Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

IV. Aku Tidak Menyukainya

Dhea dan Heri mendatangi sebuah cafe mini dengan tampilan yang indah. Bagian depannya terurai daun dari atas hingga sedikit menutup bagian depan cafe. Dinding-dindingnya terbuat dari batu pualam kasar dengan warna caramel. Di dalamnya terdapat beberapa tanaman hijau yang membuat pengunjung tampak lebih tenang. Cafe ini terlihat begitu kecil dari depan, tapi sebenarnya ia memanjang hingga ke belakang. Banyak pengunjung yang datang saat ingin bersantai untuk mencicipi secangkir kopi dan sepiring cake.

Mereka telah duduk di sudut depan dekat pintu masuk. Rasanya lebih nyaman saat bisa melihat lalu-lalang para pejalan kaki di depan cafe. Mereka tidak berencana hanya berdua, karena Heri mengundang salah seorang teman lamanya untuk ikut bergabung dengan mereka. Heri ingin mengenalkan Dhea pada seseorang yang merawatnya selama di Malaysia dulunya.

Dhea terus menyuapi mulutnya dengan chocolate cake. Dia pecinta cokelat. Cake yang sedang dinikmati pun rasanya sangat mengagumkan, membuat Dhea menambah untuk piring kedua. Cokelatnya yang lumer memenuhi mulut Dhea, hingga menempel pada sebagian bibirnya.

"Kamu benar-benar menyukainya?" tanya Heri sambil membersihkan bibir Dhea dengan tisu.

"Tentu. Cokelatnya begitu menggoda dan meleleh dalam mulutku. Mau coba?" tawarnya dengan mengacungkan garpu yang ditusuk potongan cake.

Heri menggeleng. Dia bukan pecinta cokelat. Ia lebih senang menikmati makanan yang berbahan keju. Berbanding terbalik dengan Dhea yang tidak menyukai keju. Rasa asin keju, tidak cocok dengan lidah Dhea yang menyukai makanan manis.

"Apa rasa keju itu begitu nikmat?"

"Pasti. Rasanya seperti aku sedang jatuh cinta," ungkap Heri.

"Sebegitunya? Apa itu artinya aku sama seperti keju?"

"Kamu melebihi dari nikmatnya keju." Heri mengusap pipi Dhea lembut.

Mereka saling bertatap penuh cinta. Senyum yang disuguhkan tulus tanpa tipu daya. Semua berasal dari hati. Hati yang pernah terluka dan dipulihkan dengan cinta bersama.

"Ekhm... Apa aku mengganggu waktu bermesraan kalian?" Sebuah suara menyapa dari belakang Dhea.

Seorang perempuan dengan rambut gelombang berwarna cokelat, mengenakan blus merah dan jeans hitam. Tidak lupa heels setinggi 15cm serta tas jinjing bermerek bertengger di pergelangan tangannya. Wajahnya penuh polesan warna-warni. Tampak begitu cantik dan berkelas. Berbanding terbalik dengan Dhea yang tampil lebih kasual dan tanpa banyak polesan di wajah. Hanya bermodalkan bedak dan lipstik.

"Hai Sheeva." Heri menyapanya. "Kenalkan, ini Dhea, istriku."

Inilah ternyata seorang teman yang ingin dikenalkan Heri. Dhea sempat berpikir bahwa yang akan dikenalkan adalah seorang lelaki. Tapi ternyata, perempuan ini? Ada hubungan apa Heri dengan perempuan semodis ini?

"Hai, Dhea. Aku Sheeva. Senang berkenalan denganmu."

"Aku juga. Kamu tak cakap awak-awak ke?" Dhea mencoba berbicara logat Malaysia.

Heri dan Sheeva tertawa kecil mendengarnya, membuat Dhea kebingungan tidak mengerti.

"Aku nggak berbicara gitu dengan orang Indonesia. Aku tetap menggunakan bahasa Indonesia, seperti biasa. Karena aku berasal dari sana," jawab Sheeva.

"Oh, aku pikir kamu penduduk sini. Ada hubungan apa kalian?" tanya Dhea to the point. Dhea sedikit merasa tidak nyaman dengan perempuan ini.

"Aku perawat yang menjaga Heri dulu, ketika dia kecelakaan dan harus dilarikan ke sini."

Dhea kembali teringat kejadian lalu, saat Heri tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Ponselnya tidak bisa dihubungi. Heri lenyap begitu saja, membuat Dhea kecewa dengan perasaan yang ditanamnya. Dan dengan mudahnya Heri kembali hadir setelah 7 tahun lamanya tidak ada sua. Di situ pula Dhea tahu bahwa Heri mengalami kecelakaan dan harus dilarikan ke Penang.

Dhea melihat kembali penampilan Sheeva dari atas hingga ke bawah. Perawat katanya? Perawat macam apa penampilannya begini? Sudah seperti ibu-ibu sosialita yang mau arisan saja!

"Berapa lama kamu merawat Bang Heri? Kalau kamu perawat saat itu, berarti usiamu lebih tua, dong."

"Bukan begitu. Usiaku sama seperti Heri. Aku merawatnya hampir dua tahun lamanya." Sheeva menjawab pertanyaan itu dengan tersenyum seakan mengenang sesuatu.

Dhea sangat tidak menyukai senyuman itu. Ditambah lagi, dua tahun katanya? Dirinya saja saat itu mengenal Heri tidak sampai 1 tahun, tapi mereka bersama hampir dua tahun. Pasti mereka saling dekat-dekat, pegangan. Dan pasti mereka terus bertemu setiap harinya selama 7 tahun.

Dhea menggeram seorang diri dengan pikiran yang melayang entah kemana-mana. Tubuhnya memberikan respons negatif untuk Sheeva. Rasa tidak suka menjalar di sekujur tubuhnya. Sekalipun dia sangat cantik dan ramah, tidak akan membuat Dhea menyukainya. Bukankah sebagian perempuan cantik dan ramah cenderung memiliki hasrat ingin memiliki lebih banyak dari yang seharusnya? Dhea memperingatkan dirinya sendiri agar berhati-hati pada perempuan ini.

---------------------------

"Kamu kenapa sih, moodnya jelek banget dari tadi."

"Aku nggak suka dia."

"Siapa? Sheeva?"

"Siapa lagi?"

Heri tertawa kecil. Mengerti akan kegundahan istrinya.

"Kamu percaya aku, aku nggak ada hubungan apa pun dengan dia. Dulu, dia yang merawat aku. Aku sembuh karena bantuan dari dia. Coba kamu bayangin, kalau aku nggak sembuh, aku nggak bisa balik ke Indonesia, dan nggak bisa ketemu kamu lagi."

"Kenapa harus dia? Apa nggak ada perawat lain yang lebih tua dan jelek dari dia? Yang udah punya lima anak, misalnya." Dhea benar-benar kesal saat ini.

Heri masih bertahan dengan tawa kecilnya. Sama sekali tidak terbersit rasa marah karena kelakuan Dhea. Ia merasa wajar Dhea bersikap demikian. Karena ketika ia pergi, ia malah bertemu dengan perempuan lain. Padahal, semua itu di luar kuasanya.

"Sekalipun yang aku temui itu dia, atau lebih muda dari dia, lebih cantik dari dia, nggak akan ngerubah rasa aku untuk kamu. Di hati aku cuma ada kamu. Dari dulu sampai sekarang. Kalau memang aku tergoda dengan kecantikan dia, kenapa aku harus repot-repot pulang ke Indonesia menemui kamu? Bukankah aku bisa saja menikah dengan dia di sini, dan nggak perlu pulang lagi ke Indonesia? Aku cukup hidup bahagia dengan dia di sini."

Dhea terdiam mendengar penjelasan Heri. Ada benarnya dalam setiap kalimat Heri. Terutama pada poin-poin akhir.

"Apa dia menyukai Abang?"

"Aku nggak merasa begitu. Kami hanya berteman dan nggak lebih dari itu. Dulu juga dia punya pacar. Ya, meski hubungan mereka sedikit berbahaya, menurutku."

"Gimana Abang bisa yakin? Sedangkan Abang nggak tahu hati dia."

Heri memegang pundak istrinya dan menatap intens ke mata Dhea. "Kamu nggak perlu terlalu memikirkan dia, hanya akan membuat kepalamu sakit, dan membuat hubungan kita menjadi longgar. Kamu nggak mau itu terjadi, kan? Percaya sama aku. Aku suamimu yang akan selalu mendampingimu apa pun yang terjadi. Nggak akan pernah meninggalkanmu, apalagi hanya karena perempuan lain. Kamu tahu, kan, aku dari dulu nggak pernah main-main soal perempuan?"

Heri mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking Dhea. Janji itu tidak hanya dilontarkan sebagai penenang Dhea, tapi juga ditanam dalam dirinya. Dia benar-benar tidak ingin mempermainkan perempuan yang telah menghabiskan sekian tahun hanya untuk menanti kepulangannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro