Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 6

Kyungsoo menangkup cangkir kopinya. Ia berdiri di balkon memerhatikan Jongin yang tengah melakukan Jogging pagi ini—padahal sekarang adalah musim dingin—apa pria itu tidak merasa kedinginan? Tatapannya hanya tertuju ke bawah. Menatapnya dengan lekat-lekat. Masih teringat apa yang dikatakan pria itu kemarin malam kepada Baekhyun. Jelas-jelas Chanyeol menghubunginya. Kyungsoo yakin itu. Tetapi kenapa pria itu malah mengatakan hal sebaliknya? Jongin berbohong dan itu menyakiti Baekhyun.

Ada apa sebenarnya dengan Jongin? Tidak tahukah bahwa perasaan Baekhyun saat ini hancur karena ucapannya itu. Uh, andai saja ia memiliki nomor Chanyeol. Ia akan menghubunginya dan dengan senang hati memberikan kepada Baekhyun bahwa Chanyeol tidak melupakannya. Tapi tetap saja, bukan hanya kepada Jongin. Ia juga merasa kesal kepada Chanyeol. Bagaimana bisa pria itu pergi tanpa memberi kabar apapun kepada Baekhyun.

"Kyungsoo, kurasa aku butuh minuman hangat kali ini."

Kyungsoo menoleh ke belakang dan menemukan gadis itu yang sungguh sangat mengerikan. Wajahnya pucat dan matanya bengkak akibat menangis semalaman. Baekhyun menginap di rumahnya karena ia tidak tega membiarkan Baekhyun pulang sendirian kemarin malam. Apalagi dalam kondisinya yang seburuk ini.

"Kau sudah bangun, kau baik-baik saja?" tanya Kyungsoo khawatir.

Baekhyun tersenyum, sedikit menimbulkan rasa lega di hati Kyungsoo. Setidaknya gadis itu masih ingat bagaimana caranya tersenyum pagi ini. Baekhyun melangkah keluar, sesekali mengucek matanya yang mungkin perih. Kyungsoo meringis, melihat matanya yang bengkak dan merah membuat kondisi Baekhyun semakin mengenaskan.

"Apa itu? Boleh kuminum?" Baekhyun menunjuk ke arah cangkir kopi yang ada dalam genggaman Kyungsoo. Kyungsoo melirik sekilas kopinya sebelum memberikannya kepada Baekhyun. Gadis itu menerimanya. Langsung menyesapnya sebelum akhirnya mendesah lega seakan ia belum pernah meminum kopi selama bertahun-tahun.

"Kau yakin, kau baik-baik saja?" Kyungsoo masih tak yakin dengan kondisi Baekhyun saat ini. Meski ia masih bisa tersenyum dan bicara. Ia tidak yakin dengan perasaan gadis itu yang mungkin tengah bimbang.

Baekhyun mendesah, tanpa melihatnya. "Aku yakin Chanyeol memiliki alasan kenapa ia tidak menghubungiku," ia berkata seolah menenangkan dirinya sendiri. Membuat Kyungsoo merasa iba dengan situasi yang tengah dihadapi sahabatnya.

Lagi-lagi Kyungsoo merasakan sebuah kekesalan yang sedari tadi ia pendam. Ia langsung menatap tajam ke arah Jongin yang masih melakukan Jogging di bawah sana. Semuanya karena Jongin. Karena pria itu kini Baekhyun menjadi seburuk ini. Awas saja dia.

"Sejak kapan kau tinggal dengan Jongin?"

"Apa?" Kyungsoo langsung menoleh. Terkejut dengan pertanyaan yang diajukan Baekhyun. "Tidak, pertanyaan apa itu? Aku benar-benar tidak tinggal dengannya. Sebaliknya, dia tinggal dan menempati apartemen Chanyeol."

Baekhyun sedikit mengangguk. "Aku pernah mendengar tentang rencana kepindahannya beberapa minggu yang lalu. Dari Chanyeol," ketika Baekhyun mengucapkan nama Chanyeol, terdengar sekali suara menyakitkan yang sengaja ia sembunyikan. Sangat lemah.

Kyungsoo hanya bisa terdiam. Ia tidak tega terus membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan Chanyeol. Baekhyun sendiri terlihat sangat menyedihkan ketika menyebutkan namanya. Dan itu semakin membuat Kyungsoo merasa tidak enak. Namun sepertinya Baekhyun tidak terlalu terpengaruh dengan itu. Ia kembali berbicara. Melontarkan pertanyaan yang membuatnya penasaran.

"Jadi, kenapa Jongin bisa berada di kamarmu semalam?"

Kyungsoo sedikit mendesah, mengingat kembali apa yang telah ia lakukan kepada Jongin. Membuatnya mau tak mau membantu pria itu dan membagi komputernya untuk bekerja.

"Ceritanya cukup panjang. Aku merusak laptopnya, menghilangkan file makalahnya. Sebagai penebus kesalahanku, aku meminjamkan komputerku kepadanya," Kyungsoo melirik dan menemukan Baekhyun menutup mulutnya dengan satu telapak tangan. Seolah terkejut dengan penuturan Kyungsoo kali ini.

"Oh.. Kyung, itu buruk sekali."

Kyungsoo mengangguk. Ia tahu dan Baekhyun terlalu mendramatisir keadaan menanggapi apa yang sebenarnya terjadi antara Jongin dan dirinya dengan cara seperti itu. Namun ekspresi yang ditunjukkan Bakehyun kembali mengingatkannya tentang wajah gugup dan ketegangannya saat pertama kali melihat Jongin pada malam itu. Semakin membuatnya penasaran adalah panggilannya. Tuan Kim.

"Hei.. Baekhyun, kau sudah mengenal Jongin sebelumnya ya?"

Baekhyun sedikit mengangkat bahunya acuh. "Ya, sebelumnya aku mengenalnya. Namun tidak sedekat dengan apa yang kau pikirkan. Aku baru benar-benar mengenalnya sejak aku mulai berpacaran dengan Chanyeol."

"Benarkah? Lalu kenapa kau memanggilnya Tuan Kim?"

"Saat ini aku magang di perusahaan yang sama tempat ayahku bekerja, dimana perusahan yang membawahi kami adalah perusahaan yang dimiliki keluarga Jongin," Baekhyun menjelaskan dengan suara santai. Kyungsoo yang berdiri di sampingnya masih diam dan menatapnya lekat. "Ayahnya adalah seorang CEO di perusahaan tersebut. Kemungkinan besar, jabatan itu akan jatuh kepada Jongin juga. Dia adalah anak tunggal keluarga Kim."

Kyungsoo langsung menatap kembali keberadaan Jongin. Kini pria itu tengah melakukan streching ringan disana. Seluruh perhatiannya kini hanya tertuju padanya. Tidak menyangka bahwa Jongin sekaya itu.

"Dari gosip yang kudengar, setelah Jongin lulus nanti, dia akan diangkat menjadi seorang direktur. Dia cukup memiliki pengaruh di Perusahaan meskipun ia belum memulai masa kerjanya secara resmi. Dia cerdas dan memiliki ide-ide cermelang yang dapat dipercayai oleh Presdir Kim."

"Darimana kau tahu semua itu?"

"Pegawai kantor, semua tahu hal itu. Aku sebagai orang baru hanya bisa mendengarnya. Tidak bisa langsung menilainya."

"Wow," gumam Kyungsoo. Ia takjub melihat bagaimana kekuasaan Jongin sebenarnya yang cukup berpengaruh. "Aku tidak menyangka dia orang seperti itu."

Kyungsoo jadi ingat percakapan antara Jongin dan Ibunya seminggu yang lalu. Pantas saja pria itu menolak untuk menikah muda. Di umurnya yang mungkin belum menginjak dua puluh lima tahun. Dia sudah memiliki kemampuan yang cukup bisa diandalkan. Kyungsoo yakin, karirnya akan terus meningkat seiring umurnya yang bertambah.

Beberapa detik kemudian, Kyungsoo bisa mendengar suara Baekhyun terkikik. Ia menoleh menatap heran Baekhyun. Sebelumnya gadis itu terlihat menyedihkan tetapi setelah ia tertawa sepertinya matahari kembali bersinar terang di puncak kepalanya. Tetapi apa yang dia tertawakan?

"Memangnya kau pikir Jongin pria macam apa?"

Kyungsoo mendengus. Memerhatikan Jongin dan kembali mengingat semua sifat-sifat buruknya. "Dia egois, keras kepala, angkuh, menyebalkan, tak punya hati, sombong dan apalagi?" Kyungsoo menoleh dan melihat Baekhyun yang ikut memerhatikan Jongin di bawah. Sepertinya Baekhyun telah menyadari bahwa Jongin telah berada di bawah sejak tadi.

"Anti sosial," lanjut Baekhyun.

Kyungsoo langsung menepuk tangannya. "Ya, benar. Anti sosial!" Kyungsoo memerhatikan pria itu yang bahkan terlihat tidak terlalu peduli dengan keadaan sekitar. Tapi tunggu, kenapa Baekhyun bisa mengatakan hal seperti itu?

Seolah sadar dengan kebingungan Kyungsoo kali ini. Baekhyun langsung menyunggingkan senyumnya. "Kau tahu, bahkan di kantor dia sangat pilih-pilih mencari teman bicara. Dia tidak pernah memulai perbicangan sebelum orang lain yang memulainya."

"Biar kutebak, kau tahu dari orang lain lagi?"

Baekhyun menggeleng. "Tidak, itu terjadi padaku Kyungsoo," ia sedikit mendesah dan kembali memerhatikan Jongin. "Chanyeol mengajakku untuk bertemu dengan teman-temannya, termasuk Jongin. Dan pria itu, bahkan ia sama sekali tidak melirik bahkan bicara padaku selain kepada beberapa teman dekatnya."

Kyungsoo menatap sedih Baekhyun namun gadis itu langsung terkekeh melihat ekpresi Kyungsoo. Kembali menyesap kopinya sebelum menumpu sikunya di atas pagar balkon.

"Hei.. Kyungsoo, apa kau tidak merasa dia mirip seseorang?"

Kyungsoo mengernyit bingung. "Mirip? mirip siapa?"

"Tuan Darcy-mu."

Kyungsoo membulatkan matanya. Ia ingin mengelak namun Baekhyun malah tersenyum seolah menggodanya. "Aku telah mengenalmu sejak lama Kyung, kau bahkan tidak pernah dekat dengan pria mana pun. Kecuali jika pria itu memang mirip seperti Tuan Darcy yang kau puja-puja itu. Bukankah Jongin memasuki seluruh kriteria yang kau sukai. Bahkan, kau terlihat tertarik padanya."

"Baekhyun, apa yang kau maksud? Oh tidak.. aku tidak tertarik padanya."

Baekhyun tersenyum geli. Memberikan kembali cangkir kopi ke dalam genggaman Kyungsoo. "Jika kau tidak tertarik, kenapa kau malah diam disini. Memerhatikannya juga."

***

Jongin kembali ke lantai apartemennya ketika ia menemukan sosok kedua gadis yang baru saja keluar dari kamar 113. Baekhyun yang telah bersiap-siap untuk pergi. Sedangkan Kyungsoo, ia seolah mengantar kepergian Baekhyun di ambang pintu. Jongin berniat untuk bersikap tak peduli dengan kepergian Baekhyun. Hendak ia melewati mereka, panggilan Baekhyun mampu menghentikan langkahnya kali ini. Mau tak mau Jongin langsung berbalik untuk menatapnya.

Ia bisa melihat wajah gadis itu yang terlihat buruk sekali. Jongin masih ingat kemarin malam gadis ini terus menangis semalaman. Hingga ia pergi meninggalkan kamar apartemen Kyungsoo. Gadis itu masih menangis dalam pelukan Kyungsoo. Baekhyun akan menyesali akibat dari tangisannya itu telah membuatnya berpenampilan berantakkan seperti ini.

"Maafkan aku sebelumnya, tapi bisa aku meminta bantuanmu?" tanya Baekhyun hati-hati.

Jongin yang berdiri di hadapan Baekhyun hanya menyila kedua lengannya. Lalu mengangguk menyetujui permintaan Baekhyun—meskipun ia tidak terlalu peduli juga.

"Aku mohon bantu aku, tolong bantu aku mengubungi Chanyeol."

"Aku kan sudah mengatakan, dia mungkin tengah sibuk saat ini sehingga tidak ada waktu untuk menghubungimu," balas Jongin dengan dingin.

Seketika Bekhyun mengulum bibirnya. Ia menunduk untuk beberapa saat. Membuat keheningan yang membisukan. Jongin menatap Baekhyun dengan tatapan dingin. Ketika ia menoleh dimana sosok lainnya berdiri di ambang pintu. Saat itulah, ia menemukan Kyungsoo tengah menatapnya dengan tatapan yang tajam. Etah apa artinya tetapi Jongin membenci bagaimana cara Kyungsoo menatapnya saat ini.

"Baiklah, aku mengerti," Baekhyun mengangkat wajahnya. Jongin kini beralih untuk menatap Baekhyun dan menemukan mata gadis itu yang mulai berkaca-kaca—lagi. "Jika Chanyeol menghubungimu, atau pulang. Bisa kau mengabariku?" tanya Baekhyun pelan.

Jongin mengangguk sesaat. "Akan kuusahakan."

Baekhyun sedikit menyunggingkan senyumnya. Ia langsung melirik Kyungsoo yang kebetulan tengah menatapnya. Ia merasa berterima kasih karena Kyungsoo telah memberinya tempat untuk menginap semalam. Kyungsoo memang bisa di andalkan saat ini. Jika tidak ada pekerjaan yang harus ia selesaikan di kantor tempatnya magang saat ini. Mungkin Baekhyun akan lebih memilih berlama-lama tinggal di apartemen Kyungsoo.

Baekhyun memberikan pelukan kepada Kyungsoo yang dibalas dengan sebuah dekapan hangat dari sahabatnya. Baekhyun tidak mengatakan apapun ketika ia melepas pelukan itu kembali. Ia langsung berjalan pergi tanpa pamit sama sekali. Berjalan dengan langkah lemah sebelum akhirnya menghilang di balik tangga utama.

Jongin menggeleng perlahan melihat kepergian Baekhyun. Itu lebih baik. Sebaiknya ia tidak terlalu mengharapkan sesuatu yang mustahil untuknya. Ia hendak melangkah kembali untuk memasuki kamar apartemennya ketika lagi-lagi ia memergoki tatapan Kyungsoo yang masih sama.

Ia mengurungkan niatnya dan kini beralih menghadap gadis itu. Kyungsoo masih tetap menatapnya dengan tajam. Bibirnya terkatup rapat seolah ia tidak ingin bicara kepada Jongin. Yang semakin tidak Jongin mengerti; kenapa tatapan Kyungsoo terlihat begitu berapi-api memerhatikannya.

"Kau memiliki masalah denganku?" tanya Jongin sedikit menggeram.

"Seharusnya aku yang bertanya, ada masalah apa kau sebenarnya?" kini Kyungsoo mulai bicara. Bahkan suaranya terdengar lebih tinggi dari Jongin.

Jongin masih memertahankan sikap tidak pedulinya. Meski ia sedikit kesal dengan nada bicara Kyungsoo saat ini. Tetapi ia mencoba sebisa mungkin tidak membalas teriakan gadis itu. Lagipula untuk apa Kyungsoo berteriak? Masalah? Jongin tidak merasa ia tengah memiliki masalah saat ini. Kyungsoo hanya berbica omong kosong saja.

Gadis itu menghentakkan kakinya kesal. Jongin menatapnya dengan kerutan bingung di dahinya. Kini jarinya menujuk ke arah tangga dimana tempat itu adalah jalan keluar Baekhyun beberapa saat yang lalu.

"Lihat dia! Dia terlihat menyedihkan. Itu semua karenamu!"

"Aku?"

"Ya, semua karenamu! Aku tahu kau berbohong. Chanyeol menghubungimu dan kau tidak jujur kepada Baekhyun malam itu. Hei, kau memiliki masalah dengan Baekhyun? Kau membencinya? Kenapa kau mengatakan hal semacam itu kepada sahabatku?" kini Kyungsoo tidak bisa lagi menahan kekesalannya yang telah menumpuk sejak semalam.

"Memangnya apa pedulimu?" Jongin bertanya dengan sangat santai seolah ia tidak terpengaruh dengan kemarahan Kyungsoo saat ini. Sebaliknya, mendengar Jongin seperti itu membuat Kyungsoo semakin ingin memakinya.

"Kau egois!"

Jongin langsung membelalakkan matanya. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Kyungsoo saat ini.

"Aku, egois?"

"Ya, kau adalah pria paling egois di dunia ini. Kau sama sekali tidak memiliki hati. Jika kau memang tidak menyukai Baekhyun, ya sudah benci saja. Tetapi jangan ikut merusak hubungan Baekhyun dengan Chanyeol."

"Kalau aku memang tidak menyukainya, apakah itu masalah untukmu juga?"

Kyungsoo terdiam seketika dan itu cukup membuat Jongin puas. Akhirnya ia bisa membungkam Kyungsoo kembali. Daripada ia harus menghabiskan waktunya untuk terus berdebat tentang hal yang tidak berguna. Lebih baik Jongin masuk dan segera bersiap-siap untuk pergi ke kampusnya.

Jongin langsung berjalan tanpa memerdulikan tatapan Kyungsoo. Ketika ia hendak membuka pintunya—lagi—Kyungsoo berteriak kepadanya dengan nada yang marah.

"Jangan harap malam ini aku akan membukakan pintu untukmu!"

'Blam'

Kyungsoo membanting pintu kamarnya hingga tertutup membuat Jongin tercengung untuk beberapa saat. Apa-apaan gadis itu? Dia mau meruntuhkan gedung ini ya. Dan apa tadi? Tidak akan membukakan pintu untuknya. Itu berarti ia tidak bisa kembali untuk mengerjakan makalahnya malam ini. Hey.. itu tidak adil. Kenapa gadis itu harus mambawa-bawa tugasnya?

Jongin hendak menimpali keputusan Kyungsoo tadi, namun ia mengurungkan niatnya. Ia mendengus. Dasar cari perhatian. Memangnya ia akan peduli. Apapun caranya ia akan masuk ke dalam apartemen Kyungsoo. Tetap mengerjakan tugasnya seperti biasa. Itu pasti.

***

Mungkin hari ini adalah hari tersibuk untuknya. Jongin harus mengikuti beberapa kelas dan beberapa kuis di setiap kelasnya. Beruntung, tidak ada presentasi hari ini. Lagipula laptop miliknya masih belum selesai diperbaiki.

Bicara tentang laptop miliknya, sudah satu minggu ia tidak mengecek kembali kondisi laptop miliknya itu. Baiklah, semua kelas telah selesai. Sebaiknya ia menyempatkan waktu untuk mengunjungi tempat service itu. Memastikan bahwa Macbook miliknya telah kembali berfungsi. Meskipun hanya seperkian kecil. Lagipula, ia juga tidak ingin selamanya terus mengandalkan komputer tua milik Kyungsoo itu.

Dengan langkah buru-buru, Jongin berjalan meninggalkan kampusnya. Akhir minggu biasanya bis akan selalu penuh. Apalagi di waktu sore hari seperti ini. Ia tidak ingin menunggu terlalu lama di halte bus hari ini.

Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat mobil yang begitu sangat ia kenali terpakir di halaman depan kampusnya. Jongin mendesah, melihat kaca mobil itu terbuka. Tepat sekali seolah mobil itu telah menunggunya sekian lama. Menunjukkan sosok ibunya yang telah menatapnya dengan tajam dari dalam mobil. Oh kenapa ia disini?

Jongin sedikit memerhatikan keadaan sekitar. Ini yang ia tidak sukai. Jika ibunya datang ke kampusnya. Seolah ia adalah anak manja yang selalu diantar jemput oleh ibunya. Padahal itu sama sekali tidak benar. Setelah memastikan bahwa tidak ada salah seorang pun dari temannya yang tengah memerhatikannya. Jongin langsung melangkah mendekat menuju mobil itu. Saat itulah pintu mobil itu terbuka untuknya. Secara tidak langsung menyuruhnya untuk segera memasuki mobil itu.

"Kenapa eomma ada disini? Ingin memaksaku untuk kencan buta lagi?" tanya Jongin sedikit menahan kekesalannya.

"Jongin, eomma tidak akan memaksamu untuk melakukan kencan buta lagi."

Jongin sedikit medesahkan napas lega dengan apa yang dikatakan ibunya. Hendak ia mengucapkan perasaan senangnya. Ibunya telah lebih dulu bicara.

"Tetapi," Jongin langsung menalan ludahnya ketika nada bicara ibunya mulai berubah sedikit mengancam. "Besok malam, Voyre Hotel. Ada perjamuan makan malam yang diselenggarakan perusahaan appamu. Kau harus datang. Eomma tidak mau tahu, tetapi kau harus datang bersama seorang gadis."

Jongin membelalak. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan ibunya.

"Eomma, apa—"

"Tidak ada penolakan sama sekali. Cukup membawa pendamping besok malam, kenalkan kepada eommma, kenalkan pada apppa, dan kenalkan kepada rekan bisnis appamu."

Jongin langsung menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi mobil. Mengusap wajahnya dengan frustasi. Ibunya benar-benar. Bagaimana bisa ia menyuruhnya mencari seorang gadis hanya untuk dikenalkan di acara perjamuan makan malam.

"Eomma, aku bisa datang sendiri, tetapi kenapa harus bersama seorang gadis?"

"Tentu saja untuk menunjukkan bahwa anakku juga bisa dekat dengan seorang gadis."

"Hanya itu?"

"Kau tidak mendengar gosip yang kini mulai tersebar di kantor?" ibunya menatap dengan tajam. Dan jangan lupakan, kacamata hitam yang ia gunakan kini sedikit melorot ke bawah. Menatap Jongin melalui ujung kacamatanya dengan lekat.

Jongin mendengus. Ia tidak tahu dan ia tidak mau tahu. Yang jelas, ide ibunya adalah ide terkoyol yang pernah ia dengar.

"Jika eomma memang menginginkanku untuk menikah, bukan seperti ini caranya. Aku tidak ingin sembarangan mencari seorang pendamping."

"Karena itu eomma menyerahkan semuanya kepadamu. Aku sudah terlalu lelah untuk mencari gadis untukmu. Karena semuanya selalu kau tolak. Ah, bahkan aku bisa tua lebih cepat hanya untuk mencarikanmu istri."

Jongin mendengus menatap sang ibu yang kini telah bersandar di kursi mobilnya. Kadang ia ingin tertawa. Lucu membayangkan ibunya yang telah meminta-minta seorang cucu darinya. Tetapi, itu akan berubah menjengkelkan jika ibunya terus mengatakan hal yang sama setiap hari. Demi Tuhan, berapa umur ibunya saat ini? Dia bahkan belum berusia genap dari empat puluh tahun.

"Kurasa aku akan memikirkan hal itu nanti," Jongin mendesah. Melihat kembali ibunya, ia tidak tega untuk terus membuatnya bersedih seperti ini. Ya meskipun sedikit menjengkelkan. Tetapi ia tetap menyayangi ibunya.

"Baiklah, yang penting kau harus datang. Luangkanlah sedikit waktu dari skripsimu itu," sahut ibunya.

Jongin tersenyum. "Aku akan pulang," ia membuka pintu mobil namun lengan ibunya mencekal kepergiannya.

"Kita pulang bersama, ke rumah. Oh Tuhan, kenapa kau tidak tinggal di rumah saja?"

"Aku menyukai tempat itu," sang ibu menatapnya curiga, tentu ibunya tidak akan mudah percaya dengan apa yang dikatakannya. Jongin mencoba menerawang mencari alasan yang tepat untuk bisa ia katakan. Namun ia sama sekali tidak menemukannya. Sehingga ia hanya mengucapkan ucapan selamat tinggal dan mengatakan ia akan berpikir untuk acara perjamuan makan malam besok.

Ketika Jongin menutup pintu mobil ibunya. Saat itulah ia menemukan tatapan memohon sang ibu dari dalam mobil. Hatinya sedikit luluh, ibunya selalu memiliki cara untuk mengambil hatinya. Hanya satu malam, semoga ibunya tidak berisik lagi untuk mencarikannya seorang istri. Hanya saja kini Jongin berpikir. Siapa yang harus ia ajak ke acara perjamuan makan malam nanti?

***

Entah ada dimana Kyungsoo saat ini. Ia hanya bisa termangu memerhatikan keadaan di sekelilingnya begitu sangat ramai. Sayup-sayup ia mendengar alunan musik. Kyungsoo mencoba menajamkan pendengarannya. Semakin lama suara musik itu kian keras terdengar. Musik klasik. Musik kesukaannya. Dan saat itulah Kyungsoo tertegun ketika orang-orang yang sebelumnya berlalu lalang di sekelilingnya mulai berdansa dengan pasangan masing-masing. Spontan Kyungsoo memundurkan langkahnya. Takut bahwa orang-orang itu akan menabraknya.

Ia termangu-mangu memerhatikan setiap orang yang berada di sekelilingnya. Para wanita terlihat begitu cantik dengan gaun-gaun indahnya yang berkilauan. Sedangkan para pria terlihat berkelas dengan setelan mahal mereka. Melihat semua keanehan itu, Kyungsoo langsung menyentuh pakaiannya sendiri. Sangat halus. Tunggu? Ia memerhatikan tubuhnya sendiri dan saat itulah Kyungsoo tercenung bahwa ia telah memakai sebuah gaun berwarna hitam dengan potongan rok panjang menutupi hingga tumit kakinya.

Merasa tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Kyungsoo langsung menyentuh rambutnya yang ternyata telah tersanggul kuat. Jemarinya turun menyentuh lehernya yang terbuka, semakin turun menuju tulang selangkanya. Menyadari bahwa saat ini ia telah memakai gaun terbuka. Kyungsoo membutuhkan cermin. Oh, ia ingin sekali memerhatikan penampilannya saat ini.

Kyungsoo sedikit menarik ujung gaunnya untuk segera melangkah pergi. Namun langkahnya terhenti ketika ia merasakan sebuah tangan menyentuh halus pundaknya yang terbuka. Telapak tangannya begitu hangat. Mampu menggetarkan tubuh Kyungsoo untuk beberapa saat. Ia hendak berbalik untuk mencari tahu siapa yang telah menyentuhnya. Namun niatan itu ia urungkan ketika setangkai mawar liar telah tepat berada di hadapan wajahnya.

Indah. Ia langsung meraih dengan halus bunga mawar itu. Sekilas ia tersenyum, menghidu setiap kelopaknya yang menguar manis. Bahkan ia terlalu terbuai dengan setangkai mawar liar yang ada dalam genggamannya hingga kini ia tidak menyadari bahwa seseorang telah berdiri tepat di hadapannya.

Kyungsoo membuka matanya, ia masih menunduk dan menemukan sepasang sepatu mengkilap di sana. Perlahan ia menaikkan wajahnya. Memerhatikan lekat-lekat setelan yang di kenakan pria di hadapannya ini. Semakin naik dan Kyungsoo dapat menemukan sebuah senyuman asing yang terpatri di wajah itu. Kyungsoo menajamkan tatapannya untuk dapat melihat lebih jelas siapa pria yang ada di depannya saat ini. Sesaat setelah seluruh perhatiannya hanya tertuju pada wajah itu. Sontak Kyungsoo memundurkan tubuhnya menjauh selangkah. Bagaimana bisa?

Pria itu—Jongin—bagaimana bisa dia bisa muncul di mimpinya. Dengan pakaian itu, dengan senyuman itu. Demi Tuhan, bahkan Kyungsoo belum pernah melihat Jongin tersenyum tetapi kenapa di sini pria itu tersenyum? Benar-benar tersenyum untuknya. Ini mimpi buruk.

"Mau berdansa denganku?"

Kyungsoo bahkan tidak bisa mengatakan apa-apa lagi ketika tangan itu sudah terulur tepat di hadapannya. Memintanya dengan sopan untuk berdansa. Ini semua hanya mimpi kan? Kyungsoo terus menerka bahwa ini tidak nyata. Ini hanyalah sebuah mimpi dan ia akan terbangun sebentar lagi.

"Apakah kau menolah ajakanku?"

Kyungsoo kembali mendongak. Namun ia tidak dapat melihat siapapun di hadapannya. Dimana Jongin? Ia berputar untuk mencari keberadaan pria itu. Jongin menghilang dengan tiba-tiba dan kini hanya tinggal ia seorang diri di sini. Ia mengepalkan tangannya dan kembali merasakan setangkai mawar yang masih berada dalam genggamannya. Mawar ini. Kenapa harus bunga mawar liar?

'Duk'

Kyungsoo langsung tersungkur jatuh. Ia merasa telah didorong oleh seseorang dari belakang membuat kepalanya terpelantuk sakit menyentuh lantai. Kyungsoo langsung membuka matanya. Meringis menyentuh keningnya yang terasa sakit. Ia langsung menegakkan tubuhnya dan saat itulah ia menemukan layar komputernya yang masih menyala. Perih, Kyungsoo mengucek matanya. Mengerang karena silau yang dipancarkan layar monitor itu.

Semuanya hanya mimpi. Benar.

Tanpa sadar ia mendesah. Kini ia tidak lagi berada dalam aula ballroom pesta. Tidak ada lagi orang-orang yang ramai mengenakan gaun dan setelan mahal mereka. Tidak ada lagi dansa dan musik klasik yang mengiringi mereka. Tidak ada lagi Jongin.

Kyungsoo langsung melirik telapak tangannya yang mengepal. Telah kosong dan tidak ada lagi bunga mawar liar yang digenggamannya. Tetapi kenapa itu terasa sangat nyata?

Oh sadarlah Kyungsoo. Apa yang kau pikirkan? Itu hanya mimpi. Hanya sebuah bunga tidur yang tak berarti. Dan pukul berapa sekarang? Kyungsoo melirik jam dinding yang terpajang dan menemukan jarum jam telah menujukkan pukul delapan. Menatap ruangannya yang gelap mengartikan bahwa siang telah berganti malam.

Ia langsung menarik tubuhnya untuk duduk lebih tegak. Melihat dokumen yang sejak tadi siang ia kerjakan masih tertera pada layar komputernya. Ia pasti ketiduran saat tengah mengedit naskahnya. Sungguh, ia benar-benar kekurangan waktu tidurnya karena kemarin malam ia harus menemani Baekhyun yang terus menangis. Mengingat Baekhyun kembali mengingatkannya dengan Jongin. Pria yang tidak memiliki hati. Ia masih kesal dengan semua ucapan yang dilontarkan Jongin kepada Baekhyun. Menurutnya pria itu terlalu keterlaluan untuk menunjukkan ketidaksukaannya itu dengan cara membawa hubungan Baekhyun dengan Chanyeol.

Jongin malam ini juga tidak kesini. Tidak biasanya, padahal pria itu sering memasuki apartemennya begitu saja. Meskipun terkunci pria itu akan terus mengetuk pintu kamar Kyungsoo sekencang-kencangnya hingga ia jengah. Apa pria itu menanggapi serius ucapannya tadi pagi ya? Ah.. sudahlah, apa pedulinya. Lagipula itu bagus. Setidaknya Jongin tidak kembali datang mengganggunya hari ini.

Kyungsoo langsung berdiri seraya mengikat ulang rambutnya yang sedikit berantakkan. Akhir minggu ini biasanya petugas kebersihan akan datang untuk mengangkut sampah. Kyungsoo langsung melangkah ke sudut ruangan dan mengambil dua kantung plastik besar berisi sampah-sampah miliknya. Ia berniat untuk membuangnya ke luar. Masih pukul delapan, ia belum terlambat untuk membuangnya.

Pintu kamarnya ia buka perlahan. Kantung plastik yang dibawanya saat ini sedikit menyulitkan tangannya untuk membuka pintu. Mau tak mau ia mendorong pintu kamarnya menggunakan tubuhnya sendiri agar bisa terbuka. Baru saja Kyungsoo keluar dari kamarnya. Saat itu juga ia menemukan pria yang sebelumnya ia mimpikan tengah berdiri dengan punggung bersandar di sisi pintu kamar apartemen Kyungsoo. Mata mereka bertemu dan Jongin menatapnya dengan tatapan yang sulit sekali Kyungsoo artikan.

"Sedang apa kau disana?" tanya Kyungsoo bingung.

"Aku juga tidak tahu apa yang sedang aku lakukan saat ini," ia menggedikkan bahunya acuh.

Kyungsoo mendengus lalu keluar dari apartemennya. Menutup pintu apartemennya menggunakan kakinya. Jongin memerhatikan itu dengan kerutan di keningnya. Namun Kyungsoo bersikap tidak peduli dengan tatapan itu. Yang ia perhatikan saat ini dari Jongin adalah pakaiannya. Kenapa ia bisa kuat hanya memakai kaos tipis di tengah cuaca dingin seperti ini?

"Kau tidak kedinginan ya?"

"Tentu saja aku kedinginan karena harus menunggumu."

"Menungguku?" Kyungsoo mengangkat satu alisnya. Menungguku? Entah kenapa tiba-tiba jantungnya mulai berdebar kembali. Kapan terakhir kali jantungnya berdebar seperti ini? Lagi-lagi Jongin mampu membuatnya—secara tidak langsung—tersipu.

"Kau mengunci pintu kamarmu ya? Aku mengetuk pintu kamarmu dan terus memanggil namamu berulang kali. Kupikir kau telah mati membeku di dalam. Aku hanya berjaga-jaga saja di luar. Jika aku masuk, mungkin aku akan di tuduh menjadi pembunuhnya karena berada satu ruangan denganmu," ucapnya dingin.

Kyungsoo menggeram. Ia tahu bahwa Jongin sedang bercanda kali ini. Tetapi dari nada suaranya, itu terdengar sangat tidak lucu. Bahkan Jongin sama sekali tidak tersenyum.

"Selera humormu buruk sekali?" ia berniat melangkah pergi untuk segera membuang sampahnya. Sekaligus menghindar dari pria bernama Jongin itu. Pria menyebalkan yang dengan tanpa tahu malunya ikut memasuki mimpinya. Sialan.

"Hey.. Kyungsoo."

Kyungsoo memejamkan matanya. Sedikit kesal merasa bahwa pria itu masih mencoba untuk memancing kemarahannya. Kyungsoo sedang malas bicara dengan Jongin apalagi berdebat dengannya saat ini. Ia berbalik dan menemukan tatapan Jongin yang begitu dingin kepadanya.

Jongin sama sekali tidak bicara untuk beberapa saat. Ia masih diam dengn bibir yang terkatup rapat. Hanya saja Kyungsoo bisa menemukan bahwa kali ini pria itu seolah tengah memerhatikan tubuhnya. Dan itu semakin membuat Kyungsoo merasa tidak nyaman. Ia ikut memerhatikan tubuhnya sendiri. Berharap bahwa jaket yang dipakainya saat ini tidak terlalu tua. Karena pria itu selalu mencela apapun yang digunakannya.

"Sudahlah, tidak jadi," ucap Jongin membuat Kyungsoo kembali mengernyit bingung. Jongin kini berbalik dan melagkahkan kakinya untuk kembali memasuki apartemennya dan bukan milik Kyungsoo. "Ah.. apa yang aku pikrikan?" Kyungsoo semakin mengernyit mendengar apa yang pria itu katakan. Sebelum pintu apartemen miliknya itu tertutup. Sayup-sayup ia bisa mendengar gumaman pria itu yang tampak kesal.

Ada apa dengan pria itu? Aneh. Apakah hari ini dia benar-benar tidak ingin mengerjakan semua tugasnya lagi di kamar Kyungsoo? Apa dia marah? Tiba-tiba saja Kyungsoo merasa tidak enak dengan apa yang dikatakannya pagi tadi. Jongin pasti bersungguh-sungguh menanggapi ucapan Kyungsoo yang mengatakan bahwa ia tidak akan membukakan pintu lagi untuk Jongin. Namun Kyungsoo segera menepisnya. Tidak seharusnya ia merasa bersalah seperti ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro