BAB 11
Kyungsoo terkesiap mendengar pengakuan Jongin. Ia ragu, terkejut, terdiam dan tersipu. Tidak menyangka bahwa Jongin akan mengatakan perasaannya segamblang ini. Bagaimana bisa seorang Jongin bisa menyukainya? Tidak, itu tidak mungkin. Kyungsoo menatap wajah Jongin lekat-lekat. Mencoba mencari keraguan yang tersembunyi pada dirinya, namun tidak ada satu pun yang bisa Kyungsoo lihat selain tatapan mata yang lekat. Ia bersungguh-sungguh dan tidak bercanda dengan apa yang dikatakannya. Bahkan Kyungsoo tidak yakin bahwa ucapan Jongin tadi adalah sebuah bentuk ketidaksengajaan.
Kyungsoo mundur dengan langkah pelan. Tatapannya hanya tertuju kepada Jongin dengan wajah tak percaya.
"Ini lelucon kan? Ini semua hanya lelucon," bisik Kyungsoo.
"Kyungsoo."
Jongin mencoba menggapai tangannya tetapi saat itu juga Kyungsoo semakin mundur menjaga jaraknya dengan Jongin. Ia masih belum mengerti dengan situasi yang dihadapinya. Kyungsoo masih marah kepada Jongin karena sikap buruknya yang telah menyakiti Baekhyun. Namun, meski pun kemarahannya telah berakar begitu sangat kuat di hatinya. Ia tidak dapat mengabaikan begitu saja ungkapan perasaan itu.
Dan ini tidak masuk akal.
"Kyungsoo dengarkan aku."
Kyungsoo mendongakkan matanya dan terkejut menemukan Jongin telah begitu sangat dekat di hadapannya. Jantungnya berdebar namun sebisa mungkin Kyungsoo mencoba menahan dirinya dengan mengepalkan tangan kuat-kuat.
"Kau-"
"Ya, aku menyukaimu. Aku sudah tidak sanggup lagi untuk menahan perasaan ini. Sungguh, jika kau menganggap ini memang lelucon, terserahlah. Aku tidak peduli. Karena saat ini yang aku rasakan bahwa aku mengagumimu dan aku mencintaimu."
Kyungsoo masih terpaku akan pengakuan itu. Dia berbicara dengan lancar tanpa paksaan apapun. Kedua bola matanya yang kelam menatap Kyungsoo dalam-dalam. Namun ada beberapa hal yang harus dijelaskan dalam pengakuannya ini. Meskipun Kyungsoo hanya mengenal Jongin selama tiga minggu terakhir ini, tetapi ia tahu, Jongin bukanlah orang yang memakai kelembutan dalam berbicaranya.
Perasaannya terbagi dua. Di sisi lain, hatinya berdesir dan jantungnya berdebar begitu sangat kencang, namun di sisi lainnya ia marah dan ingin sekali melayangkan pukulannya kepada pria itu. Lancang karena telah berani mengungkapkan perasannya ketika ia sedang marah akan sikap buruknya.
"Jangan alihkan pembicaraan," akhirnya Kyungsoo mampu bersuara setelah beberapa menit memerhatikan Jongin.
"Apa?"
"Kau pikir aku akan jatuh begitu saja dan percaya kepadamu? Jangan pernah bermimpi bahwa semua pernyataannmu yang konyol ini dapat merubah pandanganku kepadamu. Kau egois dan selamanya kau akan tetap seperti itu," Kyungsoo menghela napasnya sengaja untuk mengatur emosinya. "Oke kau memang orang hebat.. dengan segala yang kau miliiki. Kau pikir kau bisa melakukan apa yang kau mau sesukamu termasuk memilikinya? Oh, kau bahkan tidak peduli dengan apa yang telah kau rusak selama ini."
Jongin menajamkan matanya. Ia terlihat marah namun tetap tak bergeming di hadapan Kyungsoo.
"Apa yang kau katakan?" bisiknya.
"Aku mengatakan kebenarannya," desis Kyungsoo.
"Jadi ini jawaban yang aku terima setelah aku mengungkapkan perasaanku? Kenapa?"
"Kenapa? Apa yang aku katakan tidak cukup jelas untukmu? Setelah kau menyinggung dan merendahkanku, kau masih belum puas untuk lebih menghinaku dengan kau mengungkapkan perasaanmu yang bahkan bertentangan dengan akal sehatmu?" Kyungsoo menggeram dan ia selangkah maju untuk mendekati jongin. "Selain itu, kau telah membuatku marah. Bahkan, jika aku tidak memiliki perasaan benci ini, aku tidak akan pernah menerima cintamu! Pantaskah aku menerima cinta dari seorang pria yang telah menyakiti sahabatku sendiri?"
Ekpresi Jongin berubah seketika, wajah tenangnya digantikan dengan rona merah padam yang menakutkan. Tatapannnya tajam dan Kyungsoo dapat merasakan embusan napas itu kian kasar saja setiap detiknya. Seperti belum puas dengan apa yang diucapkannya, Kyungsoo kembali bicara dengan begitu sangat lantang.
"Kau adalah alasan kenapa Baekhyunku tersakiti. Sejak awal, kau memang tidak memiliki hati. Apa yang kau lihat selalu nampak salah. Kau mengatakan kau lebih tahu Baekhyun hanya karena kau memerhatikannya? Tidak.. kau salah, aku yang lebih tahu dia karena dia sahabatku. Aku tahu Baekhyun bukanlah orang jahat yang sepantasnya kau perlakukan seperti orang asing yang tak layak bergaul dengan kalanganmu. Karenamu kini Baekhyun.. bahkan Chanyeol.. mereka dalam masalah besar. Kau menghancurkan hubungan mereka."
"Kau membicarakan hal tidak penting yang tidak menyangkut dengan urusan kita!" ucap Jongin tegas.
"Dan siapa juga yang telah mengalihkan pembicaraan ini terhadap perasaanmu yang tidak masuk akal itu!?" teriak Kyungsoo, pria itu terkesiap dan membuat Kyungsoo merasa tercekik karena telah mengatakan hal yang tidak terduga dari mulutnya sendiri. Kyungsoo mengepalkan lengannya kuat-kuat, berusaha untuk tidak meledak-ledak di hadapan Jongin saat ini. "Baekhyun adalah yang terpenting saat ini, dibandingkan perasaanmu."
"Terpenting bagimu?" dengus Jongin. "Jadi menurutmu perasaanku tidak masuk akal? Aku tidak tahu harus mengatakan apa tetapi kau terlalu berlebihan."
"Berlebihan? Setelah apa yang telah kau lakukan kepada Baekhyun, kepada Chanyeol, dan kepadaku, itu semua menurutmu berlebihan?"
Jongin langsung melangkahkan kakinya untuk semakin dekat. Tanpa sengaja membuat Kyungsoo terhuyung mundur. Sekarang ia bisa merasakan tatapan mencekam yang diberikan Jogin. Keberaniannya tiba-tiba menghilang. Sekarang, ia tidak mampu mengatakan apa-apa ketika Jongin telah benar-benar memojokkan dirinya.
"Aku ingin menanyakan satu hal," bisik Jongin. "Apa perasaanku telah menghinamu? Hanya karena Baekhyun?"
"Tidak," jawab Kyungsoo mantap. "Meskipun aku tidak membencimu, tidak mengenalmu atau bahkan perasaanku biasa-biasa saja kepadamu. Aku tidak akan pernah menerima pernyataan cintamu."
Mereka saling terdiam satu sama lain. Jongin masih berdiri, menatap lekat kedua mata Kyungsoo lalu perlahan turun memerhatikan bibirnya. Hanya beberapa detik sebelum ia kembali menatap kedua bola mata Kyungsoo dalam-dalam. Jongin seperti tengah menunggu. Menunggu sebuah jawaban, apa pun yang bisa Kyungsoo katakan selain menyakitinya. Tetapi Kyungsoo memilih mengangkat dagunya dan mencoba bertahan di tempatnya saat ini. Seolah ia tidak ingin kalah.
"Pergi dari hadapanku, aku tidak ingin melihatmu lagi," bisik Kyungsoo penuh penekanan.
"Bila memang seperti itu, maafkan aku atas kelancanganku yang tidak sopan ini," balas Jongin dengan sebuah bisikan.
Dan Kyungsoo terkejut melihat ekpresi Jongin berubah. Ia langsung menunduk dan tanpa sepatah kata pun bergegas menjauh. Langsung berbalik pergi keluar dari kamar apartemen Kyungsoo diikuti suara dentuman pintu yang keras namun tidak terlalu menyentaknya.
Kyungsoo langsung merosot jatuh. Ia duduk dengan tatapan terkejut. Sedari tadi ia menahan jantungnya yang seakan segera meledak. Cepat-cepat Kyungsoo menekan letak jantungnya, Meremasnya kuat-kuat menahan rasa sakit yang tiba-tiba menderanya. Kenapa? Bahkan ia telah mengatakan kesungguhannya tetapi rasanya begitu teramat sangat sakit.
Denyutan di kepala Kyungsoo semakin hebat dan terasa menyakitkan. Tidak tahu apa yang harus dilakukannya akibat rasa sakit yang melanda pada dada juga kepalanya. Kyungsoo duduk terdiam menghabiskan waktu semalaman hanya dengan menangis.
***
Jongin membanting pelan pintu kamar apartemen Kyungsoo. Ia menghela napasnya dalam-dalam. Seperti ada yang tengah mencekiknya dan Jongin merasa udara di ruangan ini kian menipis saja setiap detiknya. Ia bersandar pada pintu itu. Tak beranjak sedikit pun dari tempatnya hanya untuk menenangkan dirinya sendiri. Jongin memejamkan matanya seraya tanganya memijat pelan pangkal hidungnya.
Setelah dirasa ia bisa kembali bernapas dengan normal. Jongin membuka matanya dan menemukan sebuah koper dan tas ransel bertengger tanpa pemilik. Itu semua milik Chanyeol-sudah diduga bahwa Chanyeol datang lebih cepat dan mungkin, Baekhyun kebetulan ada disini untuk menemui Kyungsoo hingga akhirnya mereka bertemu; lalu bertengkar.
Jongin mendesahkan napasnya pelan. Membawa ransel itu dan menarik koper milik Chanyeol untuk masuk. Ia menyimpannya begitu saja di tengah kamar dan ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini.
Pikirannya terus dipenuhi oleh kata-kata yang diucapkan Kyungsoo kepadanya. Kemarahan kebencian, penghinaan. Jongin tidak menerima hal yang terakhir itu. Tetapi ia tidak bisa mengabaikan begitu saja kemarahan dan kebencian yang Kyungsoo tuduhkan kepadanya. Ia mengusak rambutnya, merasa marah kepada dirinya sendiri dan rasanya ia ingin berteriak.
Apa ia telah mengatakan hal yang salah? Tidak perasaannya tidak salah sama sekali. Hanya saja Kyungsoo dibutakan kemarahan oleh Baekhyun. Sungguh, Jongin membenci bahwa Kyungsoo lebih peduli kepada Baekhyun daripada dirinya. Dia marah. Tentu saja, karena perasannya tidak diangap serius oleh Kyungsoo.
"Arghtt!'
Jongin merasa marah. Marah kepada Kyungsoo, marah kepada dirinya sendiri yang tidak bisa meyakinkan gadis itu akan perasannya. Jongin melirik ke arah jendela kamar yag terbuka. Apakah Kyungsoo baik baik saja? Entahlah perasaannya tiba-tiba merasa khawatir akan hal itu. Seharusnya ia tidak pergi. Seharusnya ia mengatakan permintaan maafnya dengan cara lebih baik. Tanpa pikir panjang, Jongin melangkahkan kakinya menuju jendela dan keluar untuk berdiri di atas balkon.
Jongin berdiri disana, Tangannya mengepal erat pada pagar pembatas. Matanya hanya tertuju pada jendela kamar Kyungsoo yang tertutup. Berharap bahwa jendela itu dapat membawanya untuk keluar. Namun sekian lama ia menunggu, Jongin semakin percaya bahwa Kyungsoo tidak akan mungkin muncul dan menemuinya lagi. Kyungsoo terlanjur membencinya dan ia tidak akan pernah mungkin mau melihatnya lagi.
Suatu hari nanti Jongin mungkin akan menyesali apa yang telah dilakukannya kali ini. Tetapi ia tidak dapat menahan dirinya sendiri bahwa saat ini ia telah meneteskan air matanya. Untuk pertama kalinya, ia tidak pernah merasa terhina seperti ini, selain itu rasa sakitnya juga tidak dapat ia sembunyikan.
Jongin bersungguh-sungguh dengan perasaannya. Meskipun awalnya ia menyangkal. Namun ia mengerti, sejak malam itu-malam dimana Kyungsoo jatuh sakit dan ia menunggunya hampir semalaman-ia mengerti bahwa ia menyukai gadis itu. Bukan sekedar rasa suka karena rasa kagum. Jongin benar-benar mencintainya selayaknya gadis untuk dicintai. Semakin ia mengenal Kyungsoo sebanyak itulah ia menyimpan rasa kagum itu kepadanya.
Tanpa Kyungsoo sadari, dialah yang selalu berdiri di belakang Kyungsoo diam-diam untuk memerhatikannya. Dialah yang diam-diam selalu membaca buku-buku yang dimiliki Kyungsoo, atau sengaja memperlama pekerjaannya hanya demi melihat gadis itu menggerutu menyuruhnya untuk pergi karena ia mengantuk. Dialah juga yang selalu memikirkan cara untuk mencari tahu apakah gadis itu telah melewatkan makannya atau tidak. Hal-hal kecil seperti itu secara tidak langsung memberikan dampak kepada Jongin bahwa semakin lama ia berada di sisi Kyungsoo, selama itu juga ia akan jatuh semakin dalam pada pesona Kyungsoo-meskipun dia hanya gadis biasa yang jauh dari selera Jongin-yang berbeda dengan gadis lain.
Tetapi, tuduhan yang Kyungsoo berikan kpadanya-itu terlalu berlebihan. Ya Jongin tidak akan menyangkal bahwa ia yang telah sengaja menghancurkan hubungan Chanyeol dan Baekhyun. Tetapi ia melakukan hal itu karena alasan. Andai ia diberi waktu lebih lama dan Kyungsoo mau mendengarknanya. Jongin pasti akan mengatakannya. Secara lantang bahwa apa yang dilakukannya tidak seburuk dengan apa yang dituduhkannya.
Suara pintu yang terbuka membuat Jongin terkesiap. Ia menegakkan tubuhnya dan menatap pintu yang terbuka lekat-lekat. Jika itu Kyungsoo, Jongin mungkin akan meloncat untuk menghadapnya. Tetapi yang ia lihat saat ini, adalah wajah murung yang mengerikan milik sahabatnya, Chanyeol.
Jongin mencoba menahan emosinya sendiri, mencoba setenang mungkin untuk menyambut sahabatnya yang terlihat berantakan. Wajahnya menekuk dan bibirnya membentuk sebuah garis melengkung ke bawah. Tidak biasanya yang selalu menunjukkan senyuman lebar.
"Bagaimana Baekhyun?"
Jongin berhasil menstabilkan suaranya yang terasa mencekiknya. Sebisa mungkin tidak memberi kecurigaan apapun kepada Chanyeol.
Chanyeol hanya menyunggingkan senyuman miris lalu menggeleng perlahan. "Dia membenciku dan tidak mau menemuiku. Hah.. aku memang pria yang bodoh."
Jongin menatap miris keadaan Chanyeol saat ini. Pria itu langsung menghempaskan tubuhnya dan berbaring terlentang dengan kedua tangan yang melintang memenuhi kasurnya yang kosong. Tetapi bukankah keadaannya tidak jauh berbeda seperti Chanyeol sekarang? Lucu sekali, dalam stau kamar apartemen ini terdapat dua pria menyedihkan yang sama-sama dibutakan karena cinta. Tidak percaya bahwa ia akan jatuh seperti Chaneyol juga pada akhirnya.
Jongin menatap ke sisi ruangan dimana disana terdapat tembok yang membatasi antara kamar apartemen yang ditempatinya dengan kamar Kyungsoo. Apa yang sedang dilakukan gadis itu sekarang? Seperti Baekhyun, apakah Kyungsoo tidak akan mau menemuinya juga? Jongin tanpa sadar mengangguk. Ya, itu pasti. Kyungsoo juga membencinya dan pasti, ia juga tidak ingin menemui pria yang telah lancang mengungkapkan perasaannya. Jadi apa gunanya ia disini saat ini?
"Chanyeol, sepertinya aku akan bersiap-siap."
Chanyeol menoleh dan Jongin hanya menundukkan wajahnya dan memilih duduk untuk membuka sepatunya yang masih terpasang. Sebenarnya menyembunyikan kekacauannya.
"Berdsiap-siap? Kemana?"
"Tentu saja pulang, lagipula kau sudah kembali dan skripsiku telah hampir selesai kubuat. Tidak ada lagi yang harus kulakukan disini."
Chanyeol bangkit. Menatap Jongin lekat-lekat dengan wajah tak percaya. "Secepat itu?" Jongin menatapnya dan bisa melihat raut terkejut dari wajahnya. "Masih ada sisa satu minggu ya kurasa, setidaknya aku memiliki teman dalam masa-masa seperti ini."
Jongin melepaskan sepatunya dan duduk menatap Chanyeol dengan tenang. "Sejak kapan kau ingin tinggal sekamar dneganku?" ajak Jongin bercanda dan ia merasa beruntung karena akhirnya Chanyeol terkekeh untuk pertama kalinya setelah kepulangannya. "Aku tidak ingin menjadi pengganggu."
"Ayolah kau tidak akan menggangguku," sahut Chanyeol seraya menepis lengannya seolah tidak peduli dengan rasa khawatir Jongin.
Jongin langsung terdiam dan lagi-lagi perhatiannya tetuju pada keluar jendela. Ia kembali memikirkan Kyungsoo lagi. Bukan, bukan Chanyeol yang ia khawatirkan. Ia hanya takut jika Kyungoo terganggu olehnya. Itu yang dikhawatirkannya saat ini.
***
Jongin tidak harus menunggu lebih lama lagi untuk mempersiapkan kepergiannya. Ketika pagi tiba, Jongin telah bersiap-siap merapikan barang-barangnya. Melipat semua pakaian yang dibawanya kembali ke dalam koper. Chanyeol membantunya dan tidak seperti kebiasaannya, ia tidak banyak bicara sejak tadi malam.
Jongin tahu kondisi Chanyeol saat ini yang tengah terpuruk karena hubungannya dengan Baekhyun. Ia tidak pernah melihat pria itu begitu terpuruk hanya karena seorang gadis. Biasanya dia paling tidak peduli apakah ia akan bahagia atau malah sedih, karena setiap saat ia akan terus bicara tanpa henti. Tetapi sepertinya suaranya saat ini telah menghilang bersama keberisikannya.
Tidak apa-apa, setidaknya Chanyeol bisa memulai hidup barunya mulai saat ini. Mungkin.
Namun tak lama, kepalanya kembali diingatkan dengan ucapan kemarah Kyungsoo tentang hancurnya hubungan Baekhyun dan Chanyeol. Apa Chanyeol akan sama seperti dulu? Rasa pesimis itu tiba-tiba muncul.
Lalu bagaimana dengan dirinya?
Jongin sendiri merasa ingin tertawa ketika sadar bahwa nasibnya saat ini tak jauh berbeda seperti Chanyeol. Dan oh, ternyata ini rasanya ditolak mentah-mentah oleh seorang gadis. Untuk sekali ini harga dirinya benar-benar jatuh hanya karena ia mencintai Kyungsoo-gadis yang bahkan tidak lebih cantik yang bisa Jongin inginkan.
Tetapi apa yang ia harapkan saat ini? Satu-satunya yang ia bisa saat ini adalah pergi. Melupakan segalanya itu lebih baik.
"Hey, Jongin!" panggil Chanyeol menarik Jongin untuk menoleh dan menatapnya. Ia bisa menemukan Chanyeol menggenggam sebuah buku dan mengangkatnya seolah menunjukkan kepada Jongin. "Ini milikmu, karena kurasa aku tak pernah memiliki buku novel apa pun?"
Jongin memerhatikan Chanyeol dengan tenang. Melihat Chanyeol yang tengah membuka setiap halaman dari buku yang dipegangnya. Buku bersampul biru langit dengan goresan klasik yang menghias buku sampul itu. Itu bukan bukunya, itu buku milik Kyungsoo-Pride and Prejudice-buku yang bahkan belum setengahnya ia baca.
Jongin baru ingat bahwa sebenarnya ia telah diam-diam mengambil buku itu dari rak buku milik Kyungsoo. Ketika Jongin bertanya kenapa Kyungsoo banyak sekali mengoleksi buku itu. Kyungsoo malah menjawabnya dengan tanpa minat sama sekali dengan mengatakan; "Kau tidak pernah membacanya ya? Jadi, kau tidak akan tahu alasannya." Dan saat itulah diam-diam Jongin mengambil buku itu dan memasukkannya ke dalam tas selagi Kyungsoo sibuk dengan pekerjaannya.
"Ya-sebenarnya itu pinjaman," balas Jongin lirih.
"Sejak kapan kau membaca kisah cinta romantis huh?" ejek Chanyeol. Ia menutup buku itu lalu melemparkannya pada sisi koper milik Jongin. Lantas berlalu untuk kembali merapikan barang-barang Jongin lainnya.
Jongin juga tidak tahu kenapa. Bahkan hingga saat ini-ia baru membaca buku itu sepertiganya-Jongin tidak dapat menemukan alasan kenapa Kyungsoo begitu benar-benar menyukai buku itu. Terlalu banyak karakter, terlalu banyak tempat dan terlalu banyak kalimat memuakkan yang benar-benar membuatnya malas untuk melanjutkannya. Ini tentang pesta dansa dan obsesi mendapatkan suami super kaya raya. Tetapi dibandingkan mengembalikannya, Jongin memilih untuk menyimpannya. Mungkin ia akan mencari tahu lagi. Jongin kembali memasukkan buku itu ke dalam koper sebagai barang terakhir yang ia rapikan lalu menutup koper itu dengan rapat.
***
Kyungsoo baru bangun dari tidurnya ketika ia sadar bahwa hari ini ia bangun terlalu pagi. Pertama kali yang dapat ia rasakan setelah ia membuka matanya adalah matanya yang terasa perih dan sakit. Kyungsoo bangun dan menemukan ia tertidur di atas ranjangnya dengan posisi yang begitu sangat menyakitkan. Terkelungkup dengan satu tangan yang tertindih tubuhnya sendiri sedangkan tangan lainnya menjadi sandaran kepalanya. Kedua tangannya menjadi keram dan Kyungsoo hanya bisa duduk menunggu hingga rasa sakit pada tangannya menghilang.
Ia menatap keadaan kamarnya dengan tatapan bingung. Melihat dua kantung besar belanjaan yang teronggok di depan pintu masuk kamar apartemennya. Dan rasanya sedikit aneh melihat kondisi apartemennya sendiri. Hingga ia kembali mengarahkan tatapannya pada kantung belanjaan itu dan ingat bahwa Jongin yang telah membawa belanjaannya.
Kyungsoo langsung mengerang ketika ia mengingat apa yang terjadi pada malam itu. Malam dimana Kyungsoo marah kepada Jongin karena telah menghancurkan hubungan sahabatnya. Malam dimana Jongin mengungkapkan perasaannya yang begitu sangat tidak terduga. Jelas pernyataan itu mengejutkannya dan ia semakin marah akan sikap Jongin yang menurut Kyungsoo bertolak belakang dengan pikiran logis Jongin.
Kyungsoo masih tidak percaya bahwa Jongin menaruh rasa suka padanya. Bukan hanya suka tapi perasaan cinta. Itu tidak masuk akal. Jongin, pria yang selama ini selalu merendahkannya dan menjelek-jelekannya tiba-tiba mengatakan bahwa ia menyukainya. Kyungsoo sama sekali tidak percaya selain menganggap bahwa ucapan Jongin hanyalah sebuah pengalihan pembicaraan semata. Kyungsoo menganggap bahwa Jongin sengaja menghindar dari tuduhan Kyungsoo tentang hancurnya hubungan Baekhyun dan Chanyeol. Tentang perasaan sahabatnya yang tersakiti karena sikap egois Jongin.
Tanpa ia sadari kedua tangannya telah kembali mengepal tetapi matanya tidak dapat berhenti kembali untuk menangis. Sepertinya air matanya tidak dapat berhenti setelah hampir semalaman ia menangis. Entah apa alasannya tetapi ia terlalu sakit untuk mencoba menahannya. Kyungsoo menyeka air matanya cepat, tidak ingin terus terlarut degan menangisi hal bodoh seperti ini.
Tidak, Kyungsoo sama sekali tidak kecewa. Ia malah merasa senang karena telah menolak pria egois dan keras kepala seperti Jongin. Ia bangga kepada dirinya sendiri karena telah berhasil menyimpan rasa takutnya untuk menghadapi Jongin saat itu. Mengucapkan kebencian yang selama ini ia simpan tentang Baekhyun.
Kyungsoo langsung berdiri. Mulai hari ini, katakanlah hari ini adalah hari baru bagi Kyungsoo. Ia akan mulai terbiasa dengan apa pun yang terjadi antara dirinya dengan Jongin nanti. Ia tidak akan memerdulikannya dan lebih memilih untuk sibuk dalam urusannya sendiri.
Baik Kyungsoo, kau bisa melupakannya!
Mulai hari ini ia akan kembali menjadi Kyungsoo yang seperti dulu, yang hanya peduli pada pekerjaannya tanpa memikirkan hal lain yang dapat mengganggunya.
Kyungsoo langsung melangkahkan kakinya untuk mengambil beberapa barang belanjaannya yang masih belum tersimpan rapi. Sebelum membereskannya, sebaiknya ia sarapan dan segera mengambil kotak susu miliknya yang biasa disimpan kurir. Tentunya sebelum ia kembali bertemu dengan Jongin. Oh sungguh, ia tidak ingin melihatnya.
Kyungsoo bahkan baru saja membuka pintu untuk mengambil kotak susu yang tersimpan di depan kamarnya ketika suara pintu lain yan terbuka membuatnya terkejut. Pintu kamar milik Chanyeol terbuka. Kyungsoo mengurungkan niatnya dan memilih kembali masuk dan membanting pintu itu kembali dengan tertutup. Berharap suara bantingan itu tidak membuat curiga tetangganya.
Kyungsoo masih menyandarkan tubuhnya di balik pintu itu. Berharap bahwa Jongin tidak memasuki apartememnnya. Namun diluar dugaanya, ia malah terdengar suara Chanyeol yang terdengar lemah saat ini.
Sedangkan di luar. Chanyeol hanya berdiri diam ketika Jongin berjalan seraya menarik kopernya untuk keluar. Chanyeol terdiam di ambang pintu. Merasa bersalah karena kepulangannya yang tiba-tiba membuat Jongin harus pergi meninggalkan kamar apartemennya lebih cepat.
"Kau bisa kembali jika kau mau, ya tanpa bayaran. Kecuali kau memang ingin tinggal lama lagi disini," ucap Chanyeol
Jongin hanya tersenyum dan sekilas menatap pintu kamar apartemen Kyungsoo yang tertutup rapat. "Aku pikirkan itu nanti, lagipula aku akan memulai bekerja di kantor, kurasa."
Chanyeol berdecih, "Apa sekali saja kau tidak ingin liburan? Setidaknya kau bisa menghabiskan waktu bersenang-senang selagi menunggu kelulusanmu."
"Aku tidak memiliki waktu untuk itu," jawab Jongin tenang.
"Ya.. ya.. aku mengerti. Bekerja adalah prioritasmu dan kesuksesan adalah pencapaianmu. Benar? Kau mungkin tidak percaya bahwa selama bertahun-tahun aku mengenalmu, aku selalu mengingat kata-kata itu."
Jongin hanya menyunggingkan senyuman tipis. Meskipun Chanyeol bisa bercanda, tapi kemuramannya masih belum menghilang dari wajahnya. Jongin yakin, Chanyeol akan segera berubah-menjadi seperti dulu-selayaknya seorang pria hidup. Ia menepuk pelan bahu Chanyeol untuk sekedar memberinya ucapan terima kasih-atau mungkin memberi kekuatan.
Tanpa sepatah kata pun, Jongin langsung berbalik. Menarik kopernya untuk segera pergi meninggalkan apartemen Chanyeol, meninggalkan gedung ini dan meninggalakan Kyungsoo. Bahkan ia tidak berani hanya untuk sekedar menoleh menatap pintu kamar nomor 113. Jongin hanya bisa diam dan menatap lurus jalan yang akan dilewatinya. Ia tidak akan gentar dengan pilihannya karena meninggalkannya itu jauh lebih baik untuk melupakannya.
Sedangkan Kyungsoo yang masih berdiri bersembunyi di balik pintu hanya bisa membeku mendengar percakapan antara kedua pria itu. Jongin akan pergi meninggalkan apartemennya-itu berarti ia tidak akan tinggal disini lagi menjadi tetangganya sekaligus mengerjakan perkerjaan di dalam apartemen Kyungsoo lagi.
Entah kenapa tiba-tiba hatinya terasa sakit. Ia tidak tahu harus melakukan apa selain mematung di tempatnya setelah mendengar percakapan antara Jongin dan Chanyeol.
Ketika suara langkah kaki menderap tanpa henti melewatinya, diikuti desiran pelan sebuah roda dengan lantai beton di bawahnya. Kyungsoo menahan napasnya untuk beberapa detik, semakin tidak bisa bernapas dan rasanya seperti tercekik ketika mendengar suara langkah kaki itu kian jauh dan tidak terdengar lagi.
Kenapa seperti ini?
Tanpa tahu apa yang harus ia lakukan. Kyungsoo membuka pintu kamarnya lebar. Ia keluar dan menatap koridor lantai ini telah kosong begitu saja. Tiba-tiba tubuhnya tersentak ketika suara Chanyeol mengintrupsinya untuk segera berbalik dengan tatapan yang masih setengah bingung.
"Kenapa?" tanya Chanyeol, merasa ragu dengan ekpresi yang ditunjukkan Kyungsoo kepadanya.
"Kemana dia?"
Chanyeol sesaat terdiam, alisnya saling bertautan mencoba memahami apa yang ditanyakan Kyungsoo. "Maksudmu Jongin? Dia pulang, itu saja."
"Maksudmu dia pergi meninggalkan apartemen ini?"
"Ini apartemenku, lagipula dia hanya menyewa sementara. Tentu saja dia akan pergi dan kembali pulang kembali ke rumahnya."
Tiba-tiba jantung Kyungsoo berhenti berdetak. Rasa terkejut membuat Kyungsoo mematung dengan rasa tidak percaya. Tidak menyangka bahwa Jongin akan pergi semudah itu. Setelah malam itu.
Kyungsoo langsung berbalik mengabaikan Chanyeol yang mulai bertanya khawatir, menanyakan keadaanya. Bahkan suara Chanyeol teredam oleh pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi kepala Kyungsoo. Kenapa Jongin pergi? Apa itu karenanya? Apa Jongin begitu sangat tersinggung dengan ucapannya? Atau memang karena sekarang Jongin mulai tidak memerdulikannya.
Tetapi untuk apa?
Kyungsoo memejamkan matanya. Cepat-cepat menggeleng membuang semua rasa bersalahnya. Bukankah ini yang ia mau? Tidak kembali menatap wajah yang setiap hari selalu membuatnya muak. Kyungsoo merasa sangat sesak untuk bernapas. Ia mencengkram letak paru-parunya mencoba sebisa mungkin agar ia bisa bernapas dengan normal. Tetapi semakin lama rasanya semakin sakit saja.
Kyungsoo menatap kembali lorong kosong itu. Letak dimana tangga utama yang menghubungan lantai satu dengan lantai lainnya berada. Entah apa yang telah membuat kaki-kakinya kini melangkah menuju tangga itu. Pikirannya menyuruh Kyungsoo untuk berhenti tetapi kakinya tidak berhenti seolah menolak untuk diperintah. Semakin lama langkah kakinya semakin cepat dan tanpa sadar, ia telah berlari menuruni anak tangga itu dengan tergesa-gesa.
Jantungnya kini mulai berdebar-debar aneh. Rasa tegang sekaligus rasa takut tiba-tiba hinggap di dalam relung hatinya. Kyungsoo mungkin akan membenci dirinya sendiri saat ini karena masih berharap bahwa Jongin tidak benar-benar pergi meninggalkan apartemen ini-tidak dengan tempat ini.
Langkah kakinya langsung terhenti ketika melihat Jongin baru saja memasuki sebuah taksi yang mungkin sudah dipesannya. Kyungsoo langsung berlari untuk mengejar namun sayang, Kyungsoo kalah cepat dari taksi itu yang telah melaju dengan cepat.
Kyungsoo terengah-engah, mematung memerhatikan mobil itu yang mulai membelok dan meninggalkan area gedung apartemen menuju jalan utama. Menghilang begitu saja tak nampak lagi. Tiba-tiba Kyungsoo terperosot jatuh. Air matanya kembali menetes dan ia tidak dapat menyangkal bahwa kini ia kembali menangis karena kepergian Jongin.
Ketika Kyungsoo mencoba mencari tahu, kenapa ia bisa menangis seperti ini. Ia mendapatkan jawaban yang mampu membuat hatinya terasa diremas menyakitkan.
Sudut pikirannya segera mengingat hal-hal yang telah Jongin lakukan kepadanya. Jonginlah yang telah membagi mie ramyun dengannya. Jonginlah yang telah merawatnya ketika ia demam. Dan Jonginlah yang telah rela mencari obat saa tengah malam hanya untuk dirinya, membuat sarapan dengan ucapan menenangkan agar ia bisa beristirat.
Kyungsoo tidak pernah benar-benar berharap bahwa Jongin akan pergi meninggalkannya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro