Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Fitting

Kesibukan benar-benar menyita waktuku selama dua minggu belakangan ini. Baru kemarin aku meluangkan waktu untuk menemani sepasang suami istri yang berminat untuk membeli rumah milik Karina. Mereka mengatakan jika desain dan harganya sudah cocok, jadi sore siang kemarin sudah terjadi persetujuan. Tinggal mengadakan akad jual-beli dan pergi ke notaris untuk mengurus surat-suratnya. Itu semua kulakukan karena aku menyayangi Karina layaknya kakakku sendiri. Aku ingin ia segera memulai kehidupan yang baru di tempat yang baru juga. Setidaknya dengan terjualnya rumah tersebut, kenangan buruk itu bisa sedikit berkurang.

Memejamkan mata diatas jam satu pagi menjadi kebiasaan baruku. Selain membantu Karina menjualkan rumahnya, sebagai penanggung jawab utama dalam membuat sketsa gambar produk di Louroose, aku berusaha mungkin menyelesaikan permintaan pelanggan dengan cepat dan tepat. Hal itu yang membuat Dion agak kesal. Ia menemukanku masih tertidur pulas saat matahari sudah tinggi di Minggu pagi dan semua orang menunggu kedatanganku untuk membahas pertunangan kami.

Aku ingat betul bagaimana ia tidak henti-hentinya menceramahiku mengenai masalah kesehatan yang akan kudapat jika terus menerus begadang. Jujur itu membuatku naik darah. Siapa yang suka mendengar ocehan ketika baru saja mendapatkan empat jam tidur?

"Kamu bisa enggak sih sedikit aja mengerti gitu tentang kerjaan aku?" tanyaku sambil mengancingkan kemeja warna putih tulang dengan tergesa-gesa, lalu memasukkannya ke dalam celana oversize warna sage. Raut wajah yang lelah dan jengkel tidak bisa kututupi lagi.

"Ini semua enggak ada hubungannya sama aku ngerti atau enggak soal pekerjaan kamu, Sayang," jawab Dion dengan nada datar dan raut wajah yang masih kesal. Meskipun begitu, ia tetap mengambilkan sepasang sneaker putih yang ada di rak sepatu untuk kupakai.

"Oke, terus kenapa kamu jadi sewot gini sih?" Aku menghela napas panjang yang entah sudah keberapa kalinya dalam setengah jam terakhir. "Dion, aku itu bukan sengaja begadang cuma buat main-main, aku ini kerja. Revisi desain yang diminta sama orang-orang itu enggak akan selesai sendiri tanpa aku kerjain."

"Aku cuma nggak mau kamu sakit, itu aja. Dua hari yang lalu kamu ngeluh kepalanya sakit, terus pas dicek ternyata darah rendah kan," jelasnya dengan nada yang sedikit lebih tenang.

Iya, dan sekarang jadi naik darahku gara-gara kamu!

Dion berlutut di hadapanku seraya meraih sepatu sneaker itu, lalu memakaikan untukku. Meskipun kami sedang berargumen, tetapi ia masih bisa bersikap manis seperti ini. Entah ini salah satu siasat agar aku menurutinya atau ini caranya meminta maaf karena sudah mengomel padaku.

"Aku itu dari kemarin sibuk di kantor, persiapan launching belum seratus persen siap. Apalagi kami sepakat acaranya dimajuin sebulan, soalnya kalau nggak gitu bakalan tabrakan sama brand pesaing. Belum lagi harus cross check sama model-modelnya lagi, siapin dana buat bayar sisa sewa gedung yang di Bandung. Terus mendesain gaun-gaun yang customer yang baru," ucapku panjang lebar. "Jadi aku harap kamu lebih bisa sedikit paham. Aku bukannya nggak mau nurut sama kamu, enggak … bukan gitu. Tapi ini tuntutan kerjaan, Dion. Lebih ke tanggung jawab."

Ia menghembuskan nafas panjang. "Oke. Ya udah, kita berangkat sekarang. Mama kita udah ada di sana duluan buat lihat-lihat pilihan dekorasinya dari tadi," ucapnya seraya bangkit dari setelah selesai mengikat tali sepatuku. Senyuman tipis terukir di bibir manisnya.

"Makasih," ucapku singkat. Dalam hati aku sebenarnya ingin sekali memberikan satu atau dua kecupan untuknya. Bagaimana bisa seorang bersikap menjengkelkan dan manis pada saat bersamaan?

Tanpa melanjutkan argumen yang ia mulai, kami berjalan turun ke parkiran bawah tanah di mana mobil miliknya terparkir dan segera menuju ke kantor wedding organizer.

Jika boleh jujur, aku sama sekali tidak memikirkan konsekuensi apa yang akan aku hadapi ketika mengatakan 'iya' pada Dion malam itu. Kepalaku hanya terfokus pada satu hal, tidak lain dan tidak bukan yaitu, akhirnya aku bisa bersama Dion lebih lama lagi. Apalagi sekarang Adrian sudah merestui kami. Namun, ada beberapa hal yang aku lupakan atau lebih tepatnya aku sepelekan. Persiapan untuk menyelenggarakan acara tersebut. Ini baru awalnya saja, kami berdua hanya menyiapkan untuk pertunangan sekarang. Namun, ini sudah bisa mendatangkan sakit di kepalaku ketika harus memilih menu makanan, dekorasi yang sesuai dengan baju, dan juga cinderamata yang akan kami bagi untuk para tamu undangan.

"Menurut kamu aja deh bagus yang mana," ucapku pada Dion saat ia menunjukkan beberapa contoh foto dekorasi pesta dan menanyakan warna apa yang akan dipilih.

Mama yang duduk di samping Tante Anna melirikku sekilas. Bisa diartikan tatapan itu sebagai, 'kamu ini gimana dari tadi nggak bisa ambil keputusan sendiri.' Namun, aku mengabaikan itu dan kembali melihat-lihat foto dekorasi yang menurutku sangat indah dan terkesan mewah. Pada akhirnya, kami semua sepakat untuk menentukan tema dan warna dekorasinya. Warna putih dipadukan dengan biru pastel menjadi pilihanku dan Dion. Begitupun dengan menu makanan yang akan disajikan, berhubung ini baru pertunangan dan hanya akan dihadiri oleh keluarga dekat kami, Tante Anna dan mama memilih masakan Indonesia. Namun, saat nanti di resepsi pernikahan, menu makanannya akan lebih variatif karena tamunya bukan hanya keluarga inti saja.

"Untuk bajunya, nanti kita pakai dari Louroose aja ya, Steph," celetuk Tante Anna saat kami berempat sedang mencicipi kue yang akan menjadi salah satu makanan penutup besok. "Tante suka loh sama rancangan kamu, Steph. Gaun yang tante pakai dulu itu pas banget, Farah juga puas banget sama desain yang kamu pilih. Apalagi tiga gaun yang kamu buat untuk Amanda, wow, luar biasa. Dia senang sekali waktu lihat hasil akhirnya."

Eh, apa? Gimana? Baju Louroose dipakai di acara pertunangan nanti? Ini bukan karena aku pelit untuk membagikan rancanganku untuk mereka. Namun, jujur saja sampai saat ini aku masih belum seratus persen percaya diri dengan baju-baju yang kubuat. Apalagi kupakai sendiri di acara yang sangat penting.

Aku memang sudah memilih sebuah gaun yang akan aku pakai di hari pertunanganku nanti. Sebuah gaun panjang semata kaki dan model lengan panjang off-shoulder berwarna biru pastel dengan sedikit sentuhan abu-abu muda. Bahan yang aku pilih pun sangat premium, renda yang terasa lembut di kulit dan kain dalaman yang tidak panas jika di pakai. Modelnya menurutku pantas-pantas saja karena tidak terlalu terbuka, klasik, dan sangat anggun. Karena itulah, aku setuju ketika Dion mengusulkan tema putih-biru.

Tante Anna mungkin memperhatikan gerak-gerikku yang sedikit tidak nyaman dengan percakapan kami. Beliau tersenyum lalu berkata, "Dicatat aja siapa yang pakai gaun seragam sama jasnya, ya Sayang. Nanti bill-nya kirim ke tante."

Aku melihat ke arah Dion yang mana tidak membantu sama sekali. Ia dan mamaku sedang menikmati dan menganalisa kue yang mereka makan sambil sesekali terkekeh. Apa-apaan ini, mereka sudah seakrab itu sekarang?

"Eh, bukan gitu, tante. Kalau tante memang suka dan pengen pakai rancangan aku, gapapa pakai aja. Enggak usah di … bayar." Oh God. Kenapa diskusi soal uang jadi canggung gini kalau sama calon mertua.

Tante Anna menggeleng cepat, beliau meletakkan sendok kecil yang digunakan untuk menyantap kue, lalu menyesap teh hangat di depannya sebelum berkata, "No, Sayang. We've already discussed this. Pertunangan ini semuanya pihak Dion yang tanggung. Dan Tante tidak akan merasa lega kalau terima gitu aja gaun-gaunnya nanti. Sama aja Tante tidak menghargai karya kamu yang indah itu."

Aku hanya bisa mengangguk pasrah dan tersenyum kikuk. "Baik kalau gitu, Tante."


Halo semua!

Udah basi ya denger kata maaf. Tapi gapapa deh, tetap aku ucapkan. Maaf baru bisa update sekarang. Tapi sesuai janji, aku akan selesaikan cerita Steph & Dion ini sampai akhir.

Jujur, sedikit cerita yaa, agak sulit buat mulai nulis lagi setelah beberapa waktu off. Apalagi beberapa part di dalam cerita ini terinspirasi dari kisah nyata dan aku butuh motivasi lebih dalam lagi buat melanjutkannya. Karena yaa, cerita aslinya sudah selesai tapi di sini tetap harus lanjut kan ... Ga bisa gantung gitu aja haha

Anyway, semoga kalian menikmati part ini ya. Jika ada kurangnya mohon dimaafkan dan kiranya kalian bisa memberikan masukan lagi. Part selanjutnya akan aku update segera.

Terima kasih

Anna❣️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro