BAB 21
Antrean panjang memenuhi sebuah toko buku yang baru beberapa jam yang lalu telah dibuka. Hampir mendekati jam makan siang dan pengunjung yang sengaja datang tidak keberatan dengan hal itu. Justru mereka semakin semangat ketika secara perlahan antrean mulai berkurang dan satu persatu dari mereka mulai melangkah ke depan.
Kyungsoo duduk di salah satu meja yang sudah disediakan hanya tersenyum membalas semua sapaan orang-orang yang sengaja datang untuknya. Terkadang ia membalas sapaan itu dan sedikit menjawab beberapa pertanyaan pengunjung tentang buku pertama yang berhasil diterbitkannya, lantas menanda-tanganinya dengan penuh kebanggaan. Siapa yang menduga bahwa buku pertamanya akan menjadi selaris ini?
Kyungsoo harus berterima kasih kepada perusahaan penerbitan yang memperkerjakannya, terlebih kepala editor Han; wanita paruh baya yang terkadang selalu mengomel tentang deadline naskah editannya. Jika bukan karena bantuan kepala editor Han, Kyungsoo tidak akan pernah berhasil menembus penerbitan dan menerbitkan buku cetak perdananya di tempat yang selama ini menaunginya bekerja. Kyungsoo telah resmi menjadi penulis sekarang, meskipun begitu Kyungsoo tidak meninggalkan pekerjaannya menjadi seorang editor. Bukan lagi editor lepas tapi ia sudah menjadi editor tetap. Lima bulan ini adalah perkembangan yang bagus untuk memulai karirnya yang telah dikenal sebagai editor sekaligus penulis dikalangan pencinta buku.
Kyungsoo mengikuti saran Jongin. Ya benar, ia cocok menulis kisah lain dibandingkan mencari kisah-kisah yang sama sekali belum tentu dapat ia kagumi lebih dari Pride and Prejudice; termasuk karakter yang menyentuh hatinya. Kyungsoo berhasil menyelesaikan tulisannya dalam waktu sekitar dua bulan dan membutuhkan lebih dari tiga bulan untuk merevisi hingga bukunya berhasil di terbitkan. Sudah satu bulan sejak bukunya dirilis, banyak orang yang menyukai tulisannya. Ternyata ini rasanya dikagumi.
Sticking With Mr. Kim, apakah itu judul yang menggelikan?
Pertama kali Kyungsoo mulai menulis, ia tidak pernah berpikir tentang judul apa yang sekiranya pantas untuk bukunya. Beberapa kali ia mencoba menyarankan judul baru setiap harinya tetapi komentar kepala editor Han selalu sama; judul apa itu? Ini bukan proposal Kyungsoo, jangan terlalu panjang! Berapa lama kau hidup dengan pekerjaanmu, sama sekali tidak ada yang bagus!
Baik, Kyungsoo menyerah, bahkan ia hampir menyerahkan segala keputusan judul bukunya kepada kepala editor Han. Namun, saat itu Kyungsoo lupa bahwa ia masih memiliki orang-orang di sekitarnya yang mungkin bisa membantunya. Dan pilihannya jatuh kepada Baekhyun. Dia tahu semua tentang Kyungsoo, tentang Jongin, tentang semua yang telah dilewati mereka berdua. Ya, ini adalah kisah mereka.
Saat pertama kali Baekhyun mengatakan Sticking With Mr. Kim, Kyungsoo tertawa. Kyungsoo meminta judul lain yang tidak terdengar kekanak-kanakan tetapi Baekhyun bersikeras dengan judul itu dan mengatakan, "Berapa bulan kau terlibat masalah dengannya soo? Ya Tuhan.. lebih dari empat bulan dan jelas, di buku ini bukan hanya Jongin yang mengekormu tetapi kau juga terus menempel dengannya. Kau mengerti itu kan?"
Baekhyun benar, alasannya terdengar masuk akal dan untuk kesekian kalinya ia menyarankan judul yang baru, akhirnya kepala editor Han mengatakan judulnya sangat pas dengan kisahnya dan merasa puas.
Meski waktu penulisannya sendiri terdengar sangat singkat bukan berarti proses pembuatan bukunya akan menghabiskan waktu ringkas, sebaliknya malah menghabiskan proses yang sangat panjang. Tetapi itu semua terbayar dengan hasilnya saat ini. Kyungsoo puas, kepala editor Han, Baekhyun dan para pembacanya. Kecuali satu orang, Kim Jongin. Sejak Kyungsoo mulai menulis hingga bukunya diterbitkan, Kyungsoo sama sekali belum pernah menunjukkan naskahnya dan ia lebih memilih agar Jongin membeli bukunya sendiri. Kyungsoo tidak tahu apakah pria itu telah membaca bukunya atau tidak karena jujur saja, beberapa bulan terakhir ini pria itu sangat disibukkan dengan skripsi dan pekerjaannya dalam waktu yang bersamaan. Ditambah ia kini bekerja di kantor pusat dan bukan lagi di kantor cabang.
Buku lainnya tersimpan di hadapan Kyungsoo. Kyungsoo siap menanda-tanganinya bersamaan dengan suara berupa keinginan yang disampaikan pemilik buku itu.
"Aku ingin dibuatkan gambar hati."
Kyungsoo hampir terkekeh mendengar permintaan itu. Tetapi ia mencoba menahannya dan lebih memilih menuruti pemilik suara itu untuk menggambar bentuk hati di sekeliling tanda tangannya. Kyungsoo memberikannya tanpa menengadahkan kepala, hanya ucapan terima kasih saja. Tetapi bukannya pergi, buku itu kembali disimpan di hadapannya dengan halaman lain yang terbuka.
"Buatlah kata-kata manis untukku."
Kyungsoo menyerah, ia menengadahkan kepala dan meringis mendapati Kim Jongin yang telah tersenyum lebar di hadapannya.
"Kau bisa meminta itu lain kali. Selanjutnya!"
"Kau sudah menemukan jawabannya?" tanyanya. Dibandingkan menjawabnya, Kyungsoo malah menyuruh Jongin minggir lantas memberi kesempatan seorang pelajar yang telah berdiri di belakang tubuh Jongin untuk mendapat giliran bukunya ditanda-tangani.
Jongin hanya menghindar sebentar sampai pelajar itu maju dan mendapatkan tanda tangan Kyungsoo di bukunya. Jongin mengernyit melihat senyuman Kyungsoo. Setelah pelajar itu pergi dan tidak ada lagi yang mengantre, Jongin lantas berlutut di hadapan meja Kyungsoo dan menumpu dagunya di atas meja dengan telapak tangannya sendiri jadi bantalan.
"Kenapa kau tidak memberikan senyum itu padaku?" komentar Jongin tak terima.
"Dia gadis manis, aku menyukainya."
"Dan aku tidak?"
"Tidak," balas Kyungsoo singkat. Ia melirik dan merasa geli melihat sikap Jongin saat ini.
Ayolah, dia seorang pria dewasa saat ini. Hal yang paling memalukan bagi seorang pria yang tengah memakai setelan kantor malah berlutut layaknya anak kecil dan menumpu dagunya di atas meja. Jongin seolah tidak peduli dengan penampilannya sekaligus pandangan orang-orang yang mungkin merasa bingung dengan sikap tidak dewasanya ini.
"Semenjak jadi orang terkenal kau melupakanku, ya?"
"Ya, aku melupakanmu. Cepatlah berdiri, masih ada yang menunggu mendapatkan tanda tanganku," ujar Kyungsoo yang menunjuk beberapa orang yang telah kembali mengantre di belakang tubuh Jongin dengan dagunya.
Jongin mengikutinya dan menghela napas. "Padahal aku sengaja mengantre paling belakang," desahnya kecewa. Jongin lantas berdiri dan merapikan setelannya yang sempat kusut. Lagi, sikapnya yang dewasa telah kembali. "Setelah ini kita makan siang bersama."
"Tidak bekerja?" tanya Kyungsoo dan Jongin membalasnya dengan gelengan.
"Ada rapat nanti tapi aku menyempatkan diri untuk datang. Aku merindukanmu."
Kyungsoo tersipu dan ia merasa malu dengan ucapan Jongin saat ini. Ditambah beberapa orang yang tengah mengantre mulai tersenyum dan saling menyikut satu sama lain, Kyungsoo yakin orang-orang itu kini tengah membicarakannya. Seharusnya ia mengusir Jongin daritadi.
"Baiklah, aku akan segera selesai. Aku akan datang."
Kyungsoo tersenyum dan barulah ia melihat wajah Jongin yang terlihat sangat puas. Jongin mengangkat buku yang baru ditanda-tangani Kyungsoo, menggantikan telapak tangannya untuk melambai. Kyungsoo balas mengangkat tangannya dan tersenyum. Ia pergi meninggalkan toko buku dengan wajah bahagia dan itu membuat perasaan Kyungsoo menghangat seketika.
Kyungsoo masih tidak bisa menghilangkan senyumannya ketika buku lain yang akan ditanda-tanganinya kembali tersimpan di atas mejanya.
"Itu kekasih eonni? Wah.. tampan sekali."
Kyungsoo melirik dan menatap sekilas pelajar menengah atas yang seolah tersipu dengan apa yang baru dilihatnya tadi.
Setelah menanda-tanganinya, Kyungsoo lantas memberikannya tanpa melepaskan tatapannya dari pelajar itu. "Dia Tuan Kim-ku. cari pria yang sama seperti dirinya dan aku yakin kau akan bahagia."
***
Kyungsoo melangkah memasuki kafe yang biasa dijadikan tempat menghabiskan waktu makan siang bersama Jongin. Letaknya tak jauh dari kantor Jongin dan Kyungsoo sama sekali tidak keberatan setiap kali Jongin mengajaknya makan siang. Meskipun letak kafe ini jauh dari letak apartemennya, Kyungsoo bisa memakluminya karena Jongin memiliki waktu yang lebih singkat dibandingkan Kyungsoo.
Kyungsoo menatap sekeliling kafe mencari Jongin yang pasti telah menunggunya. Ia terlambat kurang lebih sepuluh menit dan ia berharap Jongin tidak kesal karena menunggunya. Kecemasan itu berubah menjadi seulas senyuman di bibir Kyungsoo. Ia menemukan Jongin tengah duduk di sudut ruangan dengan buku yang ada di tangannya. Jika Jongin tengah kesal menunggunya, pria itu akan memesan bercangkir-cangkir kopi tanpa sedikitpun berniat meminumnya. Tetapi kali ini sepertinya bukunya dapat menghilangkan kebosanan Jongin. Terbukti karena tak ada lagi cangkir-cangkir kopi di mejanya dan Jongin lebih memilih membaca bukunya dengan tenang.
Kyungsoo melangkah mendekat dan langsung duduk di hadapan Jongin. Seperti menyadari kehadirannya, Jongin lantas menurunkan bukunya dan tersenyum menatap kehadiran Kyungsoo.
"Kau sudah menemukan jawabannya?"
Lagi. Kyungsoo berdecak tak menanggapi pertanyaan itu.
"Tidak ada kata hai, hallo, atau sayang?"
"Hanya memastikan saja," balas Jongin tanpa menghilangkan senyumannya. Ketika Kyungsoo hendak memanggil pelayan untuk memesan, Jongin telah lebih dulu menahannya. "Aku telah memesannya lebih dulu. Aku sudah tahu kau akan terlambat jadi aku memesannya agar kau tidak lama menunggu."
"Maafkan aku, tadi banyak sekali yang datang," jawab Kyungsoo merasa bersalah karena membuat Jongin kembali menunggu.
"Tidak apa-apa, aku mengerti," jawabnya singkat. Kyungsoo kembali diam ketika Jongin kembali mengangkat bukunya dan sibuk membaca buku yang ada dalam genggamannya.
Kyungsoo sama sekali tak menggangunya dan memilih menyibukkan diri mengecek e-mail yang belum sempat dibuka selagi ia menunggu pesanannya datang. Keterdiaman ini sudah biasa bagi mereka, meskipun mereka nampak tidak saling memedulikan satu sama lain tapi ada waktunya mereka akan membahas apapun ketika mereka mulai makan bersama. Semua keheningan itu akan cepat berlalu menjadi sebuah kehangatan yang harmonis.
Ketika Kyungsoo tengah memerhatikan beberapa e-mail masuk tentang pekerjaannya, Jongin menghalangi pandangannya dengan buku yang kini ada dalam genggamannya. Menunjukkan sebuah halaman tepat di hadapan wajah Kyungsoo.
"Apa ini? Apa aku pernah mengacuhkanmu di perjamuan makan malam itu?" tanya Jongin.
Kyungsoo mengernyit sekilas lantas membaca kalimat yang ditunjukkan Jongin saat ini. Kyungsoo tersenyum, itu adalah bagian dari ceritanya dimana dalam bagian itu Kyungsoo menceritakan bagaimana sikap Jongin kepadanya saat di perjamuan makan malam kolega bisnis keluarga Jongin.
"Itu memang benar kan? Kau lebih sibuk bicara dengan orang lain sedangkan aku hanya seperti pajanganmu saja."
"Tapi aku tidak sepenuhnya mengacuhkanmu saat itu," komentar Jongin tak terima
Kyungsoo hanya mengangkat bahunya acuh. Ia memilih diam tak menjawab karena tak lama seorang pelayan datang menyiapkan makanan yang telah dipesan Jongin di atas mejanya. Lasagna, Jongin selalu tahu apa yang diinginkannya. Kyungsoo mengucapkan terima kasih pada sang pelayan dan kembali memerhatikan makanannya dengan tatapan berbinar.
"Kyungsoo, kau belum menjawab pertanyaanku!" potong Jongin ketika Kyungsoo hendak melahap lasagna-nya.
Kyungsoo mengangkat wajahnya dan mendesah perlahan. "Apa yang harus aku jawab?"
Jongin berdecak terlihat kesal dan kembali membaca bukunya. "Seharusnya kau melibatkanku dalam pembuatan buku ini agar kau tahu bagaimana perasaanku saat itu."
Kyungsoo menggigit bibirnya merasa bersalah tapi ia tahu Jongin tidak akan mungkin sekesal itu. Ketika Kyungsoo hendak memakan makanannya, ia melirik ke sisi meja Jongin yang hanya terdapat secangkir kopi hitam saja. Kyungsoo menurunkan buku yang menutupi wajah Jongin dan menatapnya lekat-lekat.
"Tidak makan?" tanya Kyungsoo bingung.
Raut kesalnya kembali menghilang digantikan dengan sebuah senyuman. "Suapi aku, Aa.."
Kyungsoo terkekeh melihat Jongin yang kini membuka mulutnya lebar meminta untuk disuapi. Nah, sikapnya memang aneh. Terkadang dia menyebalkan, terkadang ia begitu sangat dingin tetapi terkadang ia juga akan nampak manis. Bagaimana Kyungsoo bisa membenci kekasihnya ini. Kyungsoo yang pada dasarnya belum sesuap pun memakan lasagna-nya memilih memberikan suapan pertamanya kepada Jongin. Pria itu tersenyum mendapatkan suapan Kyungsoo dan kembali membaca bukunya seraya menguyah makanan yang ada di mulutnya.
Kyungsoo menikmati lasagna-nya dalam ketenangan, tidak menyangka bahwa ia begitu sangat kelaparan siang ini. Bahkan ia sempat lupa untuk menyuapi Jongin karena lebih menikmatinya sendiri. Ketika Kyungsoo hendak menyuapi Jongin kembali, ia melihat Jongin terkekeh seolah tengah menertawakan buku yang tengah dibacanya. Kyungsoo mengernyit, ia meyakini bahwa ia tidak menulis cerita lucu disana tetapi kenapa Jongin malah tertawa?
"Apa yang kau tertawakan?" tanya Kyungsoo membuat Jongin mendongak tanpa melepaskan senyum anehnya.
"Siapa yang tertawa?" Jongin mengelak tapi senyuman itu membuat Kyungsoo semakin gemas saja.
"Lalu apa itu?" Kyungsoo menunjuk bibir Jongin mengunakan garpunya. "Apa ada yang lucu?"
Jongin menggeleng. "Tidak, aku hanya tak menyangka saja."
"Apa?"
Jongin menurunkan bukunya lantas bersedekap di atas meja menatap Kyungsoo lekat-lekat. "Aku tidak tahu bahwa kau bermimpi tentang ciuman itu."
Kyungsoo bersemu seketika, ia ingin memukul bibir Jongin saat ini tapi yang bisa ia lakukan hanyalah tertunduk malu.
"Itu.."
"Wah.. ternyata ciumanku bisa sampai di mimpimu juga ya, kupikir kau tidak menyadarinya."
Kyungsoo seketika mendongak, merasa heran dengan ucapan Jongin saat ini.
"Kau tidak ingat di bis itu, aku menciummu saat kau tertidur dan.. hei kenapa kau menatapku seperti itu?" Jongin mulai bergidik saat Kyungsoo mulai melotot kepadanya.
"Apa? Jadi kau sengaja menciumku saat itu? Tanpa seijinku?!" bisik Kyungsoo penuh penekanan agar tidak terdengar oleh pengunjung lain.
"Siapa yang bilang sengaja? Aku benar-benar tak sengaja saat itu.. dan ya.. itu terjadi begitu saja," Jongin segera mengelak ketika Kyungsoo hendak memukul bahunya. "Ya Tuhan soo, jaga sikapmu!"
"Beraninya kau menciumku! Seharusnya aku menusukkmu saat itu!"
Kyungsoo hendak menggertak untuk menghajar kekasihnya itu tetapi suara deringan ponsel membuat ia mengurungkan niatnya. Ditambah dengan tatapan beberapa pengunjung lain yang sepertinya mulai menaruh kecurigaan kepada mereka berdua. Jongin mengangkat tangannya menyerah lantas memberi kode kepada Kyungsoo agar Jongin diberi kesempatan untuk mengangkat telponnya. Kyungsoo hanya mengangguk seraya mendengus tapi senyuman pria itu malah semakin membuatnya kesal. Beraninya pria itu mencuri ciumannya diam-diam.
"Ya? Saya akan segera hadir. Lima menit lagi saya akan datang, maaf telah membuat anda menunggu." Jongin menurunkan ponselnya dan beralih merapikan kekacauan yang sempat dibuat Kyungsoo.
"Aku harus segera pergi, rapat akan segera dimulai."
"Jangan harap urusan kita tentang ini sudah selesai Tuan Kim!" Sinis Kyungsoo tetapi Jongin hanya mengedipkan matanya membuat Kyungsoo hampir tersipu di tengah kekesalannya.
Jongin segera bangkit dan membawa buku novelnya untuk dibawa pergi. "Maafkan aku, hari ini begitu sangat melelahkan. Oh ya.. aku lupa bertanya kepadamu. Wisudaku nanti kau akan datang kan?"
"Aku akan datang jika semua pekerjaanku selesai."
"Dan kapan itu?"
"Seminggu lagi."
"Jahat sekali!"
Kyungsoo hanya tertawa kecil melihat raut kesal Jongin saat ini. Kyungsoo lantas segera menyuruh Jongin pergi karena ia mengerti pria itu tengah disibukkan dengan pekerjaannya. Raut kesalnya juga telah menghilang kembali membentuk sebuah senyuman ketika Kyungsoo mengacak rambut Jongin yang tertata rapi.
Jongin mengecup pipi Kyungsoo ketika ia hendak akan pergi, membuat kemarahan yang tadinya begitu tersulut di diri Kyungsoo perlahan mulai menghilang.
"Semoga berjalan lancar," bisik Kyungsoo memberi semangat.
Jongin mengangguk lantas melambaikan tangannya sebelum ia pergi. Pria itu berlari meninggalkan kafe dengan langkah terburu-buru. Kyungsoo hanya tersenyum melihat tingkah Jongin. Ya, Jongin bukan kekasih yang romantis. Dia memiliki pemikiran bebas yang jauh lebih dewasa dibandingkan Kyungsoo. Dia juga kadang bersikap dingin dan tidak pedulian setiap saat tapi satu hal yang Kyungsoo pahami sejak ia menjalin kasih dengan Jongin; pria itu sangat gila dan tentunya manis.
***
Pekerjaan Kyungsoo kali ini bukan hanya sebagai editor untuk mengedit naskah yang ia terima saja tetapi ia juga ikut berperan untuk menyeleksi setiap naskah-naskah yang masuk dan menentukan apakah cerita itu siap di terbitkan atau tidak. Jelasnya, pekerjaan Kyungsoo tidak sesederhana dulu. Lebih banyak waktu yang ia habiskan tidak hanya di kantor penerbitan bahkan hingga apartemennya. Terkadang itu menjadi salah satu alasan kesibukkan Kyungsoo sehingga tak bisa menghabiskan banyak waktu dengan Jongin yang memiliki kesibukkan jauh lebih padat darinya.
Malam ini ada beberapa naskah yang harus ia revisi, hanya mencari beberapa kesalahan sebelum dikembalikan kepada sang editor jika Kyungsoo merasa tidak sesuai dengan hasilnya. Sudah hampir berjam-jam ia duduk di depan komputernya dan menghabiskan bercangkir-cangkir kopi tapi dampaknya ia malah semakin lelah saja. Ia harus menyelesaikan pekerjaan ini sekarang juga kalau tidak, besok ia tidak akan bisa menghadiri acara wisuda Kim Jongin. Kyungsoo mengusap wajahnya beberapa kali memertahankan dirinya agar tidak mengantuk. Hanya sedikit lagi, Kyungsoo menekankan kepada dirinya sendiri. Semua ini demi kekasihnya, ia tidak ingin mengecewakan Jongin dengan membuatnya tidak hadir di hari terpentingnya besok.
Ketika Kyungsoo sudah cukup mengistirahatkan dirinya, ia dikejutkan dengan kedatangan Jongin yang tiba-tiba. Jongin memberikan senyum tak bersalah padahal dia telah membuat Kyungsoo terlonjak kaget dengan kedatangannya.
Seperti biasa, Jongin tidak pernah berbasa-basi. Ia langsung berjalan menuju konter dan entah apa yang ia siapkan kali ini karena Kyungsoo lebih memilih memerhatikan komputernya lagi.
"Kenapa kau disini? Besok acara wisudamu." Ingat Kyungsoo tanpa menoleh ke lawan bicaranya sat ini.
"Aku tahu," jawabnya singkat. Derap langkahnya yang mendekat mau tak mau membuat Kyungsoo melirik dan kembali terkejut melihat pria itu telah menumpu tangannya di atas meja yang berdekatan dengan komputer. "Aku mau pinjam komputermu," lanjut Jongin membuat Kyungsoo seketika mengernyit.
"Pinjam? Kemana laptopmu dan lagipula apa yang mau kau lakukan dengan komputerku?"
"Banyak sekali pekerjaan dan laptopku rusak lagi," desahnya perlahan.
"Besok kau wisuda dan kenapa masih mengurus pekerjaanmu itu sih? Ini sudah sangat larut."
"Nah kau sendiri, sudah tahu besok aku wisuda kenapa masih mengerjakan pekerjaanmu itu?" tunjuk Jongin dengan dagunya. Kyungsoo hendak mengelak tetapi Jongin kembali membuka suaranya. "Dan kau juga tidak bisa mengusirku, aku sudah membayar uang sewa apartemenmu dua bulan ke depan, secara sah aku bisa tinggal juga disini."
"Apa?" Kyungsoo terkejut tetapi Jongin hanya menyeringai di hadapannya. Merasa sedikit kesal, Kyungsoo lantas memukul bahu Jongin pelan. "Kenapa kau membayar uang sewaku?"
"Kenapa? Apa itu salah membantu kekasih sendiri untuk membayar uang sewanya? Lagipula itu tidak seberapa."
Kyungsoo mendengus, ia sedikit merasa lega sebenarnya karena gajinya belum turun bulan ini di tambah hasil penjualan bukunya belum ia dapatkan hingga enam bulan ke depan. Tetapi bila Jongin yang membayarnya, ia tetap saja merasa tak nyaman. "Kau bisa membayar uang sewaku tapi tidak bisa membeli macbook baru?" tanya Kyungsoo lirih.
"Ayolah.. itu berbeda," Jongin berjalan mendekat dan memeluk punggung Kyungso yang tengah terduduk menghadap komputernya. "Lagipula kita akan tinggal bersama nantinya."
Kyungsoo terkekeh merasa geli lantas menyikut perlahan perut Jongin. Ringisan pria itu berhasil membuat Kyugsoo terlepas dari pelukan Jongin lantas berputar untuk menatap Jongin yang tengah mengusap perutnya yang kesakitan.
"Siapa yang akan tinggal bersama?"
"Tentu saja kita setelah menikah nanti."
"Aku bahkan belum tentu menikah denganmu."
Jongin menanggapinya dengan santai lantas menarik Kyungsoo untuk berdiri. Memutarkan tubuhnya lalu mendekap bahu Kyungsoo seraya mendorongnya untuk berjalan.
"Kim Jongin! Apa yang kau lakukan?!" tanya Kyungsoo mencoba melepaskan pelukan Jongin.
Jongin terkikik. "Apa yang kau pikirkan, hum?"
Kyungsoo bergidik. "Kau berani macam-macam, aku akan mengadukannya kepada eomma!" ancamnya tak main-main tetapi Jongin sepertinya tidak terlalu terpengaruh dengan ancaman Kyungsoo dan memilih melepaskan dekapannya.
Kyungsoo merasa bingung dengan sikap Jongin kali ini. Pria itu mendorong bahunya untuk duduk di atas kasurnya lantas membaringkannya. Kyungsoo hanya diam selagi Jongin menarik selimut yang terlipat untuk menyelimuti tubuh Kyungsoo rapat.
"Ini sudah malam, kau harus istirahat. Aku tidak ingin kau sakit karena terus diam berjam-jam di depan komputermu."
"Tapi aku masih banyak pekerjaan," jawab Kyungsoo tetapi Jongin malah menyuruhnya diam dengan selimut yang sengaja ditariknya sampai menutupi wajah Kyungsoo.
Kyungsoo kesal dan sedikit menyingkap selimut yang menutupi wajahnya. Ia melirik Jongin yang kini duduk di bawah dengan dagu yang bersandar di atas kasur. Hatinya merasa tenang ditatap selembut itu oleh Jongin dan Kyungsoo hanya bisa mengatupkan bibirnya seraya mencengkram selimut yang menutupinya erat.
"Kenapa kau diam?" tanya Kyungsoo merasa asing dengan keheningan ini.
"Kau sudah menemukan jawabannya?"
Tidak ada lagi senyuman yang tersungging di bibir Jongin. Wajahnya berubah menjadi lebih serius seperti biasanya. Tetapi mendengar pertanyaan itu dengan ekpresi seserius ini sangat asing bagi Kyungsoo. Kyungsoo merasa jantungnya berdebar dan untuk kali ini ia tidak bisa menjawab pertanyaan Jongin.
"Ini sudah hampir dua bulan dan kau masih belum bisa menjawabnya?"
"Jongin aku.."
"Aku mengerti kau belum siap," potong Jongin. "Aku hanya butuh kepastian tentang lamaranku saat itu. Tapi kau lebih baik menolaknya saja langsung jika kau memang ragu. Aku tidak apa-apa." Kyungsoo merasa tertegun dengan senyuman Jongin kali ini. Bahkan di tengah kegundahannya itu ia masih bisa tersenyum.
Jongin kembali diam dan tatapannya masih tertuju kepada Kyungsoo seolah ia tengah menanti jawaban kekasihnya ini. Kyungsoo ingin menyangkal itu semua tapi seperkian kecil apa yang dikatakan Jongin memang ada benarnya, ia ragu terlebih ia belum sangat siap untuk menikah. Apalagi di usia muda seperti ini.
Kyungsoo ingat dua bulan yang lalu ketika mereka tengah makan malam bersama, tiba-tiba saja Jongin menunjukkan sebuah cincin kepadanya dan mengatakan; apakah Kyungsoo ingin menikah dengannya? Awalnya Kyungsoo menganggap bahwa ucapan Jongin itu hanya sebuah guyonan belaka, tetapi Jongin menekankan bahwa ia serius dengan ucapannya saat itu.
Tentu saja Kyungsoo tidak siap dengan yang dihadapinya saat itu. Hubungannya dengan Jongin bahkan belum cukup lama dan Jongin tiba-tiba melamarnya. Kyungsoo tidak bisa menjawab pertanyaan Jongin selain mengatakan bahwa; ia belum menemukan jawabannya.
Pada akhinrya selama dua bulan ini setiap kali mereka bertemu, pertanyaaan pertama yang akan disampaikan Jongin adalah; apakah kau sudah menemukan jawabannya? Meskipun awalnya Kyungsoo merasa risih tetapi lama kelaman ia mulai terbiasa dan menganggap bahwa Jongin hanya sedang tidak sabaran. Tetapi jika melihat sekarang, Kyungsoo tidak yakin akan mengatakan bahwa pria itu tidak sabaran. Sudah sangat jelas, Jongin sudah cukup bersabar untuknya dan Kyungsoo merasa bersalah telah mengacuhkan Jongin hingga sejauh ini. Seharusnya ia memberi kepastian sejak awal agar tidak membuat Jongin menunggu.
Sejujurnya Kyungsoo ingin menikah dengan Jongin, hanya saja ia masih ragu apakah Jongin benar-benar yakin dengan keputusannya. Siapa yang menjamin jika lamaran itu berasal dari paksaan Nyonya Kim?
Kyungsoo hendak membuka suaranya setelah keheningan yang cukup lama mencekiknya. Tetapi senyuman Jongin kembali mengurungkan niat Kyungsoo untuk bicara.
"Aku tidak akan memaksamu. Tidurlah.. aku harus menyelesaikan pekerjaanku."
"Maafkan aku..," bisik Kyungsoo merasa bersalah.
Jongin mengusap halus surai rambut Kyungsoo lantas mengecup kening Kyungsoo lembut. Kyungsoo merasa tenang dengan ciuman Jongin kali ini, terasa berbeda dan jauh lebih menenangkan dari biasanya. Tanpa sadar ia menggengam pergelangan tangan Jongin dan menatap Jongin lekat-lekat ketika pria itu hendak bangkit dari duduknya.
"Sepertinya aku telah menyiksamu," bisik Kyungsoo lirih.
Beberapa saat Jongin memicingkan matanya tak mengerti tetapi tak lama kemudian, Jongin malah terkekeh. Kini Kyungsoo yang memicingkan matanya bingung. Ada apa dengan pria ini?
"Bukan sepertinya lagi, kau selalu menyiksaku. Gadis mana yang terus memukul kekasihnya setiap hari? Kau menakutkan sayang," ucapan Jongin mampu membuat Kyungsoo ikut tertawa. Dia memang pintar mencairkan suasana.
Jongin kembali mengusak surai Kyungsoo. Ia berdiri lantas semakin merapatkan selimut yang menutupi tubuh Kyungsoo.
"Jangan pikirkan apapun, kau harus tidur."
"Ini musim panas, aku tidak bisa tidur lebih awal," ucap Kyungsoo. Jujur saja, meski ia merasa lelah, ia tidak bisa tidur begitu saja saat ini. Terlebih membiarkan Jongin sendirian. Kini ia tidak memerdulikan lagi pekerjaannya, pria itu pasti kesepian.
"Diamlah! Kau cerewet sekali!" Jongin kembali menarik selimut itu untuk menutupi wajah Kyungsoo agar gadis itu diam. Jongin hanya terkekeh ketika Kyungsoo kembali menyingkap selimut yang menutupi wajahnya dan menatap Jongin tajam.
Tidak ingin terus menganggu Kyungsoo. Jongin akhirnya memilih berjalan mendekati meja komputer. Kyungsoo memerhatikannya ketika Jongin mulai duduk. Ia memicingkan matanya memastikan bahwa Jongin tidak bertindak ceroboh seperti menutup dokumen pekerjaannya begitu saja. Setelah melihat komputer itu lekat-lekat dan melihat bagaimana cara Jongin menutup satu persatu tab dengan hati-hati, Kyungsoo yakin Jongin tidak akan bertindak ceroboh. Ya lagipula Kyungsoo jauh lebih ceroboh.
Mungkin ini yang Kyungsoo butuhkan, istirahat dan kembali menenangkan pikirannya. Bahkan Kyungsoo hendak memejamkan matanya sebelum akhirnya mengurungkan niat itu ketika mendengar suara dengusan keras Jongin.
"Kini aku tahu kenapa kau tidak mau menerima lamaranku."
Kyungsoo mengernyit mendengar ucapan Jongin. Dia sama sekali tidak meiriknya dan masih bertahan memerhatikan komputernya. "Aku mendengar itu!" ucap Kyungsoo cukup keras.
Jongin sedikit menoleh, bukan tatapan terkejut tapi pria itu malah memutar bola mata kepadanya. Ada apa dengannya?
"Aku membenci wallpaper ini? Bisa kau ganti, mungkin dengan foto kita?"
Kyungsoo mengernyit. Wallpaper apa? Kyungsoo menemukan Jongin yang tengah menatap tajam komputer seolah bisa membakarnya sampai hangus. Akhirnya Kyungsoo sadar, wallpaper itu; gambar editannya dengan Mathew Mcfadey. Tak ayal hal itu membuat Kyungsoo seketika terkekeh.
"Kau cemburu kepada Tuan Darcy-ku?"
"Berhenti mengatakan itu! Sebenarnya kekasihmu ini siapa?" Jongin memutar kursinya hingga tubuhnya kini bisa menatap jelas Kyungsoo yang tengah berbaring di ranjangnya. "Jangan-jangan kau tidak mencintaiku?"
"Jangan bodoh!" ucap Kyungsoo, "Kau kekasihku dan aku hanya mencintaimu."
sebuah garis senyum tergambar jelas di wajah Jongin kali ini, dia begitu kekanak-kanakan. Kyungsoo hanya mendengus ketika Jongin kembali memutar kursinya untuk menghadap komputer. "Aku bisa membuat ini seribu kali lebih baik. Dan itu adalah kita, bukan lagi orang lain."
"Cobalah jika kau bisa."
Tetapi Jongin sama sekali tidak berkomentar apapun atas ucapan Kyungsoo kali ini. Pria itu telah terhanyut dengan beberapa dokumen yang dibawanya dan mulai mengetik sesuatu di komputer itu. Kyungsoo tidak tahu apa yang dikerjakannya tapi Jongin terlihat sangat sibuk. Tidak ingin menganggu akhirnya kyungsoo memutuskan untuk diam dan membenarkan posisi tidurnya dengan menyamping agar ia bisa melihat punggung Jongin lebih jelas lagi.
Kyungsoo bahkan baru berbalik ketika matanya menemukan sesuatu yang sama sekali tidak diingatnya. Ia sedikit bangun dengan sikunya sebagai tumpuan dan menatap apa yang ada di nakas samping ranjangnya. Segelas susu, Kyungsoo tidak membuat susu sebelumnya. Dan bunga? Ia tidak pernah menyimpan mawar disini kan?
Tiba-tiba ia mengingat sesuatu. Arah pandangannya beralih kepada Kim Jongin yang masih sibuk dengan pekerjaanya. Kyungsoo seketika tersenyun. Pria penuh kejutan.
Kyungsoo harus mulai memikirkan keputusan akan hubungannya dengan Jongin di masa depan. Ya, itu harus.
***
Seberkas cahay mengganggu tidur Kyungsoo kali ini. Kelopak matanya terbuka perlahan. Ia memerhatikan jendela dengan tirai yang telah dibuka. Membiarkan cahaya membias ruangan apartemennya yang selalu tertutup rapat dan terkesan pengap. Hanya cahaya yang masuk saja bisa membuat ruangan ini nampak segar, tetapi seingat Kyungsoo ia menutup tirai itu semalam.
Mengingat ini sudah pagi, akhirnya Kyungsoo memutuskan untuk segera bangun. Ia melangkah setengah mengantuk menuju konter dan mengernyit mendapati sepiring omelet dan segelas susu sudah tersimpan disana. Kyungsoo menatapnya lekat-lekat dan teringat akan satu orang, Kim Jongin. Siapa lagi yang menyiapkan sarapan ini selain pria itu? Tetapi, berapa lama dia disini? Apa semalaman dia tidak tidur dan bergegas pulang pagi-pagi sekali?
Acara wisuda.
Kyungsoo menghela napasnya perlahan. Siang ini adalah acara wisuda Jongin. Kyungsoo melirik jam dindingnya, masih cukup pagi. Setidaknya ia memiliki waktu untuk bersiap-siap sekaligus sedikit meluangkan waktu sebentar untuk mengirimkan sebagian hasil pekerjaannya kemarin malam pada manager Shin.
Kyungsoo kembali melayangkan tatapannya pada sarapan yang telah Jongin siapkan untuknya. Kyungsoo tersenyum sekilas, Jongin selalu melakukan kejutan-kejutan kecil yang kadang sangat manis untuknya.
Setelah mencuci muka dan menggosok giginya, Kyungsoo lantas mengambil piring berisi omelet dan segelas susu itu lalu membawanya ke meja komputernya. Kyungsoo menyimpan itu semua di sisi meja yang kosong, tetapi saat ia baru duduk matanya menangkap sesuatu yang tak asing. Sebuah kotak kulit kecil tersimpan di sisi mouse dengan sebuah sticky note di atasnya.
Kyungsoo menekan tombol power komputernya terlebih dahulu untuk menghidupkannya. Selagi ia menunggu, Kyungsoo meraih kotak itu dan membaca sebuah pesan dengan tulisan tangan yang Kyungsoo ketahui merupakan tulisan Jongin.
'Kau tahu kan hari ini aku akan jadi seorang sarjana? Aku harap kau sudah menemukan jawabannya, sayang. Aku mencintaimu'
Kyungsoo tertegun membaca pesan itu. Kini Kyungsoo ingat ketika ia pernah mengatakan bahwa ia baru akan menikah dengan Jongin setelah dia menjadi seorang sarjana. Bagaimana bisa Jongin masih mengingat gurauannya itu?
Dengan jantungnya yang kembali berdebar, secara perlahan Kyungsoo membuka kotak itu. Cahaya yang membias dari jendela kamarnya memantul pada benda kecil di dalam kotak itu. Kemilaunya mampu membuat napas Kyungsoo tertahan sama seperti saat pertama kali ia melihat benda ini. Cincin yang pernah Jongin tunjukan dua bulan lalu saat pria itu melamarnya.
Jongin bersungguh-sungguh.
Cahaya layar komputer yang bersinar membuat Kyungsoo menengadahkan kepalanya dari cincin itu dan jantunganya berhenti berdetak ketika melihat apa yang ada pada layar komputernya. Tidak ada lagi wallpaper jelek yang selalu menjadi kebanggaannya; bahkan hingga membuat Jongin cemburu. Yang Kyungsoo lihat kali ini adalah sebuah gambar indah sepasang pria dan wanita. Saling menggenggam tangan dan menempelkan kening seolah mereka hanya bisa bernapas jika keduanya berada pada jarak sedekat itu. Ya Tuhan, ini, indah.
"Aku bisa membuat ini seribu kali lebih baik. Dan itu adalah kita, bukan lagi orang lain."
Pelupuk matanya tergenang oleh air mata. Ia kembali melarikan tatapannya pada cincin itu lalu kembali menatap layar komputernya. Tidak, semalam Jongin tidak mengerjakan pekerjaannya. Dia bohong, dia sudah sengaja merencanakan ini semua. Jongin sengaja datang hanya untuk menunjukkan gambar ini dan cincin yang ada dalam genggaman Kyungsoo saat ini; tidak lain bahwa Jongin kini tengah berusaha meyakinkannya.
Air matanya kini hanya bisa menetes penuh rasa bahagia. Kenapa ia selalu meragukan Jongin? Kyungsoo merutuki dirinya sendiri. Sudah saatnya ia memberi Jongin kepastian. Ia sudah menemukan jawabannya.
***
Dengan resah Jongin hanya bisa menundukkan kepala menyembunyikan raut kegugupannya. Tak ayal, ia terus mengetuk lantai marmer berulang kali dengan kakinya agar kegugupannya segera menghilang. Bukan hanya wisudanya saja yang ia khawatirkan saat ini, jawaban Kyungsoo tidak kalah membuatnya berdebar.
Mungkin ini sudah kesekian puluh kalinya Jongin menoleh kebelakang-tempat dimana para tamu dan keluarga wisudawan datang-dan Jongin tidak menemukan sosok gadis itu disana. Kursi yang berada di samping ibu dan ayahnya masih tetap kosong. Jongin hanya tersenyum kikuk mendapati ibunya yang tengah mengkhawatirkannya. Wanita itu tahu bahwa Jongin tengah menunggu dan ia bisa mendapati bagaimana senyuman itu menyungging seolah mengatakan; Kyungsoo akan segera datang.
Jongin lantas berbalik kembali dan menatap podium utama di depannya. Apa gadis itu kesiangan lagi? Jongin memejamkan matanya. Seharusnya pagi itu ia membangunkan Kyungsoo saja jika tahu akan berakhir seperti ini. Jongin masih ingat betapa lelapnya gadis itu tertidur tadi malam. Kyungsoo mungkin kelelahan dan ia tidak cukup beristirahat beberapa hari terakhir ini. Jadi setelah ia membuat sarapan, Jongin memutuskan untuk segera pulang dan tidak mengganggu tidur gadis itu. Lagipula Jongin harus bersiap-siap untuk acara wisudanya juga.
Jongin menunduk dan mulai berdoa di dalam hati. Ia berharap bahwa Kyungsoo menemukan jawabannya, melihat kesungguhan hatinya, terlebih melihat apa yang telah ia buat untuk Kyungsoo. Ya benar, selama semalaman itu Jongin memang tidak bekerja. Sama sekali tidak ada pekerjaan. Jongin sengaja datang ke apartemen Kyungsoo untuk menyiapkan semuanya. Gambar itu, cincin itu, Jongin berusaha membuka pintu hati Kyungsoo sepenuhnya agar Jongin bisa masuk dan mengisi hatinya dengan utuh.
Sebelum Jongin merencakan ini semua, ia sempat menghabiskan waktunya seharian untuk kembali membaca buku dan menonton film Pride and Prejudice yang begitu sangat digemari Kyungsoo. Ia sedikit mencari celah, kiranya apa yang bisa meluluhkan hati Kyungsoo kembali seperti saat ia mengungkapkan perasaan cintanya kepada Kyungsoo. Tetapi Jongin tidak menemuka apapun. Ia hampir putus asa saat ia berada di apartemen Kyungsoo. Bahkan ia sudah mulai pasrah dengan keputusan Kyungsoo nantinya. Tetapi bagimanapun Tuhan selalu member jalan untuknya, tebukti setelah ia melihat wallpaper yang selama bertahun-tahun tidak pernah Kyungsoo ganti itu, Jongin akhirnya menemukan jawaban apa yang harus ia buat. Akhirnya ia membuat salinan gambar itu dengan tangannya sendiri, membuatnya secara digital menggunakan komputer Kyungsoo. Menggantikkan sosok Elizabeth-berwajah Kyungsoo-dan Darcy menjadi dirinya dengan Kyungsoo. Semoga itu dapat meluluhkan hatinya.
Jongin menghela napas berat kembali. Ia pasrah jika Kyungsoo memang belum siap tetapi ia akan terus berusaha meyakinkan gadis itu. Ini adalah kali terakhirnya menoleh sebelum gilirannya dipanggil ke atas podium. Dengan perasaan takut ia menoleh ke belakang dan seketika beban itu menghilang ketika melihat gadis yang begitu sangat dicintainya telah duduk berdampingan dengan orangtuanya. Dia tersenyum begitu sangat tulus, mampu membuat lekukan sedih pada wajah Jongin berubah menjadi sebuah senyum penuh kepercayaan diri. Akhirnya dia datang.
Semua berjalan begitu sangat lancar hingga akhirnya kini Jongin resmi menjadi seorang sarjana. Setelah semua acara dilewati, Jongin dengan tak sabar segera menemui Kyungsoo di luar gedung utama. Ia telah melepas seragam wisudanya dan kini terlampir pada lengannya, bahkan ia menghiraukan ajakan teman-temannya untuk berfoto bersama. Jongin memilih segera menemui Kyungsoo. Berharap gadis itu telah menemukan jawabannya.
Ketika Jongin keluar, ia bisa menemukan Kyungsoo tengah berdiri bersama ayah dan ibunya. Jongin mencoba bersikap santai ketika ia melangkah menghampiri ketiga orang yang begitu sangat penting di hidupnya. Ketika ia berdiri di hadapaan mereka, yang pertama memeluknya adalah sang ayah dilanjut dengan ibunya yang memeluknya bagaikan seorang putra yang baru lulus dari taman kanak-kanak. Nyonya Kim benar-benat memeluknya sangat erat.
"Putraku, padahal kemarin aku merasa masih mengantarmu sekolah."
"Eomma sudahlah," ucap Jongin risih tetapi ibunya sama sekali tidak menghiraukan ucapan Jongin. Nyonya Kim masih memeluk putranya dengan erat dan Jongin hanya bisa tersenyum kecil mendapati Kyungsoo mulai terkekeh menertawakannya.
Ia mendapatkan sebuket bunga besar dari ibunya dan mendapatkan ucapan selamat dari sang ayah yang mampu membuatnya bahagia. Tetapi tidak ada ada yang lebih bahagia jika Kyungsoo bisa menjawab lamarannya setelah dua bulan ini sekarang. Jongin benar-benar berharap Kyungsoo sudah menemukan jawabannya saat ini.
Selepas memberi ucapan selamat, kedua orangtuanya memberi waktu kepada Jongin dan Kyungsoo untuk bicara berdua. Jongin harus berterima kasih kepada ibunya yang berhasil mengajak suaminya pulang lebih dulu karena wanita itu tahu, Jongin tengah menunggu keputusan Kyungsoo. Dan disinilah ia berdiri, menatap Kyungsoo dengan senyuman kecil yang tersungging di bibirnya. Gadis itu nampak lebih angun dari biasanya dan tentunya sangat cantik.
"Akhirnya aku bisa memiliki ikan hias secantik dirimu."
Kyungsoo hanya terkekeh lantas memukul lengan Jongin perlahan. "Setidaknya aku sudah menjadi ikan hias yang mahal. Kau beruntung memilikiku."
Jongin hanya mengangguk. Ya dia sangat beruntung.
Mereka terdiam untuk beberapa saat. Jongin hanya bisa menunduk selagi Kyungsoos terus diam di depannya dengan senyuman tipis. Ini terasa sangat canggung.
"Aku sudah menjadi seorang sarjana sekarang."
"Aku tahu, aku bisa melihatnya."
Untuk pertama kalinyaJongin kembali merasa tidak tahu apa yang pantas ia ucapkan kali ini. Ia mengucapkan sebuah basa-basi yang begitu standar dan tentunya sangat konyol. Siapapun tahu ia sudah menjadi seorang sarjana.
Setangkai mawar liar tiba-tiba berada di hadapannya. Jongin mendongak dan melihat Kyungsoo tersenyum memberikan mawar liar itu.
"Selamat atas kelulusanmu, sayang," bisik Kyungsoo.
Jongin tidak dapat lagi menyembunyikan kekehannya dan menerima bunga mawar itu dengan bahagia. "Hanya setangkai? Pelit sekali."
"Hei.. itu sudah bagus. Lagipula itu lebih baik. Lihat ini," tunjuk Kyungsoo kembali. "Aku memberikan pita yang sangat cantik dan itu lebih baik dari apa yang pertama kau berikan. Setidaknya ini bukan hasil curian dari vas bunga hias."
Jongin kembali terkekeh mendengar lelucon Kyungsoo saat ini. Gadis itu dapat mencairkan kegugupannya. Mereka tertawa bersama untuk beberapa saat sebelum tawa mereka terhenti ketika Jongin mulai menunjukkan keseriusannya.
"Kyungsoo," Kyungsoo berhenti tertawa ketika Jongin memanggil namanya. Ia menatap Jongin lekat-lekat dengan jantung yang mulai berdebar. "Kau sudah menemukan jawabannya?"
Kyungsoo lantas mengangguk membuat Jongin seketika berdiam diri penuh antisipasi mendapatkan jawaban yang telah ditunggunya selama ini. Jongin masih diam memerhatikan ketika gadis itu merogoh sesuatu yang ada di dalam tasnya. Kyungsoo mengeluarkan kotak itu, cincin itu. Napas Jongin hampir terhenti ketika Kyungsoo tiba-tiba meraih telapak tangan Jongin dan menyimpan kotak itu pada genggaman tangannya.
Jongin hanya bisa termangu mendapatkan apa yang telah dilakukan Kyungsoo saat ini. Raut gugupnya berubah menjadi sebuah ketegangan. Apa artinya ini? Ia menatap Kyungsoo penuh tanda tanya dan melihat bagaiama senyuman gadis itu menghilang menjadi raut penuh keseriusan.
"Kau masih ingat apa yang pernah aku katakan kepadamu? Tentang keinginanku?" Jongin mengernyit. Ia hanya diam, tidak membuka suaranya sedikitpun.
Kyungsoo menghela napas kembali sebelum akhirnya ia melanjutkan ucapannya. "Kau tahu kan, bahwa impianku selama ini adalah menikah dengan seseorang yang memiliki kesamaan dengan Tuan Darcy? Aku benar-benar menyukainya dan berpikir bahwa aku harus mendapatkannya dan menikah dengannya. Setela bertahun-tahun berpikir bahwa tidak ada seorang pun yang pantas menjadi seperti Tuan Darcy-ku, ternyata pemikiranku salah. Kini aku sudah menemukannya."
Jongin hanya bisa mematung ketika Kyungsoo sedikit demi sedikit mulai tersenyum kepadanya. "Aku sudah menemukan jawbannya," bisik Kyungsoo.
"Itu?"
"Dirimu."
Jongin terpaku melihat Kyungsoo yang meneteskan air matanya bersamaan dengan senyuman bahagia yang tergambat jelas di wajahnya saat ini.
"Perangaimu, sifatmu, semua sikap dan cinta yang kau berikan, kau bukan hanya seperti Darcy, tetapi kau jauh lebih sempurna yang bisa aku harapkan selama ini. Aku sudah memegang janjiku sendiri bahwa aku harus mendapatkan pria seperti dia, dan itu adalah kamu."
"Kyungsoo, apa-kau.. kau benar-benar?"
"Ya." Sebelum Jongin menyelesaikan ucapannya, Kyungsoo telah lebih dulu memotong ucapannya. "Ya, aku mau menikah denganmu." Bisiknya dan Kyungsoo tidak dapat lagi menyembunyikan isakan itu. Ia menangis bahagia ketika Jongin mulai tersenyum kepadanya.
Ketika Jongin mulai tak bereaksi dengan jawaban yang Kyungsoo berikan, gadis itu menyadarkan Jongin dengan pukulan pelan pada lengan atasnya. Dengan isakannya yang masih belum berhenti ia berusaha untuk bicara.
"Apalagi yang aku tunggu? Cepat pasangkan cincin itu. Aku ingin seperti gadis-gadis lainnya saat menrima lamaran pria yang dicintainya."
Jongin lantas tetrtawa. Ia melupakan yang satu itu, kenapa ia begitu sangat bodoh tidak menyadari apa maksud dari Kyungsoo. Sudah sangat jelas bahwa Kyungsoo sengaja memberikan kotak berisi cincin ini agar Jongin sendiri yang memasangkannya. Jongin harusnya tahu bahwa Kyungsoo tidak menolaknya, ia berhasil meyakinkan Kyungsoo sehingga gadis yang dicintainya itu akhirnya menerima lamarannya.
Dengan rasa bahagia Jongin membuka kotak itu dan penuh perhatian, memasangkan cincin itu pada jari manis Kyungsoo. Tatapannya tidak lepas menatap mata Kyungsoo. Gadis itu menangis, setetes air mata bahagia yang membuktikan betapa tulusnya Kyungsoo saat ini menunjukkan cintanya. Kyungsoo tersenyum setelah cincin itu tersemat di jari manisnya. Ia menggenggam tangan Jongin erat-erat lantas menariknya dan mencium punggung tangan Jongin dengan lembut.
Jongin dapat merasakan kehangatan dari kecupan itu dan ia hanya bisa tertegun mendapati sikap yang ditunjukkan Kyungsoo kali ini. Ini adalah kali pertama Kyungsoo mengecup kedua punggung tangannya. Seluruh hatinya menghangat, bahkan ketia air mata itu menetes membasahi punggung tangan Jongin. Setelah Kyungsoo mengecup punggung tangannya cukup lama, lantas Kyungsoo segera mengusap jejak air matanya dengan lembut.
"Maafkan aku sudah membuatmu menunggu," bisik Kyungsoo menatap kedua mata Jongin yang bersinar begitu sendu menatapnya.
"Tidak apa-apa. Penantianku sudah terjawab sekarang."
"Kau yang menggambar itu? Walppaper itu?" tanya Kyungso dan Jongin tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. "Itu sangat indah, aku baru tahu kau bisa menggambar." Kyungsoo terkekeh kecil dan itu membuat senyuman Jongin semakin lebar.
"Itu baru awal. Kau belum tahu apa saja yang bisa aku lakukan untukmu. Kau akan tahu nanti apa yang akan aku buat selanjutnya," balas Jongin.
Kyungsoo dapat merasakan Jongin mulai mengusap air matanya dengan halus. Membelainya dengan penuh sayang, tetapi itu tidak lama ketika ia dikejutkan dengan gerakan Jongin yang tiba-tiba menangkup pipinya dan menarik wajahnya untuk mendekat. Tanpa perhitungan apapun, Jongin segera mencium bibirnya begitu sangat dalam. Kyungsoo dapat merasakan buket bunga dan seragam wisuda yang terlampir di lengan Jongin telah jatuh menimpa kakinya.
French Kiss. Ya Tuhan!
Kyungsoo dapat merasakan bagaimana ciuman Jongin kali ini begitu sangat berbeda dari biasanya. Begitu sangat dalam dan menuntut. Sadar dimana mereka sekarang, Kyungsoo lantas menggigit bibir Jongin cukup keras membuat pria itu meringis dan mau tak mau melepaskan ciumannya.
"Kau gila! Kita di depan umum, semua orang melihat kita!" ucap Kyungsoo panik.
Kyungsoo mengabaikan ringisan Jongin kali ini. Pria itu masih memeluk tubuhnya dan Kyungsoo hanya bisa menjaga jarak tubuhnya dengan Jongin dengan tangan yang tersimpan pada dada kekasihnya itu. Kyungsoo menatap liar pada orang-orang yang tertangkap basah tengah tersenyum memerhatikannya. Kyungsoo seketika merasa malu, bisa-bisanyaJongin menciumnya seperti itu disini. Ingatlah, mereka masih berada di wilayah kampus. Bukan hanya wisudawan saja yang ada disini, masih ada beberapa orangtua yang tengah mengantar putra-putrinya.
"Memangnya kenapa jika aku menciummu di depan umum? Lagipula aku mencium calon istriku sendiri."
Kyungsoo menoleh mendapati jongin tengah menyeringai kepadanya. Nah, tidak salah kan jika Kyungsoo mengatakan bahwa kekasihnya adalah pria gila. Tetapi mendengar ucapan Jongin kali ini terasa jauh lebih berbeda. Tidak lama lagi ia akan memiliki Jongin dalam hidupnya.
Kyungsoo kini hanya bisa tersenyum dan menutup matanya ketika Jongin kembali mencium bibirnya. Kini tidak ada lagi ciuman yang menuntut seperti tadi. Ciumannya berubah melembut dengan penuh pengharapan, menunjukkan betapa besarnya cinta Jongin kepada Kyungsoo. Kyungsoo dapat merasakan bagaimana debaran jantung Jongin yang berdetak teratur oleh telapak tangannya. Ini sangat menenangkan dan Kyungsoo tidak keberatan untuk membalas ciuman Jongin kali ini. Kyungsoo sudah segila Jongin, untuk kesekian kalinya ia jatuh begitu sangat mudah pada kekasihnya ini.
Pencarian Kyungsoo kini sudah berakhir. Ia harus segera mengatakan kepada ibunya bahwa; ia sudah menemukan kloningan Mr. Darcy. Pria itu sangat mencintainya, dan Kyungsoo beruntung bahwa pria itu adalah Kim Jongin. Impian semasa kecilnya tidak akan menjadi bahan ejekan ibunya lagi. Kini ia akan segera menikah dan Kyungsoo telah mendapatkan Tuan Kim Jongin-nya.
You can keep Mr. Darcy, now I'm sticking with Mr Kim.
**END**
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro