Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 4

Sudah hampir lima hari sejak kesepakatan antara Kyungsoo dan Jongin dibuat—lebih tepatnya kesepakatan sepihak dari Jongin—membuat Kyungsoo mau tak mau harus bangun lebih awal dari biasanya. Ia harus bangun pagi dan mengerjakan semua naskah editannya yang tertunda karena harus berbagi komputer dengan Jongin. Semua itu terasa sulit. Mengharuskan Kyungsoo tidur lewat tengah malam lalu memaksanya bangun pagi-pagi bukanlah hal yang baik.

Jongin sangat menyebalkan. Kyungsoo bahkan bisa menebak bagaimana sifat pria itu sebenarnya dalam satu malam. Angkuh, keras kepala dan tidak memiliki perasaan. Jongin bukan hanya merebut komputer dan waktu berkerjanya. Pria itu juga merebut gerak Kyungsoo di dalam apartemennya sendiri hingga ia tidak bisa seleluasa dulu.

Jongin mengatakan bahwa ia akan menyelesaikan pekerjaannya tepat saat pukul sebelas malam. Namun Jongin baru menyelesaikan pekerjaannya setelah lewat tengah malam. Betapa menyebalkannya dia. Kyungsoo lelah dan mengantuk namun ia tidak bisa beristirahat karena ada orang asing di dalam kamarnya sekarang. Bisa saja Kyungsoo tidur lebih dulu. Tetapi Kyungsoo harus berpikir ulang tentang hal itu. Ingat, ia satu ruangan dengan Jongin. Dia seorang pria!

Kyungsoo tidak memiliki waktu istirahat yang cukup dan sepertinya kyungsoo telah merasakan akibatnya sekarang. Kepalanya terasa pening dan tiba-tiba saja ia terkena flu. Sangat menyusahkan. Ia hampir sepanjang hari harus duduk di depan komputernya. Memakai selimut yang menutup rapat tubuhnya. Juga harus bolak-balik membuat kopi panas agar ia tetap merasa hangat. Jika ia menyalakan penghangat runagan melebih suhu dari biasanya. Tunggakannya akan semakin bertambah.

"Ahh.. sial!" Kyungsoo mengerang, ia tidak bisa bekerja dalam kondisi seperti ini. Flu adalah penyakit yang paling mengganggu untuknya. Hidungnya terasa gatal dan tenggorokannya juga sakit.

Kyungsoo bisa saja berhenti beberapa menit untuk istirahat dan mengambil waktu tidurnya lebih cepat. Tetapi itu saja membuat Kyungsoo bunuh diri. Dalam lima hari ini Kyungsoo hanya berhasil merevisi naskah sebanyak empat puluh dua halaman. Bahkan hari ini Kyungsoo sangat lamban dalam mengedit naskah. Hingga siang ini, ia baru menyelesaikan delapan halaman. Sangat sedikit.

Suara ketukan pintu di luar membuat Kyungsoo mengalihkan perhatiannya sesaat dari komputernya. Ia terdiam untuk beberapa saat. Ia tidak memiliki janji untuk bertemu dengan siapapun hari ini kan? Lalu siapa yang datang?

Suara ketukan itu kian keras terdengar. Mau tak mamu mengharuskan Kyungsoo untuk beranjak dari kursinya dan membuka pintu apartemennya. Mencari tahu siapa yang telah mengetuk pintu apartemennya dengan cara seperti itu.

Kyungsoo hendak menyapa ketika sosok yang telah mengetuk pintunya tadi langsung menerobos memasuki apartemennya. Dia Jongin. Tunggu, apa yang dilakukannya saat ini? Kyungsoo langsung berbalik dan menemukan Jongin yang tanpa sopan santunnya telah duduk di depan komputer dengan setumpuk buku yang ada dalam pangkuannya.

"Seharunya kau menyapaku bukannya menatapku seperti itu."

Tunggu, apa? Kyungsoo tidak salah dengar kan? Hei siapa yang harus menyapa siapa. Seharusnya Jongin yang menyapanya. Setidaknya mengatakan kata permisi atau apapun itu karena telah masuk kedalam apartemen orang lain dengan cara seperti itu. Jongin benar-benar menyebalkan.

Kyungsoo menatapnya tajam. Bahkan pria itu sama sekali tidak menatapnya. Bagaimana bisa Jongin tahu bahwa Kyungsoo tengah menatapnya tadi?

"Apa yang kau lakukan? Ini kan masih siang?" tanya Kyungsoo.

"Siapa yang menyebutkan bila ini sudah malam? Aku masih bisa melihat matahari hari ini, tentu saja ini siang," balas Joingin datar. Pria itu kini sibuk dengan buku-bukunya. Entah apa itu.

Kyungsoo menggeram, apa ia harus menjelaskannya? "Kau bukannya hanya memakai komputerku setiap malam saja?"

Pria itu menghentikan telunjuknya yang tengah membaca buku. Menatap Kyungsoo dengan kerutan di keningnya. "Kau lupa ya?" namun Kyungsoo hanya menanggapinya dengan tatapan apa. "Sesuai peraturan, jika aku tidak pergi ke kampus, aku akan tinggal disini untuk mengerjakan makalahku."

"Hei, peraturan darimana itu?" tanya Kyungsoo tak terima.

"Ckckck.. kau seperti ikan. Ingatanmu buruk sekali," Jongin berdecak dan kembali melanjutkan acara membacanya.

Kyungsoo hanya bisa mematung. Tidak percaya dengan apa yang dikatakan pria itu. Oh, Kyungsoo yakin. Satu-satunya bakat yang dimiliki Jongin hanyalah menghina dan merendahkan orang lain. Sudah berapa kali ia direndahkan? Hingga sampai saat ini Kyungsoo masih mencoba bersabar. Kalau bukan karena rasa bersalahnya yang telah merusak laptop milik Jongin. Kyungsoo tidak akan mau membantu pria ini.

Kini ia kembali memerhatikan Jongin. Ia hendak mengatakan sesuatu tentang pekerjaannya ketika dengan tiba-tiba pria itu menutup halaman wordnya di komputer begitu saja. Apa yang dilakukan Jongin?

Kyungsoo langsung berlari mendekati komputernya. Menggeser kursi Jongin hingga ia mundur menjauhi komputer yang hendak digunakannya. Dengan panik Kyungsoo langsung membuka file naskah yang baru saja ia kerjakan. Kyungsoo mengingat ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya pada halaman enam puluh dua. Semuanya baik-baik saja, namun setelah Kyungsoo mengamati halaman enam puluh empat. Saat itu juga Kyungsoo merasa telah kehilangan nyawanya. Hasil revisi yang baru saja dikerjakannya menghilang. Naskahnya sama sekali tidak mengalami perubahan seperti apa yang Kyungsoo kerjakan sebelumnya.

"Naskahku," bisik Kyungsoo sedih.

Jongin melongok. Sedikit mengintip apa yang tengah diperhatikan Kyungsoo saat ini.

"Naskah apa?" tanya Jongin.

Mendengar pertanyaan Jongin. Tiba-tiba saja Kyungsoo merasa kesal. Ia langsung menoleh dan menatap Jongin dengan tatapan tajam. Sesaat Jongin hanya bisa sedikit mundur melihat raut kekesalan gadis itu. Namun itu tak bertahan lama karena setelah itu, gadis itu malah menunjukkan raut sedihnya seolah ia ingin menangis.

"Hei.. hei.. ada apa denganmu?" tanya Jongin tidak mengerti.

"Naskahku, hasil editanku menghilang," bisik Kyungsoo parau.

"Naskah? Editan? Editan apa?" Jongin bertanya seolah ia tidak tahu apa yang telah dilakukannya dan itu semakin membuat Kyungsoo merasa geram.

Kyungsoo menatap lekat-lekat wajah kebingungan Jongin. Semuanya karena pria itu.

'Duk'

Kyungsoo langsung menendang tungkai kaki kanan Jongin hingga pria itu sontak berteriak kesakitan. Kyungsoo terlalu kesal saat ini.

"Hei! Apa yang kau lakukan?!" Tanya Jongin dengan ringisannya.

"Kau menyebalkan! Bagaimana bisa kau tidak menyimpan naskahku huh?" Tanya Kyungsoo marah.

"Memangnya apa yang penting dari file itu huh? Toh, tidak hilang juga kan?"

Kyungsoo kembali menendang tungkai kaki Jongin. Kini yang sebelah kiri membuat Jongin lagi-lagi meringis semakin kesakitan.

"Hei! Kau—"

"Semua itu pekerjaanku! Kau menghilangkan semua pekerjaanku. Kau pikir merevisi naskah itu mudah huh?"

"Aku mana tahu kalau itu pekerjaanmu," balas Jongin dengan tatapan kesal. Ia mengusap kedua kakinya yang telah ditendang secara kasar oleh Kyungsoo.

"Kau menyebalkan! Menyebalkan! Menyebalkan!" kedua tangannya terkepal. Merasa gemas akan sikap Jongin yang menyebalkan. Ingin sekali ia memukul wajah Jongin yang menunjukkan ekpresi tanpa rasa bersalahnya itu. Namun ia mengurungkannya.

"Seharusnya kau beruntung karena filemu tidak hilang. Berbeda dengan apa yang terjadi padaku. Selain menghilangkan file makalahku, kau juga merusak laptopku," balas Jongin tak mau kalah. Kyungsoo hendak menjawab ucapan Jongin, namun pria itu segera memotong. "Dan apa? Semua ini murni karena aku tidak tahu. Kupikir kau telah menyimpan file itu, jangan menyalahkanku begitu saja."

Kyungsoo terdiam. Ia tidak mengenal kata maaf ya? Oh, bahkan pria itu mengelak untuk ia salahkan. Karena sudah sangat jelas Jonginlah yang bersalah disini. Jongin benar-benar keras kepala dan Kyungsoo semakin gila harus terus bertemu dengan pria ini setiap hari. Bukan hanya menyebalkan, pria itu tidak tahu diri. Sudah beruntung Kyungsoo mau menolongnya, tetapi apa balasannya. Bahkan Jongin selalu menghinanya. Dasar.

"Minggir, ada yang harus segera kukerjakan."

Jongin langsung menarik paksa Kyungsoo untuk menghidar dari layar komputer. Menjauhkannya sehingga ia bisa mendekat mengerjakan kembali makalah miliknya. Kyungsoo menahan kekesalannnya saat ini. Jongin selalu melakukan apapun semaunya sendiri. Tidak memerdulikan orang lain yang bahkan baru saja mendapatkan musibah. Ya, itu adalah dirinya. Kyungsoo telah kehilangan delapan halaman hasil pekerjaannya begitu saja dan Kyungsoo tidak tahu harus menyikapi Jongin yang keras kepala ini dengan cara apa.

Kyungsoo langsung menjauh. Menhentak-hentakkan kakinya dengan kesal. Bahkan Jongin tidak merasa terganggu dengan itu. Kyungsoo menghempaskan tubuhnya untuk duduk di atas kasur. Memerhatikan Jongin yang kembali sibuk dalam duniannya sendiri. Tidak, lebih tepatnya dengan komputernya. Kini apa yang harus ia lakukan?

Kyungsoo jatuh kedalam pikirannya sendiri saat ini. Memikirkan kembali kedelapan halaman yang ia kerjakan sejak tadi pagi telah menghilang begitu saja. Setelah kondisinya yang sedang dalam keadaan kurang sehat, kini Kyungsoo semakin dibebani oleh pekerjaannya yang bukan tidak mungkin akan semakin menumpuk. Kyungsoo melirik kalender yang menggantung tak jauh dari ranjangnya. Tanggal berapa saat ini? Tiba-tiba saja Kyungsoo langsung mengernyitkan keningnya. Oh tidak deadlinenya! Hanya hitungan hari lagi deadlinenya akan segera tiba. Ia tidak bisa berdiam diri terus seperti ini. Bahkan Kyungsoo kini mulai merasa merinding membayangkan amukan manager Han kepadanya.

Buru-buru ia langsung meraih tasnya. Berjalan kembali menuju meja komputer dimana Jongin sedang berada disana. Kyungsoo menatap Jongin lekat-lekat. Menunggu respon apa pria itu menyadari keberadaanya atau tidak.

"Apa lagi?"

Oh dia memerhatikannya. "Sampai kapan kau disini?"

"Apa?" Jongin langsung melirik Kyungsoo yang telah berdiri di sisinya.

"Sampai kapan kau menggunakan komputerku?" tanya Kyungsoo serius.

"Seperti biasa."

Kyungsoo tidak terlalu bodoh untuk mengerti jawaban yang diberikan Jongin. Apa boleh buat, ia tidak akan menunggu hingga selama itu.

"Minggir." Kyungsoo kembali mendorong kursi yang tengah diduduki Jongin menjauh.

Tidak memerdulikan omelan Jongin yang ada dib elakangnya. Kyungsoo langsung membuka laci dan mengambil sebuah flashdisk disana. Tanpa pikir panjang langsung memasangkannya di CPU. Memindahkan beberapa dokumen yang harus ia kerjakan pada flashdisknya. Setelah semua selesai. Kyungsoo langsung mencabut dan memasukkannya pada tas. Tidak lupa ia juga memasukkan kamus Thesaurus, buku catatan dan post-itnya.

Mengabaikan tatapan Jongin. Kyungsoo langsung meraih jaket yang lebih tebal untuk ia kenakan. Kyungsoo tidak memerdulikan kondisi flunya yang akan semakin parah jika ia keluar hari ini. Ia tidak peduli. Yang ia pedulikan adalah deadlinenya yang tinggal hitungan hari lagi.

Kyungsoo telah memakai sepatunya ketika ia hendak membuka pintu. Jongin telah lebih dulu memanggilnya dengan suara yang lebih terdengar dingin.

"Mau kemana?"

Kyungsoo melirik sekilas dengan tatapan dingin. "Tentu saja mengerjakan pekerjaanku."

Jongin hanya menanggapinya dengan oh saja dengan ekpresi tiak peduli. Jongin kembali memfokuskan seluruh perhatiannya pada layar komputer. Bahkan Jongin tidak bertanya lebih lagi. Kemana atau dengan siapa? Tapi oh Kyungsoo.. memangnya apa pedulimu pada Jongin? Bahkan Jongin sama sekali tidak memerdulikanmu.

Kyungsoo langsung mengacuhkan sikap Jongin. Ia langsung membuka pintu dan menutupnya kembali dengan kasar. Jongin mungkin saat ini tengah mengumpat, namun Kyungsoo tidak memerdulikannya. Ia harus segera mengerjakann pekerjaannya. Warung internet. Hanya itu satu-satunya jalan keluar yang dapat membantu pekerjaannya saat ini.

***

Entah berapa lama Jongin mengerjakan makalahnya. Entahlah, ia tidak ingat. Bahkan Jongin sampai lupa untuk makan malam. Ia baru ingat ketika perutnya mulai bergemuruh meminta diisi. Ketika ia menoleh ke jendela. Saat itu juga ia menemukan bahwa hari telah menjelang malam. Salju kembali turun malam ini. Sepertinya musim semi akan datang terlambat.

Jongin merenggangkan tangan-tangannya yang terasa kaku. Ia berdiri untuk sedikit menggerakkan tubuhnya agar tidak keram. Ia menoleh memerhatikan keadaan ruangan yang bisa dibilang cukup gelap. Satu-satunya penerangan di sini hanya berasal dari lampu meja yang letaknya bersisian dengan komputer. Kini Jongin mulai berjalan. Mencoba menemukan saklar lampu untuk menyalakan lampu di dalam apartemen ini. Sial, Jongin benci kegelapan seperti ini.

Setelah Jongin menemukan saklar lampu, segera ia menyalakannya. Kini ia bisa melihat dengan jelas kondisi kamar apartemen ini. Sangat sepi dan Jongin tidak tahu apa penyebab apartemen ini yang terlihat lebih lengang.

Rasa penasarannya tiba-tiba saja menghilang ketika perutnya kembali berbunyi. Oh, ia benar-benar kelaparan. Jongin langsung mendekat menuju konter dapur dan membuka almari untuk mengambil beberapa makanan yang baru saja dibelinya tadi siang. Tetapi, ia langsung mengernyit ketika menemukan hal lain yang ada di dalam almari itu. Beberapa bungkus Mie Ramyun menumpuk disana. Dimana makanannya?

Jongin kembali melirik apartemen yang tengah ditempatinya ketika ia sadar bahwa ia tidak lagi menemukan beberapa poster band rock yang terpajang di dinding. Ini bukanlah Chanyeol, dan Jongin baru ingat bahwa ia berada di kamar apartemen 113. Apartemen milik Kyungsoo. Mengingat gadis itu, kemana dia? Jongin baru menyadari bahwa gadis itu belum kembali sejak tadi siang.

Jongin langsung melirik jendela dan kembali memerhatikan salju yang masih turun dengan lebat. Gadis gila, kemana perginya gadis itu di tengah kondisi seperti ini? Apa gadis itu bisa pulang? Sesaat Jongin terdiam memikirkan gadis itu. Namun dengan cepat Jongin segera menampiknya. Untuk apa ia memikirkannya? Jongin tahu gadis itu akan baik-baik saja. Lagipula untuk apa juga ia mengkhawatirkannya.

Jongin mendesah. Menekan perutnya yang semakin terasa sakit saja. Melirik beberapa bungkus ramen yang terlihat lezat seolah tengah melambai padanya. Sepertinya akan sangat enak memakan ramen pedas di tengah cuaca seperti ini. Akhirnya Jongin meraih sebungkus ramen yang ada di almari. Mulai mendidihkan air untuk ia masak.

Jongin tengah menunggu air itu mendidih ketika suara ketukan keras terdengar nyaring di telinganya. Jongin melirik ke arah pintu, memastikan apakah ada tamu. Namun sepertinya ketukan itu bukan dari pintu apartemen ini. Sepertinya berasal dari kamar lain. Jongin tidak tahu itu. Jongin mencoba tidak memerdulikan kebisingan yang dibuat orang asing di luar sana. Karena kini tujuannya hanya untuk mengisi perutnya. Namun lagi-lagi ketukan itu berubah menjadi ketukan yang lebih menuntut. Bahkan Jongin bisa mendengar teriakan-teriakan mengganggu di luar sana.

"Chanyeol! Hey.. Park Chanyeol! Buka pintumu! Menyebalkan! Jangan bersembunyi dariku!"

Jongin langsung mengerutkan keningnya. Tunggu Chanyeol. Berarti ketukan itu tertuju pada kamar apartemen Chanyeol yang sekarang tengah ditempatinya. Jongin buru-buru mematikan kompor yang tengah mendidihkan air untuk ramyunnya. Berjalan ke luar untuk menemui siapa yang tengah mengetuk pintu kamar apartemen Chanyeol.

"Chanyeol! Kau menghindariku ya? Menyebalkankan kau! Apa yang kau mau huh?! Buka sekarang!"

Suara itu semakin terdengar keras. Suara seorang wanita. Entah kenapa Jongin merasa tak asing dengan suara itu. Namun Jongin tidak bisa menebak, siapa suara wanita di luar sana. Sebaiknya ia keluar untuk memastikannya.

Jongin baru saja memegang kenop pintu. Hendak keluar ketika dengan sangat mengejutkan ketukan itu kini beralih pada pintu kamar apartemen Kyungsoo. Jongin yang berada di balik pintu sontak terlonjak terkejut dan mundur beberapa langkah.

"Kyungsoo? Hei.. Kyungsoo kau di dalam kan? Cepat buka pintumu!"

Siapa dia? Kenapa dia memanggil dengan marah-marah seperti itu? Jongin tidak habis pikir bagaimana bisa wanita di luar sana itu bisa berteriak sekencang itu. Tidak tahu kah bahwa suaranya itu bisa membisingkan seluruh ruangan apartemen di lantai ini. Bahkan ketukanya bisa saja meruntuhkan gedung tua ini.

Tak lama, suara dering ponsel asing terdengar di dalam apartemen Kyngsoo. Jongin melirik dan menemukan ponsel yang ia yakini milik Kyungsoo tengah berdering di atas ranjang. Jongin hanya menatapnya dengan raut bingung. Apa ia harus mengangkatnya atau tidak memerdulikannya sama sekali? Tapi untuk apa? Kenapa ia harus ikut campur?

Dering ponsel itu berhenti dan kini digantikan oleh suara ketukan kasar lagi.

"Yak! Apa yang kau lakukan? Angkat telponku Kyungsoo! Aishhh... ternyata kau dan Chanyeol sama saja! Kau menyembunyikan sesuatu dariku ya? Huh menyebalkan!" teriak wanita itu di luar sana dengan suara pekikan yang keras.

Jongin hanya bisa berkedip beberapa saat mendengar umpatan gadis itu. Sebenarnya apa yang terjadi? Jongin sedikit mengintip melalui celah pintu dan menemukan bahwa tidak ada siapapun yang berada di depan pintu ini. Lalu siapa? Jongin bisa saja berpikiran aneh-aneh saat ini. Memikirkan mungkin ada makhluk halus yang menyimpan dendam kepada Chanyeol dan Kyungsoo. Namun pemikiran itu segera ditampik ketika suara derap langkah kaki itu pergi menjauh. Dia manusia.

Jongin menggeram kesal. Sebenarnya ada masalah apa antara Chanyeol, Kyungsoo dan wanita asing di luar sana? Jongin yakin bahwa suara itu tak asing lagi di telinganya akhir-akhir ini. Tetapi siapa? Perutnya kembali berbunyi ketika ia tengah berpikir. Sial! Sebaiknya ia mengisi perutnya lebih dulu.

Tidak memerdulikan kembali siapa yang telah membuat keributan di luar sana beberapa saat yang lalu. Kini Jongin telah selesai memasak ramyun pedas untuknya. Mengingat rasa laparnya yang begitu sangat besar karena ia belum makan sejak tadi siang. Jongin memutuskan untuk memasak dua porsi dan sepertinya itu cukup untuknya.

Mengingat tidak ada meja makan di apartemen milik Kyungsoo. Jongin memutuskan untuk menyimpannya di lantai. Ia memilih duduk bersila di sana dan dengan siap segera menyantap mie ramyun yang baru saja ia buat. Jongin hendak menyantap mie ramyunnya ketika suara pintu terbuka memunculkan Kyungsoo dengan keadaan setengah lusuh.

Gadis itu sama sekali tak menyapanya dengan ramah. Sebaliknya gadis itu lagi-lagi menatapnya dengan tatapan kesal.

"Apa yang kau lakukan?" sinis Kyungsoo.

"Tentu saja makan," jawab Jongin acuh tak acuh. Kini ia behasil menyuapkan mie ramyun itu ke dalam mulutnya. Menyantapnya dengan lahap.

Jongin bisa merasakan Kyungsoo mendekat ke arahnya dan gadis itu kini duduk di hadapannya. Lebih tepatnya berhadapan dengan panci berisi ramyun miliknya.

"Darimana kau mendapatkan ramyun ini?" selidik Kyungsoo.

"Tentu saja dari sana," Jongin menunjuk ke arah almari dengan dagunya. Ia kembali melanjutkan acara makannya tidak memerdulikan tatapan Kyungsoo yang semakin kesal.

"Itu ramyunku!" pekik Kyungsoo tdak terima. Kyungsoo langsung menarik panci berisi ramyun itu. Menjauhkannya dari Jongin.

Jongin menatapnya dengan tatapan bingung. Melahap sisa mie yang masih menggantung di mulutnya dengan cepat. "Kembalikan! Itu ramyunku."

"Bagaimana bisa kau bilang ini ramyunmu, tentu saja ini ramyunku. Aku yang membelinya!"

"Dan aku yang memaksanya! Berikan padaku!"

Jongin langsung meraih panci yang sebelumnya di pegang Kyungsoo. Setelah berhasil merebutnya. Jongin langsung berbalik memunggungi Kyungsoo. Tidak memerdulikan gadis itu dan kembali melanjutkan makannya.

"Dasar tiak tahu diri!" Ucap Kyungsoo. Kini suaranya kian melemah.

Jongin merasa tersinggung dengan ucapan Kyungsoo. Namun ia tidak ingin menanggapinya. Kini Jongin semakin menggeser duduknya untuk semakin menjauh dari Kyungsoo. Hendak ketika Jongin akan kembali menyuapkan mie ramyunnya. Saat itu juga Jongin merasakan sebuah lemparan yang cukup keras di belakang kepalanya. Itu lumayan sakit! Jongin bisa menemukan sebeuah buku yang tergeletak di sisinya. Kamus Thesaurus yang sangat tebal.

Jongin langsung bebralik merasa kesal. Ia siap memaki apa yang telah dilakukan Kyungsoo kepadanya. Namun mulutnya segera terkatup ketika melihat gadis itu hanya diam menatapnya dengan tatapan yang sendu. Terlihat sangat jelas bahwa terdapat air yang tegenang di pelupuk matanya. Seolah siap untuk tumpah kapan saja.

"Aku lelah, aku sakit dan aku kelaparan. Tapi kau sangat menyebalkan." Ucap Kyungsoo parau.

Jongin hanya bisa berkedip beberapa kali ketika gadis itu bicara. Apa maksudnya gadis ini? Dia tengah meminta atau apa? Tunggu apa dia menangis? Ya Tuhan.. untuk apa dia menangis. Jongin menggeram mencoba tidak memerdulikan Kyungsoo saat ini. Ia kembali berbalik untuk makan. Namun tangannya menggantung ketika melihat mie ramyun dengan asap yang masih mengepul itu. Mengingat kembali kata terakhir yang gadis itu ucapkan. Ia kelaparan.

Jongin langsung menjauhkan sumpitnya. Melempanya masuk pada panci. Kini ia merasa tidak berselera untuk makan. Ia langsung membalikkan tubuhnya bersamaan dengan pancinya. Langsung menggeser panci itu untuk mendekat kecarah Kyungsoo. Gadis itu menatapnya dengan tatapan bingung dan demi Tuhan, Jongin benar-benar tidak ingin menatap wajah menyedihkannya saat ini.

"Makanlah," titah Jongin datar.

"Apa?" ini yang paling Jongin benci. Ketika gadis itu kembali bertanya untuk sesuatu hal yang tidak penting. Ucapannya sudah cukup jelas bukan?

"Kau bilang kau kelaparan. Ayo makan."

Kyungsoo terdiam untuk beberapa saat. Ia memerhatikan panci berisi ramyun yang masih hangat itu lekat-lekat. Seolah ia tidak yakin dengan tawaran Jongin saaat ini.

"Bagaimana denganmu?"

"Aku sudah kenyang." Bohong! Bahkan Jongin baru saja memakan kurang lebih empat suapan saja. Sudahlah ia tidak peduli. Ia tidak ingin terlibat lebih jauh lagi dengan gadis ini. Jongin langsung berdiri dan melangkah menuju komputernya. Tunggu beberapa jam lagi. Setelah ia menyelesaikan bab ini, Jongin akan pulang dan kembali makan dengan makanan yang dibelinya tadi siang.

Jongin sebisa mungkin mengalihkan semua perhatiannya pada makalah yang tengah di kerjakannya. Hanya keheningan yang kini mengisi kamar apartemen yang tengah ditempati mereka. Begitu sangat canggung dan Jongin tidak tahu apa itu penyebabnya. Jongin hanya bersikap tidak terlalu peduli.

Ketika suara dentingan antara sumpit dengan panci mulai terdengar. Sedikit, Jongin menoleh dan memerhatikan Kyungsoo yang kini telah mulai memakan mie ramyun buatannya dengan lahap. Jongin sedikit menyunggingkan senyum tipisnya saat ini. Entahlah, sangat lucu melihat bagaimana cara gadis itu makan. Seharusnya sumpit yan mendekati mulut, tetapi gadis itu malah sebaliknya. Jongin memulai kembali pekerjaannya yang sempat terhenti. Tidak tahu kemana gadis itu pergi seharian ini, tapi syukurlah. Setidaknya ia masih bisa makan dengan lahap malam ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro