Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 15

Baekhyun tertawa dan sesekali ia menyeka air matanya yang hampir menetes di pelupuk matanya. Terlalu bahagia membuat ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri untuk tidak menangis. Kyungsoo menatap sahabatnya dengan segunung perasaan lega. Baekhyun yang ceria telah kembali. Kyungsoo memeluk lututnya yang menekuk. Menumpu dagunya yang tersimpan di atas lutut, sesekali tersenyum ketika lagi-lagi Baekhyun meneteskan air mata untuk kesekian kalinya.

"Aku tidak pernah mengira bahwa Jongin akan mengajakku makan malam sebelumnya, aku sudah sangat khawatir saat aku menemukan keadaan kedai yang kosong. Dan saat Chanyeol datang, demi Tuhan, rasanya aku seperti akan mati. Tapi, bukankah Jongin sangat baik? Aku tidak menyangka bahwa dia mau membantu hubungan kami."

Pikiran Kyungsoo mulai kosong kembali ketika mengingat Jongin. Tetapi Kyungsoo berusaha memertahankan dirinya untuk tidak kehilangan pikirannya agar tidak mengabaikan cerita Baekhyun saat ini.

"Kau tidak akan mempercayai ini Kyungsoo, aku tidak pernah melihat Chanyeol seserius ini sebelumnya. Dia terus mengirimku pesan-pesan konyol sejak kemarin malam, berjanji bahwa ia tidak akan membiarkanku khawatir lagi."

"Kau sangat beruntung," komentar Kyungsoo. "Jadi, kenapa dia tidak menghubungimu?"

"Ponselnya hilang dan dia berusaha untuk menghubungiku tetapi dia tidak hapal nomorku, aku sedikit kecewa mendengarnya, tetapi bagaimanapun melihat kondisinya, aku sadar bahwa aku tidak boleh egois dengan tidak mendengarkan penjelasannya lebih dulu."

"Akan sangat senang memiliki kekasih yang begitu sangat mencintai dirimu." Kyungsoo tidak tahu apakah ia harus bersyukur atau tidak saat ini. Beruntung, Chanyeol tidak mengatakan bahwa ia menghubungi Jongin untuk mengabari Baekhyun. Jika Baekhyun tahu, entah apa kemarahan yang akan ia berikan kepada Jongin dan kepada dirinya saat ini.

"Oh Kyungsoo," Kyungsoo langsung mengedip ketika Baekhyun bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Kyungsoo yang masih duduk di atas ranjangnya. "Suatu hari nanti kau juga akan mendapatkan seorang pria yang akan sangat mencintai dirimu."

"Aku tidak yakin akan hal itu."

"Hei.. kemana Kyungsooku yang dulu?"

Kyungsoo memalingkan tatapannya dan langsung menunduk tidak berani menatap Baekhyun. Sebenarnya saat ini ia tidak dalam keadaan cukup baik. Setelah malam itu, ketika Jongin memutuskan untuk berhenti menyukainya, ketika pria itu menciumnya. Entah kenapa perasaan Kyungsoo semakin sakit saja setiap ia mengingatnya. Tuhan tahu apa yang Kyungsoo rasakan tetapi Kyungsoo bahkan sama sekali tidak ingin menerimanya. Setelah kebaikannya, setelah semua perasaan yang diberikannya Kyungsoo masih belum bisa memercayai semuanya.

"Sayang, kau baik-baik saja?" tanya Baekhyun mengusap pipi Kyungsoo. Kyungsoo langsung mendongak dan mulai menggeleng perlahan. Namun sayangnya, ia tidak bisa menunjukkan wajah baik-baik saja.

"Aku sendiri tidak tahu apa yang aku rasakan," suaranya bergetar dan ia tidak bisa lagi menahan air matanya yang tiba-tiba menetes dari sudut matanya.

"Ya Tuhan.. kau kenapa?" Baekhyun langsung memeluk Kyungsoo erat dan Kyungsoo tidak bisa lagi menahan dirinya sendiri untuk tidak menangis. Perasaan sakit itu muncul bersamaan dengan penyesalan yang datang kepadanya. Ia tidak bisa menceritakan semua ini kepada Baekhyun, tidak bisa. Ia hanya mengigit bibirnya kuat-kuat, matanya menutup rapat dan Kyungsoo hanya bisa melimpahkan semua kesakitannya dengan mencekram erat-erat lengan atas Baekhyun.

"Tidak apa-apa, jika kau memang tidak ingin bercerita, aku tidak akan memaksa. Jangan menangis lagi, sudahlah.. kumohon," ucap Baekhyun menenangkan, ia mengusap halus punggung Kyungsoo.

Kyungsoo berharap besar bahwa perasaannya akan baik-baik saja secepat bagaimana ia menangis kali ini. Tetapi jika ada satu alasan, kenapa hingga saat ini masih menangis? Satu-satunya jawaban itu ada pada Jongin; Kyungsoo menyesal dan jika ia diberi kesempatan, ia ingin sekali mengucapkan permintaan maafnya terhadap pria itu.

***

Sehari, seminggu, hingga dua minggu berlalu. Kyungsoo masih tidak dapat mengerti dengan perasaannya kali ini. Bersyukur ia masih bisa bekerja dengan baik, tetapi setiap kali ia mengingat Kim Jongin, saat itu juga pertahanannya merasa runtuh. Ia selalu menangis hanya dengan mengingat pria itu. Bodoh memang, kenapa ia harus menangisi pria itu? Bukan salahnya jika Jongin memang ingin berhenti menyukainya, hanya saja sisi lain hatinya seolah tidak dapat menerimanya.

Kyungsoo tak pernah lagi melihat keberadaan Jongin. Sekali pun tidak pernah. Bayangan-bayangan itu selalu datang setiap saat membuat Kyungsoo hampir gila rasanya. Minimarket, jalan, tangga utama gedung apartemen hingga kamarnya sendiri, Kyungsoo merasa Jongin ada di sini, di dekatnya dan selalu bersamanya. Padahal kenyataannya, Jongin tidak pernah ada. Dia menghilang dan tidak pernah menunjukkan batang hidungnya lagi. Meskipun hanya untuk menemui Chanyeol-mungkin jika Kyungsoo berani ia akan bertanya tentang kondisi Jongin kepada Chanyeol. Tetapi ia tidak seberani itu, kecurigaan akan muncul bersamaan ketika Chanyeol mulai lagi bertanya tentang hubungannya dengan Jongin.

Tetapi Kyungsoo masih ingat satu hal; Jongin tidak tinggal di sini lagi, bukan hanya meninggalkan apartemen ini tetapi juga kota ini. Dia telah sibuk dengan kegiatanyan sendiri, bukan lagi skripsinya tetapi pekerjaannya. Jelas, Jongin telah memulai kehidupannya kembali. Sedangkan Kyungsoo, ia masih tidak tahu apa yang harus ia lakukan hingga sekarang.

Satu-satunya yang Kyungsoo sadari bahwa ia mulai jenuh dengan apa yang tengah dikerjakannya. Sehabis Kyungsoo menyelesaikan naskah revisinya. Kyungsoo meminta libur selama dua pekan kepada kepala editor Han. Ia membutuhkan liburnya, dan beruntung kepala editor Han memaklumi alasan kenapa ia meminta libur selama itu. Kyungsoo telah bekerja dengan giat hingga hari libur pun ia masih berusaha bekerja menyelesaikan deadline-nya. Kyungsoo ingin pulang ke kota dimana tempat kedua orang tuanya tinggal. Ia butuh waktu untuk mendinginkan pikirannya-atau mungkin menyembuhkan hatinya. Alasannnya hanya satu; Kim Jongin.

Chanyeol masih berdiri di ambang pintu dengan tatapan setengah bingung ketika Kyungsoo memberikan kunci apartemennya kepada pria itu.

"Kau yakin akan pergi? Tidak biasanya kau menitipkan kunci ini kepadaku," ucap Chanyeol bingung.

"Siapa yang menitipkannya kepadamu? Aku hanya menitipkan ini kepada Baekhyun, tapi saat ini dia tengah bekerja dan aku tidak ingin mengganggunya."

"Apa Baekhyun sudah tahu?"

"Ya, dia sudah tahu.. nanti dia akan tinggal di sini, meski aku tidak yakin dia akan tinggal di kamarku," Kyungsoo menyipitkan matanya kepada Chanyeol seolah tahu rencana apa yang akan sepasang kekasih itu lakukan setelah kepergian dirinya.

Chanyeol hanya terkekeh lalu mengepalkan kunci apartemen milik Kyungsoo erat-erat. "Baiklah akan kuberikan, tapi kenapa mendadak sekali?"

"Aku tidak mendadak, aku sudah merencanakannya sejak awal. Aku tidak pulang saat hari Natal dan tahun baru, aku juga butuh liburan."

"Sepertinya akan menyenangkan berlibur di Cheonam pada musim semi ya? Apa aku dan Baekhyun boleh berkunjung ke sana saat perayaan musim semi."

Itu akan memulihkan hatinya. Kyungsoo tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja, aku senang ada teman yang mengunjungiku."

"Jadi kau sudah menganggapku teman?" goda Chanyeol menyenggol lengan Kyungsoo dengan sikunya.

"Selagi kau memerhatikan Baekhyun dengan baik, aku akan menganggapmu jadi temanku," jawab Kyungsoo.

Chanyeol mengangkat tangannya tinggi-tinggi di hadapan Kyungsoo dengan wajah serius. "Aku benar-benar serius, aku tidak akan menyakitinya lagi. Aku berjanji."

Kyungsoo tersenyum melihat kesungguhan yang diberikan Chanyeol kepada Baekhyun. Sebuah keberuntungan melihat sahabatnya itu dicintai sebegitu besarnya oleh Chanyeol. Ia menghela napasnya perlahan, sudah wakunya Kyungsoo untuk pergi. Atau tidak ia akan ketinggalan bus siang ini. Kyungsoo baru saja menaruh lengannya pada koper yang ada di sisi tubuhnya ketika ia mendengar suara ketukan samar dari dari lorong koridor pintu-sepatu berhak dengan irama yang mengalun teratur.

Kyungsoo berbalik dan terkejut ketika menemukan Nyonya Kim-ibu dari Kim Jongin-tengah berjalan ke arahnya. Sepertinya bukan dia saja yang tekejut, nampak wajah Nyonya Kim yang terkesiap namun dengan cepat ia bisa mengontrol ekpresinya menjadi tenang kembali. Seperti sudah sangat terlatih dengan baik.

"Do Kyungsoo, kau disini?" tanya Nyonya Kim, sesaat setelah ia datang.

Kyungsoo membungkuk memberi salam, begitupun dengan chanyeol. Barulah Kyungsoo mengangguk dan tergagap, ia merasa tertangkap basah. "Ya-ya, saya tinggal disini."

Kyungsoo semakin panik ketika Nyonya Kim mulai menyipitkan matanya dan memerhatikan gedung apartemen yang didatanginya kali ini dengan seksama. Kyungsoo semakin takut, apa tanggapan Nyonya kim setelah tahu bahwa ia hanyalah gadis biasa yang tinggal di sebuah apartemen tua seperti ini. Bagaimana jika Nyonya Kim tahu kebohongannya dengan Jongin? Apa dia akan marah? Kyungsoo mencoba menepis semua anggapan itu, kenapa ia harus takut? Toh, dalang utama dari sandiwara ini bermula dari Jongin juga.

"Ada yang bisa saya bantu?" Chanyeol membuka suaranya membuat keheningan yang mencekam di antara mereka sedikit menghilang.

Nyonya Kim melirik Chanyeol, barulah setelah itu ia menunjukkan senyuman khasnya. "Sebetulnya aku ingin menemuimu Park Chanyeol, tetapi berhubung gadis yang sedang kucari sudah ada di hadapanku, aku tidak perlu repot-repot lagi untuk menanyakannya."

"Saya?" Kyungsoo terkejut ketika Nyonya Kim mengangguk menimpali jawabannya. Ia tidak tahu kenapa Nyonya Kim tiba-tiba ingin bertemu dengannya. Apa itu tentang Kim Jongin lagi? Oh Tidak, ia sudah tidak bisa berbohong lagi.

"Bisa kita berjalan-jalan sebentar Kyungsoo?" Tanya nyonya Kim degan suara yang mengalun indah dari bibirnya. Kyungsoo bahkan tidak bisa mengatupkan bibirnya, meskipun ia tidak tahu apa yang harus dijawab.

Tatapan Nyonya Kim kini beralih menatap kopernya, dan saat itu juga Kyungsoo hanya bisa membeku dan menarik koper yang sebelumnya berada di sisi tubuhnya ditarik untuk ia sembunyikan di balik tubuhnya.

Kyungsoo dapat menemukan tatapan Nyonya Kim yang mengernyit namun Kyungsoo berusaha sebisa mungkin untuk bersikap bisa saja.

"Kau tidak sedang terburu-buru 'kan?" tanyanya lagi karena Kyungsoo masih belum menjawab ajakannya.

Entah apa yang ada di pikiran Nyonya Kim. Apa Nyonya kim menaruh rencana tersembunyi untuknya, atau mungkin hanya jalan-jalan biasa? Ini terlalu mendadak dan tepatnya tidak tepat waktu. Kungsoo harus segera pergi tetapi ia tidak mungkin menolak ajakan Nyonya Kim yang sudah jauh-jauh untuk mencarinya. Pasti ada hal penting yang akan dibicarakan Nyonya kim.

"Kyungsoo?" panggil Nyonya Kim mulai tak sabar.

"Baiklah," Kyungsoo akhirnya menerima ajakan nyonya Kim, ia akan pergi nanti sore saja.

"Baiklah, ayo kita pergi," Nyonya Kim menunjukkan senyumnya lalu berbalik dan melangkah dengan anggun menuju tangga utama.

Kyungsoo menghela napas dalam-dalam lalu menghembuskannya selepas mungkin. Ketegangan yang terjadi membuatnya hampir gila dan ia tidak tahan dengan tatapan Chanyeol yang mulai menyipit penuh penasaran. Chanyeol pasti mulai mencurigai sesuatu kepadanya.

"Kenapa Nyonya Kim mencarimu?" Chanyeol berbisik dan Kyungsoo hanya menggedikkan bahu tanda bahwa ia tidak tahu.

"Aku titip ini, nanti aku kembali," Kyungsoo menyerahkan kopernya ke tangan Chanyeol. Tanpa menunggu tanggapan dari Kyungsoo, ia langsung berjalan cepat megikuti langkah Nyonya Kim yang cukup tertinggal jauh di depannya.

Kyungsoo menimbang nimbang kira-kira apa yang akan Nyonya Kim bahas nanti, hubungannya dengan Kim Jongin atau lebih buruk kebohongannya yang telah terbongkar. Siapa yang tahu, hanya saja Kyungsoo belum siap jika ia mendapatkan tuduhan buruk dari Nyonya Kim. Jika semua itu terjadi, satu-satunya alasan yang akan ia berikan adalah menyalahkan Jongin.

***

Kyungsoo bukanlah seorang pencinta seni, bahkan ia tidak dapat mengerti hingga menilai karya-karya seni yang dibuat dengan kualitas tinggi. Kyungsoo berpikir saat Nyonya Kim mengajaknya berjalan-jalan selayaknya jalan-jalan santai di luar ruangan. Tetapi Nyonya Kim malah membawanya ke sebuah galeri seni yang terletak di pusat kota.

Kyungsoo merasa kikuk ketika ia harus berdiri berdampingan dengan Nyonya Kim yang memakai pakian indah dan tampilan anggunnya. Sedangkan Kyungsoo, ia hanya memakai pakaian sederhana dengan mantel tipisnya. Penampilannya begitu sangat mencolok dibandingkan dengan pengunjung lain yang rata-rata berpenampilan menawan. Kyungsoo sempat berpikir apakah Nyonya Kim tidak merasa malu dengan membawanya kesini, tetapi sepertinya Nyonya Kim tidak memerdulikan hal itu. Meskipun ia sama sekali tidak membuka suaranya setibanya mereka di galeri ini, wanita itu terkdang memerhatikannya dengan sangat baik. Ia sama sekali tidak menemukan tatapan risih dari Nyonya Kim kepadanya akan penampilannya.

Langkahnya terhenti mengikuti Nyonya Kim yang berdiri di hadapannya. Wanita itu tengah memerhatikan sebuah lukisan yang ada di depannya. Seolah menelitinya dengan sangat baik. Dengan rasa penasaran, Kyungsoo ikut memerhatikannya-sebuah lukisan panorama yang terlihat gloomy.

"Bagaimana menurutmu Kyungsoo?" Nyonya Kim membuka suaranya.

Kyungsoo menilai untuk beberapa saat, sebelum akhirnya ia menjawab pertanyaan Nyonya Kim. "Terlihat menyedihkan."

"Menyedihkan?" ia melirik dan mengernyitkan keningnya tipis kepada Kyungsoo. Seketika Kyungsoo membeku. Ia menggigit bibirnya sesaat merasa ia telah salah bicara. Sejak awal ia memang tidak mengerti seni, tentu ucapannya pasti terlalu mengada-ada.

"Bagian mana yang terlihat menyedihkan?" Nyonya Kim bersuara lagi sepertinya ia begitu sangat ingin Kyungsoo bicara. Baiklah ia akan bicara yang sesungguhnya apa yang ia lihat.

"Semuanya," bisik Kyungsoo perlahan. "Warnanya terlalu gelap untuk suasana seindah ini. Semua orang yang melihatnya akan merasa sedih, bukannya merasa bahagia."

"Komentar yang baik," sahut Nyonya Kim setelah beberapa menit ia terdiam untuk memerhatikan. "Cukup baik sampai akhirnya kau bisa menyakiti sang pelukis dari lukisan ini."

"Maaf?" Kyugsoo menganga mendengar penuturan wanita yang ada di hadapannya, tetapi ia malah balik tersenyum dan melangkah kakinya berjalan.Mau tak mau Kyungsoo akhirnya mengikuti langkah Nyonya Kim

"Setiap lukisan yang dilukis pasti memiliki arti yang mendalam bagi si pelukis. Secara tak langsung ia ingin menyampaikan perasaannya kepada orang-orang yang melihatnya. Entah itu sebuah kebahagiaan atau malah kesedihan."

Kyungsoo hanya terdiam ketika Nyonya Kim mulai menjelaskan arti pentingnya sebuah lukisan kepadanya. Sejujurnya Kyungsoo tidak dapat mengerti, tetapi ia berusaha sebisa mungkin untuk dapat menangkap apa yang tengah Nyonya Kim perbincangkan.

Sayangnya, hingga mereka sampai pada ruangan lain di galeri ini, tidak ada satupun ucapan yang bisa Kyungsoo pahami. Perlahan ia mendesah, seharusnya ia mengatakan sesjujurnya bahwa ia tida sedikitpun memiliki minat dalam bidang seni; setidaknya Nyonya Kim tidak perlu bersusah payah bercerita kepadanya karena kenyataannya Kyungsoo tidak paham.

"Maaf," panggil Kyungsoo membuat langkah Nyonya Kim terhenti dan meliriknya. Kyungsoo menelan ludahnya dan ia merasa waswas, takut ucapannya dapat menyinggungnya. "Sebenarnya saya tidak terlalu paham tentang lukisan, begitu juga seni. Saya tidak dapat mengerti."

Kyungsoo memerhatikan dengan seksama perubahan ekpresi yang ditunjukkan Nyonya Kim. Bukannya merasa tersinggung atas ucapannya, wanita itu malah tertawa kecil.

"Kau jujur sekali Kyungsoo, hah.. baiklah jika kau memang tidak meminati lukisan-lukisan ini. Aku hanya mencari bahan untuk diperbincangkan. Jadi menurutmu, apa yang harus kita bicarakan sekarang?"

Kyungsoo hanya diam. Ini sama saja membuatnya semakin terjebak dengan Nyonya Kim disini, jujur ia tidak terlalu nyaman harus berada disini sendirian. Entah Nyonya Kim merasakannya, tetapi bagi Kyungsoo rasanya teramat cangung.

"Bagaimana hubunganmu dengan Jongin?" tanya Nyonya Kim membuat Kyungsoo seketika tersentak.

"Ya-ya?" Kyungsoo tergagap dan ia tidak dapat menyembunyikan ketegangannya kali ini. Beruntung bahwa wanita itu tidak menatapnya.

"Putraku sekarang bekerja di kantor cabang, dia juga menetap dan tinggal disana. Pasti sangat berat menjaga hubungan agar tetap baik ketika jarak memisahkan kalian berdua."

Kyungsoo merutuki dirinya sendiri, yah.. apa Nyonya Kim tengah menyampaikan puisi untuknya? Kyungsoo tidak tahu apa yang ia rasakan tetapi itu semua terdengar aneh di telinganya. Hubungan apa? Bahkan mereka tak saling memberikan kabar satu sama lain. Toh, tidak ada yang harus ia jaga dalam hubungan mereka.

Apa Jongin masih tetap tak menyampaikan kebenaran hubungan mereka kepada ibunya. Ya, sudah sangat jelas bahwa Nyonya Kim tidak tahu apa-apa tentang sandiwara mereka. Semuanya sudah berakhir bagi Kyungsoo dan sudah saatnya ia menyampakan kebenarannya. Kyungsoo tidak bisa terus berbohong kepada Nyonya Kim. Apalagi sikapnya yang begitu baik memerlakukan Kyungsoo. Entah apa komentarnya nanti tapi Kyungsoo harus bicara.

"Nyonya," pangilnya kembali memberanikan diri membuat Nyonya Kim kembali berbalik meliriknya. "Ada yang harus saya sampaikan."

Kini tubuh Nyonya Kim telah berbalik dan berdiri di hadapannya sepenuhnya, membuat Kyungsoo sedikit tegang karena diperhatikan sebegitu intensnya dari Nyonya Kim.

"Sebenarnya saya tidak memiliki hubungan apapun dengan Jongin," Kyungsoo mulai takut ketika raut wajah wanita di hadapannya mulai berubah. Kyungsoo menelan ludah untuk kesekian kalinya sebelum akhirnya kembali bicara. "Kami bukanlah sepasang kekasih seperti yang Anda lihat. Jongin memaksa saya untuk membantunya pada malam perjamuan itu, jadi maafkan saya karena telah membohongi Anda."

Keheningan melingkupi mereka berdua. Kyungsoo tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain menundukkan wajahnya; tanda bahwa ia sangat menyesal telah membohongi Nyonya Kim. Kyunsoo siap menerima kemarahan Nyonya Kim sekarang. Apapun tanggapannya Kyungsoo berjanji ia tidak akan mengambil sampai hati setiap ucapan Nyonya Kim nanti.

"Apa aku pernah mengatakan bahwa aku suka sekali gadis yang jujur?" ucap Nyonya Kim setelah beberapa menit hanya terdiam. Kyungsoo seketika mendongak dan menatap tak percaya ketika Nyonya Kim malah melemparkan senyum untuknya. "Kau gadis yang sangat jujur dan aku menyukaimu."

Kyungsoo belum dapat menangkap arti dari ucapan Nyonya Kim saat ini, karena setelah itu Nyonya Kim langsung berbalik dan mulai melangkah sekaligus melanjutkan ucapannya. Lantas Kyungsoo mengikuti langkahnya, mendengarkannya untuk bisa memastikan bahwa Nyonya Kim saat ini tidak marah kepadanya.

"Aku sudah menduganya sejak awal, aku tidak percaya bahwa ancamanku kepada Jongin akan membuatnya setakut itu. Aku tidak menyangka pada akhirnya ia berani membawa seorang gadis ke hadapanku padahal sebelumnya ia tidak pernah sama sekali."

"Tidak pernah?"

Nyonya Kim mengangguk membenarkan. "Putraku tidak pernah membahas tentang perasaannya kepada siapapun karena ia terlalu sibuk dengan kuliahnya. Meski sesekali aku pernah mendengar bahwa ia memiliki kekasih, ia tidak pernah sekali pun membawanya ke hadapanku."

Kyungsoo hanya diam mendengarkan Nyonya Kim yang kini mulai bicara persoalan pribadi kepadanya. Meski Kyungsoo tidak yakin apa ia pantas mendengarnya, tetapi Kyungsoo memilih diam agar tetap bersikap sopan.

"Sebenarnya aku tidak pernah berniat untuk memaksanya menikah," ujarnya yang mampu membuat seluruh perhatian Kyungsoo kini tertuju pada Nyonya Kim. "Dulu, ayahnya berusaha untuk membentuk Jongin sebagai pria yang matang dan mengerti tentang bisnis. Sejak ia masih muda, Jongin sudah dipaksa untuk mulai belajar lebih keras dibandingkan anak seumurannya yang lain. Ia harus memiliki nilai sempurna dan mampu mengendalikan situasi genting oleh kemampuannya sendiri. Lebih sederhananya, jika Jongin terlibat dalam sebuah masalah. Kami tidak akan turut campur untuk mengatasinya melainkan Jongin sendirilah yang harus menyelesaikannya."

Satu lagi kisah yang Kyungsoo ketahui tentang Jongi.

"Dan aku tidak pernah berpikir bahwa Jongin akan seserius ini sebelumnya, sejak ia kuliah dan mulai menekuni pekerjaannya, aku mulai khawatir bahwa putraku kehilangan kebebasannya."

"Jongin menganggap aku terlalu berlebihan karena memaksanya untuk menikah, tetapi sebenarnya tidak. Aku hanya ingin ada seseorang yang memerhatikannya."

Nyonya Kim menoleh dan menyunggingkan senyumnya kepada Kyungsoo Sedangkan Kyungsoo tak tahu apa yang harus ia katakan tentang kisah dari Nyonya Kim.

"Jika ada satu orang yang layak menjadi istri dari putraku suatu hari nanti, aku berharap bahwa gadis itu sama jujurnya seperti dirimu," Kyungsoo membeku seketika, apa ia harus merasa senang akan ucapan Nyonya Kim? Apakah itu sebuah bentuk pujian? Kyungsoo tak tahu pasti yang jelas dari senyuman yang wanita itu berikan sedikit memberikan arti kepadanya bahwa; Nyonya Kim menaruh kepercayaan kepadanya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro