Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

III. 'Sayang'

Pesawat tepat landing di Bandar Udara Internasional Penang, yang terletak 16 km dari George Town. Bandara ini dikenal pula dengan nama Bandar Udara Internasional Bayan Lepas karena letaknya di bagian selatan pulau Pinang di sebelah kawasan Perindustrian Bayan Lepas. Tujuan mereka adalah Copthorne Orchid Hotel Penang yang terletak 6 km dari pusat kota dan 26,7 km dari Bandara.

Heri merekomendasikan hotel ini pada Dhea sebagai tempat mereka menginap karena pemandangan belakang hotel yang begitu indah. Kamar-kamar hotel ini menghadap ke arah laut. Jaraknya ke pantai hanyalah 750 meter saja. Heri mengetahui sang istri yang sangat menyukai pantai, sehingga ia ingin membuat istrinya senang dengan pemandangan yang begitu menenangkan dan dapat dilihat setiap saatnya.

Dhea menggeletakkan begitu saja tasnya saat memasuki kamar dan melihat pemandangan dari kaca jendela. Matanya melebar akan pesona panorama. Heri memang telah berkata jujur padanya. Tempat ini sangat-sangat memuaskan hasratnya. Hamparan laut luas terpampang di depan mata. Air birunya yang bersih seakan memanggil Dhea untuk menyapanya. Terlalu segar untuk diabaikan.

"Ya ampun, Bang Heri, ini sempurna! Aku suka! Aku jatuh cinta dengan pemandangannya!" serunya tanpa mengalihkan pandangan.

"Lebih jatuh cinta mana dengan aku?" tanya Heri, memeluknya dari belakang.

"Aku minta maaf, kali ini aku lebih jatuh cinta pada alam ini. It's so awesome!Thank you."

"Kiss me," pinta Heri seraya mencondongkan pipinya.

"No. Aku mau ke pantai," jawabnya melepaskan pelukan Heri dan berjalan menuju pintu.

Heri menarik pergelangan tangannya, membalikkan tubuh kecilnya, serta mendekapnya. Heri menatap mata Dhea dalam, membuat tatapan Dhea waswas—melirik ke sana ke mari. Dhea tahu apa yang akan dilakukan Heri. Jantungnya mulai memacu dengan cepat. Seakan ini pertama kalinya. Ia masih belum terbiasa. Rasa canggung masih bersarang dalam tubuhnya.

Dhea dengan pelan melepaskan dekapan Heri. Heri bergeming, ia masih menatap Dhea meski tangannya dilepas perlahan. Namun, sebelum dekapan itu terlepas utuh, ia dengan gesit mengencangkan dekapannya kembali. Bibirnya tersenyum menggoda melihat wajah merona sang istri. Heri mendekatkan wajahnya, hingga terasa deru napas Dhea.

Perlahan bibir Heri mendarat tepat di bibir Dhea, mengulum lembut dengan mata yang terpejam. Dhea? Tidak mungkin dia menepisnya. Walau bagaimanapun Heri adalah suaminya. Bukankah sah-sah saja mereka melakukannya? Toh, mereka sudah berada dalam ikatan yang sah.

Dhea memang tidak terlalu agresif dalam hal bersentuhan. Karena sedari dulu Dhea sangat menjaga dirinya. Meskipun ia pernah bertunangan dengan Miko, tidak sekali pun ia mengizinkan Miko menyentuhnya, walau hanya sekedar cium pipi. Baginya, semua yang ada pada dirinya adalah miliknya dan suaminya. Walau kini, ia masih malu dalam hal itu.

Hal yang paling kerap dilakukannya pada Heri, hanyalah menggandeng tangan saat berjalan. Selebihnya, Heri lah yang memulai.

-------------------------

"Waaaah!!! Ini luar biasa! Di luar ekspektasiku. Terima kasih, Bang," kagumnya. Wajahnya berseri dengan kebahagiaan.

Selama ini mereka hanya digeluti dengan dunia pekerjaan. Bertemu pagi hari, bekerja, bertemu kembali malam hari. Begitu setiap harinya. Tidak memiliki kesempatan untuk berlibur ke pantai. Di akhir pekan, jika Heri tidak memiliki jadwal mengajar, mereka memilih istirahat di rumah dengan tetap berkegiatan; mencoba taraian terbaru, misalnya.

Mereka berdua dulunya berasal dari sanggar yang sama, dan pernah tampil berdua untuk menyambut mahasiswa baru di kampus. Jadi, bukan hal yang canggung lagi jika harus meliukkan badan bersama dalam tarian. Pun, Dhea adalah seorang penggemar salah satu boygrup Korea. Tentu ia bisa menari seperti para idolanya.

Kini, Heri benar-benar jengah dengan dunia pekerjaan, sehingga memanfaatkan jatah cuti mereka untuk liburan sekaligus honey moon.

Selepas mereka menikah, mereka tidak libur sehari pun. Mereka tetap masuk kerja seperti biasanya, sehingga tidak ada yang namanya honey moon. Dhea tidak pernah protes akan hal tersebut. Dia malah tampak santai-santai saja, dan tidak terbeban apa pun. Karena bagi Dhea, selama ada Heri di sampingnya, itu sudah cukup.

"Bisakah kamu berhenti memanggilku dengan kata 'Bang' itu?" tanya Heri.

"Ya, nggak bisa, dong. Abang itu lebih tua dari aku. Jadi harus pakek embel-embel 'Bang', biar sopan. Abang mau aku jadi istri durhaka?"

"Bukan itu maksud aku. Polos banget, sih! Aku mau kamu ganti panggilan kamu untuk aku. Jangan lagi panggil 'Bang'."

"Terus aku harus panggil apa? Papi? Daddy? Ah, aku tahu. Aku akan memanggilmu 'Yeobo'. Gimana?" tanya Dhea centil memainkan matanya.

"Aku bukan idol Koreamu itu. Nggak perlu kamu panggil aku dengan sebutan begitu."

Meski sudah menikah, bukan berarti Dhea berhenti menggilai Korea. Dia tetap gila dengan hal yang berbau Korea. Bahkan ia mengajak Heri begadang untuk menemaninya menonton drama terbaru Korea. Heri juga tidak menolak sama sekali. Ia senang melihat ekspresi istrinya saat sedang menonton. Karena seperti kebanyakan perempuan lainnya, istrinya akan malu saat pasangan di drama berciuman, akan marah saat ada yang berbuat kejahatan, dan akan menangis bila adegan menyedihkan tayang.

"Ya, Yeobo ...." panggil Dhea manja, menggoyang-goyangkan lengan Heri.

Heri menepisnya.

"Saranghaeyo ...." ucap Dhea menyenderkan kepalanya di lengan Heri.

"Na deo saranghae," balas Heri cuek.

Dhea tertawa mendengar jawaban suaminya. Terdengar begitu menggemaskan. Heri sama sekali bukan pecinta Korea. Akan tetapi, mengetahui Dhea yang sedari dulu begitu menggila akan Korea, Heri memaklumi hal itu. Terkadang ketika Dhea membahas perihal artis atau drama-drama Korea, Heri menanggapinya dengan baik, tidak mengabaikannya sama sekali.

"Gemesin banget, sih, kamu, Bang?" Dhea mencubit gemas pipi Heri.

Sedangkan Heri memajukan bibirnya, membuat Dhea melepaskan cubitannya. Heri tertawa geli melihat tingkah Dhea dan segera merangkul istrinya itu.

"Jangan lagi panggil aku dengan sebutan 'Bang'. Tapi panggil aku 'Sayang'."

Dhea mengernyitkan kedua alisnya, "Sayang?"

"Iya, ada apa, Sayang?"

"Aku nggak manggil. Aku hanya bertanya. Terasa aneh dengan panggilan itu."

"Nggak mau tau. Kamu harus panggil aku dengan sebutan itu. Kalau nggak—"

"Kalau nggak, apa?"

"Aku akan ngambek," jawab Heri menyilangkan tangannya di dada sambil membuang wajahnya.

"Tinggal aku cium."

"Emang berani?"

"Demi nggak ngambek lagi."

"Kalau kamu bilang gitu, aku nggak akan pilih ngambek. Kamu akan aku tinggalin di sini, dan aku pulang seorang diri ke Indonesia."

Dhea yang mendengar ancaman itu malah tertawa.

"Abang pikir pesawat ke Indonesia cuma satu? Banyak tau, Bang. Aku bisa pulang sendiri juga. Sampai sana kita ketemu lagi," ucap Dhea santai sambil tersenyum.

Kini Dhea merasa di atas awan, karena bisa menggoda suaminya.

"Jadi, kamu lebih milih kita pulang pisah?" Heri membelalakkan matanya.

"Aku baru tau kalau Abang segemesin ini. Dulu itu, ketika awal kenal, aku pikir Abang nggak akan seromantis dan semenggemaskan ini. Aku pikir Abang akan terus cool." Dhea mengutarakan apa yang dirasakannya selama ini.

"Aku hanya akan begini pada istriku, yaitu kamu. Dulu, kamu bukan siapa-siapaku, kenapa aku harus memperlakukanmu romantis?" jawab Heri sambil mencubit gemas hidung mancung Dhea.

"Terima kasih, Sayang."

Heri terpana. "Apa tadi? Bisa ulangi?"

"Aduh, sepertinya aku salah panggil. Nggak lagi, deh," ucap Dhea menutup mulutnya malu.

"No no no. Kamu harus selalu panggil aku dengan sebutan itu. Aku mencintaimu, Dhea."

Heri mendekap tubuh Dhea erat. Ia begitu menyayangi perempuan ini. Dhea adalah apa yang diharapkannya selama ini. Dhea merupakan akhir dari penantiannya. Tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Dhea. Hanya Dhea satu-satunya yang akan menguasai singgasana dalam lubuk sanubarinya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro