Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 17

Keluarga Kyungsoo memiliki pandangan lain tentang mengisi waktu luang di rumah yaitu dengan berkebun. Entah ayah ataupun ibunya, mereka gemar sekali berkebun. Terlebih ibunya yang hampir setiap hari mengurus tanaman-tanaman sayurannya yang tertanam di halaman rumah. Ibunya sangat tekun dalam merawat tanamannya bahkan hasil kebun sang ibu layak untuk dijual ke pasar. Namun, keluarganya lebih memilih mengkonsumsi sayurannya sendiri dibandingkan untuk menjualnya.

Berbeda dengan ayah dan ibunya, Kyungsoo tidak terlalu menyukai kegiatan itu. Dia bukan manja hanya karena takut kuku-kukunya patah saat menggaruk tanah. Hanya saja menurut Kyungsoo itu terlalu membosankan. Kegiatan yang paling dihindarinya adalah berkebun. Bahkan Kyungsoo telah menduganya bahwa sang ibu akan memaksanya turun ke kebun untuk bercocok tanam. Sebelum ia sempat kabur, ibunya telah lebih dulu meneriakinya agar cepat membantunya seraya melemparkan sebuah sekop tangan dan topi berkebun milik ayahnya.

Akhirnya Kyungsoo terpaksa terjebak di kebun rumahnya sendiri untuk berkutat dan menanam beberapa tanaman sayuran baru. Musim semi memang waktu yang cocok untuk berkebun, tetapi ibunya terlalu cepat menanam semua tanaman ini. Kyungsoo tak yakin bahwa tanaman ini akan tumbuh mengingat musim dingin baru saja berlalu beberapa hari yang lalu.

Dengan kesal Kyungsoo menggali beberapa ruang di tanah kebunnya untuk ditanami biji-bijian. Entah ia buang kemana tanah-tanah hasil galiannya, ia tidak terlalu peduli. Ia baru peduli ketika ia mendengar pekikan sang ibu yang berdiri di belakangnya.

"Jaga tanahmu itu ya ampun, kau ini," omel ibunya dan Kyungsoo sadar bahwa tanah galian yang dilemparnya asal tanpa sengaja mengenai wajah sang ibu.

Kyungsoo hanya menyeringai dengan senyuman bersalah lalu menunduk meminta maaf. "Maaf eomma, lagipula aku bosan," Kyungsoo terduduk dan melemparkan sekop tangannya begitu saja.

"Kau pemalas sekali."

"Bukan malas, tapi bosan."

"Memang bosan apa? Kau saja tidak pernah membantu eomma berkebun sejak kepulanganmu."

"Bukan itu maksudku eomma. Aku kesini kan untuk liburan," ucapnya seraya mengerucutkan bibir.

"Jika menurutmu liburan disini membuatmu bosan, pergi sana cari rumah lain."

Kyungsoo melirik ibunya dan lagi-lagi Kyungsoo hanya bisa menghela napasnya perlahan. Ibunya selalu seperti itu. Nah, lihat, bahkan sekarang ibunya telah sibuk memanjakan tanamannya. Anaknya disini sebenarnya siapa sih?

Kyungsoo menundukkan kepalanya, memutar otak untuk mencari cara agar ia bisa keluar dari kebun ini. Bermain? Uh, ia bukan anak kecil lagi. Berbelanja? Darimana ia memiliki uang? Dan satu hal yang diingatnya adalah Kim Jongin. Kyungsoo mengedipkan matanya lalu menggeleng. Tidak, kenapa harus Kim Jongin?

"Kenapa?" Kyungsoo terkejut ketika sang ibu telah memerhatikannya dengan tatapan memicing. Oh ia tertangkap basah melakukan hal aneh di hadapan ibunya.

"Uhmm.. tidak," Kyungsoo tersenyum dan ibunya hanya berdecak perlahan.

Kyungsoo kembali diam dan berpikir untuk melarikan diri. Benar, bertemu Kim Jongin masuk akal juga. Tapi apa dia tidak sedang sibuk di kantornya? Ia juga tidak mungkin memberikan alasan kepada sang ibu bahwa ia ingin bertemu Bos ayahnya itu. Namun, tidak ada cara lain.

"Eomma!" panggilan Kyungsoo membuat ibunya kini meliriknya. Kyungsoo baru saja ingin bicara tetapi tiba-tiba saja tenggorokkannya tercekat, tidak ia tidak mungkin mengatakan tentang Jongin. "Appa meninggalkan bekalnya lagi, eomma?" bagus, itu pertanyaan yang bodoh Kyungsoo.

"Dia membawa bekalnya, kenapa?"

Kyungsoo mengigti bibirnya mencoba mencari alasan lain. "Apa tidak ada barang yang tertinggal? Maksudku mungkin dompet, ponsel atau berkas-berkas penting semacam itu?"

"Apa yang kau maksud? Mana mungkin appamu seceroboh itu meninggalkan barang-barang pentingnya. Kau ini!" dengus ibunya membuat bahu Kyungsoo seketika jatuh. Yah tidak ada jalan untuk dirinya agar bisa melarikan diri.

"Jika kau ingin melarikan diri dengan mengadu kepada appamu pergi saja. Toh, dia akan lebih memikirkan pekerjaannya daripada omelanmu itu."

Ibunya memang pintar sekali membaca pikiran orang lain. Ya benar, Kyungsoo mungkin akan mengatakan hal itu kepada ayahnya. Sayangnya bukan dia tujuan Kyungsoo kali ini, melainkan Kim Jongin. Tebakan ibunya meleset.

Ketika Kyungsoo mencoba meraih sekopnya kembali. Ibunya telah meliriknya lebih dulu dan menatapnya tajam.

"Jika kau ingin pergi, pergi saja.. daripada kau disini dan merusak tanaman-tanaman eomma."

Mata Kyungsoo seketika berbinar. "Benarkah?" dan ibunya hanya berdehem sebagai jawaban. Tanpa menunggu lebih lama lagi Kyungsoo seketika beranjak dari duduknya. Sebelum ia pergi, ia menyematkan sebuah kecupan di pipi ibunya yang membuat ibunya mengerang risih.

"Terima kasih eomma!" ungkap Kyungsoo bahagia yang langsung berlari penuh semangat meninggalkan ibunya. Oke ini kali terakhirnya, atas kebaikan ibunya hari ini lain kali jika ia disuruh oleh ibunya, ia akan menerima dengan senang hati. Asalkan tidak ada pergi ke kebun lagi.

***

Hampir setengah jam Kyungsoo disini. Berdiri, berputar-putar, duduk, berdiri lagi, berputar lagi; terus melakukan hal membosankan seperti itu tepat di depan kantor tempat ayahnya bekerja-dan juga Jongin. Tidak benar-benar di halaman, Kyungsoo cukup jauh untuk berdiri di sana. Lagipula ia juga tidak berani untuk diam disana. Ia tidak ingin pegawai kantor disana menganggapnya sebagai seorang tunawisma. Benar-benar konyol.

Dan satu hal lagi, ia tidak akan melupakan petugas keamanan yang beberapa hari yang lalu pernah menyuruhnya pergi hanya karena ia ingin bertemu dengan ayahnya untuk memberikan bekal. Kyungsoo sempat berpikir, pegawai biasa seperti ayahnya saja harus membuat janji untuk bertemu. Apalagi Jongin yang menduduki posisi manager dan termasuk orang penting di perusahaan. Bodoh saja jika niat awal Kyungsoo kesini untuk menemuinya.

Kyungsoo memilih duduk di sebuah beton pembatas jalan yang berada di trotoar. Ia menangkup wajahnya dengan tangan yang menumpu pada lututnya. Ia menatap langsung jalan yang tengah ramai tepat di hadapannya ini. Nah lihat, tanpa harus ia berdiri di depan halaman kantor pun Kyungsoo disini sudah sangat cocok untuk bisa dipanggil seorang tunawisma. Ia seperti anak kecil yang hilang dan tak tahu jalan untuk pulang. Sangat menyedihkan.

Kyungsoo menghela napasnya perlahan. Ia melirik jam tangannya dan tak lama lagi jam makan siang akan segera datang; itu berarti jam istirahat akan datang beberapa menit lagi. Mungkin Jongin akan keluar dari kantornya sebentar lagi. Tetapi beberapa saat kemudian, wajahnya seketika membeku tentang rencananya kali ini.

Lantas, jika ia bertemu dengan Jongin? Apa yang akan ia lakukan? Apa alasan yang harus ia berikan? Kyungsoo tidak mungkin kan mengatakan bahwa; "Aku lari dari rumah karena tidak ingin membantu eomma untuk berkebun, aku kesini ingin bertemu denganmu saja." Konyol sekali, memangnya orang sibuk seperti Jongin memiliki waktu hanya untuk bicara dengannya. Bodoh, bodoh, Do Kyungsoo bodoh! Kenapa kau tidak memikirkan itu sebelumnya?

Kyungsoo menghela napas sedih. Ia tidak mungkin terus berada disini, Kim Jongin pasti tengah sibuk. Sebaiknya ia pergi saja. Dengan erangan kecewa, Kyungsoo akhirnya bangun dari tempat duduknya namun seketika wajahnya terpaku melihat pria yang selama ini ditunggunya keluar dari dalam kantor itu. Jika Kyungsoo mampu, ia pasti akan berteriak memanggilnya. Namun niatan itu ia hentikan ketika ia melihat beberapa orang lain yang mengekor dirinya dari belakang. Mereka memegang tas dan beberapa tumpukkan kertas yang Kyungsoo yakini adalah berkas-berkas penting. Sedangkan Jongin sendiri, dia seperti tengah sibuk dengan panggilan yang diterimanya. Itu terbukti dengan ponsel yang terhimpit di antara telinga dan bahunya karena satu lengannya digunakan untuk menenteng tas laptopnya sedangkan tangan yang lainnya digunakan untuk membuka pintu mobilnya, sebelum akhirnya Jongin menghilang memasuki mobil itu.

Jongin benar-benar sibuk. Kyungsoo menghela napas kembali dan entah kenapa perasaannya berubah terasa sedih. Kyungsoo tidak mungkin mengganggu Jongin yang kini tengah sibuk dengan pekerjaannya. Yah, lagipula Kyungsoo tidak memiliki alasan yang kuat untuk bisa bertemu Jongin. Setelah melihat mobil Jongin dan mobil lain yang mengekor di belakangnya melaju lalu menghilang di jalan lain. Barulah Kyungsoo sadar bahwa ia sudah terlalu lama menunggu disini tapi ia tidak menghasilkan apapun.

Sudah terlanjur, lagipula ia disini untuk liburan bukan hanya untuk menemui Jongin. Selagi ia disini, mungkin ia bisa mengunjungi toko buku yag tak jauh berada di sekitar sini. Buku selalu menghilangkan kesedihannya. Lain waktu, mungkin ia akan bertemu lagi dengan Jongin.

***

Jongin menatap jam tangannya. Sudah seharian ini ia disibukkan dengan pekerjaan yang menyita waktunya. Dan baru sore ini ia memiliki waktu untuk terbebas dari semua pekerjaan yang mengikatnya. Kini Jongin tahu bagaimana kesibukkan ayahnya yang dulu pernah ia anggap sebagai orang yang tak peduli dengan keluarganya. Ternyata mengurus sebuah perusahaan bukanlah hal mudah. Padahal ia hanya menjabat sebagai manager, bagaimana ayahnya yang menjabat sebagai CEO.

Banyak hal yang Jongin pelajari saat ini, entah cara mengatasi masalah atau berani mengambil keputusan yang dibuatnya. Beruntung beberapa pekerja yang berada di bawah kepemimpinannya sangat aktif membantunya sehingga ia tidak terlalu kewalahan mengatasi setiap masalah yang selalu saja muncul karena kegagalan manager perusahaan sebelumnya.

Jongin cukup berbangga diri karena dapat mengatasi masalah kantor yang hampir bangkrut ini untuk kembali bangkit dan tidak terpuruk. Apalagi semua urusannya telah diselesaikan hari ini juga. Ia tidak perlu lagi menghabiskan waktu hingga malam di kantor, Jongin bisa keluar dan berjalan-jalan.

Seperti sekarang ini. Sepulangnya Jongin mengecek persediaan gudang, ia memutuskan untuk kembali ke kantor untuk menyimpan semua pekejaannya. Merasa ia memiliki waktu lama, Jongin memutuskan untuk pergi berjalan-jalan keluar Setidaknya sekitaran kantor ini. Sore di Suncheon dan di Seoul tidak terlalu berbeda bagi Jongin. Bedanya, jika Seoul lebih banyak dipenuhi tempat hiburan sedangkan disini lebih banyak dipenuhi oleh deretan bangunan dan toko.

Sejak kedatangannya ke sini, Jongin tidak pernah memiliki kesempatan untuk menikmati kota ini. Dan baru hari ini ia bisa melakukannya. Akan lebih menyenangkan jika ia memiliki teman.

Tanpa sadar ia langsung tersenyum mengingat Kyungsoo. Sudah hampir tiga hari sejak pertemuannya kembali dengan Kyungsoo dan Jongin tidak tahu menahu tentang kabar gadis itu. Rasanya Jongin ingin sekali bertemu dengan Kyungsoo. Ok, ia merindukannya.. tertawalah saat ini tapi itu memang faktanya.

Langkahnya terhenti ketika ia berdiri tepat di depan sebuah toko buku. Senyumnya tiba-tiba saja tersungging. Buku selalu mengingatkannya akan gadis itu. Tanpa perlu berpikir panjang, Jongin melangkahkan kakinya memasuki toko itu yang disambut ramah seorang pramuniaga yang berdiri di samping pintu masuk.

Jongin membalas sapaan itu dengan senyuman lalu dengan mantap melangkahkan kakinya lebih memasuki toko ini. Keadaannya begitu senyap, meskipun cukup banyak pengunjung yang datang. Bukan hanya untuk membeli, Jongin juga bisa mendapati beberapa pengunjung seperti tengah membaca di beberapa meja dan kursi yang telah disediakan. Jongin lupa bagaimana rasanya menghabiskan waktu di toko buku seperti ini. Di tempat ini Jongin merasa menghabiskan waktunya di perpustakaan kampus.

Setelah cukup puas memerhatikan keadaan toko buku yang terbilang luas ini. Matanya mulai mencari buku-buku yang Jongin cari, dan saat itulah ia menemukan sebuah tanda yang menunjukkan rak berisi deretan buku-buku terbaru dari jenis fiksi. Kyungsoo menyukai fiksi kan? Gadis itu menyukai kisah-kisah romantis. Seperti Pride and Prejudice itu yang sangat Jongin ingat.

Jongin berdiri dan menatap satu persatu puluhan atau mungkin hingga ratusan judul yang terpajang memenuhi rak dari atas hingga bawah. Banyak sekali judul yang menarik perhatiannya tapi ia tidak tahu apa buku itu bagus atau tidak. Jongin tidak suka cerita yang biasa saja. Ia ingin buku yang dapat memberi kesan mendalam saat dibaca. Satu persatu Jongin menatap dengan serius buku-buku yang terpajang disana, membaca sinopsisnya dan sekilas membuka halaman yang memang dikhususkan sebagai bahan rekomendasi.

Jongin mendapatkan satu judul yang cukup menarik perhatiannya, ia membaca beberapa halaman itu sekilas dan ia tidak pernah seserius ini untuk mencari kisah bagus dalam novel fiksi. Tetapi Jongin tetap berusaha karena ia ingin mendapatlan buku yang sangat bagus. Namun saat ia tengah serius membaca, suara gumaman seseorang membuat konsetrasi Jongin terpecah. Jongin paling benci kepada orang yang membaca dengan suara, itu sangat mengganggu. Jongin menurunkan bukunya dan menatap sekeliling siapa kiranya yang berani membaca disini? Bukankah sudah disediakan tempat khusus untuk membaca?

Namun semakin Jongin mencari, suara yang didengarkannya begitu sangat familiar di telinganya. Jongin merasa mengenal suara ini. Dengan rasa penasaran akhirnya Jongin berjalan untuk mencari letak suara itu. Dan seketika Jongin menyipitkan matanya keika langkahnya telah sampai di balik rak lain, tepatnya di tempat tersudut ujung toko ini. Bukan rasa marah yang keluar melainkan rasa bahagia yang ia rasakan kali ini. Bagaimana bisa ia marah kepada gadis ini. Kyungsoo, dia tengah terduduk menyila kakinya di lantai dengan serius, tengah membaca buku yang ada dalam genggamannya. Beberapa saat yang lalu Jongin baru saja memikirkannya dan kini gadis itu telah disini. Kebetulan atau memang Tuhan terlalu baik untuk mengetahui isi hatinya.

Diam-diam Jongin melangkah mendekat dan mengambil posisi duduk yang sama seperti Kyungsoo. Tak peduli dengan tatapan orang lain atau dengan pakaiannya saat ini yang bisa saja kotor. Duduk lesehan seperti ini tidak ada salahnya untuk ia coba. Dan benar sekali dugaannya, Kyungsoo masih tak menyadari keberadaannya. Seserius ini kah dia membaca? Jongin mendengus perlahan dan semakin bergeser mendekatkan tubuhnya. Jongin mendekatkan kepalanya untuk mencari tahu apa yang Kyungsoo baca dan tak perlu menunggu lama higga buku itu tiba-tiba jatuh membuat Jongin mendongak bingung.

"Kenapa dijatuhkan? Aku sedang membacanya," kesal Jongin.

Berbeda dengan ekpresi Jongin yang menatapnya tanpa rasa bersalah, Kyungsoo malah membulatkan matanya terkejut akan kehadiran Jongin yang tiba-tiba. Gadis itu seketika menggeser tubuhnya menjaga jarak dengan tubuh Jongin dan mengangkat tangannya seolah menjadi perisai bagi tubuhnya.

"A-apa yang kau lakukan disini?"

Jongin mengernyit. "Memangnya ini tempatmu apa? Pertanyaanmu seperti melarangku untuk ada disini," dengusnya.

"Bu-bukan begitu."

"Lalu apa?" tantang Jongin dan seperti dugaannya Kyungsoo tidak mampu menjawabnya. Gadis itu malah mengambil bukunya yang sempat terjatuh lantas berdiri.

"Aku heran kenapa kau bisa ada disini? Kau menguntiťku yah?" tuduh Kyungsoo dengan tatapan memicing tajam.

Jongin ikut berdiri lantas terkekeh ketika menemukan tatapan Kyungsoo yang memicing tajam kepadanya. "Menguntit apa? Aku baru saja berpikir untuk bertemu denganmu, tidak kusangka kau malah ada di tempat yang sama," Kyungsoo semakin memicingkan matanya seolah tak percaya. "Sungguh, mungkin Tuhan mendengar doaku sehingga kau malah ada disini. Sengaja menungguku yah?" goda Jongin.

Kyungsoo memutar bola matanya dan bergidik ketika melihat seriangaian tak biasa yang ditunjukkan Jongin. "Jangan bermimpi, siapa juga yang menunggumu?" ketusnya.

Kyungsoo langsung menyimpan buku yang sempat dibacanya asal lantas siap meninggalkan Jongin. Belum sempat gadis itu melangkah Jongin telah lebih dulu menarik ujung hoodienya membuat Kyungsoo mau tak mau kembali mundur di posisi semula di hadapan Jongin.

"Mau kemana?" tanya Jongin.

Kyungsoo menghempaskan lengan Jongin yang menarik hoodienya dengan kesal. "Tentu saja pulang, mau apalagi?"

"Tidak membeli?"

"Itu..," Jongin menyipitkan matanya ketika melihat Kyungsoo yang tiba-tiba menunduk seraya memainkan keliman kaosnya. Ia semakin memerhatikan Kyungsoo menunggu jawaban gadis itu. "Sebenarnya aku lupa membawa dompetku."

"Kau kesini hanya membaca gratis begitu?" tanya Jongin dengan suara cukup keras tetapi tiba-tiba Kyungsoo segera menutup mulut Jongin dengan telapak tangan Kyungsoo. Kyungsoo menajamkan matanya seolah menyuruh Jongin untuk diam.

"Kau mau mempermalukanku ya?" tanya Kyungsoo berdesis pelan.

Jongin melepaskan telapak tangan Kyungsoo yang menutup mulutnya. Lantas ia terkekeh pelan melihat gadis itu yang mulai melotot menatapnya tidak suka.

"Ya ampun, apa kau terbiasa meninggalkan dompetmu yah? Oh.. atau jangan-jangan kau berharap ada pria lain yang akan membayar bukumu nanti? Ckck.. kini aku tahu trikmu untuk merayu pria."

"Apa?" Kyungsoo membelalakkan matanya. "Bukan seperti itu."

"Dasar wanita," dengus Jongin tak suka membuat Kyungsoo seketika menggeram dan melayangkan pukulan kecil pada pinggang Jongin. Jongin sektika tertawa, bukannya rasa sakit, pukulan Kyungsoo lebih terasa seperti sebuah pukulan menggelikan baginya.

Jongin melihat Kyungsoo hendak kembali pergi meninggalaknnya tapi dengan cepat ia menarik kembali hoodie Kyungsoo membuat gadis itu mengerang untuk kesekian kalinya.

"Jangan marah karena aku telah mengacaukan rencanamu untuk merayu pria-pria itu."

"Siapa yang akan merayu pria? Menyebalkan!"

"Aku tahu pikiranmu," jawab Jongin acuh. "Daripada kau membuang waktu untuk mencari perhatian pria, lebih baik bantu aku mencari buku disini."

"Aku tidak memiliki waktu untukmu, lepaskan!" Kyungsoo berusaha melepaskan tangan Jongin yang mencekal hoodienya namun sialnya Jongin malah mengangkatnya lebih tinggi membuat Kyungsoo mau tak mau ikut berjinjit. Jongin menertawakan Kyungsoo, bahkan Kyungsoo merasa ia seperti anak kucing saat ini. "Kim Jongin!" pekik Kyungsoo kesal.

"Sttt... kau bisa diusir nanti ayo." Kyungsoo hendak memprotes ketika dengan seenaknya Jongin menarik tubuhnya mundur begitu saja, tetapi Jongin dengan cepat memotongnya. "Dan tidak ada penolakan!" ucapnya tak ingin dibantah.

Akhirnya Kyungsoo mau tak mau mengikuti apa yang diinginkan Jongin. Rasa malu menyambar seluruh tubuhnya ketika ia mendapati beberapa tatapan bingung dari para pengunjung toko buku. Rasanya ia ingin menutupi wajahnya saat ini. Salahkan Jongin yang malah memerlakukannya seperti anak kucing.

Langkah mereka terhenti ketika Kyungsoo mendapati bahwa mereka berdiri di depan lemari berisi deretan buku fiksi terbaru. Kyungsoo mengernyit bingung dan Jongin hanya mengangkat bahunya.

"Aku sedang mencari buku fiksi baru, tapi aku ingin buku yang sangat bagus. Aku rasa kau bisa merekomendasikan salah satu buku terbaik disini."

"Kau yakin ingin mencari buku fiksi?"

"Kenapa?" tanya Jongin bingung.

"Kupikir kau akan mencari buku ekonomi, tentang bisnis dan segalanya," ucap Kyungsoo yang langsung melarikan tatapannya ke setiap judul buku yang terpajang disana.

Jongin hanya diam memerhatikannya dan sesekali tersenyum melihat gadis itu yang mulai mencari buku yang diminta Jongin. Setiap ekpresi yang ditunjukannya mampu membuat Jongin lagi-lagi tersenyum. Ia bahkan lebih senang memerhatikan Kyungsoo dibandingkan buku yang dicarinya. Gadis itu mampu mengalihkan seluruh dunianya.

"Buku apa yang kau cari?" tanya Kyungsoo menatap Jongin dan membuat Jongin seketika kembali tersadar dari perhatiannya.

"Tentu saja kisah romantis yang memiliki akhir cerita yang berkesan."

Jongin memerhatikan gadis itu yang tengah menerawang seolah memikirkan buku yang Jongin minta saat ini. Ketika senyuman gadis itu muncul, Jongin terpaku untuk beberapa saat sebelum akhirnya gadis itu menoleh ke arahnya. Tak lupa dengan senyuman yang masih menyungging indah di wajahnya.

"Ada satu buku bagus saat ini, ayo!" Kyungsoo mengajak Jongin utnuk berjalan ke lemari lain dan Jongin hanya mengikutinya dalam diam.

Jongin berhenti ketika Kyungsoo mulai menarik sebuah buku bersampul merah muda yang langsung diserahkan kepadanya. Jongin menerimanya dan mulai memerhatikan judul buku itu. Merasa tertarik akhirnya Jongin memutar buku itu dan mulai membaca sinopsisnya sekilas; benar-benar kisah cinta romantis.

"Buku ini sedang best seller, pasti ceritanya bagus," ucap Kyungsoo antusias. "Bagaimana menurutmu?"

Jongin hanya mengangguk, dengan membaca sinopsisnya saja, Jongin mulai tertarik dengan buku ini. Tetapi masih ada beberapa hal yang harus dipastikan sebelum ia benar-benar membeli buku ini.

"Kau pernah membacanya?"

Kyungsoo menggelemg. "Itu buku baru."

"Apa ceritanya benar-benar bagus?" tanya Jongin tak yakin.

"Jika kau membacanya, kau pasti akan membacanya hingga halaman terakhir."

"Kalau kau?"

"Aku? Tentu saja aku akan membacanya hingga selesai. Ini buku bagus."

Akhirnya Jongin mulai benar-benar mengangguk menerima saran dari Kyungsoo. Tanpa berpikir dua kali Jongin langsung membawa buku itu menuju kasir untuk segera ia beli. Jongin memerhatikan Kyungsoo yang masih mengekornya, memastikan bahwa gadis itu tidak pergi melarikan diri lagi.

Ketika ia telah membayarnya, Jongin mengajak Kyungsoo untuk keluar dan gadis itu menurutinya begitu saja. Mereka hanya terdiam satu sama lain, seperti biasa Jika tidak ada obrolan penting yang harus mereka bicarakan. mereka akan selalu diam.

Jongin cukup nyaman dengan suasana seperti ini. Tetapi tidak bagi Kyungsoo yang selalu merasa canggung setiap kali keheningan mengitari mereka berdua. Saat mereka baru keluar dari toko buku, Kyungsoo langsung membuka suaranya.

"Sejak kapan kau suka membaca buku fiksi?" tanya Kyungsoo penasaran.

Jongin terdiam untuk beberapa saat dan mulai menatap kantung berisi buku yang baru dibelinya.

"Aku tidak suka membaca buku fiksi," balas Jongin yang mampu membuat kening Kyungsoo berkerut.

"Lalu kenapa kau membelinya?"

"Untuk hadiah."

"Oh..," Kyungsoo bergumam pelan. "Untuk siapa?"

Tanpa perlu mengatakannya. Jongin langsung memposisikan dirinya untuk berdiri di hadapan Kyungso lantas menyerahkan buku yang baru saja dibelinya kepada Kyungsoo.

Kyungsoo yang tak mengerti dengan sikap Jongin kali ini hanya bisa mengernyit dengan tatapan bingung.

"Apa ini?"

"Hadiah ini untukmu, untukmu!" Jongin memaksa Kyungsoo utnuk menerima hadiahnya. Tetapi karena Kyungsoo yang masih saja mematung tak mengambil hadiahnya, dengan paksa Jongin menarik pergelangan tangan Kyungsoo dan mengepalkan kantung berisi buku itu dalam genggamannya. "Buku ini untukmu, aku berharap kau mau membacanya hingga selesai."

Untuk beberapa detik Jongin menemukan Kyungsoo yang hanya mematung dan ia mulai merasa takut bahwa Kyungsoo sebenarnya tidak akan menyukai buku yang dibelikannya. Jangan-jangan kyungsoo telah memilih buku yang tidak disukainya.

"Jika kau tidak menyukai buku itu, katakanlah buku apa yang kau suka nanti aku akan memberikannya."

Kyungsoo langsung mendongak dan langsung menggeleng cepat mendengar ucapan Jongin. "Tidak ini buku yang bagus. Aku hanya tidak percaya. Maksudku, wow.. ini kali pertama kau memberiku hadiah," kekeh Kyungsoo.

Entah perasaannya saja, Jongin merasakan kekehan Kyungsoo saat ini lebih terdengar gugup. Bahkan ia tidak yakin dengan komentar Kyungsoo saat ini. Tetapi dibandingkan ia memaksa Kyungsoo untuk menjelaskan apa maksud dari rasa tidak percayanya, Jongin memilih diam.

"Terima kasih," bisik Kyungsoo.

Jongin mengangkat wajahnya dan menemukan Kyungsoo kini tengah tersenyum kepadanya, lagi dan ia kembali terhipnotis oleh senyuman gadis itu. Tetapi rasanya senang sekaligus bangga bisa membuat Kyungso bahagia. Ternyata ini rasanya.

"Ingin makan sebentar?" tanya Jongin setelah mereka saling terdiam untuk beberapa aaat. Kyungsoo mendongak dan itu semakin membuat Jongin gemas melihat gadis itu yang begitu sangat manis menatapnya. "Aku tahu kau belum makan, ayo kita makan bersama."

"Tapi aku lupa membawa dompetku," Kekeh Kyungsoo dengan canggung.

"Aku yang akan mentraktirmu."

Dan Kyungsoo hanya menganggukkan kepalanya. Tak kuasa untuk menolak ajakan Jongin kali ini. Selalu dan hanya pria ini yang akan memerhatikan waktu makannya.

***

Tidak semua yang kita lihat akan nampak buruk. Dan itu yang Kyungsoo sadari kali ini. Entah kapan kiranya Kyungsoo benar-benar membenci sifat Jongin yang angkuh, dingin dan menyebalkan. Karena kini, yang dapat Kyungsoo lihat adalah Jongin begitu sangat menyenangkan untuk menjadi teman bicara. Sebelumnya Kyungsoo pernah menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan Jongin, tetapi semua itu tidak pernah terasa seperti ini. Kyungsoo baru menyadari bahwa sebenarnya Jongin memiliki sisi lain yang membuat Kyungsoo merasa nyaman dengannya. Jongin adalah pria yang gemar sekali bercanda.

Saat mereka makan malam, Jongin maupun Kyungsoo saling berbagi cerita lucu yang terkadang membuat mereka tertawa bersama. Jongin menceritakan tentang bagaimana ia pernah membolos saat duduk di bangku sekolah yang sialnya diketahui oleh ayahnya, membuat Jongin harus kehilangan rambutnya yang ayahnya potong secara asal-asalan. Begitupun dengan Kyungsoo yang menceritakan bahwa ia pernah secara tak sengaja memasukkan garam ke dalam masakan ibunya karena menyangka itu adalah gula, mengakibatkan Kyungsoo harus belajar memasak selama masa liburan sekolahnya.

Jongin dan Kyungsoo saling melontarkan kekonyolan masing-masing yang tak pernah Kyungsoo sangka bahwa Jongin memiliki sifat terbuka seperti ini. Hingga sekarang, setelah mereka berdua menyelesaikan makan malamnya Jongin lebih memilih mengajak Kyungsoo pulang dengan berjalan kaki. Kyungsoo sama sekali tidak keberatan dengan hal itu, karena mereka berdua memang terbiasa berjalan kaki bersama-sama.

Tidak ada lagi kecanggungan atau keheningan yang biasa mereka lewatkan. Selama perjalanan mereka terus tertawa dan saling melemparkan candaan satu sama lain. Kyungsoo dengan sengaja menyenggol tubuh Jongin dengan sikunya ketika Jongin hendak meminum kopinya, membuat kopi itu sedikit tumpah dan tawa Kyungsoo meledak seketika.

"Ups.. kopimu ternyata ingin melarikan diri," ejek Kyungsoo.

Jongin menatapnya lantas berdesis. Ia balik menyenggol Kyungsoo membuat tubuh Kyungsoo seketika limbung. Beruntung Kyungsoo dapat menyeimbangkan tubuhnya lebih cepat sehingga ia tak jatuh.

Kyungsoo mulai marah dan kesal ketika mendengar tawa Jongin yang terdengar menyebalkan di telinganya.

"Yak! Kau! Dasar menyebalkan!"

Jongin hanya sedikit beringsut meghindari pukulan dan tendangan Kyungsoo kepadanya. Bukannya merasa takut, Jongin malah semakin tertawa melihat bagaimana cara gadis itu marah.

"Uh.. kau menggemaskan sekali saat sedang marah."

"Apa? Menggemaskan katamu, sini biar aku jelaskan arti menggemaskan sebenarnya."

Tanpa diduga Kyungsoo langsung melayangkan pukulannya pada bahu Jongin menggunakan buku yang baru saja didapatkannya. Jongin meringis merasakan pukulan itu dan Kyungsoo sebaliknya malah terkekeh dengan puas.

"Ya Tuhan.. apa kau hobi memukul dengan buku seperti itu? Hei.. jaga buku itu, itu sangat mahal!"

"Kau perhitungan sekali, ini kan bukuku, terserah aku mau melakukan apapun dengan buku ini," ucap Kyungsoo seraya menjulurkan lidahnya.

Jongin berdecak seraya memutar bola matanya. "Jika buku itu rusak, awas saja!"

"Apa? Apa? Apa?" tantang Kyungsoo seraya mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

Jongin mendengus dan mendorong kening Kyungsoo dengan ujung jarinya membuat wajah itu akhirnya menjauh dari hadapannya. Ia lantas berjalan dan kembali meminum kopinya, tak memerdulikan Kyungsoo yang mulai menggerutu. Dia manis sekali.

"Kau tidak seperti Kim Jongin kali ini."

Jongin langsung menoleh dan menemukan Kyungsoo telah kembali berjalan berdampingan dengannya seraya menyipitkan matanya.

"Memangnya menurutmu aku ini apa?" decak Jongin.

"Ya entahlah.. kau seperti orang yang berbeda. Ngomong-ngomong kau terlihat sibuk tadi siang, apa sekarang tidak ada pekerjaan?"

"Tadi siang? Darimana kau tahu?"

"Aku berkunjung ke kantormu lalu melihatmu pergi."

Tersadar dengan apa yang dikatakannya, Kyungsoo lantas membukam mulutnya rapat.Kyungsoo langsung merasakan bahwa kini Jongin tengah memerhatikannya. Ia menoleh dan benar saja, pria itu tengah menyipitkan matanya seraya menyeringai.

"Nah, benar kan.. kau sedang menungguku?" goda Jongin.

"Si-siapa yang menunggumu, a-aku.. kebetulan lewat saja," ucap Kyungsoo gugup, ia seketika merasa malu saat ini.

Kyungsoo terlonjak ketika Jongin lagi-lagi menyenggol bahunya. "Ayolah.. kau menunggu kan? Ah.. katakan saja sejak tadi, aku tidak akan memarahimu," kekeh Jongin.

"Diamlah!" Kyungsooo menghentakkan kakinya berjalan menjauhi Jongin. Pipinya tiba-tiba saja memanas, ia merasa malu tapi jika mendengar suara kekehan Jongin, Kyungsoo rasanya ingin sekali memukulnya. Kyungsoo lantas berbalik tak tahan lagi untuk bisa memukul wajah menyebalkan pria itu. Namun tiba-tiba posnelnya berdering.

Jongin mengernyit menatapnya dan Kyungsoo hanya memelototkan matanya sebelum akhirnya merogoh ponsel yang ada di saku jaketnya. Baekhyun menelponnya, ada apa?

Kyungsoo segera mengangkatnya. Sebelum ia bicara ia sudah lebih dulu ditulikan oleh suara pekikan Baekhyun yang tiba-tiba.

"Kyungsoo kau sebenarnya kabur kemana?"

"Kabur?" Kyungsoo mengernyit.

"Hei.. eommamu mengatakan kau melarikan diri karena tidak mau membantunya. Anak nakal, dimana kau sekarang? Cepat pulang dan segera temui aku. Ya Tuhan.. seharusnya kau menyambut kedatangan sahabatmu!"

"Tunggu kau disini?" tanya Kyungsoo.

"Tentu saja, kau pikir aku ada dimana? Cepat pulang!" Dan seketika panggilan itu terputus begitu saja. Kyungsoo masih menatap ponselnya dengan bingung lantas mengangkat wajahnya dan menemukan Jongin menatapnya dengan tatapan apa. Kyungsoo hanya menghela napas perlahan.

"Aku harus segera pulang."

"Wah.. kau kabur hanya untuk menemuiku, romantis sekali," balas Jongin ketika menyadari kepanikan Kyungsoo saat ini seraya terkekeh.

"Diam!" jawab Kyungsoo dan sialnya kekehan itu semakin membuat Kyungsoo benar-benar ingin memukul Jongin.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro