Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Kediaman Mahardika

Aku menatap puluhan gaun yang tergantung di lemari pakaianku dengan gusar. Mungkin memang benar statement yang selama ini beredar, meskipun mempunyai ratusan pakaian, perempuan akan selalu mengatakan 'tidak punya baju' jika akan bepergian. Apalagi kali ini aku diundang makan malam oleh Dion di rumah orang tuanya. Ia mengatakan jika Anna dan Rudy Mahardika ingin bertemu denganku.

Aku juga tidak tahu apa alasannya.

Sewaktu mendengar berita itu, rasa bahagia dan juga gugup bersatu di hatiku. Ini bukan kali pertama aku akan bertemu dengan kedua orang tua Dion, tapi perasaan gugup masih saja terasa.

Jam menunjukan pukul 17:45, Dion akan menjemputku 15 menit lagi, tetapi aku belum juga menemukan pakaian yang pas. Aku tidak ingin memakai pakaian yang biasa saja untuk bertemu dengan orang tua Dion. Dengan menghela napas berat, pilihanku jatuh pada gaun tanpa lengan yang berwarna putih dengan panjang selutut. Setelah memakainya dan memoles wajah dengan dandanan tipis, lalu kupadupadankan dengan high heels putih dan tas kecil berwarna emas. Aku duduk di ruang tamu apartemenku untuk menunggu Dion.

Setelah itu, aku duduk di ruang tamu apartemenku sambil menunggu Dion datang menjemputku. Dua puluh menit berlalu, Dion tiba di apartemenku. Ia mengenakan pakaian kasual, celana jin hitam dan hoodie berwarna krem, itu membuatku mengernyit karena penampilan kami yang sangat kontras.

"Kok kamu santai banget?"

"You're gorgeous as always," pujinya tanpa menjawab pertanyaanku. Ia memeluk pinggangku dan mengecup bibirku.

"Kenapa cuma pakai hoodie?" tanyaku ketika ia menyudahi kecupannya.

Ia menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lain. "Ada yang salah?"

"Kita mau ke rumah orang tua kamu kan buat makan malam? Kamu sendiri yang bilang kalau aku harus pakai dress."

"Iya memang," jawabnya dengan santai. "Nanti gampanglah, aku tinggal ganti aja kalau udah sampai sana."

Aku mengerutkan dahi. "Oke .... "

Aku tahu mungkin ini terdengar sangat berlebihan, tapi sepanjang perjalanan aku tidak bisa duduk tenang. Kepalaku tidak henti-hentinya memikirkan apa yang akan terjadi nanti di kediaman Mahardika.

Kegugupanku bertambah ketika pintu gerbang berwarna hitam yang megah itu sudah terlihat di depan mata, mobil Mercedes-Benz E-Class Coupé milik Dion ini melaju dengan pelan melewati pintu gerbang dan berhenti di samping air mancur yang ada di halaman depan milik keluarganya. Lampu berwarna kuning menyala di setiap sudut ruangan, ini bisa kulihat dari luar. Membuat kesan rumah ini semakin terlihat menarik.

"Ayo turun," ajak Dion dengan nada lembut setelah mematikan mesin mobilnya dan melepas sabuk pengaman.

"Tunggu," cegahku sambil menarik tangannya ketika ia baru saja akan membuka pintu. "Aku mau narik napas dulu."

Hal itu membuat Dion tertawa, yang mana membuatku mendengkus. "Relaks, Sayang. Kamu udah kayak mau ketemu presiden aja."

"Ini lebih menegangkan daripada presiden," ucapku sambil mengatur napas agar kegugupanku berkurang.

Setelah merasa lebih tenang, kami berdua turun dari mobil dan berjalan melewati pintu utama rumah tersebut. Ini yang kusuka dari kediaman Mahardika, rumah mewah dengan gaya Spanyol yang kental, membuat siapa saja yang berkunjung ataupun tinggal di sini akan merasa nyaman.

"Aku selalu berasa kayak di luar negeri kalau ke sini," kataku pada Dion saat kami berada di ruang tamu. "Nyaman banget buat ditinggali."

Dua pohon palem yang berada di sisi kiri dan kanan kursi pun masih ada. Tante Anna sangat menyukai tumbuhan, maka dari itu, di setiap sudut rumah ini, pasti akan ada tanaman yang menyegarkan mata.

Dion terkekeh pelan. "Tapi sayang, kalau kita udah nikah nanti, kamu enggak bakal tinggal di sini."

Jadi Dion masih memikirkan untuk menikahiku?

Aku menelan ludah dengan gugup saat melihat kedua matanya yang menyorotkan suatu harapan. Belum sempat aku merespon ucapannya, Anna Mahardika, ibunda Dion muncul dari sebuah lorong, yang kuingat itu adalah lorong menuju dapur. Beliau menyambut kami berdua dengan senyum sumringahnya.

"Stephanie .... " Tante Anna berjalan ke arahku dan memelukku dengan hangat, aku membalas pelukannya setelah beberapa detik terdiam seperti orang bodoh.

Astaga! Sungguh memalukan.

"Tante sudah nunggu dari tadi loh. Apa kabar, Cantik?" tanya tante Anna saat masih memelukku, semerbak wewangian beraroma mahal menggelitik indra penciumanku. Aku selalu merasakan desiran di hatiku setiap kali berinteraksi dengan tante Anna, entah apa itu.

"Baik, Tante." Aku tersenyum sopan. "Tante sendiri bagaimana kabarnya?"

Anna Mahardika terlihat anggun dan mempesona seperti biasanya. Kali ini, beliau mengenakan dress bermotif yang berwarna biru gelap, berlengan 3/4, dengan panjang selutut dan ikat pinggang kecil dengan warna senada sebagai aksennya.

"Tante juga baik. Sibuk seperti biasa, punya waktu luang kalau weekend kayak gini aja." Tante Anna terkekeh. Aku menangkap Dion sedang menyeringai dari ujung mataku. "Tante senang, kamu mau datang. Sudah lama ya, terakhir kamu main ke sini."

Dion menarik pinggangku, merapatkan padanya. "Makanya sekarang aku bawa Steph ke sini, Ma."

Wajahku memanas akan hal itu.

"Kamu ini, Dion. Ganti baju kamu sana, jangan pakai hoodie kayak gitu. Terus temui papa kamu, lagi ada di belakang sama Sabrina," ucap tante Anna pada anaknya. Lalu beliau mengusap-usap lenganku sambil tersenyum melihat kami berdua. "Oh iya, sambil nunggu makan malam yang belum siap, mama boleh bawa bawa pacar kamu sebentar ya? Ada yang mau mama tunjukin ke Stephanie."

Aku mendongak ke arah Dion untuk bertanya, ia menganggukkan kepala tanda setuju.

"Ya udah, kamu sama Mama dulu ya. Aku mau ke kamar ganti baju bentar. Jangan ditanya yang aneh-aneh ya, Ma." Dengan itu Dion melesat masuk ke arah kanan dan naik menuju lantai atas.

Tante Anna terkekeh. "Dasar itu anak. Ayo, Sayang," ucap tante Anna sambil menggandeng tanganku. Beliau membawaku ke sebuah ruangan yang berada tepat di samping tangga. Ruangan ini masih kental dengan tema Spanyol dan terlihat sangat rapi.

"Ini ruangan kerja om sama tante," jelas tante Anna.

Aku dipersilakan duduk di sofa berbahan kulit yang terasa sangat mahal ketika aku menyentuhnya. Terkadang aku lupa betapa kayanya keluarga Mahardika ini. Tante Anna berjalan ke arah meja kerjanya dan mengambil beberapa kertas dari sana lalu berjalan ke arahku. 

"Ada dua hal yang ingin tante bicarakan sama kamu, Stephanie." Dengan senyuman, beliau duduk di sebelahku dan menyodorkan kertas-kertas tersebut padaku. "Yang pertama ini, gimana menurut kamu?"

Oke … itu cukup membuatku merasa gugup. Namun, yang bisa kulakukan hanyalah mengangguk dan menerima kertas-kertas tersebut.

Aku tersenyum saat mengamati gambar desain beberapa gaun yang sangat indah dan unik ini. Desain gaun dengan gaya off-shoulder berwarna hijau zamrud, gaun dengan ekor menjuntai panjang berwarna merah dan terdapat payet di bagian ekornya, lalu yang terakhir gaun panjang dengan lengan puff berwarna biru muda.  Semuanya terlihat berkilau dan digambar dengan sangat detail walaupun hanya menggunakan pensil warna biasa.

Tante Anna menceritakan jika ketiga desain gaun tersebut dibuat oleh seorang anak yang tinggal di panti asuhan Mahardika. Namanya Amanda, ia berusia 14 tahun sekarang. Ia dititipkan di panti asuhan milik keluarga Mahardika itu sejak usia dua hari, ibunya merasa tidak bisa membesarkan Amanda seorang diri di usia yang masih muda, 19 tahun. Ayah kandung Amanda yang berstatus sebagai kekasih ibunya dulu, meninggalkan mereka begitu saja, bahkan sebelum Amanda lahir.

Menurut penuturan tante Anna, Amanda adalah sosok gadis remaja yang pendiam, sopan, mempunyai keinginan yang kuat dan ia juga memiliki bakat yang luar biasa. Aku bisa melihat itu dari hasil karyanya ini.

Tante Anna memintaku untuk mewujudkan impian Amanda, yaitu menjadikan desain gaun-gaunnya itu menjadi nyata. Sebagai seorang desainer dan seorang perempuan biasa, hatiku merasa tersentuh dengan cerita Amanda. Tentu saja aku bisa membantunya. Tante Anna memeluk dan mengucapkan terima kasih karena mau membantu seorang gadis remaja yang Bahkan belum pernah aku temui.

"Sekarang, tante mau bicara tentang hal kedua .... " Beliau memegang kedua pundakku dan membuatku untuk menghadap ke arahnya. Kedua mata berwarna cokelat terang itu menatapku dengan teduh. "Tante tahu Dion itu sangat menyayangi keluarganya. Anak tante yang satu itu beda sekali dengan kembarannya, dia akan melakukan apa saja untuk keluarga. Itu yang kadang membuat tante merasa sedih kalau mengingat itu lagi. Karena sebagai seorang ibu, tante tidak bisa berbuat banyak saat Dion harus mengorbankan segalanya di sini, dan berangkat ke London dulu."

Aku menggigit bagian dalam bibir bawahku sambil mendengarkan ucapan beliau. Jujur hatiku masih merasa sesak ketika membicarakan tentang kejadian tujuh tahun yang lalu, walaupun kini aku dan Dion sudah bersama kembali.

"Tante sadar betul Dion mempunyai perasaan yang lebih ke kamu jauh sebelum dia memberikan gantungan kunci berbentuk lumba-lumba itu. Tante tidak tahu pastinya kapan, tapi sejak dia sering bawa kamu ke rumah ini dulu, tante bisa melihat kalau dia menganggap kamu lebih dari sekedar teman. Walaupun dulu dia terus-terusan menyangkal sih," tutur tante Anna sambil tertawa kecil. "Melihat Dion murung saat di London, tante semakin yakin kalau itu ada hubungannya sama kamu, Steph."

"Tante .... "

Ibunda Dion menggenggam kedua tanganku yang ada di pangkuanku. "Tante bisa tahu ketulusan hati kamu, cara kamu mencintai anak tante itu luar biasa. Bahkan tante sendiri mungkin tidak akan bisa kalau disuruh menunggu seorang laki-laki yang pergi begitu saja tanpa kejelasan selama bertahun-tahun. Mungkin tante akan pergi dan mencari laki-laki yang bisa membuat tante bahagia. Tapi kamu tetap di sini, Steph."

Kedua mata tante Anna memerah, menahan air mata yang mungkin dengan sekali kedipan akan langsung jatuh. "Maafkan kebodohan anak tante yang membuat kamu menunggu terlalu lama."

Air mataku sendiri tidak bisa ditahan untuk mengalir, sejalan dengan penuturan tante Anna yang membuat hatiku bergetar.

Ngobrol bareng calon mama mertua bikin nangis 😌

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro