan tak menjawab apapun selain menghempaskan tubuhnya untuk duduk di samping Jongin.

Bahkan rasa kantuk pun tidak mengenal situasi. Tunggu sebentar, jangan tidur disini Kyungsoo. Tunggu. Kyungsoo terus berbisik di dalam hatinya ketika rasa kantuk itu mulai menyerangnya. Beberapa kali ia menguap dan tak ayal matanya terpejam unuk sekian detik. Kyungsoo membuka matanya dan cepat-cepat menepuk pipinya pelan. Jangan dia tidak boleh tidur disini. Tapi tetap saja, matanya sesekali terpejam.

Melihat Kyungsoo yang bertingkah aneh mampu menarik perhatian Jongin kali ini. Ia menatap gadis itu dan sesekali mengernyit. Sadar bahwa Kyungsoo kali ini tengah menahan kantuknya. Malam ini belum terlalu larut kan? Kenapa pada jam seperti ini gadis itu sudah mengantuk?

"Ya ampun," ucap gadis di sisinya terkejut. Kyungsoo hampir saja jatuh dari tempat duduknya hanya karena ia terpejam untuk beberapa saat. Ingin sekali Jongin tertawa, tetapi ia lebih memilih mengulum senyumnya dan hanya diam memerhatikan tingkah konyol Kyungsoo.

"Hey..!" panggil Jongin yang sukses membuat Kyungsoo meliriknya.

Kyungsoo menatapnya lekat-lekat ketika Jongin menepuk bahunya beberapa kali. Entah apa itu, tetapi Kyungsoo tidak dapat mengartikan isyarat yang diberikan Jongin. Ia malah lebih memilih untuk membuang tatapannya lalu menyandarkan punggungnya agar lebih nyaman. Sekilas ia dapat mendengar suara desisan dari Jongin. Hingga akhirnya ia terkejut ketika satu lengan Jongin telah menariknya mendekat dan menyimpan kepalanya untuk bersandar di bahu Jongin.

Seketika Kyungsoo membuka matanya lebih lebar lagi. Ia menjauhkan lengan Jongin begitu pun dengan tubuhnya. Menatap Jongin dengan marah sekaligus merasa bingung. Tetapi Jongin tidak mengatakan apapun selain kembali menarik tubuh Kyungsoo dan untuk kedua kalinya menyandarkan kepala itu di bahunya.

Kyungsoo ingin sekali menghindar namun lengan Jongin yang menahan kepalanya malah membuat ia semakin tidak bisa bergerak. Kyungsoo mencoba menatapnya namun Jongin sama sekali tidak memerhatikannya. Matanya malah menatap keluar. Kyungsoo mendengus namun tanpa sadar ia malah menyunggingkan senyumnya.

Ternyata ini rasanya tidur di bahu seorang pria. Siapa sangka ternyata ini sangat nyaman. Kyungsoo tidak yakin apakah kali ini ia masih merasa mengantuk atau tidak. Karena yang bisa ia lakukan saat ini hanya memejamkan matanya dan menahan debaran jantungnya yang berdesir hebat.

Entah hanya perasaannya atau mungkin hanya halusinasinya. Kyungsoo merasakan lengan pria itu menyentuh pipinya. Mengusapnya dengan halus. Telapak tangannya begitu hangat dan Kyungsoo tidak mampu untuk terus menahan detak jantungnya yang kian berdebar semakin cepat. Kyungsoo terbuai dengan sentuhan itu hingga ia tidak tahu harus melakukan apa ketika ia merasakan napas hangat yang membelai wajahnya. Beraroma mint yang menenangkan.

Bibir itu menyentuhnya. Benar-benar menyentuh bibirnya!

Kyungsoo tercekat seketika. Ia tidak bisa berpikir apa-apa lagi selain memejamkan matanya erat dengan tangan yang tanpa sadar mencengkram ujung roknya. Kyungsoo tidak yakin apakah Jongin benar-benar menciumnya atau tidak, tetapi Kyungsoo benar-benar merasakan sesuatu menyentuh bibirnya. Tanpa pergerakan apapun yang berarti selain tetap menempelkannya dan menekankannya cukup lama.

Kyungsoo sama sekali tidak bisa bernapas dan ia yakin jantungnya akan meledak sekarang juga. Jantungnya berdebar hebat dan pikirannya melayang begitu saja. Ini hanya mimpi, ya.. Kyung bangunlah. Ini hanya mimpi.

'DUK!'

Seketika Kyungsoo membuka matanya, mendapati dirinya yang sudah tersungkur ke sisi lain kursi dengan kepala terpelantuk jendela bus. Ia meringis kesakitan seraya mengusap kepalanya. Ada yang aneh. Kyungsoo membenarkan posisi duduknya dan seketika terperanjat mendapati Jongin tidak lagi berada di sisinya. Kyungsoo langsung mencari keberadaan Jongin dengan rasa panik. Ia tidak ditinggalkan kan?

"Hey ikan!" mendengar panggilan itu seketika membuat Kyungsoo mendongak dan menemukan Jongin telah berdiri hampir mencapai pintu keluar bus. "Ingin tetap tidur disana? Ayo pulang!" tanpa menunggu jawaban apapun, Jongin langsung turun dari dalam bus.

Kyungsoo langsung bangkit dari duduknya dan berjalan dengan tergesa untuk keluar dari dalam bus. Ketika ia turun, bahkan ia tidak bisa merasakan kedinginannya saat ini karena seluruh perhatiannya tertuju kepada Jongin yang telah berjalan jauh di depannya. Kyungsoo yakin pipinya kini tengah merona.

Ternyata benar semua itu hanya mimpi.

Mengingat hal itu tanpa sadar Kyungsoo menyentuh bibirnya sendiri. Tetapi kenapa itu terasa sangat nyata? Telapak tangannya langsung turun dan tepat mencengkram letak jantungnya yang berdebar cepat. Kini Kyungsoo tahu apa arti dari debaran jantungnya saat ini. Perasaan yang tidak pernah Kyungsoo alami selama ini. Apa mungkin dia mulai menyukai Jongin?

***

Suara dering ponselnya membangunkan Kyungsoo pagi ini. Kyungsoo mengerang dan mencoba mencari ponselnya yang berdering keras. Sesekali ia berdehem dan mencoba bangun, tetapi yang ia bisa saat ini hanya berbaring dengan selimut yang menutupi tubuhnya dari ujung kepala hinga ujung kaki. Sialan, kepalanya terasa pening dan dugaaannya benar bahwa ia kembali terkena flu.

Kyungsoo bahkan tidak sempat untuk menatap nama yang ada pada ponsel itu. Ia terburu-buru mengangkatnya dan menyimpan ponsel itu di samping telinganya.

"Do Kyungsoo, pengumpulan naskah akan dipercepat!"

"Apa?!" suara itu mampu mebuat Kyungsoo memekik dan bangun dari tempat tidurnya. Seketika rasa pening langsung mendera kepalanya. Sial!

"Malam ini, naskah itu harus selesai, kita memajukannya dua hari lebih cepat. Jadi cepat selesaikan."

"Ta-tapi, saya-"

"Lakukan pekerjaanmu dengan baik Kyungsoo, aku mengandalkanmu. Oke!"

Setelah itu suara kepala editor Han kini digantikan dengan suara dengungan panjang pada sambungan telepon. Kyungsoo menatap ponselnya. Terputus. Kenapa kepala editor senang sekali mengambil keputusan secara sepihak? Ia baru saja akan meminta perpanjangan waktu karena keadaannya yang tidak memungkinkan untuk bekerja. Tetapi malah jauh menjadi lebih buruk. Siapa sih yang sudah menyarankan hal seperti ini hingga naskah editannya itu harus diselesaikan malam ini juga? Kyungsoo ingin sekali membunuhnya.

Kyungsoo langsung melirik jam dinding dan menemukan jarum jam telah menunjukkan pukul satu siang. Bahkan ia tidak sadar sudah tidur hingga sesiang ini. Jika ia tidak diharuskan untuk menyelesaikan naskahnya hari ini. Mungkin Kyungsoo akan memilih tidur lebih lama lagi. Akhirnya mau tak mau ia kini mulai bangun dari tidurnya, berjalan lalu duduk di depan komputernya. Dengan terpaksa ia harus menyelesaikan pekerjaannya meski dalam kondisi seperti ini. Tidak apa-apa, lagipula tinggal beberapa halaman yang harus diselesaikan.

Kyungsoo baru saja memasang flashdisk dan membuka dokumennya ketika ia dikejutkan dengan suara ketukan pintu kamarnya. Kyungsoo menggeram, dengan langkah gontai ia akhirnya memilih untuk membuka pintu itu dan melihat siapa yang bertamu ke rumahnya.

Ia baru saja membuka pintunya ketika ia dikejutkan dengan keberadaan Jongin di depan wajahnya dengan jarak begitu dekat. Kyungsoo bahkan bisa merasakan deruan napas pria itu. Namun Kyungsoo sadar lebih cepat. Ia langsung mundur beberapa langkah mencoba sejauh mungkin dengan Jongin.

Jongin mengernyit menatapnya bingung sebaliknya Kyungsoo hanya menundukkan wajahnya malu. Sejujurnya ia merasa malu dengan mimpinya kemarin. Melihat Jongin kembali mengingatkannya tentang mimpi konyolnya semalam.

"A.. ada apa?" Tanya Kyungsoo gugup tanpa berani menatap mata lawan bicaranya.

Di tengah kegugupannya, Kyungsoo langsung mendongak ketika mendapati bahwa Jongin telah menunjukkan sebuah buku di depan wajahnya. Bahkan Kyungsoo baru sadar bahwa Jongin sedang membawa beberapa tumpukkan buku lain saat ini.

"Ada yang harus aku selesaikan. Aku harus menggunakan komputer itu."

Jongin hendak berjalan untuk masuk namun langkahnya terhenti karena Kyungsoo tiba-tiba merentangkan kedua lengannya. Seolah melarang Jongin untuk masuk.

"Ada catatan yang harus aku salin hari ini juga, jadi ini giliranku." Ucap Jongin.

"Aku buru-buru. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan malam ini."

"Aku juga lebih buru-buru daripada dirimu."

Dan saat itu juga tanpa menunggu jawaban Kyungsoo, Jongin menerobos masuk dan melangkah dengan begitu tenangnya menuju letak komputer Kyungsoo saat ini. Ia langsung duduk di kursinya mengabaikan tatapan Kyungsoo yang mulai marah. Tanpa mengabaikan tatapan Kyungsoo, Jongin langsung menutup dokumen yang sebelumnya terbuka di komputer tersebut digantikannya dengan dokumen miliknya yang tersiman di komputer itu.

Kyungsoo menggeram. Ia melangkahkan kakinya untuk mendekati Jongin. Menatapnya dengan tajam.

"Kenapa kau begitu menyebalkan?!" Teriaknya.

Jongin menatap Kyungsoo yang berdiri di sampingnya dan hanya bisa mengedipkan matanya berulang kali menemukan tatapan Kyungsoo yang begitu terlihat mencekam. Jongin hendak membuka suaranya. Tetapi Kyungsoo telah lebih dulu bergerak. Ia mengambil flashdisk miliknya yang masih terpasang di CPU miliknya lalu membawanya terburu-buru membuat Jongin semakin menatapnya kebingungan.

Jongin menyebalkan dan ia akan tetap menyebalkan bagi Kyungsoo. Ia terlalu marah dan ingin sekali untuk mengamuk sekarang juga. Kepalaya terasa sangat sakit, flunya membuat ia menderita dan pekerjaannya seolah akan segera membunuhnya. Sekarang kedatangan Jongin membuat semua rencananya kacau. Ia tidak bisa bertahan lebih lama lagi disini. Lebih baik ia menghindar mengingat pekerjaannya harus segera ia selesaikan hari ini juga.

Jongin masih menatap bingung Kyungsoo ketika langkah kaki gadis itu berjalan menuju lemari pakaiannya dan memasukan falsdisk dan buku kamus thesaurus-nya ke dalam tas itu. Kyungsoo bahkan memakai scarfnya dengan asal ketika ia mulai berjalan menuju pintu keluar.

"Hey, kau mau kemana?" Jongin berteriak memanggil Kyungsoo namun Kyungsoo tidak mengatakan apapun selain keluar dan menutup pintu kamar apartemennya lagi dengan bantingan keras.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro