Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 16

"Do Kyungsoo!"

Kyungsoo menyingkap selimut yang menutupi seluruh tubuh hingga wajahnya, membiarkan wajahnya muncul dengan mata yang terbuka malas.

"Cepatlah bangun, sudah jam berapa ini?! Tidak baik bangun terlalu siang."

Kyungsoo meniup anak rambut yang menutupi matanya. Sudah sekian lama rasanya ia tidak mendengar suara sang ibu membangunkannya. Meski Kyungsoo merasa senang, tetapi Kyungsoo tidak dapat menyembunyikan kekesalannya karena harus dibangunkan di pagi hari seperti ini. Seharusnya, ibunya membiarkan ia untuk beristirahat. Apakah ibunya tidak kasihan dengan putri tunggalnya yang pulang kampung tepat di tengah malam tadi?

Karena harus menemani Nyonya Kim untuk berjalan-jalan di galeri seni kemarin, akhirnya Kyungso terpaksa pulang saat menjelang malam hari.

"Do Kyungsoo!" teriak ibunya kembali membuat Kyungsoo akhirnya terpaksa bangun.

"Ya.. ya eomma. Aku bangun!" balas Kyungsoo. Ia langsung meloncat turun dari tempat tidurnya tanpa melepaskan selimut yang masih menggulung tubuhnya. Musim semi tinggal hitungan hari lagi tetapi bagi Kyungsoo rasanya tidak ada perubahan. Apa penghangat di rumahnya sudah mati ya?

Kyungsoo keluar dari kamarnya dan menatap sang ibu yang tengah menata makanan untuk sarapan pagi. Melihat asap yang mengepul di antara makanan yang ada di atas meja seketika membuat perutnya bergejolak. Kyungsoo baru sadar bahwa sejak kemarin ia belum makan apapun. Tanpa pikir panjang, Kyungsoo melangkahkan kakinya cepat dan duduk di kursinya.

Sang ibu terkejut dengan kedatangan Kyungsoo secara tiba-tiba, melihat penampilannya yang berantakkan lantas menggelengkan kepalanya dan mendesis pelan.

"Selimut apa itu? Pergi ke kamar mandi dulu dan bersihkan wajahmu. Ya Tuhan.. bagaimana kau bisa menikah jika kelakuanmu masih seperti ini?"

"Eomma tidak perlu menghiraukanku, aku akan menikah ketika Tuan Darcy datang menjemputku dari sini."

Sang ibu berdecak, "Teruslah bermimpi."

Kyungsoo tidak memerdulikan sindiran ibunya. Ia lebih memilih menyuapkan sesendok sup yang masih mengepul hangat. Uh, memang tidak ada makanan yang lebih enak dibandingkan makanan rumah. Ibunya memang pintar memasak.

"Ngomong-ngomong, setelah kau selesai makan nanti. Antarkan makan siang appa-mu ya?"

"Aku?" Kyungsoo mendongak dan menggigit sendoknya bingung.

"Dia meninggalkan bekalnya."

Kyungsoo mendesah perlahan. "Eomma, aku butuh istirahat.. aku baru saja pulang kenapa malah menyuruhku pergi mengantar makan siang appa?" tanya Kyungsoo dengan nada memelas.

"Sebentar saja, itu juga tidak memakan waktu seharian. Kau antarkan saja lalu kembali dan kau bebas mau melakukan apapun sesukamu. Tidur sampai tak sadarkan diri pun eomma tidak peduli."

Kyungsoo mengerucutkan bibirnya ketika sang ibu beranjak dari tempat duduknya dan memberikan sepasang kotak bekal berwarna hijau di hadapannya.

"Bagaimana caranya agar aku bisa memberikan ini?" tanya Kyungsoo bingung.

"Bilang saja ke petugas keamanan, kau ingin bertemu appa dan mereka akan mengantarkanmu. Atau mungkin menitipkannya?"

"Bagaimana kalau tidak sampai? Bagaimana kalau bekal ini malah dimakan oleh petugas kemanan itu?"

"Jangan bercanda!" sahut ibunya memperingatkan. "Appa-mu sudah bekeja lama di kantor itu. Semua orang mengenalnya, ibu juga mengenal petugas kemanan itu. Tinggal katakan saja, Aku putri Do Kyung Han, aku ingin memberikan bekal ini untuk appaku. Selesai kan?"

"Kenapa tidak eomma saja?" ucap Kyungsoo masih setengah malas.

"Ya Tuhan soo, kau ini kenapa tidak menurut sekali saja kepadaku?"

Kyungsoo menyuapkan supnya untuk kesekian kalinya. Menatap ibunya yang mulai berkacak pinggang di hadapannya. Baiklah, ia mengalah saat ini.

"Ya eomma, aku akan mengantarkannya. Tapi jangan terburu-buru, Putrimu ini sedang kelaparan. Aku harus menghabiskan makanan ini."

"Baiklah, cepat kau habiskan." ucap sang ibu sedikit kesal meskipun ia bersyukur akhirnya Kyungsoo mau mendengarkannya.

Kyungsoo hanya tersenyum dan menatap wajah sang ibu lekat. "Eomma, makanan eomma memang selalu menjadi yang terbaik."

"Dasar perayu," balas ibunya.

Kyungsoo terkekeh kecil. Sudah sangat lama sekali ia tidak mengoda ibunya. Oh, bahkan ia hampir melupakan perasaan sedihnya karena Kim Jongin. Kyungsoo berharap selama ia disini, ia bisa semakin menenangkan perasaan dan menata hatinya kembali seperti semula.

***

Kyungsoo berjalan memerhatikan sebuah gedung kantor yang bisa dibilang baru. Ia tidak salah alamat kan? Beberapa tahun yang lalu Kyungsoo masih ingat bahwa kantor ayahnya terletak disini, tepat di sebelah kantor pos di tepi jalan sana. Apa sudah di renovasi yah? Kyungsoo sekilas terpana, bahkan gedung ini lebih terlihat layak huni dibandingkan gedung apartemennya. Kyungso mendengus, tentu saja.

Kyungsoo menenteng kotak bekal ayahnya tanpa berniat sedikit pun untuk segera memberikan bekal ini kepada sang ayah. Seluruh perhatiannya malah tertuju pada gedung kantor ini. Terlihat lebih modern dibandingkan beberapa tahun yang lalu.

"Nona? Apa yang sedang Anda lakukan?" Kyungsoo terkesiap dan segera menoleh ketika mendapati seorang petugas berseragam tengah memicingkan mata kepadanya.

Cepat-cepat Kyungsoo mengangkat kotak bekalnya. "Aku mau memberikan ini."

"Memberikannya? Kepada siapa?"

"Appa, oh.. maksudku tuan Do Kyung Han. Boleh aku bertemu dengannya?"

"Mohon maaf, tapi apa sebelumnya anda telah membuat janji?"

Kyungsoo mengernyit, sejak kapan ayahnya jadi orang penting di kantor ini? Sejak kapan ia harus membuat janji agar bisa bertemu dengan ayahnya sendiri? Kyungsoo mendengus.

"Ahjussi, dengar ya, saya ini ke sini ingin mengantar bekal appa saya. Memangnya anaknya sendiri harus membuat janji dulu ya?"

"Itu sudah peraturannya Nona."

"Saya hanya ingin bertemu appa," kesal Kyungsoo namun pria yang ada di hadapannya tidak sekali pun menggubris ucapannya.

"Anda bisa meninggalkan bekal ini kepada saya. Saya akan memberikannya langsung kepada Tuan Do Kyung Han."

"Tapi saya ingin bertemu dengannya langsung."

"Maaf nona, tidak bisa."

Kyungsoo mendengus merasa kesal terhadap petugas di hadapannya. Sang ibu mengatakan bahwa petugas keamanan itu mengenalnya, toh, apa yang ia dapatkan? Sepertinya petugas itu bahkan tidak memercayai bahwa gadis yang ada di hadapannya ini adalah putri Do Kyung Han. Tidak ingin membuat masalah akhirnya Kyungsoo memutuskan memberikan bekal itu begitu saja. Ia langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam apapun. Menyebalkan, siapa pun petugas itu ia akan mengadukannya kepada ayahnya nanti.

Kyungsoo melangkah setengah kesal ke halaman gedung dan berdecih ketika melihat petugas itu kini menutup pintu utama gedung kantor. Ia dianggap perampok ya? Kenapa semua orang selalu menatap buruk dirinya? Ia hanya ingin bertemu dengan sang ayah saja, apa itu berlebihan?

Saking kesalnya, Kyungsoo menendang asal sebuah mobil yang terparkir tak jauh di halaman gedung kantor itu. Kyungsoo terus menendang mobil yang tak bersalah itu berkali-kali. Terus mengumpat kesal karena petugas keamanan itu.

Entah karena kekuatan Kyungsoo yang terlampau besar, tendangan terakhir yang ia layangkan mampu membuat sirine keamanan mobil itu berbunyi. Suaranya berdengung sangat keras membuat Kyungsoo seketika panik.

"Tunggu, kenapa ini? Hey! Diamlah!"

Kyungsoo bahkan seperti orang gila kali ini karena bicara dengan mobil tak bernyawa. Kyungsoo terus mengusapkan lengannya pada badan mobil itu seolah dengan tangannya, ia dapat menghentikan suara sirine yang ada di mobil itu.

Suara itu berhenti.

Kyungsoo seperti mendapatkan sebuah keajaiban, tidak menyangka bahwa lengannya bisa menghentikan suara sirine mobil ini seketika. Ia bernapas lega namun itu tidak bertahan lama ketika ia melihat bayangan sesesorang terpantul pada badan mobil yang berkilat. Pria itu berdiri di belakang tubuhnya. Siapa? Oh jangan-jangan pemilik mobil itu. Kyungsoo mengerang. Matilah dia!

Setengah ragu, Kyungsoo akhirnya menoleh dan siap memberikan alasan tak masuk akal kepada pemilik mobil itu. Tetapi saat ia mendongak, ia seketika terkesiap dengan mulut yang setengah terbuka. Kyungsoo hendak bicara tetapi ia tidak tahu apa yang pantas ia ucapkan kali ini, karena pria itu adalah Jongin; dia telah berdiri di hadapannya. Dan jangan lupakan wajah terkejutnya yang tak berbeda seperti Kyungsoo meskipun terlihat jauh lebih tenang dibandingkan Kyungsoo yang mulai salah tingkah.

Kenapa mereka bisa bertemu disini?

Kyungsoo tiba-tiba merasa kikuk. Ia menjauhkan tubuhnya dari mobil yang sebelumnya ia tendang; tidak lain bahwa mobil itu adalah milik Kim Jongin.

"Ma-maafkan aku, aku sungguh tidak sengaja," ucap Kyungsoo tergagap dan Jongin hanya bisa mengangguk. Mulutnya terbuka hendak bicara tapi Kyungsoo segera memotong ucapannya.

"Aku sedang marah tadi. Dan.. dan aku menendang asal. Maksudku.. aku tidak bisa mengendalikan diriku tadi," lanjut Kyungsoo panik dan lagi-lagi Jongin hanya mengangguk menimpali ucapannya.

"Sunguh maafkan aku," Kyungsoo menunjukkan wajah menyesalnya kepada Jongin. Suaranya semakin rendah dan rasanya semakin malu karena tertangkap basah telah menendang mobil yang ternyata milik Jongin.

"Tidak apa-apa," balas Jongin, suaranya tak kalah gugup seperti Kyungsoo saat ini.

Suasana canggung menyelimuti mereka berdua. Bukan hanya Kyungsoo, Jongin pun merasakan perubahan suasana yang seketika terasa awkward bagi mereka yang terbiasa saling berdebat satu sama lain. Jongin hanya bisa menyembunyikan salah tingkahnya dengan tetap berdiri diam, bahkan terlihat terlalu kaku untuk berdiri.

"Jongin aku," Kyungsoo mendesah perlahan. "Sunguh aku tidak tahu bahwa itu adalah mobilmu, aku benar-benar tidak bermaksud. Aku sangat menyesal," tutur Kyungsoo. Ia seketika menundukkan wajahnya dan saling menautkan jari-jemarinya satu sama lain. Mungkin Kyungsoo hampir menangis kali ini karena saking malunya. Sekian lama mereka tidak bertemu tetapi mereka malah ditempatkan pada situasi seperti ini.

"Sungguh tidak apa-apa, aku memaklumi itu," balas Jongin.

Kyungsoo mendongak dan menatap tidak mengerti apa yang dikatakan Jongin.

"Maksudku, aku tidak menyalahkanmu."

"Aku sungguh menyesal," bisik Kyungsoo, suaranya berubah pelan dan ia tidak berani menatap Jongin selain menunduk dan memainkan kuku jarinya.

"Sudahlah, tidak ada yang harus disesali."

Mereka berdua saling terdiam. Mereka masih berdiri di tempat masing-masing tanpa tahu apa yang harus mereka lakukan dan apa yang harus mereka katakan. Sepertinya keheningan adalah zona aman bagi mereka saat ini. Meski sebenarnya Jongin merasa gatal ingin bicara kepada gadis yang sudah sangat lama tak dilihatnya ini.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Jongin. Pertanyaan standar, bahkan terlalu standar hingga Kyungsoo dapat membalasnya dengan cepat.

"Aku baik," jawabnya pelan yang dibalas sebuah anggukan dari Jongin. "Aku pulang ke rumah orang tuaku untuk berlibur," lanjut Kyungsoo. Ia tidak tahu kenapa ia harus mengatakannya. Apapun yang ada di kepalanya ia ucapkan kali ini tanpa bisa dikendalikan.

"Liburan musim semi?" tanya Jongin.

"Ya," balas kyungsoo singkat.

"Aku bekerja disini," jawab Jongin cepat dan Kyungsoo hanya memberikan sebuah anggukan. Tidak menyangka bahwa kantor cabang yang Jongin tempati untuk bekerja ada di kotanya.

"Ayahku bekerja disini. Aku datang untuk memberikan bekal makan siangnya."

"Siapa?"

"Do Kyung Han," jawab Kyungsoo cepat. Kyungsoo tidak tahu kenapa ia harus mengatakan ini. Setidaknya ia memberi tahu bahwa kedatangannya ini bukan bermaksud menemui Jongin, melainkan ayahnya. Sejak awal Kyungsoo tidak tahu Jongin bekerja disini.

Mereka kembali terdiam satu sama lain dan Kyungsoo harus segera pergi sebelum ia benar-benar meledak di hadapan Jongin. Ia harus pulang sekarang juga.

"Aku harus segera pulang," ucap Kyungsoo mendongak.

"Biar aku mengantarmu," jawab Jongin.

"Tidak, aku bisa pulang sendiri. Jaraknya dekat," ucapnya cepat yang dibalas sebuah anggukan tak kalah cepat dari Jongin.

Kecanggungan ini harus segera dihentikan. Kyungsoo harus segera pergi sekarang juga. Tanpa pamit, kyungsoo langsung berbalik dan berjalan setengah berlari meninggalkan Jongin. Jantungnya kembali berdebar tidak terkendali dan Kyungsoo merutuki tingkah konyolnya di hadapan Jongin beberapa saat yang lalu. Apa yang telah ia lakukan?

***

Jongin yakin bahwa apa yang terjadi kepadanya beberapa jam yang lalu bukanlah sebuah mimpi. Setelah ia mencoba menghindar, setelah ia mencoba pergi sejauh mungkin dari sosok yang selalu membayangi pikirannya. Tanpa diduga ia kembali bertemu dengan Kyungsoo dan Jongin bersumpah, ia hampir saja memukul kepalanya sendiri hanya untuk menyadarkan bahwa apa yang dilihatnya bukanlah ilusi.

Jongin merebahkan tubuhnya seketika pada ranjangnya. Ia tidak dapat menyembunyikan perasaan bahwa ia merasa senang karena dapat melihat Kyungsoo kembali, tetapi bukan berarti karena kini Kyungsoo ada disini-berada di kota yang sama denganya-dapat merubah pemikiran Kyungsoo terhadapnya.

Apa Kyungsoo masih membencinya?

Seketika pemikiran itu muncul saat Jongin mengingat kembali apa yang telah ia lakukan kepada Kyungsoo, terakhir kali mereka bertemu. Jongin memang telah menetapkan di dalam hatinya bahwa; ia tidak akan membuat Kyungsoo terganggu lagi oleh perasaannya. Tetapi tetap saja, sebersit perasaan yang ia bekukan tetap saja mencair setiap Jongin berada di dekat Kyungsoo. Ia tidak bisa mengendalikan dirinya saat ia mencium Kyungsoo untuk kedua kalinya. Sama-sama sadar dengan apa yang telah mereka lakukan dan terlihat jelas bagaimana Kyungsoo yang langsung menolak apa yang telah dilakukannya. Gadis itu pergi meninggalkan Jongin begitu saja tanpa berani menoleh hanya untuk menatapnya. Sejak saat itu Jongin sudah tahu jawabannya. Ia tidak mungkin bisa mendapatkan hati Kyungsoo.

Jongin mengangkat satu lengannya untuk menutup matanya. Mencoba terlelap dan melupakan semua kemungkinan buruk yang terjadi jika ia bertemu dengan Kyungsoo. Tidak, Jongin meralat apa yang tengah dipikirkannya. Bukan kemungkinan buruk melainkan apa yang harus ia lakukan untuk menghadapi Kyungsoo; tentunya jika mereka kembali bertemu.

Do Kyung Han.

Sesaat Jongin teringat nama yang Kyungsoo ucapkan tadi siang. Do Kyung Han adalah ayah dari Kyungsoo, berarti dia bekerja di kantornya.

Jongin langsung beranjak dan membuka berkas yang ia miliki. Nama itu tidak asing di telinganya dan ia yakin bahwa ia mengenal pria itu. Jongin membuka sebuah berkas yang berisi nama-nama pegawai yang ada di bawah arahannya.

"Do Kyung Han, Do Kyung Han, Do Kyung Han."

Jongin terus bergumam untuk mencari nama itu dan akhirnya ia menemukannya. Ia segera membuka halaman yang menunjukkan data diri lengkap dari pria itu dan menatap fotonya dengan seksama. "Oh.. pegawai senior itu," Jongin menganggukkan kepalanya ketika ia mengingat wajah dari Do Kyung Han yang merupakan pegawai senior yang sudah menghabiskan waktu cukup lama di perusahaan ayahnya.

Tanpa sadar senyuman Jongin tersungging tipis ketika ia menemukan alamat lengkap kediaman Do Kyung Han, Jungang-dong.

Ah, ternyata benar bahwa jarak rumah Kyungsoo dengan kantor tempatnya bekerja tebilang cukup dekat. Jongin mulai berpikir apakah mereka akan bertemu kembali suatu hari nanti.

Dalam lubuk hatinya Jongin berharap bahwa pikirannya akan menjadi kenyataan. Ia tidak mungkin terus menghindar seperti ini. Menjadi teman? Setidaknya ia masih bisa berhubungan baik dengan Kyungsoo. Walaupun ia harus menerima kemungkinan bahwa Kyungsoo mencoba menghindarinya kembali.

***

Apa Kyungsoo pernah menduga bahwa ia akan kembali bertemu lagi dengan Jongin?

Tidak. Pemikiran itu tidak pernah terlintas di kepalanya, meski itu hanya satu detik. Setelah keputusan Jongin untuk berhenti melanjutkan perasaannya terhadap Kyungsoo. Kyungsoo menganggap bahwa Jongin benar-benar akan menghilang dari hidupnya.

Tapi siapa yang menduga bahwa kini, pria yang telah menghilang berminggu-minggu darinya, pria yang pernah mengungkapkan cinta kepadanya, pria yang telah menciumnya; kini Jongin kembali. Benar-benar berdiri di ambang pintu rumahnya bersama sang ayah sore ini.

Ibunya memberikan sambutan hangat terhadap tamu yang datang ke rumahnya. Tetapi tidak dengan Kyungsoo. Ia hanya menganga menatap Jongin yang dengan sopannya memasuki rumahnya. Dia bahkan memuji kerapihan rumah ini. Hei, sejak kapan Jongin mulai bersikap sopan dan suka memuji seperti itu?

Kyungsoo hanya diam memerhatikan ayahnya yang mulai menuntun Jongin untuk masuk ke ruang makan. Bahkan ketika Jongin melewatinya, pria itu sama sekali tidak melihatnya seolah mereka tidak saling mengenal. Kyungsoo mendengus perlahan. Ketika ibunya hendak mengikuti langkah kedua pria itu. Kyungsoo menarik lengan sang ibu membuat wanita itu menoleh bingung kepada putrinya.

"Jadi dia tamu yang eomma undang selama berminggu-minggu itu?"

"Ya, dia adalah manager baru di perusahaan tempat appa-mu bekerja. Kami sudah mengundangnya sejak kedatangannya, dan dia baru sempat datang hari ini. Dia benar-benar pria muda yang sibuk," bisik ibunya.

Hanya ada dua alasan bagi Kyungsoo untuk mengerti kenapa akhirnya Jongin menerima undangan makan malam keluarganya; pertama, memang ingin bersikap sopan. Kedua, hanya ingin bertemu dengannya. Kyungsoo mendengus mendapati alasan kedua yang ia pikirkan. Bertemu dengannya apa? Bahkan pria itu sama sekali tidak meliriknya beberapa menit lalu.

"Ayolah, kita kedatangan tamu penting. Kau harus bersikap sopan," ajak ibunya.

"Seharusnya dia yang bersikap sopan," balas Kyungsoo tak mau kalah.

"Apa maksudmu? Dia pria yang baik."

Terserah. Bagaimanapun di mata Kyungsoo, Jongin adalah sosok pria yang angkuh dan menyebalkan. Bukan tidak mungkin di tengah makan malam nanti ia akan mencela keluarganya. Mungkin seperti mencela serbet norak yang selalu digunakan ibunya setiap tahun. Awas saja, jika itu sampai terjadi Kyungsoo bersumpah bahwa ia akan menghabisi Jongin di hadapan ayah dan ibunya.

Kyungsoo terpaksa ikut ketika sang ibu mulai menyeretnya masuk ke area ruang makan. Ketika ia menemukan kursi yang harus ia duduki. Ia merutuki bahwa kursi itu berada tepat berhadapan dengan Jongin. Belum sempat Kyungsoo menolak, ibunya telah mendorong dirinya untuk duduk. Dan saat itu juga, baru pria itu menatapnya. Sial! Sejak kapan rambutnya tertata apik seperti itu. Ia jauh lebih terlihat dewasa.

"Senang bisa bertemu kembali denganmu, Do Kyungsoo."

Kyungsoo membulatkan matanya. Ia tidak salah dengar kan? Jongin bicara padanya? Kyungsoo menoleh dengan kikuk ke segala arah. Kemana pun asal jangan sepasang mata itu. Kyungsoo jadi ingat pertemuan pertama mereka kemarin. Mereka berdua sama-sama canggung dan Kyungsoo merutuki dirinya yang masih bersikap sama seperti kemarin. Berbeda dengan Jongin yang seperti biasa; bersikap tenang.

"Kalian sudah saling mengenal?" tanya ayahnya membuat Kyungsoo menggigit bibirnya. Haruskah ia mengatakan tidak?

"Ya," itu bukan dirinya. Kyungsoo mendongak dan menemukan perhatian Jongin kepada ayahnya. "Beberapa waktu lalu kami pernah menjadi tetangga."

"Benarkah?" Sang ibu berubah semangat. "Bagaimana Kyungsoo di apartemennya? Aku penasaran bagaimana dia tinggal seorang diri disana?"

"Dia tetangga yang baik," jawab Jongin.

Tetangga tua yang berpakaian norak dan selalu memberisikkan setiap pagi dengan musik klasik kesukaannya. Kyungsoo mendengus.

"Dia juga pernah membantuku untuk meminjamkan komputernya saat laptopku rusak."

Dan ingatlah bahwa Jongin menggunakannya secara paksa hanya karena Kyungsoo telah merusak macbook miliknya. Kyungsoo seketika membuang tatapannya.

"Dia juga tahan terhadap udara dingin."

Kyungsoo tidak perlu menghitung berapa kali ia terserang flu karena pria yang di hadapannya ini kan? Bahkan ia sampai terkena demam! Meski Jongin yang merawatnya.

Rasanya Kyungsoo ingin sekali menyumpal mulut pria itu dengan berpuluh-puluh lembaran selada yang ada di hadapannya.

"Benarkah? Sungguh sangat kebetulan bahwa Kyungsoo bertetangga dengan pria muda yang hebat seperti Tuan Kim Jongin," ujar ayahnya.

Kyungsoo mengangkat wajahnya dan menemukan pria itu tersenyum tipis kepadanya; lebih tepatnya seperti sebuah ejekan. Oh, dia memulainya kembali. Sudah Kyungsoo duga bahwa Jongin datang bukan hanya sebagai tamu undangan keluarganya saja, melainkan untuk menganggunya. Kyungsoo mendesah, bagaimana bisa ia menangisi pria menyebalkan semacam Jongin?

***

"Keluargamu menyenangkan," ucap Jongin kepada Kyungsoo yang kini berjalan mengantarnya ke luar. Namun Kyungsoo sama sekali tidak menimpalinya selain menyila kedua tangannya dan mengarah pandanganya lurus.

Jongin kembali mengatupkan bibirnya. Ia pikir Kyungsoo sudah melupakan masalah di antara mereka berdua. Tetapi sepertinya tidak, Kyungsoo masih mendiamkannya. Jongin mengusap belakang kepalanya pelan merasa canggung harus tetap dalam situasi ini.

Bukan tanpa alasan ia datang ke kediaman Tuan Do Kyung Han yang dikenal sebagai pegawai senior yang baik. Memang sebelumnya dia mengundang Jongin untuk makan malam bersama, mengingat kesibukannya yang harus menangani beberapa masalah di kantor membuatnya tak memiliki waktu untuk datang. Tetapi ketika ia tahu bahwa Do Kyungsoo adalah putri dari Do Kyung Han. Siapa yang akan melewatkan kesempatan itu? Jongin salah satunya, alasannya ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Kyungsoo. Mereka tidak mungkin terus bersikap dingin satu sama lain.

Ketika Jongin sampai di tempat dimana mobilnya terparkir. Jongin menatap Kyungsoo dan gadis itu langsung memalingkan wajahnya.

"Maafkan aku," ucap Jongin lirih.

Kyungsoo terkesiap dan menoleh ke arah Jongin yang berdiri di sampingnya. Tidak menyangka bahwa Jongin bisa mengucapkan permintaan maaf kepadanya. Ia tidak salah dengar kan?

"Maafkan aku untuk waktu itu," ulangnya lagi. "Aku sudah berbuat lancang dan mungkin kau merasa tak nyaman akan hal itu. Tapi bisakah kita seperti dulu lagi?"

"Seperti dulu?" Kyungsoo mengernyitkan keningnya tidak mengerti.

"Kita bisa menjadi teman."

Kyungsoo terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya terkekeh pelan. "Apa kita dulu teman? Kita hanya tetangga yang tidak pernah akur."

Ungkapan itu mampu membuat Jongin tertawa. Meskipun hanya dengan sebuah kekehan kecil. Akhirnya suasana canggung di antara mereka mencair juga.

"Jadi, kita bisa menjadi teman sekarang?" tanya Jongin setelah Kyungsoo menghentikan tawanya.

Kyungsoo memberi jawaban dengan anggukan sebelum akhirnya memberikan senyuman kepada Jongin. "Sebaiknya kau segera pulang, aku merasa risih dengan tingkahmu yang seperti ini," ucap Kyungsoo dengan tangan yang diposisikan seperti mengusir Jongin.

Jongin hanya tersenyum melihat bagaimana gadis itu tertawa di hadapannya. Sudah sangat lama sekali ia tidak tertawa seperti ini bersama Kyungsoo. Setelah mengucapkan kata pamit, Jongin lantas berbalik untuk membuka pintu mobilnya. Sebelum ia masuk, sekilas ia kembali menoleh ke arah Kyungsoo.

"Aku ingin bertanya sesuatu," ucap Jongin.

"Apa?"

"Apa kita masih bisa bertemu?"

Kyungsoo terdiam untuk beberapa saat. Seolah ia tengah memikirkan jawaban yang pas untuk diberikan kepada Jongin. Dan tentu saja Jongin menunggunya dengan penuh antisipasi.

"Tentu saja," jawab Kyungsoo dengan senyumannya.

Jongin menghembuskann napasnya lega. Bahkan ia lupa untuk bernapas beberapa detik yang lalu.

"Sampai jumpa kembali."

"Sampai jumpa," balas Kyungsoo.

Jongin lantas memasuki mobilnya, derungan mesin mobil itu terdengar membuat mobil yang dikendarai Jongin mulai melaju pelan, dengan diikuti lambaian tangan Kyungso lemah.

Kyungsoo menurunkan lengannya yang sebelumnya terangkat. Ia baru menyadari apa yang telah ia lakukan dan seketika ia langsung tersipu ketika tahu apa yang telah dikatakannya kepada Jongin. Teman; mereka akan bertemu kembali.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro